Teknik Pengumpulan Data KAJIAN TEORI

Di usianya yang ke 12 tahun, Muthahhari mulai belajar ilmu-ilmu agama di Hauzah Ilmiyah di Masyhad pusat belajar dan ziarah kaum syi’ah yang besar di Iran Timur. Di tempat itulah Muthahhari semakin tertarik dengan dunia filsafat, teologi, dan irfan. Di antara guru yang sangat berkesan di Masyhad ialah sosok pribadi dan pemikiran Mirza Mahdi Syahid Razavi, 3 yang mengajarkan tentang filsafat Ilahiyah di pusat kajian ini. 4 Namun Razavi wafat pada tahun 1936, ketika Muthahhari belum cukup umur untuk mengikuti kuliah-kuliahnya. Ia meninggalkan Masyhad pada tahun berikutnya untuk belajar di lembaga pengajaran di Qum yatitu pusat kajian agama di Iran yang diminati oleh banyak siswa. Di Qum inilah Muthahhari memperoleh pelajaran manfaat dari pengajaran sejumlah ulama, seperti fiqh dan ushul yaitu pelajaran-pelajaran pokok kurikulum tradisional yang di ajarkan oleh sejumlah ulama seperti: Ayatullah Hujjah Khuk Kamari, Ayatullah Sayyid Muhammad Damad, Sayyid Muhammad Riza Gulpayani, dan Haji Sayyid Shadr al-Gin Shadr. Tetapi yang lebih penting diantara mereka ini adalah Burujerdi, pengganti Ha’iri sebagai direktur lembaga pengajaran di Qum. Muthahhari senantiasa mengikuti kuliah-kuliahnya sejak di Qum sampai ia ke Teheran pada tahun 1952. 5 Tahun 1940, beliau berkenalan dengan Mirza Ali asy-Syirazi al-Isfahani, tokoh yang ahli dalam naskah literatur syi’ah, dari perkenalan ini menyebabkan Muthahhari dapat ,menimba ilmu dari kitab Nahjul Balaghah. Ketika berada di Qum, Muthahhari mulai melihat arah kecenderungan intelektualnya yang mulai terbangun dengan hadirnya sejumlah guru-guru yang ia kagumi seperti Ayatullah Ruhullah Khomeini, pada waktu itu sebagai seorang pengajar muda yang sangat menonjol karena kedalaman dan keluasan 3 Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra, h. 24 4 Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid, Bandung: Yayasan Muthahhari, 1988, cet 2, h. 25 5 Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra, h.26 wawasan keislamannya dan kemampuan menyampaikannya kepada orang lain. Kualitas-kualitas ini termanivestasikan dalam kuliah-kuliahnya tentang etika yang mulai diajarkan di Qum pada awal 1930an. Kuliah-kuliah tersebut menarik banyak orang dari luar maupun dari dalam lembaga pengajaran keagamaan, dan berpengaruh sekali atas mereka. Di sinilah Muthahhari mengenal Imam Khomeini. Dari Imam Khomeini inilah ia belajar teks pasal tentang nafs, al- asfar arba’ah karya Mulla Sadhradan syarah-I manzhuma karya Mula Hadi Sabzwari. 6 Awalnya kuliah ini diberikan secara tertutup, hanya sedikit orang yang terpilih dari para pelajar Qum. Pada tahun 1946, atas permintaan Muthahhari dan Muntazhari, Ayatullah Khomeini mengajarkan kuliah formal pertamanya tentang fiqih dan ushul, mengambil bab tentang dalil-dalil rasional dari jilid kedua kifayat al-Ushul karya Akhund Khurasani sebagai naskah pengajarannya. Di antara guru-guru lainnya yang pengaruhnya dirasakan Muthahhari di Qum adalah pakar besar tafsir Qur’an dan filosof, Ayatullah Sayyid Muham mad Husain Thabathaba’I q.s. Muthahhari ikut serta dalam pelajaran- pelajaran Thabathaba’I tentang kitab Al-Syifa’ karya Abu Ali Ibn Sina dari 1950 hingga 1953, dan pertemuan- pertemuan malam jum’at yang berlangsung dibawah arahannya. Subjek dari pertemuan-pertemuan ini adalah filsafat materialis.Muthahharisendiri untuk pertama kali memahami minat besar pada filsafat materialis, terutama Marxisme, segera setelah naik ke jenjang studi formal ilmu-ilmu rasional. 7 Selain filsafat materialis, Muthahhari juga mempelajari secara mendalam segala aliran sejak Aristoteles sampai Sarte.Ia juga membaca sebelas jilid kisah peradaban, kelezatan filsafat serta buku-buku lainnya karya Will Durand. Ia menelaah tulisan Sigmund Freud, Betrand Russel, Albert Einstein, 6 Hamid al-Gar-Robin W. Carlsen, Mata Air Kecemerlangan, Terj: Ahsin Muhammad, Bandung: Mizan, 1991, cet 1, h. 72 7 Murtadha Muthahhari, Bimbingan Untuk Generasi Muda, Jakarta: Sadra International Institute, 2011, cet 5, h. 13