commit to user
xxi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Peran dan Kedudukan Perempuan
Kedudukan dan peranan pada dasarnya merupakan konsep-konsep yang berkaitan. Dari sudut pandang psikologi sosial, kedudukan disamakan maknanya
dengan posisi. Kedudukan didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang secara bersama-sama kolektif diakui perbedaannya berdasarkan sifat dan perilaku yang
mereka miliki bersama dan reaksi orang terhadap mereka. Sementara dari sudut pandang sosiologi, kedudukan didefinisikan sebagai status objektif yang memberi
hak dan kewajiban kepada orang yang menempatinya. Peranan merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban Susanto dalam Gati
Gayatri, 1994: 4-5. Theodore Sarbin dalam Sri Supriyantini, 2007: 12 yang menyatakan
bahwa peran adalah tingkah laku yang diharapkan dan ditampilkan oleh seseorang dalam interaksi sosial di tempat individu berada. Peran merupakan hal yang
sangat penting bagi seseorang. Dengan peran yang dimiliki, Ia dapat mengatur perilaku dirinya dari orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan
sekaligus pada saat yang sama. Dalam kasus tertentu, seorang perempuan dapat berkedudukan sebagai istri, tetapi dapat sekaligus menjalankan berbagai peran,
seperti sebagai istri, ibu, dan karyawan kantor. Setiap individu dalam masyarakat memiliki status atau kedudukan masing-
masing. Arief Heriyanto C. 2007: 8 menyatakan bahwa status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah
lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan, posisi, atau peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Di semua sistem sosial,
tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti: anak, istri, suami, ketua RW, ketua RT, camat, lurah, kepala sekolah, dan guru. Seseorang atau
individu dalam masyarakat dapat memiliki dua atau lebih status yang
7
commit to user
xxii disandangnya secara bersamaan. Dalam teori sosiologi, unsur-unsur dalam sistem
pelapisan masyarakat adalah kedudukan dan peranan. Kedua unsur ini merupakan unsur baku dalam pelapisan masyarakat. Kedudukan dan peran seseorang atau
kelompok memiliki arti penting dalam suatu sistem sosial. Rogers dalam Syafnir Abu Nain, dkk., 1988: 92 menyatakan bahwa
untuk mengerti sebaik-baiknya kedudukan perempuan dalam suatu kebudayaan tertentu adalah dengan mempelajari hubungan antara kedua kelompok kelamin
yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan. Untuk itu, dia mengembangkan dua pola hubungan;
Pertama
, hubungan yang ditelaah dalam arti distribusi kekuasaan dan melihat sampai seberapa jauh masing-masing menguasai sumber-sumber
berharga seperti rumah, tanah, tenaga, bahan makanan, pengetahuan, dan upacara- upacara tertentu;
Kedua
, hubungan secara konsepsional, yaitu adanya perbedaan dalam perilaku dan perbedaan pandangan ideologi sehingga pria dan perempuan
punya pandangan sendiri terhadap nilai, norma, dan tujuan. Sesuai dengan itu, Blood dan Wolfe dalam Syafnir Abu Nain, dkk., 1988: 92 menambahkan
indikasi kedudukan perempuan dalam masyarakat maupun rumah tangga adalah posisi perempuan terkait dengan distribusi dan alokasi kekuasaan. Kekuasaan
yang dimaksud dalam konteks ini dinyatakan sebagai kemampuan dalam mengambil keputusan yang memengaruhi keluarga.
Ismi Dwi Astuti 2007: 1 menjelaskan bahwa peran perempuan dalam pengambilan keputusan adalah keikutsertaan atau partisipasi perempuan dalam
suatu kegiatan danatau dalam pengambilan keputusan melalui pemilihan alternatif terbaik di antara serangkaian alternatif yang ada. Lebih lanjut Ismi
2007: 1 juga menyatakan bahwa dimensi peran perempuan terbagi menjadi tiga, yaitu peran domestik dengan fungsi reproduktif atau rumah tangga, publik dengan
menjalankan fungsi produktif, dan sosial kemasyarakatan. Marijati 2007: 1 mengemukakan bahwa dengan dasar itulah sebenarnya
tidak ada pembedaan peran dalam pengambilan keputusan karena semua tetap harus berada dalam koridor atau atau aturan pada masing-masing stratanya. Ada
etika yang harus tetap dijaga. Pengambilan keputusan di keluarga ada etikanya, di masyarakat ada etikanya, dan di negara pun ada etikanya.
8
commit to user
xxiii Peran dan kedudukan berkaitan dengan hak-hak perempuan. Berbicara
mengenai hak, Sunaryati Hartono 1999: 29 menjabarkan bahwa hak-hak perempuan sebenarnya sungguh-sungguh merupakan serangkaian hak yang
melekat dengan keberadaannya sebagai manusia ciptaan Tuhan sehingga hak-hak perempuan itu tiada lain merupakan hak-hak asasi. Oleh sebab itu, apabila
dibatasi atau tidak dihormati akan menghalang-halangi perkembangannya sebagai manusia seutuhnya. Dengan demikian, kajian-kajian terhadap permasalahan
perempuan seperti yang dinyatakan di atas, tidak hanya dalam batas wacana saja melainkan merupakan sesuatu yang perlu dilakukan berkesinambungan atau terus
menerus. Senada dengan uraian di atas, Suwinah Alwy 1997: 150-151
mengemukakan bahwa perempuan memunyai peran dalam hidupnya yang biasa disebut sebagai
Pancadharma Perempuan
, yaitu: a sebagai pendamping suami; b pengelola rumah tangga; c penerus keturunan dan pendidikan anak; d pencari
nafkah tambahan; dan e sebagai warga masyarakat. Apabila perempuan menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia akan bisa mengembangkan sumber
daya manusia. Sebagai pendamping suami, perempuan diharapkan dapat menjadi mitra sejajar laki-laki dalam mengelola rumah tangga dan bisa mendorong suami
untuk selalu bersemangat dalam bekerja. Perempuan yang juga ikut mencari nafkah tambahan juga merupakan salah satu pengembangan sumber daya manusia
karena suatu saat tidak jarang perempuan akhirnya menjadi pemimpin. Penjelasan lebih lanjut mengenai peran dan kedudukan perempuan
dinyatakan Soewondo dalam Achmad Muthaliin, 2001: 10 dengan menyatakan bahwa dalam budaya etnis semuanya menempatkan perempuan untuk bekerja di
sektor domestik, sementara sektor publik ada di pihak laki-laki. Perempuan di sektor domestik dan laki-laki di sektor publik pada umumnya berdasarkan asumsi
bahwa perempuan secara fisik lemah, namun memunyai kesabaran dan kelembutan. Sebaliknya, laki-laki memiliki fisik lebih kuat sekaligus berperangai
kasar. Atas dasar itu, berlakulah pembagian peran. Perempuan dipandang lebih sesuai bekerja di rumah, mengasuh anak dan mempersiapkan segala keperluan
suamilaki-laki di rumah. Laki-laki lebih sesuai bekerja di luar rumah dalam arti 9
commit to user
xxiv mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganyaperempuan. Akibatnya,
perempuan menjadi tersubordinasi di hadapan laki-laki dan termarginalisasi dalam kehidupan publik.
Citra perempuan dalam novel semakin berkembang dinamis pada periode Pujangga Baru. Lewat
Layar Terkembang
karya Sutan Takdir Alisjahbana, tokoh utama Tutik menyuarakan riak kaum perempun yang mencoba menyejajarkan
dirinya dengan kaum laki-laki dalam aktivitas publik, meskipun masih dibatasi oleh hegemoni laki-laki. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian Amrijn Pane
dengan
Belenggu
-nya mencoba mendekonstruksi gagasan keperempuanan yang progresif tersebut. Tini tokoh utama
Belenggu
memutarbalikkan citra perempuan pada zaman itu. Apabila Tono, suaminya, banyak bekerja di luar
rumah dengan profesinya sebagai dokter, Tini pun banyak melakukan aktivitas di bidang sosial dengan memimpin organisasi kemasyarakatan Ali Imron, 2003:
115. Peran dan kedudukan perempuan menukik sangat tajam pada novel-novel
angkatan 2000-an yang dipelopori oleh novel
Saman
dan
Larung
karya Ayu Utami. Para tokoh perempuan dalam kedua novel tersebut dengan terang-terangan
memprotes perlakuan diskriminatif yang diterima mereka. Pandangan yang menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki digugatnya Ali Imron,
2003: 118. Hal itu menyuratkan riak-riak suara kaum perempuan yang semakin nyata untuk memperjuangkan nasib mereka.
Perempuan dalam era global mcmperlihatkan adanya kebebasan dalam menyatakan aspirasinya. Perempuan juga mengekspresikan gejolak hatinya dari
sisi kemanusiawiannya. Fenomena yang menarik di era itu adalah ada perempuan yang berperan dan berkedudukan ganda, dalam arti mereka beraktivitas di kedua
sektor sekaligus. Peran dan kedudukan perempuan telah mengalami pergeseran, dari yang semula hanya berkubang di sektor domestik ke sektor publik. Banyak
sekali perempuan di masa kini yang mulai menjalankan peran dan berkedudukan di sektor publik. Tidak hanya kaum laki-laki saja yang mencari nafkah guna
menghidupi keluarga. Implikasinya, perempuan juga sebagai pengambil keputusan dan melakukan hal-hal yang menjadi keinginannya.
10
commit to user
xxv
2. Tinjauan tentang Novel