Sudut Pandang atau LANDASAN TEORI

commit to user xlv cerita, tetapi di pihak lain menunjuk pada waktu dan uratan waktu terjadinya peristiwa di dalam karya tersebut. Sekalipun begitu, yang paling penting adalah latar waktu harus dikaitkan dengan dengan latar tempat dan sosial karena pada kenyataannya tempat akan berubah seiring dengan perkembangan waktu. 3 Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial ini secara konkret dideskripsikan melalui kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh.

F. Sudut Pandang atau

Point of View Sudut pandang atau disebut juga point of fiew , merupakan salah satu unsur novel yang digolongkan sebagai sarana cerita. Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga mempengaruhi kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan. Pada intinya, sudut pandang adalah cara atau strategi yang dengan sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248 menyatakan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang merupakan teknik atau strategi yang dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita. Henry Guntur Tarigan 1993: 140 menyatakan bahwa sudut pandang atau point of view adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dan alam fiktif cerita, atau antara pengarang dan pikiran serta perasaan para pembacanya. Pengarang harus dapat menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku 31 commit to user xlvi narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu. Percy Lubbock dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003: 113 mengatakan, dalam pengertian sastra modern, sudut pandang dianggap sebagai cara yang paling halus untuk memahami hubungan antara penulis dengan struktur narativitas, yaitu dengan memanfaatkan mediasi-mediasi variasi narator. Sudut pandang menyangkut tempat berdirinya pengarang dalam sebuah cerita, sekaligus menentukan struktur gramatikal naratif. Menurut Herman J. Waluyo 2002: 184-185 point of view dibagi menjadi tiga, yakni 1 pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya sebagai “aku” sehingga teknik ini disebut teknik aku-an, 2 pengarang sebagai orang ketiga dan menyebut pelaku sebagai “dia” sehingga tekniknya disebut teknik dia-an, dan 3 teknik “omniscient narratif” atau pengarang serba tahu. Dalam teknik ini pengarang tidak mengambil peran salah satu tokoh tetapi ia mengambil peran sebagai pencerita yang serba tahu. Ia bebas memasuki segala peran tanpa batas. Sementara itu, Hary Shaw dalam Panuti Sudjiman, 1986:76 mengungkapkan bahwa point of view mencakup tiga hal, yaitu 1 sudut pandang fisik, merupakan posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, 2 sudut pandang mental, merupakan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah, dan 3 sudut pandang pribadi, merupakan hubungan yangn dipilih pengarang dalam membawakan cerita, yaitu sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga. Jadi, pada dasarnya sudut pandang atau point of view adalah cara pandang pengarang dalam menggambarkan tokoh dan menyajikannya dalam suatu cerita fiksi. 5 Tinjauan tentang Nilai Edukatif dalam Novel Sastra dan pendidikan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi pembaca, namun juga dapat berupa kritikan pedas bagi seseorang, kelompok atau 32 commit to user xlvii sebuah struktur sosial yang sesuai dengan Nayla merupakan salah satu usaha mengungkap nilai-nilai didik di dalam karya sastra. Novel tersebut memiliki korelasi positif dengan nilai-nilai didik karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang mendidik dan mencerdaskan pembaca. Nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah M. Atar Semi, 1993: 20. Lubis dalam H. Nani Tuloli, 1999: 233-234 menambahkan bahwa dalam sastra khususnya novel akan melakukan berbagai hal untuk mengubah dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Novel memiliki tema tertentu yang menarik. Dendy Sugono 2003: 111 menyatakan bahwa dengan membaca novel, pembaca akan memperoleh sesuatu yang dapat memperkaya wawasan danatau meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam novel ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Karena itulah, karya sastra yang baik senantiasa mengandung nilai. Sastrowardoyo dalam H. Nani Tuloli, 1999: 232 menjelaskan bahwa sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri mengandung potensi- potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa novel yang merupakan salah satu genre sastra pasti mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya atau penikmatnya. Dengan demikian, novel dapat memegang peran penting dalam meredam atau memberikan solusi terhadap krisis moral maupun menurunnya moral bangsa, khususnya generasi muda saat ini. Peneliti menyimpulkan bahwa secara umum nilai-nilai 33 commit to user xlviii edukatif yang terdapat dalam novel yaitu: a nilai religius agama; b nilai estetis; c nilai moral etika; dan d nilai ssosial.

a. Nilai Religius Agama

Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama merupakan pegangan hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama, manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sebuah karya sastra yang mengangkat masalah kemanusiaan yang berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Hal itu tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan karya sastra, yaitu kehidupan agama, sosial, dan individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan keyakinan agamanya Dendy Sugono, 2003: 115. Senada dengan Dendy Sugono, Suyitno menjelaskan bahwa sastra bisa difungsikan sebagai pembina tata nilai dalam berbagai tradisi kehidupan intelektual, pendidikan rohani serta hal lain yang bersifat personal maupun sosial 1986:51. Nilai religius akan menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan atau dalam keseharian kita kenal dengan takwa. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong, dan tidak angkuh kepada sesama. Manusia menjadi saling mencintai dan menghormati, dengan demikian manusia mampu mewujudkan hidup yang harmonis dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, maupun makhluk lain. Hubungan yang harmonis tersebut dapat menjadikan hidup manusia tentram dan bahagia. Hal ini ditegaskan oleh Dojosantoso dalam Tirto Suwondo, dkk, 1994: 63 yang menyatakan bahwa religius merupakan keterkaitan antara manusia dengan Tuhan 34 commit to user xlix sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan. Manusia religius berarti memiliki keterkaitan dengan Tuhan baik jasmani maupun rohani secara sadar. Nilai religius merupakan nilai yang menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang terdalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia. Nilai religius sifatnya mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yang beragama yakin dan percaya karena ajaran agama merupakan petunjuk hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba untuk selalu tunduk dan taat pada aturan-Nya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai ini dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai religius adalah nilai-nilai ajaran keimanankeyakinan terhadap Tuhan yang tidak hanya bersifat ritual belaka tetapi secara menyeluruh hingga pada bagian yang terdalam.

b. Nilai Estetis

Horatius penyair Romawi kuna menyatakan manfaat karya sastra dengan ungkapan yang padat, yaitu dulce et utile menyenangkan dan bermanfaat. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang ditawarkannya, sedangkan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang diberikan sastra Dendy Sugono, 2003: 61. Keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut. 1 Karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntunnya melihat berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki; 2 Karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan 3 Karya itu mampu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, dan politik masa lalu yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan. 35 commit to user l

c. Nilai Moral Etika

Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai- nilai baik dan buruk, benar dan salah, serta berdasarkan adat kebiasaan di mana individu itu berada. Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat. Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai etika mampu menempatkan manusia sesuai kapasitasnya, dengan demikian akan terwujud perasaan saling hormat, saling sayang, dan tercipta suasana yang harmonis. Nilai moral juga terkandung dalam karya sastra. Burhan Nurgiyantoro 2005:322 mengungkapkan bahwa moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, yaitu pandangan yang berisi nilai-nilai kebenaran. Nilai inilah yang akan disampaikan kepada pembaca melalui karya sastra. Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro menambahkan bahwa: Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh –tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap secara demikian. Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model, model kurang baik, yang sengaja ditampilkan justru agar tidak diikuti, atau minimal tidak dicenderungi pembaca. 2005:323 Adapun nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Dendy Sugono 2003: 182 yang menjelaskan bahwa karya sastra dikatakan mempunyai nilai moral apabila karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku. 36 commit to user li Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai didik moral adalah nilai ajaran tentang bagaimana cara bersikap dan bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan norma moral yang sesuai hati nuraninya sebagai manusia, tanggung jawab, serta pemenuhan kewajiban- kewajiban atas hak-hak orang lain.

d. Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Arifin L. Bertrand dalam Munandar Soelaeman, 1987: 9 mengemukakan bahwa nilai sosial adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang. Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial, karena karya sastra dapat pula bersumber dari kenyataan- kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sementara itu, Atar Semi 1993: 55 mengatakan bahwa kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, termasuk di dalamnya adalah sistem kekerabatan, ekonomi, politik, pendidikan, kepercayaan, dan hal-hal lain yang terdapat dalam masyarakat. Yant Mujiyanto 1988: 8 menyatakan bahwa dengan menekuni karya sastra yang ada, manusia dapat membina kepekaan sosialnya. Pada dasarnya, karya sastra bersumber dari kenyataan yang terjadi dalam masyarakat serta mencerminkan sistem sosial dalam masyarakat tersebut. Manusia dapat melatih kepekaan sosialnya dengan menekuni karya sastra. Berkaitan dengan nilai sosial, Allport, Vernon, dan Lindzey dalam Jujun S. Suriasumantri, 2001:263 menyatakan bahwa nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik tersebut dilatarbelakangi oleh dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar, maupun dialaminya. Nilai sosial berkenaan dengan kemanusiaan dan mengembangkan kehidupan bersama, seperti kasih sayang, penghargaan, kerja sama, perlindungan, 37 commit to user lii dan sifat-sifat yang ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan lainnya dan merupakan kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun. Nilai sosial juga merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Nilai dalam karya sastra, nilai sosial dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan sehingga diharapkan mampu memberikan peningkatan kepekaan rasa kemanusiaan, lebih mendalami penghayatan sosialisasi diri, dan lebih mencintai keadilan dan kebenaran dalm hidup dan kehidupan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan nilai sosial adalah nilai-nilai ajaran tentang cara hidup bersosialisasi dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kepedulian terhadap sesama manusia dan kepentingan umum. 6 Tinjauan tentang Pembelajaran Novel Pembelajaran merupakan suatu usaha memberikan stimulus kepada siswa agar mereka memberikan respons yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan motivasi dalam kegiatan belajar mengajar. Hal itu didasarkan pada Subroto dalam Gino, dkk., 2000: 15 yang menjelaskan bahwa sebagai suatu usaha, pembelajaran memiliki tiga ciri, yaitu: 1 ada aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pembelajar, baik aktual maupun potensial; 2 perubahan itu berupa diperolehnya kemampuan baru dan berlaku untuk waktu yang lama; dan 3 perubahan itu terjadi karena suatu usaha yang dilakukan secara sadar. Dalam pembelajaran sastra, setidaknya ada empat hal pokok yang harus ditekankan dan dijadikan pegangan oleh pembelajar, yaitu: 1 pembelajaran sastra harus memunyai hubungan langsung dengan fenomena kehidupan masyarakat; 2 pembelajaran sastra harus mampu mengembangkan keterbukaan berpikir, kemampuan untuk belajar dari pengalaman orang lain, dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik; 3 pembelajaran sastra harus dapat 38 commit to user liii mengembangkan kemampuan analisis atau kritik sastra; dan 4 metode pembelajaran harus dilakukan dengan pendekatan yang ko-operatifinteraktif. Sehubungan dengan pembelajaran novel, Bambang Kaswanti Purwo 1991: 61 menyatakan bahwa pembelajaran novel ialah kegiatan memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan itu. Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial yang tercermin di dalam karya sastra. Dalam bentuknya yang paling sederhana, pembinaan apresiasi sastra merupakan upaya membekali siswa dengan keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. Porsi dan cara penyampaian bekal tersebut bergantung pada tingkatan pendidikan siswa. Tentu saja penyampaian tersebut tetap berpegang pada ketimbal-balikan proses belajar mengajar. Lebih lanjut, B. Rahmanto 1988: 65 mengemukakan bahwa para guru sastra sebenarnya sangat beruntung karena mutu dan jenis prosa cerita ini cukup banyak jumlahnya. Guru dengan mudah dapat menemukan novel yang cocok untuk pembaca awam sesuai dengan tingkat kebahasaan yang dikuasainya. Novel memungkinkan siswa, dengan beragam kemampuan membacanya, hanyut dalam keasyikan. Para penerbit buku bermutu juga siap membantu dengan menerbitkan novel-novel baru dengan tema yang sesuai dengan minat dan kemampuan tingkat intelektual anak-anak sekolah. Selain itu, dewasa ini banyak dijumpai novel anak- anak, novel remaja, dan novel populer yang cukup baik mutunya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran novel merupakan pembelajaran dengan metode yang ko-operatif dengan bahan ajar novel tertentu dan dalam upaya memperkenalkan kepada siswamahasiswa tentang nilai-nilai yang dikandung karya sastra terebut dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan di dalamnya. Novel yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar adalah novel yang telah dipilih dengan pertimbangan mendalam dan mengandung banyak pengalaman yang bernilai pendidikan positif. 39 commit to user liv

B. Penelitian yang Relevan