Karakteristik Kondisi Ginjal Pasien Penggunaan Golongan Obat Antihipertensi

30

4.2 Karakteristik Jenis Kelamin

Gambaran karakteristik jenis kelamin subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 Jenis Kelamin Pasien GGK Frekuensi n=40 Laki-laki 21 52,5 Perempuan 19 47,5 Total 40 100 Keterangan : n = jumlah subjek Berdasarkan hasil yang di peroleh pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi terdapat pada laki-laki sebanyak 21 orang 52,5 dan diikuti pada perempuan sebanyak 19 orang 47,5. Prevalensi penderita GGK yang diterapi dengan obat antihipertensi lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena laki-laki cenderung memiliki pola hidup kurang sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kopi yang dapat memicu stres oksidatif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pasien perempuan. Pasien laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal, resiko terhadap morbiditas dan mortalitas serta kardiovaskuler Gennari, 2001.

4.3 Karakteristik Kondisi Ginjal Pasien

Pada penelitian ini juga dilihat gambaran stadium penyakit GGK yang diderita oleh pasien. Gambaran stadium penyakit pasien yang menderita GGK dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara 31 Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Kondisi Ginjal Pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 Stadium GGK yang di derita Pasien GGK Frekuensi Stadium 1 LFG mlmin1,73m 2 90 - - Stadium 2 LFG mlmin1,73m 2 60-89 - - Stadium 3 LFG mlmin1,73m 2 30-59 1 2,5 Stadium 4 LFG mlmin1,73m 2 15-29 13 32,5 Stadium 5 LFG mlmin1,73m 2 15 26 65 Total 40 100 Berdasarkan hasil yang diperoleh, karakteristik kondisi ginjal pasien menurut stadium GGK dengan terapi obat antihipertensi yang diderita diagnosa tertinggi terdapat pada stadium 5 sebesar 65. Diagnosa terendah terdapat pada stadium 3 yaitu 2,5. Stadium 1 dan 2 tidak ada kasus dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Fransiska 2014 mengenai gambaran kondisi ginjal pasien yang mengalami GGK dan terapi obat antihipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosa tertinggi pada stadium 5. Diagnosa tertinggi pada pasien GGK stadium 5 dapat terjadi karena pada umumnya gejala penyakit ginjal kronis ini muncul secara tiba-tiba ataupun bertahap, bahkan ada yang tidak menimbulkan gejala awal yang jelas. Terjadinya penurunan fungsi ginjal tersebut sering tidak dirasakan bahkan diabaikan oleh pasien dan baru terdeteksi setelah kondisi ginjal semakin memburuk dan manifestasi klinis semakin parah yaitu pada stadium akhir Sjamsiah, 2005. Universitas Sumatera Utara 32

4.4 Penggunaan Golongan Obat Antihipertensi

Berdasarkan hasil persentase penggunaan obat antihipertensi tertinggi yaitu golongan kalsium antagonis yaitu amlodipin dan nifedipin sebanyak 30 kali 33. Data lengkap dapat di lihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan Golongan Obat Antihipertensi Pada Pasien GGK di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. No Antihipertensi Penggunaan obat antihipertensi Frekuensi n=91 1 Diuretik - Furosemid injeksi - Spironolakton 17 1 18,7 1,1 2 ACE-I - Captopril 17 18,7 3 Ca Antagonis - Amlodipin - Nifedipin 28 2 30,8 2,2 4 ß – bloker - Bisoprolol 9 9,9 5 Agiotensin II Antagonis - Valsartan 17 18,7 Total 91 100 Dari hasil penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan penggunaan obat antihipertensi golongan kalsium antagonis CCB paling sering diresepkan dan diikuti oleh diuretik, angiotensin II antagonis ARB dan ACE-I, serta diurutan terakhir adalah ß-bloker. Antagonis kalsium menghambat pemasukan ion-Ca ekstrasel ke dalam sel dengan demikian dapat mengurangi penyaluran implus dan kontraksi myocard serta dinding pembuluh. Senyawa ini tidak mempengaruhi kadar kalsium di dalam plasma Tjay dan Raharja, 2007. Menurut Rubenstein 2005, bahwa golongan kalsium antagonis, diuretik, ACE-I, dan ß-bloker efektif pada pasien dengan gagal ginjal dini. Inhibisi ACE dan kalsium antagonis tidak mengubah metabolisme glukosa atau lipid, memiliki Universitas Sumatera Utara 33 efek yang diinginkan pada hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki efek nefroprotektif potensial dengan mengurangi peningkatan resistensi vaskular ginjal. Sejak JNC-IV 1988 dan WHO 1989, antagonis kalsium menjadi salah satu golongan antihipertensi tahap pertama. Sebagian monoterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat antihipertensi lain. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut. Antagonis kalsium tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah, maupun asam urat Gunawan, 2007. Golongan ACE-I, angiotensin II antagonis, dan kalsium antagonis dapat digunakan sebagai lini pertama untuk pengobatan pasien hipertensi Dipiro, et al., 2008. Golongan antihipertensi lain yang digunakan adalah diuretik sebesar 19,8. Golongan diuretik ini biasanya digunakan pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 2,3 mgdL. Diuretik ini mempunyai efikasi lebih baik dalam menginduksi hipovolemia dibanding dengan tiazid. Jenis diuretik yang paling banyak digunakan dari hasil penelitian ini adalah “loop diuretik” yaitu furosemid. Pemberian furosemid dimulai dari dosis 20 mg. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan klinis. Pada pasien dengan insufiensi renal, sering digunakan dosis lebih besar Lim, 2009. Golongan angiotensin II antagonis ARB yaitu Valsartan dan Diovan merupakan jenis obat yang diberikan pada pasien GGK. Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menghambat kerja angiotensin II pada reseptornya. Karena ACE-I menghambat hanya sebagian konversi angiotensin I menjadi Universitas Sumatera Utara 34 angiotensin II blokade reseptor merupakan suatu cara yang lebih efektif untuk mengurangi kerja angiotensin II Rahardjo, 2008. Keuntungan lain dari golongan angiotensin II antagonis yaitu tidak menghambat degradasi bradikinin sehingga tidak menimbulkan efek samping batuk Tjay dan Raharja, 2007. Angiotensin II antagonis dapat memberikan efek antihipertensi yang besar pada hipertensi yang dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin dan efek antihipertensinya lemah pada hipertensi yang disebabkan oleh peningkatan volume cairan ekstraseluler Gunawan, 2007. Selain golongan kalsium antagonis, diuretik dan ARB, antihipertensi yang digunakan adalah ACE-I yaitu captopril sebesar 18,7. Menurut Dipiro 2008 obat antihipertensi golongan ARB dan ACE-I adalah kombinasi untuk obat antihipertensi yang paling baik. Secara farmakologis captopril bekerja secara kompetitif menginhibisi ACE yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang menstimulasi sekresi aldosteron. ACE-I menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan resistensi perifer. Efek samping captopril yang sering terjadi adalah batuk kering, serta efeknya dapat ditiadakan oleh indometasin dan NSAID lainnya Tjay dan Raharja, 2007. Golongan antihipertensi yang jarang digunakan dalam penelitian ini adalah golongan ß-bloker sebesar 9,9. Jenis dari golongan obat ini yang digunakan adalah bisoprolol. Persentase terapi antihipertensi golongan ß-bloker yang hanya sedikit dapat disebabkan karena telah dilaporkan dapat memperburuk fungsi ginjal pada penderita dengan diagnosis GGK dan jika diberikan per oral memberikan efek penurunan tekanan darah yang berlangsung lambat. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus akibat pengurangan curah jantung. Efek terapeutik yang ditimbulkan Universitas Sumatera Utara 35 ß-bloker adalah melalui hambatan terhadap reseptor-ß 1 di dalam jantung dan jaringan lain. ß-bloker dapat bekerja disusunan saraf pusat dengan mengurangi tonus simpatis, pada ginjal dapat mengurangi pembentukan angiotensin II, selanjutnya pembentukan aldosteron berkurang Lim, 2009.

4.5 Karakteristik Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien GGK