Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Juni 2015

(1)

Institusi : S-1 Fakultas Farmasi USU MASTER DATA

EVALUASI KESESUAIAN DOSIS OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN PERIODE

JANUARI 2015 – JUNI 2015 No Rekam Medik JK L/P Umur (thn) BB (Kg)

Stage Scr

LFG (ml/min)

Jenis Obat Dosis

1 873521 L 47 58 V 4,42 16,95 Amlodipin Captopril Valsartan Lasix inj 1x5 mg 2x25 mg 1x80 mg 1 amp/8jam 2 885631 L 68 60 IV 2,89 20,76 Valsartan

Furosemid injeksi

1x80 mg 1 amp/12jam 3 955910 P 65 62 V 8,51 6,71 Amlodipin

Lasix inj Ramipril

1x10 mg 1 amp/8jam

1x5 mg 4 942141 L 49 60 V 10,45 7,26 Captopril

Furosemid injeksi

3x6,25 mg 1 amp/12jam 5 750711 P 55 50 IV 2,84 17,67 Valsartan

Furosemid injeksi Bisoprolol Amlodipin 1x80 mg 1 amp/12jam 1x5 mg 1x10 mg 6 952322 P 50 65 V 11,15 6,2 Bisoprolol

Amlodipin Lasix inj

1x5 mg 1x10 mg 1 amp/8jam


(2)

8 965425 L 34 50 V 9,23 7,98 Amlodipin Diovan Bisoprolol 1x10 mg 1x80 mg 1x5 mg 9 522315 L 62 68 III 8,94 8,24 Biscor

Amlodipin

1x5 mg 1x10 mg 10 675272 L 70 67 IV 11,74 5,55 Captopril

Furosemid inj

1x25 mg 1 amp/hari 11 681435 P 65 68 V 11,86 5,08 Lasik inj

Amlodipin Captopril

1 amp/12jam 1x10 mg 2x25 mg 12 963773 P 45 50 IV 2,91 19,27 Valsartan

Adalat Oros Spironolacton

1x80 mg 1x20 mg 1x25 mg 13 955907 P 78 56 V 4,84 8,47 Amlodipin

Valsartan

1x10 mg 1x80 mg 14 408863 P 65 63 IV 4,35 12,82 Captopril

Amlodipin

2x25 mg 1x5 mg 15 733790 L 67 60 IV 6,58 9,25 Amlodipin

Bisoprolol Valsartan

1x10 mg 1x5 mg 1x80 mg 16 967049 L 60 52 V 11,29 5,12 Amdixal

Concor Furosemid inj

1x5 mg 1x5 mg 1 amp/12jam 17 943321 L 42 60 V 12,09 6,75 Captopril

Amlodipin

1x12,5 mg 1x10 mg 18 880803 L 34 48 V 19,23 3,67 Furosemid inj 1 amp/8jam


(3)

Amlodipin Furosemid inj

1x10 mg 1 amp/12jam 22 964293 P 56 62 V 8,41 7,31 Valsartan 1x80 mg

23 656137 L 62 50 V 3,33 16,27 Amodipin Valsartan

1x5 mg 1x80 mg 24 912727 L 50 58 V 7,78 9,32 Amlodipin

Diovan

1x10 mg 1x160 mg 25 900076 L 57 60 V 7,89 8,77 Captopril

Amlodipin Furosemid inj

2x25 mg 1x10 mg 1 amp/12jam 26 916266 P 49 65 V 11,33 6,16 Captopril

Furosemid inj

2x25 mg 1 amp/12jam 27 952236 L 43 60 V 15,24 5,3 Amlodipin

Furosemid inj

1x10 mg 1 amp/12jam 28 950503 P 45 58 V 6,95 9,36 Amlodipin

Valsartan Concor

1x10 mg 1x80 mg 1x5 mg 29 408863 P 65 55 V 5,58 8,73 Valsartan

Amlodipin

1x80 mg 1x10 mg 30 733790 L 67 60 IV 7,15 8,51 Amlodipin

Bisoprolol

1x10 mg 1x5 mg 31 945575 L 24 45 IV 4,78 15,17 Diovan

Amlodipin

1x80 mg 1x10 mg 32 447825 P 58 60 V 8,73 6,65 Valsartan

Amlodipin

1x80 mg 1x5 mg


(4)

Amlodipi 1x10 mg 36 744135 P 56 58 V 3,87 14,86 Bisoprolol

Adalat Oros

1x5 mg 1x20 mg 37 663914 P 83 64 IV 4,26 10,11 Valsartan 1x80 mg

38 935420 P 54 50 IV 3,98 12,75 Amlodipin 1x10 mg

39 911147 P 57 55 V 8,01 6,73 Captopril 1x25 mg

40 835848 L 39 48 V 7,99 8,43 Amlodipin Captopril

1x10 mg 1x25 mg


(5)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 47 tahun

Berat badan : 58 kg Kreatinin serum : 4,42 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 16,95

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG 10-50 ml/menit adalah 75% dari dosis lazim.

Dosis = 75% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 18,75 – 112,5 mg, 2–3 kali/hari


(6)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 tahun

Berat badan : 62 kg Kreatinin serum : 8,51 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Ramipril dosis 1x5 mg Dosis lazim ramipril 5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 6,71

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis ramipril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 25 - 50% dari dosis lazim.

Dosis = 25-50% x 5 – 10 mg, 1 kali/hari = 1,25 – 5 mg, 1 kali/hari


(7)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 49 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 10,45 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 3x6,25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 7,26

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(8)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 55 tahun

Berat badan : 50 kg Kreatinin serum : 2,84 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 17,67

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG 10-50 ml/menit adalah 75% dari dosis lazim.

Dosis = 75% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,875-7,5 mg, 1 kali/hari


(9)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 50 tahun

Berat badan : 65 kg Kreatinin serum : 11,15 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 6,2

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(10)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 60 tahun

Berat badan : 50 kg Kreatinin serum : 3,35 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x12,5 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 16,58

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG 10-50 ml ml/menit adalah 75% dari dosis lazim.

Dosis = 75% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 18,75 – 112,5 mg, 2–3 kali/hari


(11)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 34 tahun

Berat badan : 50 kg Kreatinin serum : 9,23 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 7,98

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(12)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun

Berat badan : 68 kg Kreatinin serum : 8,94 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 8,24

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(13)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 70 tahun

Berat badan : 67 kg Kreatinin serum : 11,74 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 5,55

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(14)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 tahun

Berat badan : 68 kg Kreatinin serum : 11,86 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 5,08

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(15)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 tahun

Berat badan : 63 kg Kreatinin serum : 4,35 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 12,82

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG 10 - 50 ml/menit adalah 75% dari dosis lazim.

Dosis = 75% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 18,75 – 112,5 mg, 2–3 kali/hari


(16)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 67 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 6,58 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 9,25

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(17)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 60 tahun

Berat badan : 52 kg Kreatinin serum : 11,29 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 5,12

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(18)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 42 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 12,09 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x12,5 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 6,75

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(19)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 57 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 7,63 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Tenapril (Ramipril) dosis 1x5 mg Dosis lazim ramipril 5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 9,07

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis ramipril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 25 - 50% dari dosis lazim.

Dosis = 25-50% x 5 – 10 mg, 1 kali/hari = 1,25 – 5 mg, 1 kali/hari


(20)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 45 tahun

Berat badan : 58 kg Kreatinin serum : 9,32 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 8,21

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(21)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun

Berat badan : 58 kg Kreatinin serum : 13,93 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 3x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 4,23

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(22)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 57 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 7,89 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 8,77

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(23)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 49 tahun

Berat badan : 65 kg Kreatinin serum : 11,33 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 2x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 6,16

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(24)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 45 tahun

Berat badan : 58 kg Kreatinin serum : 6,95 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 9,36

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(25)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 67 tahun

Berat badan : 60 kg Kreatinin serum : 7,15 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 8,51

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,25-5 mg, 1 kali/hari


(26)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun

Berat badan : 70 kg Kreatinin serum : 8,28 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 9,16

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis captopril untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(27)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 48 tahun

Berat badan : 55 kg Kreatinin serum : 7,62 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 3x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 7,84

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Captoprill untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(28)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 56 tahun

Berat badan : 58 kg Kreatinin serum : 3,87 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Bisoprolol dosis 1x5 mg Dosis lazim Bisoprolol 2,5-10 mg 1 kali/hari

 Penentuan LFG

= 14,86

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Bisoprolol untuk penderita dengan LFG 10 - 50 ml/menit adalah 75% dari dosis lazim.

Dosis = 75% x 2,5–10 mg, 1 kali/hari = 1,875-7,5 mg, 1 kali/hari


(29)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 57 tahun

Berat badan : 55 kg Kreatinin serum : 8,01 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 6,73

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Captoprill untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(30)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 39 tahun

Berat badan : 48 kg Kreatinin serum : 7,99 mg/dl

Mendapat terapi antihipertensi Captopril dosis 1x25 mg Dosis lazim captopril 25-150 mg 2-3 kali/hari

 Penentuan LFG

= 8,43

 Penentuan Regimen Dosis

Dosis Captoprill untuk penderita dengan LFG < 10 ml/menit adalah 50% dari dosis lazim.

Dosis = 50% x 25 – 150 mg, 2–3 kali/hari = 12,5 – 75 mg, 2–3 kali/hari


(31)

>50 10-50 <10 1 ACE inhibitors

Benazepril *

(Lotensin) 10 mg/hari 100% 50-75% 25-50%

Captopril **

(Capoten) 25-150 mg/hari 100% 75% 50%

Enalapril *

(Vasotec) 5-10 mg/hari

100%

75-100% 50%

Fosinopril *

(Monopril) 10 mg/hari

100%

100% 75-100%

Lisinopril *

(Zestril) 5-10 mg/hari

100%

50-75% 25-50% Quinapril *

(Accupril) 10-20 mg/hari

100%

75-100% 75%

Ramipril *

(Altace) 5-10 mg/hari

100%

50-75% 25-50% 2 Beta bloker

Acebutolol * (Sectral)

400-600 mg

(1-2 x sehari) 100% 50% 30-50%

Atenolol *

(Tenormin) 5-100 mg/hari 100% 50% 25%

Bisoprolol **

(Zebeta) 2,5-10 mg 100% 75% 50%

Nadolol *

(Corgard) 40 to 80 mg/hari 100% 50% 25%

3 Diuretics Bumetanide * (Bumex)

Tidak perlu

penyesuaian - - -

Furosemide * (Lasix)

Tidak perlu

penyesuaian - - -

Metolazone * (Zaroxolyn)

Tidak perlu

penyesuaian - - -

Spironolactone

* Tidak perlu


(32)

(33)

(34)

(35)

(36)

UNHAS. Diakses tanggal 27 November 2015.

Ashley, C., dan Currie, A. (2009). The Renal Drug Handbook. Edisi ketiga. New York: Radcliffe Publishing. Halaman: 44, 94, 116, 338, 633, 683, 762. Dinas Kesehatan. (2009). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Halaman: 97-98.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York: The

McGraw-Hill Companies. Halaman: 747.

Effendi, I., dan Markum,H,M,S. (2006). Pemeriksaan Penunjang Pada Penyakit Ginjal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Halaman: 507 - 509. Fransiska, J. (2014). Drug Related Problems (DRPs): Studi Kesesuaian Dosis

Penggunaan Obat antihipertensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014.

Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman:

25-27.

Geerts., Arjen F.J., Nynke, D.S., Fred, H.P., TIM., M.J.W.V., Chris, V.W., Gerald, M.M.V., Peter, A.G.M., dan WIM, J.C de G. (2012). A Pharmacy Medication alert system based on renal function in older patients. British Journal Of General Practice. Pages: 525 -529.

Gennari, F.J. (2001). Medical Management of Kidney and Electrolyte Disordes. New York: Marcel Dekker, Inc. Halaman: 295.

Ginting, F.L. (2008). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2007. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Halaman: 22-23.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia. Halaman: 342 – 357.


(37)

Daniel, T. L., Michael, L. L., Thomas, D. M., Olugbenga, O., Sidney, C. S., dan Laura, P. S. (2013). Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report from the Panel

Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).

Guidline for Management of High Blood Pressure JAMA. Halaman: 70 Kemenkes RI. (2014). Profil kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 170.

Lim, H. (2009). Farmakologi Kardiovaskuler Mekanisme dan Aplikasi Klinis. edisi kedua. Jakarta: PT. Sofmedia. Halaman: 12, 14.

Menkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 85.

Menkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 92-93.

Munar, M., dan Sing, H. (2007). Drug dosing adjustments in patients with chronic kidney disease. American Family Physician. 75(10). Pages: 1487 – 1496. Mutschler, E. (2006). Dinamika Obat. Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi.

Edisi kelima. Bandung: Penerbit ITB. Halaman: 474 – 475.

Nasution,YM,. Zulkhair, A,. dan Wiguno, P. (2003). Pemakaian Obat pada Gagal Ginjal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman: 409 - 411

National Kidney Foundation, (2004). K/DOQI Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive Agents in Chronic Kidney Disease [On-line]. Diakses tanggal 27 Agustus 2015.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman: 27.

Rahardjo, R. (2008). Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi kedua. Jakarta: Buku Kedoktean EGC. Halaman: 451, 456.


(38)

Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley, J. (2005). Kedokteran Klinis. Edisi keenam. Surabaya: Penerbit Erlangga. Halaman: 226 – 231.

Sjamsiah, S. (2005). Farmakoterapi Gagal Ginjal. Surabaya: Universitas Airlangga. Halaman: 214.

Sukandar E. (2006). Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/ RS. Dr. hasan Sadikin. Halaman: 465 – 470, 488, 650.

Sukandar E. (2013). Nefrologi Klinik Edisi IV. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/ RS. Dr. hasan Sadikin. Halaman: 560 - 580.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. L., Adnyana, I. K., Soetiadi, A. P., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Penerbit: PT. ISFI Penerbitan-Jakarta. Halaman: 119 – 127.

Sutter , M. (2007). Systemic Hypertension. In Mcphee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Editors. Currrent Medical Diagnosis and Treatment. Edisi ke-46. New York: McGraw-Hill. Halaman: 429

Suyono dan Lyswanti, E.N. (2008). Studi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Penderita Hipertensi Rawat Inap : Penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang [On-line]. Diakses tanggal 27 Agustus 2015.

Tessy, A. (2006). Hipertensi Pada Penyakit Ginjal. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK-UI. Halaman: 615.

Tjay, T.H,. dan Raharja, K. (2007). Obat-Obat Penting; Khasiat, dan

Penggunaannya, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi keenam. Jakarta: PT.

Elex Media Komputindo. Halalaman: 463, 470-472.

Wilson, L.M. (2006). Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Dalam. Jakarta:


(39)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan retrospektif, yaitu analisis dengan metode pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, yang diarahkan pada penyajian informasi mengenai data yang diperoleh melalui proses penelitian, dan pengumpulan data yang yang diambil dari seluruh populasi atau sebagian populasi (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien dengan diagnosis gangguan ginjal kronik yang mendapat terapi antihipertensi dan yang memenuhi kriteria inklusi dengan pendekatan secara retrospektif, dalam hal ini adalah rekam medik dan laporan pemakaian obat pasien yang dirawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang rekam medik RSUD Dr. Pirngadi Medan dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2015.


(40)

Kriteria inklusi:

a. pasien yang dirawat di instalasi rawat inap dengan diagnosis penyakit GGK yang mendapat terapi obat antihipertensi periode Januari - Juni 2015.

b. merupakan pasien GGK.

c. data rekam medik pasien lengkap, memuat: data pasien, keluhan utama, diagnosis penyakit, data penggunaan obat, dan data laboratorium minimal memuat data kreatinin serum.

Kriteria Eksklusi:

Rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi, tetapi tidak dapat diambil sebagai sampel.

3.4 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional sebagai berikut:

a. pola Peresepan adalah gambaran penggunaan obat secara umum atas permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker untuk menyiapkan obat pasien.

b. subjek penelitian adalah pasien GGK yang diterapi dengan obat antihipertensi di rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan pada periode Januari-Juni 2015.


(41)

identas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

e. kesesuaian dosis adalah suatu takaran obat yang memenuhi batasan dosis terapi berdasarkan kondisi pasien dalam hal ini dosis obat antihipertensi disesuaikan berdasarkan fungsi ginjal pasien yang dihitung dengan menggunakan persamaan Cockcroft-Gault.

f. dosis kurang adalah dosis terapi yang lebih rendah dari dosis yang ditetapkan oleh buku standar.

g. dosis lebih adalah dosis terapi yang lebih tinggi dari dosis yang ditetapkan oleh buku standar.

3.5 Cara Kerja

Adapun cara kerja dalam penelitian ini sebagai berikut: a. survei awal

survei ini dilakukan untuk mengetahui proporsi pasien GGK. Proses survei ini dimulai dari observasi laporan di Sub Bagian Rekam Medik untuk kasus-kasus dengan diagnosis GGK yang diterapi dengan obat antihipertensi periode Januari - Juni 2015.


(42)

3.6 Analisis Data

Data-data yang memenuhi syarat dianalisis dan dihitung persentasenya untuk memperoleh informasi tentang:

a. persentase pasien GGK berdasarkan usia, jenis kelamin, karakteristik ginjal pasien yang dihitung dari jumlah dan dibagi jumlah kasus yang diteliti dikali 100%.

b. persentase golongan obat antihipertensi dan jenis obat yang diberikan, dihitung dari jumlah kasus yang menerima golongan obat tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%.


(43)

ini:

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Juni 2015

3.8 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian ini dengan urutan sebagai berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

b. menghubungi Kepala Bidang Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

Survei awal Survei awal

Melakukan pengelompokan data Melakukan analisis data

Melaksanakan pengambilan data rekam medik dan laporan pemakaian

obat pasien GGK yang mendapat terapi obat Antihipertensi


(44)

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan September - Oktober 2015. Data diambil dari rekam medik pasien yang mengalami GGK dengan terapi obat antihipertensi periode Januari - Juni 2015. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pasien GGK yang diberikan terapi obat antihipertensi adalah sebanyak 69 orang. Dalam penelitian ini ada sebagian data pasien tidak memenuhi kriteria inklusi dimana data kurang lengkap (tidak terdapat terapi obat antihipertensi, tidak tercantum data berat badan dan tinggi badan, dan stadium GGK serta tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium berupa kreatinin serum). Dari hasil penelitian data rekam medik pasien didapat 40 orang jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian.

4.1 Karakteristik Berdasarkan Usia

Karakteristik usia pada penelitian ini berdasarkan Kemenkes RI (2009) yang terdiri dari: balita (0-5 tahun), anak-anak (5-11 tahun), remaja awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun) dan manula (65 tahun sampai ke atas). Gambaran karakteristik berdasarkan usia subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.1.


(45)

Frekuensi %

18-25 tahun 1 2,5

26-45 tahun 8 20

46-55 tahun 9 22,5

56-65 tahun 16 40

≥ 65 tahun 6 15

Total 40 100

Keterangan : n = jumlah subjek (n=40)

Dari Tabel 4.1 diatas dapat diketahui pola peresepan obat antihipertensi pada pasien GGK paling banyak adalah pada kelompok lansia akhir (56-65 tahun) dengan persentase 40%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Togatorop (2011) di RSUP H. Adam Malik Medan hampir sama dengan penelitian ini, dimana rentang usia pasien GGK antara 7-74 tahun dan usia rata-rata pasien 44 tahun ± 15 tahun.

Bertambahnya usia, massa otot pasien menunjukkan proporsi yang lebih kecil terhadap berat badan total dan produksi kreatinin menurun (Winter, 2013). Pada usia lansia terjadi perubahan fungsi ginjal, sehingga nilai LFG nya menurun. Fungsi ginjal menurun sekitar 55% pada usia 35-80 tahun, contohnya penurunan laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi. Terjadinya penyakit gangguan ginjal kronis tidak hanya disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal akibat bertambahnya usia. Penurunan fungsi ginjal juga dipengaruhi oleh glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi dan lain sebagainya (Guyton dan Hall, 2006).


(46)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015

Jenis Kelamin Pasien GGK

Frekuensi (n=40) %

Laki-laki 21 52,5

Perempuan 19 47,5

Total 40 100

Keterangan : n = jumlah subjek

Berdasarkan hasil yang di peroleh pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi terdapat pada laki-laki sebanyak 21 orang (52,5%) dan diikuti pada perempuan sebanyak 19 orang (47,5%). Prevalensi penderita GGK yang diterapi dengan obat antihipertensi lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena laki-laki cenderung memiliki pola hidup kurang sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kopi yang dapat memicu stres oksidatif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pasien perempuan. Pasien laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal, resiko terhadap morbiditas dan mortalitas serta kardiovaskuler (Gennari, 2001).

4.3 Karakteristik Kondisi Ginjal Pasien


(47)

Frekuensi % Stadium 1

LFG (ml/min/1,73m2) > 90 - -

Stadium 2

LFG (ml/min/1,73m2) 60-89 - -

Stadium 3

LFG (ml/min/1,73m2) 30-59 1 2,5

Stadium 4

LFG (ml/min/1,73m2) 15-29 13 32,5

Stadium 5

LFG (ml/min/1,73m2) < 15 26 65

Total 40 100

Berdasarkan hasil yang diperoleh, karakteristik kondisi ginjal pasien menurut stadium GGK dengan terapi obat antihipertensi yang diderita diagnosa tertinggi terdapat pada stadium 5 sebesar 65%. Diagnosa terendah terdapat pada stadium 3 yaitu 2,5%. Stadium 1 dan 2 tidak ada kasus dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Fransiska (2014) mengenai gambaran kondisi ginjal pasien yang mengalami GGK dan terapi obat antihipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosa tertinggi pada stadium 5.

Diagnosa tertinggi pada pasien GGK stadium 5 dapat terjadi karena pada umumnya gejala penyakit ginjal kronis ini muncul secara tiba-tiba ataupun bertahap, bahkan ada yang tidak menimbulkan gejala awal yang jelas. Terjadinya


(48)

(33%). Data lengkap dapat di lihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan Golongan Obat Antihipertensi Pada Pasien GGK di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. No Antihipertensi Penggunaan obat antihipertensi

Frekuensi (n=91) % 1 Diuretik

- Furosemid injeksi - Spironolakton

17 1

18,7 1,1 2 ACE-I

- Captopril 17 18,7

3 Ca Antagonis - Amlodipin - Nifedipin 28 2 30,8 2,2 4 ß – bloker

- Bisoprolol 9 9,9

5 Agiotensin II Antagonis

- Valsartan 17 18,7

Total 91 100

Dari hasil penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan penggunaan obat antihipertensi golongan kalsium antagonis (CCB) paling sering diresepkan dan diikuti oleh diuretik, angiotensin II antagonis (ARB) dan ACE-I, serta diurutan terakhir adalah ß-bloker. Antagonis kalsium menghambat pemasukan ion-Ca ekstrasel ke dalam sel dengan demikian dapat mengurangi penyaluran implus dan kontraksi myocard serta dinding pembuluh. Senyawa ini tidak mempengaruhi


(49)

satu golongan antihipertensi tahap pertama. Sebagian monoterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat antihipertensi lain. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut. Antagonis kalsium tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah, maupun asam urat (Gunawan, 2007). Golongan ACE-I, angiotensin II antagonis, dan kalsium antagonis dapat digunakan sebagai lini pertama untuk pengobatan pasien hipertensi (Dipiro, et al., 2008).

Golongan antihipertensi lain yang digunakan adalah diuretik sebesar 19,8%. Golongan diuretik ini biasanya digunakan pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 2,3 mg/dL. Diuretik ini mempunyai efikasi lebih baik dalam menginduksi hipovolemia dibanding dengan tiazid. Jenis diuretik yang paling banyak digunakan dari hasil penelitian ini adalah “loop diuretik” yaitu furosemid. Pemberian furosemid dimulai dari dosis 20 mg. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan klinis. Pada pasien dengan insufiensi renal, sering digunakan dosis lebih besar (Lim, 2009).


(50)

menghambat degradasi bradikinin sehingga tidak menimbulkan efek samping batuk (Tjay dan Raharja, 2007). Angiotensin II antagonis dapat memberikan efek antihipertensi yang besar pada hipertensi yang dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin dan efek antihipertensinya lemah pada hipertensi yang disebabkan oleh peningkatan volume cairan ekstraseluler (Gunawan, 2007).

Selain golongan kalsium antagonis, diuretik dan ARB, antihipertensi yang digunakan adalah ACE-I yaitu captopril sebesar 18,7%. Menurut Dipiro (2008) obat antihipertensi golongan ARB dan ACE-I adalah kombinasi untuk obat antihipertensi yang paling baik. Secara farmakologis captopril bekerja secara kompetitif menginhibisi ACE yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang menstimulasi sekresi aldosteron. ACE-I menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan resistensi perifer. Efek samping captopril yang sering terjadi adalah batuk kering, serta efeknya dapat ditiadakan oleh indometasin dan NSAID lainnya (Tjay dan Raharja, 2007).

Golongan antihipertensi yang jarang digunakan dalam penelitian ini adalah golongan ß-bloker sebesar 9,9%. Jenis dari golongan obat ini yang digunakan adalah bisoprolol. Persentase terapi antihipertensi golongan ß-bloker yang hanya sedikit dapat disebabkan karena telah dilaporkan dapat memperburuk fungsi ginjal


(51)

selanjutnya pembentukan aldosteron berkurang (Lim, 2009).

4.5 Karakteristik Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien GGK

Ketika obat antihipertensi diberikan kepada pasien maka harus dimonitor dan di follow up serta dilakukan penyesuaian dosis sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan (Yogiantoro, 2006). Hasil distribusi karakteristik dosis antihipertensi pada pasien GGK dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien GGK di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Juni 2015

Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien GGK

Pasien GGK Frekuensi (n=26) %

Sesuai 24 92,31

Tidak Sesuai 2 7,69

Total 26 100

Pada penelitian ini dosis obat antihipertensi sesuai bila telah berada pada rentang dosis minimal dan dosis maksimal per hari yang direkomendasikan NKFK/DOQI. Dari Tabel 4.5 diperoleh hasil bahwa persentase kesesuaian dosis pada pasien GGK yang sesuai dengan standar rekomendasi pengobatan sebanyak 24 kali peresepan (92,31%) dan tidak sesuai 2 kali (7,69%). Penelitan yang dilakukan oleh Fransiska (2014) yang meneliti tentang kesesuaian dosis


(52)

dosis lazim, pada pasien LFG < 10 ml/menit sebesar 50% dari dosis lazim. Pada terapi antihipertensi dari golongan ß–bloker seperti bisoprolol juga telah sesuai dengan dosis yang direkomendasikan pada pasien GGK dengan LFG 10-50 ml/menit yaitu 75% dari dosis lazim dan untuk pasien dengan LFG < 10 ml/menit yaitu 50% dari dosis lazim. Berdasarkan NKF (2004), didapatkan dosis lazim untuk bisoprolol adalah 2,5-10 mg (1 kali/hari).

Adapun penggunaan antihipertensi yang tidak sesuai dengan standar rekomendasi yang digunakan mencakup dosis kurang. Pemberian captopril dengan dosis 3x6,25 mg pada rekam medik 942141 dengan LFG 7,26 ml/menit tidak sesuai, berdasarkan NKF (2004) pasien dengan LFG < 10 ml/menit memperoleh penyesuaian sebesar 50% dari dosis lazim (12,5–75 mg (2-3 kali/hari). Dan pada nomor rekam medik 817394 juga tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan dengan pemberian captopril 2x12,5 mg disertai LFG 16,58 ml/menit, sedangkan berdasarkan NKF (2004) dengan LFG 10-50 ml/menit memperoleh penyesuaian sebesar 75% dari dosis lazim (18,75-112,5 mg (2-3 kali/hari).


(53)

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan:

a. persentase golongan antihipertensi yang diberikan pada pasien GGK dari persentase terbesar sampai terkecil yaitu golongan kalsium antagonis yaitu amlodipin dan nifedipin sebesar 33%, diuretik (19,8%), ARB (18,7%), ACE-I (18,7%), dan ß–bloker (9,9%).

b. tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik sebesar 92,31%, masih perlu peningkatan, karena terdapat dua rekam medik pasien tidak memenuhi syarat sesuai dengan yang direkomendasikan NKFK/DOQI Tahun 2004.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka disarankan:

a. kepada pihak rumah sakit Dr. Pirngadi Medan diharapk dapat memonitoring penggunaan obat yang baik untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidup pasien serta pelayanan di rumah sakit, khususnya agar dosis obat antihipertensi untuk pasien GGK lebih diperhatikan lagi agar terapi untuk pasien GGK lebih optimal.


(54)

(55)

Hipertensi adalah kondisi paling umum yang dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika tidak segera diobati atau ditangani. Pasien juga diyakinkan bahwa pengobatan tekanan darah akan mengurangi beban dari penyakit tersebut, dan dokter akan memberikan pengobatan yang sesuai dengan managemen hipertensi (James, et al., 2013). 2.1.1 Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke, penyakit jantung koroner. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan di Indonesia dan beberapa negara yang ada di dunia. Semakin bertambahnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 miliyar kasus di tahun 2025 (Armilawati, et al., 2007).

Penyakit hipertensi termasuk ke dalam sepuluh penyakit terbesar dari penderita yang dirawat inap di bangsal penyakit dalam Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi kota Medan, jumlah kasus hipertensi esensial masing-masing 150 dan


(56)

hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), obat-obatan (Gunawan, 2007).

2.1.3 Patofisiologi

Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), amphetamine, siklosporin. Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer adalah ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensin-aldosteron (Sukandar, et al., 2008).


(57)

2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC VIII, 2013

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal < 120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Tingkat 1 140-159 90-99

Tingkat 2 ≥160 ≥100

Sumber: (JNC VIII, 2013).

2.2 Gangguan Ginjal Kronik (GGK)

Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih atau sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomelurus (LFG) dengan persentasi berupa kelainan struktur ginjal. Pertanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin, atau uji pencitraan ginjal, serta LFG lebih kecil dari 60 ml/menit/1,73m2 dan lebih atau sama dengan tiga bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Sukandar, 2013).

2.2.1 Epidemiologi


(58)

Beberapa penelitian telah dilakukan di kota Medan untuk mengetahui prevalensi penyakit GGK diantaranya penelitan yang telah dilakukan oleh Romauli (2009), menunjukkan bahwa penderita GGK yang di rawat inap di RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi pada tahun 2007 terdapat 80 orang (54,1%) dan tahun 2008 terdapat 68 orang (45,9%). Penelitan serupa juga telah dilakukan pada pasien GGK rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2007 terus terjadi peningkatan jumlah pasien GGK, dimana pada tahun 2004 terdapat 116 orang (12,5%), tahun 2005 terdapat 189 orang (20,2%), tahun 2006 terdapat 275 orang (29,4%) dan tahun 2007 terdapat 354 orang (37,9%) (Ginting, 2008). Penelitan yang dilakukan Fransiska (2014) pada periode September 2013 - Maret 2014 pasien GGK yang di rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 123 orang dan terdiri dari pasien Jamkesmas dan BPJS, telah baik dan sesuai dengan yang direkomendasikan berdasarkan pedoman standar pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan menurut NKF/KDOQI (Fransiska, 2014).

2.2.2 Etiologi


(59)

Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi National Kidney Foundation

Kidney Disease Outcomes Quality Iniciative (NKF-K/DOQI) (2004) dapat dilihat

pada Tabel 2.2

Tabel 2.2. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik

Derajat Penjelasan LFG

(ml/menit/1,73m2) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

meningkat

≥ 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : NKF-KDOQI (2004)

Menurut Sukandar (2013), banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik. Berikut adalah hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik pada pasien gangguan ginjal yaitu:

a. Penurunan faal ginjal (LFG = 40-75%)

Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat dipertahankan normal.


(60)

Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata: anemia, hipertensi, dehidrasi, kelainan laboratorium seperti hiperurikemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, kalium K+ serum biasanya masih normal.

d. Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5%)

Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan banyak organ.

2.3 Farmakokinetik pada Pasien GGK

Ginjal termasuk organ eliminasi utama di samping hati. Dalam ginjal proses ekskresi, ginjal melakukan filtrasi, sekresi dan reabsorbsi, yang mana proses ini dipengaruhi oleh kecepatan dan aliran darah ginjal. Oleh sebab itu setiap kejadian yang mengubah aliran darah ginjal akan mengubah kecepatan dan jumlah obat yang diekskresi oleh ginjal. Disamping itu dalam proses filtrasi oleh glomeruli, karena yang lolos filtrasi adalah obat yang tak terikat protein (albumin). Seperti diketahui, karena biosintesis protein terjadi di hati, maka normalitas fungsi hati secara tidak langsung turut menentukan kapasitas ekskresi ginjal (Hakim, 2013).


(61)

2.3.2 Volume Distribusi

Volume distribusi (Vd) merupakan rasio antara dosis obat yang diberikan dan konsentrasi obat dalam plasma. Obat dengan konsentrasi plasma rendah, seperti digoksin, volume distribusinya hampir sama dengan cairan tubuh total, sedangkan obat dengan ikatan protein yang kuat mempunyai volume distribusi lebih rendah. Akan tetapi untuk obat yang sangat kuat berikatan dengan albumin, oleh karena terjadi gangguan pengikatan albumin, menyebabkan peningkatan jumlah obat bebas sehingga terjadi perubahan volume distribusi (Nasution, et al,. 2003).

2.3.3 Metabolisme

Ginjal merupakan tempat untuk metabolisme dalam tubuh, tetapi efek gangguan ginjal hanya bermakna secara klinis pada dua kasus saja, yaitu ginjal bertanggung jawab terhadap kebutuhan insulin pada pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal akut sering menjadi berkurang. Jadi pada keadaan ini bukan hanya obat-obat yang sebagian besar tereliminasi oleh ginjal saja yang terpengaruh, namun obat-obat yang sebagian besar termetabolisme juga mengalami perubahan klirens (Hakim, 2013).


(62)

terutama melalui mekanisme ini menjadi lebih panjang (Hakim, 2013). 2.4 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal

Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna untuk menilai fungsi glomerulus. Semuanya diekskresikan melalui ginjal dengan proses filtrasi glomerulus bebas dengan ekskresi tubulus yang minimal. Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi sekresi kreatinin melalui tubulus dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kreatinin dan penurunan bersihan kreatinin tanpa perubahan LFG. Konsentrasi plasma kreatinin dan konsentrasi kreatinin urin juga harus diperiksa. Nilai normal bersihan kreatinin berkisar 120 ml/menit dan dapat bervariasi sesuai dengan permukaan tubuh (Hakim, 2013).

2.4.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum

Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah dan secara klinis sangat berguna untuk menilai LFG (fungsi ginjal). Kreatinin klirens menggambarkan kesetimbangan antara produksi kreatinin dengan pengeluarannya oleh ginjal (Hakim, 2013). Zat yang terutama berasal dari metabolisme organ ini hanya mengalami proses filtrasi glomerulus, sedangkan sekresi tubulus sangat minimal sehingga dapat diabaikan (Effendi dan Markum, 2006).


(63)

Untuk pria:

Untuk perempuan:

LFG = nilai pada pria x 0,85

Namun demikian perhitungan yang terbaik untuk LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin. Nilai normal untuk bersihan kreatinin adalah sebagai berikut: Laki-laki = 97-137 mL/menit/1,73m2 atau = 0,93-1,32 mL/detik/m2

Perempuan = 88-128 mL/menit/1,73m2 atau 0,85-1,23 mL/detik/m2 b. Persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD):

Untuk pria : GFR (mL/menit/1,73m2) = 175 x (Scr)-1,154 x (usia)-0,203 Untuk perempuan : GFR pada pria dikalikan 0,742

[Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, usia dalam tahun. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, kalikan GFR yang diperoleh dengan BSA/1,73 sehingga ditemukan GFR dalam mL/menit]

Beberapa studi menyarankan penggunaan persamaan Cockcroft-Gault atau pengukuran GFR secara langsung daripada MDRD, khususnya untuk pendosisan obat-obat yang berkisar terapeutiknya sempit, atau pada pasien yang peka


(64)

Juga perlu ditelusuri riwayat pemakaian obat dan kemungkinan alergi obat. Catatan medis harus diteliti dengan cermat terutama bila ada penambahan obat baru. Pemeriksaan fisik seperti: tinggi badan, berat badan, adanya edema atau dehidrasi perlu diidentifikasi untuk pengaturan dosis obat (Nasution, et al,. 2003). 2.5.1 Dosis Loading

Dosis loading yang ditubutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang diinginkan di dalam darah. Dalam keadaan normal pencapaian dosis terapeutik memakan waktu 4-5 kali waktu paruh obat. Pada gangguan ginjal waktu paruh beberapa jenis obat akan memanjang sehingga dibutuhkan pemberian dosis loading. Umumnya dosis loading semua pasien hampir sama tanpa memperhatikan fungsi ginjal. Akan tetapi penyesuaiaan dosis tetap diperlukan sesuai dengan perhitungan berdasarkan berat badan (Nasution, et al,. 2003). 2.5.2 Dosis Pemeliharaan

Bila kadar terapeutik obat sudah diperoleh, konsentrasi ini harus tetap dipertahankan untuk menghindari toksisitas. Obat dengan waktu paruh panjang dan cakupan terapi luas, interval pemberiannya dapat diperpanjang, atau juga dapat dilakukan dengan interval tetap, namun dosisnya disesuaikan. Regimen


(65)

dan antagonis kalsium semuanya efektif pada pasien dengan gagal ginjal dini. ACE-I dan Calsium Channel blocker (CCB) tidak mengubah metabolisme glukosa atau lipid, memiliki efek yang diinginkan pada hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki efek nefroprotektif. ACE-I memiliki manfaat tambahan berupa berkurangnya proteinuria pada pasien baik dengan penyakit diabetik maupun nondiabetik (Rubenstein, et al., 2005).

Hipertensi dalam penyakit gangguan ginjal dapat dikelompokkan dalam: pada penyakit glomerulus akut, penyakit vascular, penyakit gagal ginjal kronik stage III-V dan penyakit glomerulus kronik. Hipertensi oleh karena hal-hal sebagi berikut: retensi natrium, peningkatan system RAA akibat iskemik relative karena kerusakan regional, aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal (Agus, 2006).

2.7 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien GGK

Terdapat banyak kelas atau golongan obat antihertensi yang dapat digunakan, tetapi beberapa obat yang sering digunakan dan direkomendasikan sebagai first-line therapy, yaitu ACE-I, ß-blocker, CCB dan diuretik. Penggunaan obat-obat ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemilihan obat awal pada


(66)

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium (Gunawan, 2007). Golongan Diuretik terutama digunakan adalah zat-zat long-acting berhubung pentakarannya praktis sebagai single-dose, yang meningkatkan kesetiaan pasien pada obat (Tjay dan Rahardja, 2007).

b. Golongan ACE-I

Secara umum ACE-I dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok pertama yang bekerja langsung seperti captopril dan lisinopril dan kelompok kedua berperan sebagai Prodrug seperti enalapril, kuinapril, ramipril (Gunawan, 2007). Efek peniadaan pembentukan angiotensin II adalah vasodilatasi dan berkurangnya retensi garam dan air. Captopril digunakan pada hipertensi ringan sampai berat dan pada dekompensasi jantung. Diuretik memperkuat efeknya, sedangkan kombinasinya dengan ß-bloker hanya menghasilkan adisi. Efek samping dari kaptopril adalah batuk kering (Tjay dan Rahardja, 2007).


(67)

(Mutschler, 2006). c. Golongan ß-bloker

Golongan ß-bloker merupakan satu obat yang sering digunakan untuk mengatasi hipertensi. Dalam distribusinya sekitar 30% terikat oleh protein dan sebesar 50% diekskresikan tidak berubah dalam urin dengan waktu paruh selama 9-12 jam (Ashley dan Currie, 2009). Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian ß-bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor ß1 antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor (Gunawan, 2007).

d. Golongan CCB

CCB menyebabkan menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan


(68)

lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal. Antagonis kalsium telah menjadi salah satu golongan antihipertensi tahap pertama. Sebagai monoterapi sama dengan obat antihipertensi lain. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut (Gunawan, 2007).

e. Golongan Angiotensin Receptor Bloker (ARB)

Berlainan dengan penghambat ACE, zat ini tidak menghambat enzim ACE yang merombak angiotensin I menjadi angiotensin II, melainkan memblok reseptor angiotensin II dengan efek vasodilatasi. Efek maksimalnya baru nyata setelah beberapa minggu (Tjay dan Rahardja, 2007). ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah (Gunawan, 2007).

2.8 Obat Antihipertensi yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK Sebagian besar obat yang larut air diekskresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat-obat tersebut butuh penyesuaian yang hati-hati apabila obat tersebut diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal


(69)

membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan obat. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi keduanya (Munar dan Singh, 2007).

Bila kreatinin klirens dibawah 60 mL/menit maka perlu penyesuaian dosis obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat efek terapeutik maksimal tanpa efek samping. Berikut beberapa macam obat antihipertensi yang perlu penyesuaian dosis saat diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal, yaitu: golongan ACE-I (Captopril, Lisinopril, Ramipril, Benazepril, Enalapril), golongan ß-bloker (Bisoprolol dan Atenolol) dan golongan diuretik tidak perlu penyesuaian dosis (Munar dan Singh, 2007).

Saat terapi obat antihipertensi telah diberikan pada pasien maka harus dilakukan pemantauan dan di follow up serta dilakukan penyesuaian dosis sesuai kondisi pasien secara terus menerus sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan. Kadar kalium dan kreatinin plasma harus dimonitor paling tidak 1-2 kali dalam 1 tahun. Setelah tekanan darah dicapai dan stabil maka follow up


(70)

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes, RI., 2013). Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal. Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan pembuluh darah dan terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas (Lim, 2009).

Pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan. Peneliti-peneliti selama ini membuktikan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal. Variabilitas tekanan darah berperan penting sebagai penyebab kerusakan target organ (Tessy, 2006). Obat-obat yang diekskresikan melalui ginjal akan terakumulasi dengan adanya gangguan fungsi ginjal yang dapat menimbulkan


(71)

(Kemenkes, RI., 2013). Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2009 menunjukkan jumlah kematian penyakit tidak menular tertinggi umumnya terjadi pada kasus komplikasi diantaranya pada kasus jantung dan ginjal hipertensi (16,66%), ginjal hipertensi (14,86%) dan hipertensi esensial (3,33%).

Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Kedua keadaan ini sukar untuk dibedakan terutama pada penyakit ginjal menahun. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengetahui kedua keadaan ini diperlukan adanya catatan rekam medik jangka panjang (Tessy, 2006).

Hasil penelitian Ginting (2008), menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2007 mengenai karakteristik penderita gagal ginjal kronik yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan berjumlah 934 orang, dimana pada tahun 2004 terdapat 116 orang (12,5%), tahun 2005 terdapat 189 orang (20,2%), tahun 2006 terdapat 275 orang (29,4%) dan tahun 2007 terdapat 354 orang (37,9%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Romauli (2009), karakteristik penderita gangguan ginjal kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit


(72)

sehingga fungsi ginjal terganggu (Wilson, 2006). Beberapa penelitian yang terkait dengan penyesuaian dosis obat pada pasien gangguan ginjal kronik telah dilakukan, terdapat beberapa metode untuk memperkirakan aturan dosis yang tepat untuk penderita dengan kerusakan ginjal. Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat pada penderita (Hassan, et al., 2009).

Ketika fungsi ginjal berkurang, dosis obat harus disesuaikan dan obat nefrotoksik dihindari (Geerts, et al., 2012). Salah satu indikator agar tercapai terapi pengobatan terutama bagi pasien dengan gangguan fisiologi yang berat seperti gangguan ginjal kronik adalah ketepatan dalam pemberian dosis (Munar dan Sing, 2007).

Menurut penelitian yang dilakukan Fransiska (2014), bahwa studi kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien Gangguan Ginjal Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode September 2013-Maret 2014 berjumlah 123 orang, dimana 49 orang (39,8%) pasien JAMKESMAS dan 74 orang (60,2%) pasien BPJS, telah baik dan sesuai dengan yang direkomendasikan berdasarkan pedoman standar pengobatan


(73)

penggunaan obat yang rasional pada penderita hipertensi. Penggunaan obat yang rasional sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan pada pasien (Suyono dan Lyswanti, 2008).

Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan

Pharmaceutical Care yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan

menyelesaikan masalah terkait obat. Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk merealisasikan pelayanan kefarmasian yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien. Pola pelayanan ini dilakukan dengan pemantauan terapi obat yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional (efektif, aman, bermutu dan terjangkau) serta memastikan ketepatan pemberian dosis obat pada pasien (Kemenkes, RI., 2014).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin membuktikan bagaimana gambaran Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. Pelayanan kesehatan yang lebih baik akan terwujud dengan adanya peran tenaga kesehatan pada penanganan permasalahan terkait dengan obat dan mengevaluasi pola peresepan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal


(74)

antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. Dalam hal ini faktor resiko berupa karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, stadium yang diderita, jenis obat antihipertensi) merupakan variable bebas dan persentase penggunaan golongan obat antihipertensi sebagai variable terikat. Pengamatan dilakukan rentang waktu Januari - Juni 2015.

Adapun mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1.1):

e

Variabel bebas Variabel terikat

Karakteristik Pasien: a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Stadium GGK yang diderita d. Jenis Obat Antihipertensi

Pola Peresepan:

a. Persentase Penggunaan Golongan Obat

Antihipertensi b. Kesesuaian dosis

antihipertensi 1.Sesuai


(75)

a. bagaimana persentase penggunaan golongan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004?

b. bagaimana kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 dan menurut

National Kidney Foundation (NKF) 2004?

1.4Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. penggunaan golongan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 adalah tinggi dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004.

b. kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 adalah tinggi dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004.


(76)

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberi gambaran mengenai kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 untuk menjamin penggunaan obat antihipertensi yang rasional dan sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien.


(77)

ABSTRAK

Hipertensi yang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal akut serta penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease, CKD) karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk filtrasi darah dengan baik. Salah satu indikator penting agar tercapainya terapi adalah kesesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal kronik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan September - Oktober 2015. Jenis penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan retrospektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat pada penderita dengan perhitungan Cockcroft-Gault. Sebanyak 40 rekam medik pasien gangguan ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan usia, kelompok usia terbanyak berada pada usia 56–65 tahun yaitu 40%. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan pada pasien laki-laki sebanyak 21 orang (52,5%). Berdasarkan stadium yang diderita paling banyak stadium 5 dengan frekuensi 26 dan persentasi 65%. Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan kalsium antagonis (amlodipin dan nifedipine) sebesar 33%. Tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik sebesar 92,31%.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 masih perlu peningkatan pelayanan peresepan obat antihipertensi, karena terdapat dua rekam medik pasien tidak memenuhi syarat sesuai dengan yang direkomendasikan National Kidney Foundation/

Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF/KDOQI).


(78)

ABSTRACT

Hypertension that is one of the factors would trigger of kidney disease acute and kidney disease chronic (chronic kidney disease, CKD) because can in damage to blood vessels in the kidneys in order to reduce the ability of the kidneys to filtration blood well. One of an important indicator to the achievement of the therapy is conformity doses in patients kidney disorders chronicle to improve the quality of life patients.

The study is done at RSUD Dr. Pirngadi Medan in September - October 2015. The kind of research this is the method descriptive use design approach retrospective. The purpose of this research to know conformity a dose of medicine antihypertensive in patients kidney disorders chronicle at RSUD Dr. Pirngadi Medan January - June 2015. Adjustment doses in patients with kidney damage based on klirens medicine in people with by calculation Cockcroft-Gault. As many as 40 record medical patients kidney disorders chronicle which fulfilled the criteria inclusion and made as samples.

The research results show that based on age, most age groups is aged 56-65 years by 40 percent. Based on sexes was obtained in patients male 21 people (52.5%). Based on stadium suffered most numerous stadium 5 with the frequency of 26 and 65% percentage. The antihypertensive drug most commonly used is the calcium antagonist (amlodipin and nifedipine ) by 33 percent. The level of a dose of the use of antihypertensive drug in patient kidney disorders chronicle is 92,31%.

In this research we can conclude that conformity a dose of the use of antihypertensive drug on patient kidney disorders chronic in at RSUD Dr. Pirngadi Medan January - June 2015 still needs to be an increase service prescribing antihypertensive drug, because there are two patients medical record did not fulfil the requirements in accordance with that is recommended National

Kidney Foundation/ Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF/KDOQI).


(79)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

EVI SIAHAAN

NIM 131524110


(80)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

EVI SIAHAAN

NIM 131524110


(81)

PERIODE JANUARI

JUNI 2015

OLEH:

EVI SIAHAAN NIM 131524110

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 25 Januari 2016 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Khairunnisa,S.Si.,M.Pharm.,Ph.D.,Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195110251980021001

Khairunnisa,S.Si.,M.Pharm.,Ph.D.,Apt.

Pembimbing II, NIP 197802152008122001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. Hari Ronaldo Tanjung,S.Si.,M.Sc.,Apt. NIP 197806032005012004 NIP 197803142005011002

Dr.Poppy Anjelisa Z Hsb,S.Si.,M.Si.,Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Februari 2016 Fakultas Farmasi


(82)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Juni 2015. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis menyucapkan terima kasih kepada Ibu Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Dr. Masfria., M.S., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku pembimbing I yang telah memberikan nasehat, motivasi dan arahan serta bimbingan selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Kepada Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., Ibu Dr. Poppy


(83)

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada suami tercinta Duense Juven Simanjuntak atas doa yang tulus, motivasi, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil, untuk kedua anakku tersayang Tendhy Oktaviano S dan Timoty Revan S, mama tercinta Berliana S dan ibu mertua IRK Siahaan yang telah mendukung dalam doa, semua keluarga saya, teman-teman saya : Petrika, Seventria, Esra, Balilibra, Jessi, Yohanna, Romian, Devi Wulandari, Jasmaniar, mama PG dan teman-teman Farmasi stambuk 2013 serta semua pihak atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.


(84)

ABSTRAK

Hipertensi yang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal akut serta penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease, CKD) karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk filtrasi darah dengan baik. Salah satu indikator penting agar tercapainya terapi adalah kesesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal kronik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan September - Oktober 2015. Jenis penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan retrospektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat pada penderita dengan perhitungan Cockcroft-Gault. Sebanyak 40 rekam medik pasien gangguan ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan usia, kelompok usia terbanyak berada pada usia 56–65 tahun yaitu 40%. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan pada pasien laki-laki sebanyak 21 orang (52,5%). Berdasarkan stadium yang diderita paling banyak stadium 5 dengan frekuensi 26 dan persentasi 65%. Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan kalsium antagonis (amlodipin dan nifedipine) sebesar 33%. Tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik sebesar 92,31%.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 masih perlu peningkatan pelayanan peresepan obat antihipertensi, karena terdapat dua rekam medik pasien tidak memenuhi syarat sesuai dengan yang direkomendasikan National Kidney Foundation/

Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF/KDOQI).


(85)

ABSTRACT

Hypertension that is one of the factors would trigger of kidney disease acute and kidney disease chronic (chronic kidney disease, CKD) because can in damage to blood vessels in the kidneys in order to reduce the ability of the kidneys to filtration blood well. One of an important indicator to the achievement of the therapy is conformity doses in patients kidney disorders chronicle to improve the quality of life patients.

The study is done at RSUD Dr. Pirngadi Medan in September - October 2015. The kind of research this is the method descriptive use design approach retrospective. The purpose of this research to know conformity a dose of medicine antihypertensive in patients kidney disorders chronicle at RSUD Dr. Pirngadi Medan January - June 2015. Adjustment doses in patients with kidney damage based on klirens medicine in people with by calculation Cockcroft-Gault. As many as 40 record medical patients kidney disorders chronicle which fulfilled the criteria inclusion and made as samples.

The research results show that based on age, most age groups is aged 56-65 years by 40 percent. Based on sexes was obtained in patients male 21 people (52.5%). Based on stadium suffered most numerous stadium 5 with the frequency of 26 and 65% percentage. The antihypertensive drug most commonly used is the calcium antagonist (amlodipin and nifedipine ) by 33 percent. The level of a dose of the use of antihypertensive drug in patient kidney disorders chronicle is 92,31%.

In this research we can conclude that conformity a dose of the use of antihypertensive drug on patient kidney disorders chronic in at RSUD Dr. Pirngadi Medan January - June 2015 still needs to be an increase service prescribing antihypertensive drug, because there are two patients medical record did not fulfil the requirements in accordance with that is recommended National

Kidney Foundation/ Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF/KDOQI).


(86)

KATA PENGANTAR …..……….. iv

ABSTRAK ……….. vi

ABSTRACT ………. vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ………... 5

1.3 Perumusan Masalah ……… 6

1.4 Hipotesis ………. 6

1.5 Tujuan Penelitian ……… 6

1.6 Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..………... 8

2.1 Hipertensi ………...….. 8

2.1.1 Epidemiologi ………. 8

2.1.2 Etiologi ………..……… 9


(87)

2.3.2 Volume Distribusi ………...……….….…. 14

2.3.3 Metabolisme ………...……….….…. 14

2.3.4 Ekskresi Ginjal .…………...……….….…. 15

2.4 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal ……..……..…………... 15

2.4.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum .….. ……….….…. 15

2.4.2 Pemeriksaan Perhitungan LFG .….. ……….….…. 15

2.5 Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK …..……..…………... 17

2.5.1 Dosis Loading .….. ……….………..…. 17

2.5.2 Dosis Pemeliharaan .….. ……….………..…. 17

2.6 Penyakit Hipertensi pada Pasien GGK …..……..…………... 18

2.7 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien GGK …...…... 18

2.8 Obat Antihipertensi yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK ………... 21

BAB III METODE PENELITIAN ………... 23

3.1 Jenis Penelitian ……….. 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 23

3.3 Populasi dan Sampel ……….... 23

3.3.1 Populasi ……… 23


(1)

DAFTAR ISI

JUDUL ………....….. i

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii

KATA PENGANTAR …..……….. iv

ABSTRAK ……….. vi

ABSTRACT ………. vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ………... 5

1.3 Perumusan Masalah ……… 6

1.4 Hipotesis ………. 6

1.5 Tujuan Penelitian ……… 6

1.6 Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..………... 8

2.1 Hipertensi ………...….. 8

2.1.1 Epidemiologi ………. 8

2.1.2 Etiologi ………..……… 9

2.1.3 Patofisiologi ………. 9

2.1.4 Klasifikasi Hipertensi ………..………….…. 9

2.2 Gangguan Ginjal Kronik (GGK) ……….... 10

2.2.1 Epidemiologi ………. 10


(2)

ix

2.2.3 Klasifikasi GGK ………...………….…. 12

2.3 Farmakokinetik pada Pasien GGK ……..……….... 13

2.3.1 Absorbsi dan Bioavailabitas ………...………….…. 13

2.3.2 Volume Distribusi ………...……….….…. 14

2.3.3 Metabolisme ………...……….….…. 14

2.3.4 Ekskresi Ginjal .…………...……….….…. 15

2.4 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal ……..……..…………... 15

2.4.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum .….. ……….….…. 15

2.4.2 Pemeriksaan Perhitungan LFG .….. ……….….…. 15

2.5 Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK …..……..…………... 17

2.5.1 Dosis Loading .….. ……….………..…. 17

2.5.2 Dosis Pemeliharaan .….. ……….………..…. 17

2.6 Penyakit Hipertensi pada Pasien GGK …..……..…………... 18

2.7 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien GGK …...…... 18

2.8 Obat Antihipertensi yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK ………... 21

BAB III METODE PENELITIAN ………... 23

3.1 Jenis Penelitian ……….. 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 23

3.3 Populasi dan Sampel ……….... 23

3.3.1 Populasi ……… 23

3.3.2 Sampel ………... 24

3.4 Defenisi Operasional ………. 24

3.5 Cara Kerja ………. 25

3.6 Analisis Data ……… 26

3.7 Bagan Alur Penelitian ……….. 27


(3)

3.8 Tahapan Penelitian ……….………….. 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 28

4.1 Karakteristik Berdasarkan Usia ……… 28

4.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 30

4.3 Karakteristik Berdasarkan Kondisi Ginjal Pasien ……… 30

4.4 Penggunaan Golongan Obat Antihipertensi (OAH) ………… 32

4.5 Karakteristik Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien GGK ……….……. 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 37

5.1 Kesimpulan ……….. 37

5.2 Saran ………. 37

DAFTAR PUSTAKA ………..…. 39


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 2.2

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VIII, 2013 … Klasifikasi Gangguan Ginjal Kronik berdasarkan Derajat Penyakit Ginjal Kronik ……….

10

12 4.1 Distribusi frekuensi usia pasien GGK dengan terapi obat

antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode

Januari –Juni 2015 .……….. 29

4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari –Juni 2015 ……….. 30 4.3 Distribusi karakteristik kondisi ginjal pasien GGK dengan

terapi obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

periode Januari – Juni 2015 ………..…………... 31 4.4 Distribusi penggunaan golongan obat antihipertensi pada

pasien GGK dengan terapi obat antihipertensi di RSUD Dr.

Pirngadi Medan periode Januari –Juni 2015 ……… 32 4.5 Distribusi karakteristik kesesuaian dosis antihipertensi pada

pasien GGK di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari –

Juni 2015 ……….……. 35


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir penelitian evaluasi pola peresepan obat antihipertensi pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari – Juni

2015………... 5

3.1 Bagan Alur Penelitian Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Master Data Rekam Medik ………. 42 2 Perhitungan penyesuaian dosis antihipertensi pada pasien

GGK di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari –

Juni 2015 ……….... 46 3 Daftar OAH yang Memerlukan Penyesuaian Dosis pada

Pasien GGK ………... 72 4 Permohonan izin penelitian/pengambilan data dari Dekan

Fakultas Farmasi USU ………... 73 5 Permohonan izin penelitian dari Litbang ke bagian rekam

medik RSUD Dr. Pirngadi Medan ……… 74 6 Surat selesai Izin penelitian dari rekam medik ke litbang

RSUD Dr. Pirngadi Medan ………... 75 7 Surat selesai penelitian dari RSUD Dr. Pirngadi Medan ke

Dekan Fakultas Farmasi USU ………... 76