3.7. Perhitungan Kebutuhan Penerangan Ruangan
Terdapat dua cara menghitung penerapan yang umum dilakukan, yaitu metode titik dan metode lumen. Metode titik sangat sederhana dan digunakan
untuk menghitung penerangan dari sumber cahaya yang dapat dianggap sebagai titik, misalnya penerangan sebuah lampu ke bidang kerja atau ke lukisan di
dinding. Metode ini mengabaikan faktor pantulan dari permukaan sekitar. Sedangkan metode lumen digunakan untuk menghitung penerangan dari sumber
cahaya yang berbentuk bidang seperti fluorescent di langit-langit.
3.7.1. Metode Titik
7
Dengan, E = Iluminasi lux
I = Arus cahaya dari sumber cahaya ke arah titik yang disinari lm d = Jarak lampu ke titik bidang yang disinari m
β = Sudut datang sinar dihitung antara garis tegak lurus bidang dan sinar Untuk menghitung iluminasi di satu titik oleh satu lampu maka digunakan
rumus sebagai beriku :
3.7.2. Metode Lumen
Untuk menghitung penerangan di satu titik oleh suatu sumber cahaya, terdapat hubungan:
7
Prasasto Satwiko, Op.cit. h. 220-229
Universitas Sumatera Utara
E = ϕA
Dengan, E = Iluminasi rata-rata lux
Φ = Total arus cahaya di bidang bersangkutan lumen A = Luas area m
2
Namun pada kenyataannya terdapat berbagai faktor lain yang mempengaruhi perhitungan penerangan di suatu titik, yaitu distribusi intensitas
cahaya luminer, efisiensi, bentuk dan ukuran ruang, pemantulan permukaan, ketinggian lampu dari bidang kerja, faktor kehilangan cahaya yang menunjukkan
penyusutan lumen pada lampu serta berkurangnya terang lampu akibat timbunan debu selama usia nyalanya. Sehingga untuk menghitung iluminasi menjadi:
� = L. N. CU. LLF
� Di mana:
L :Total lumen awal per luminer
N : Jumlah luminer
CU : Coeffiecient of utillization LLF : Light-loss factor
A : Luas ruangan
Coefficient of utilization CU adalah perbandingan lumen pada permukaan bidang kerja dengan lumen yang dipancarkan oleh lampu. Nilai CU yang tinggi
menunjukkan bahwa banyak cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja. Nilai CU dipengaruhi oleh reflektansi permukaan ruangan, ukuran dan bentuk ruangan,
lokasi luminer, dan rancangan luminer. Ukuran dan bentuk ruangan memiliki
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang besar terhadap nilai CU. Sebagai contoh, pada ruangan yang kecil akan lebih banyak cahaya yang diserap oleh dinding daripada ruangan luas dengan
langit-langit yang rendah.
10
Dalam perhitungan nilai CU diperlukan pembagian ruangan menjadi tiga zona, yaitu rongga langit-langit ceiling cavity, rongga ruang
room cavity, dan rongga lantai floor cavity. Proporsi geometris rongga langit- langit ruang dan lantai disebut perbandingan rongga cavity ratio. Rumus umum dari
perbandingan rongga adalah sebagai berikut:
Perbandingan rongga = hc
Keliling ruang
���� ����� Dalam beberapa buku tentang pencahayaan akan ditemukan singkatan sebagai
berikut: CCR Ceiling Cavity Ratio : Perbandingan rongga langit-langit
RCR Room Cavity Ratio : Perbandingan rongga ruang
FCR Floor Cavity Ratio : Perbandingan rongga lantai
Hc : Jarak bidang luminer ke langit-langit tinggi rongga langit-langit Hr : Jarak bidang luminer ke bidang kerja tinggi rongga ruang
Hf : Jarak bidang kerja ke lantai tinggi rongga lantai Dengan demikian untuk menghitung CCR, rumus cavity ratio dapat
diubah menjadi: CCR
= 5 hcc Keliling
ruang ���� �����
Untuk RCR menjadi:
RCR = 5 hrc
Keliling ruang
���� �����
Untuk FCR, dengan ruang berdenah bujur sangkar atau persegi panjang menjadi:
Universitas Sumatera Utara
FCR = 5 hfc
W + L ��
Setelah nilai CU ditentukan, maka perlu memproyeksikan kemungkinan lain yang dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang akan mencapai permukaan bidang
kerja. The Illuminating Engineering Society mengidentifikasikan faktor-faktor berikut ini sebagai kemungkinannya yang disebut sebagai Light Loss Factor LLF
1. Luminaire Ambient Temperature LAT 2. Voltage to Luminaire LV
3. Ballast Factor BF 4. Luminaire Surface Depreciation LSD
5. Room Surface Dirt Depreciation RSDD 6. Luminaire Dirt Depreciation LDD
7. Lamp Lumen Depreciation LLD
8. Lamp Burnouts LBO Empat faktor pertama termasuk faktor non-recoverable yang berarti bahwa
perawatan secara konvensional tidak akan meningkatkan ataupun memperbaiki keempat faktor ini. Sedangkan empat faktor terakhir termasuk faktor
recoverable
ini berarti bahwa perawatan secara konvensional dapat memperbaiki ataupun memperburuk tiap-tiap faktor tersebut
12
. LLD dan LBO dapat diperbaiki melalui penggantian lampu secara individual ataupun berkelompok sedangkan RSDD
dan LDD ditingkatkan nilainya melalui pembersihan luminer
13
. LLF kemudian dihitung dengan mengalikan semua faktor tersebut:
LLF = LAT × LV × BF × LSD × RSDD × LDD × LLD × LBO Berikut ini diuraikan mengenai kedelapan faktor LLF tersebut:
Universitas Sumatera Utara
1. LAT, yaitu suhu di sekitar luminer. Jika lampu beroperasi di lingkungan dengan suhu sesuai dengan desain pabrik maka LAT bernilai 1
2. LV Voltage Variation, yaitu variasi tegangan listrik. Jika lampu dioperasikan pada voltase seusai desainnya maka VV = 114
3. BF Ballast Factor, yaitu faktor kehilangan yang ikut berperan dalam ketidakmampuan lampu untuk beroperasi pada level daya tertentu dikarenakan
ketidaksesuaian desain balas atau ketidaksesuaian fungsi antar balas dengan lampu
4. LSD Luminaire Surface Depreciation, yaitu menunjukkan penurunan kualitas material yang digunakan pada struktur luminer, termasuk perubahan warna
pada permukaannya. Walaupun faktor ini diakui di komunitas pencahayaan, tetapi LSD tidak memiliki nilai yang terpublikasi.
5. RSDD dan LDD dikuantifikasikan dalam bentuk tabel yang disajikan oleh IESNA. Prosesnya kemudian disederhanakan dengan menggunakan persamaan
berikut untuk menemukan persen depresiasi akibat pengotoran: LDD = e
−AtB16 6. LBO Lamp Burnout, yaitu perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu
penggantian yang direncanakan. Apabila lampu diganti seluruhnya secara bersamaan, maka LBO bernilai 1 sedangkan apabila penggantian hanya pada
lampu yang mati maka LBO bernilai 0,95.
Universitas Sumatera Utara
7. LLD Lamp Lumen Depreciation, yaitu faktor depresiasi lumen yang tergantung pada jenis lampu dan waktu penggantiannya. Nilainya biasa tertera
pada produk
8
3.8. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov – Smirnov