13.0 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ρ w = 70 13 x = [{0.7-0.0610.7-0.60}0.13-0.12] + 0.13 = 0.14 FCR ρ f = 17 ρ w = 61 1.0 12.0 1.2 ρ cc

1.4 13.0

ρ fc = [{1.4-1.21.4-1.0}0.12-0.13] + 0.13 = 0.13 6. Perhitungan coefficient of utilization CU Diketahui bahwa ρ cc = 0.43 , ρ fc = 0.13, RCR = 11.1 , dan ρ w = 0.61. RCR = 10 ρ cc = 40 ρ w = 60 15 ρ w = 61 X ρ w = 70 20 CU = [{0.7-0.610.7-0.6}0.15-0.20] + 0.20 = 0.16 7. Penentuan nilai luminaire ambient temperature LAT Lampu beroperasi dilingkungan normal sesuai desain pabrik suhu 31-34 o C maka LAT sebesar 1 Universitas Sumatera Utara 8. Penentuan nilai voltage variation VV Lampu diasumsikan beroperasi sesuai desain voltase sehingga VV = 1 9. Penentuan nilai luminaire surface depreciation LSD Faktor ini menunjukkan penurunan kualitas struktur luminer, namun faktor ini tidak memiliki nilai yang dipublikasikan Joseph B. Murdock, 1994 10. Penentuan nilai ballast factor BF Ballast diasumsikan sesuai dengan desain lampu sehingga BF bernilai 1. 11. Penentuan nilai luminaire dirt depreciation LDD Lampu yang dipilih termasuk kategori IV dimana menggunakan pencahayaan langsung sehingga memiliki nilai LDD sebesar 0.95. 12. Penentuan nilai room surface dirt depreciation RSDD Jenis pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan langsung dengan kondisi lingkungan termasuk kotor sehingga memiliki nilai sebesar 0.95. 13. Penentuan nilai lamp lumen depreciation LLD Jenis lampu yang digunakan adalah lampu philips essential 23 watt dengan penggantian berdasarkan lampu yang mati sehingga memiliki nilai LLD sebesar 0.85. 14. Penentuan nilai lamp burnout LBO Penggantian lampu dilakukan hanya pada lampu yang mati sehingga memiliki nilai LBO sebesar 0.95. 15. Perhitungan light loss factor LLF LLF = {BFVVLSDLAT}{LDDRSDDLLDLBO} LLF = {1.01.01.01.0}{0.950.950.851.0} Universitas Sumatera Utara LLF = 0,76 16. Perhitungan flux luminous jumlah cahaya yang diperlukan F F = E x A CU x LLF F = 200 x 39.68 0.16x 0.76 F = 65263.16 Jenis lampu yang digunakan sebelumnya di pabrik adalah lampu Philips essential 23 watt dengan nominal luminous flux = 1900lumen. Maka jumlah bola lampu yang digunakan seharusnya = � �1 = 65263 ,16 1900 = 20,1 ≈ 20 buah lampu. 5.2.4. Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Hasil Kerja Stasiun Quality Control 1 dan Quality Control 2 Uji korelasi dilakukan mengetahui derajat asosiasi antar variabel tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun quality control 1. Tabel 5.11. menunjukkan rekapitulasi data tingkat iluminasi stasiun kerja quality control 1 selama lima hari kerja. Tabel 5.11. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Stasiun Quality Control 1 Hari Ke Pukul WIB Area Pengukuran Lux Rata- rata Lux Quality Control 1 I 9 34.13 35.14 11 36.15 13 34.87 36.21 15 37.54 II 9 37.39 37.21 Universitas Sumatera Utara 11 37.03 13 35.29 36.26 15 37.22 III 9 38.09 36.81 11 35.53 13 36.08 35.34 15 34.60 Tabel 5.11. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Stasiun Quality Control 1 Lanjutan Hari Ke Pukul WIB Area Pengukuran Lux Rata- rata Lux Quality Control 1 IV 9 36.8 37.02 11 37.23 13 36.31 34.94 15 33.56 V 9 37.56 36.79 11 36.02 13 34.39 33.25 15 32.11 Data tingkat iluminasi tersebut kemudian dikorelasikan dengan data hasil kerja stasiun quality control 1 seperti ditunjukkan pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Tingkat Iluminasi Stasiun Kerja Quality Control 1 dan Produk Cacat Lolos Inspeksi No Pengamatan Ke- Tingkat Iluminasi Lux Jumlah Produk Cacat Lolos Inspeksi Botol 1 Pagi 35.14 240 2 Sore 36.21 343 3 Pagi 37.21 235 4 Sore 36.26 300 Universitas Sumatera Utara 5 Pagi 36.81 274 6 Sore 35.34 332 7 Pagi 37.02 284 8 Sore 34.94 349 9 Pagi 36.79 336 10 Sore 33.25 379 Sebelum dilakukan uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan terhadap kedua data tersebut. Uji distribusi normal yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengujiannya: 1. Data diurutkan dari nilai terkecil hingga ke nilai terbesar lalu diberi urutan nomor, yaitu dari 1 hingga 10. 2. Nilai FaX dihitung dengan membagi nomor data dengan total data, misalnya data no 1 dengan jumlah data 10. ��� = nomor data � = 1 10 = 0,10 1. Menghitung nilai Z dengan rumus � = X − X σ Diketahui, X = 358,97 10 = 35,90 ; Xi = 35,14 dan σ = 1,2316 sehingga z = 0,6146 2. Mencari nilai distribusi frekuensi kumulatif teoritis yang dinotasikan dengan FeX pada tabel distribusi normal. Untuk z = 0,6146 diperoleh nilai pada tabel yaitu 0,7422. 3. Menghitung selisih absolut nilai FaX dengan FeX sebagai nilai D D = |FaX – FeX| = |0,1000 – 0,7422| = -0,6422 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.13. Uji Distribusi Normal Data Tingkat Iluminasi N0 T.Iluminasi X bar FaX STDEV z FeX D 1 35.14 35.90 0.100 1.2316 0.6146 0.7422 -0.6422 2 36.21 35.90 0.200 1.2316 -0.2541 0.4013 -0.2013 3 37.21 35.90 0.300 1.2316 -1.0661 0.1469 -0.1466 4 36.26 35.90 0.400 1.2316 -0.2947 0.4013 -0.0013 5 36.81 35.90 0.500 1.2316 -0.7413 0.2266 0.2734 6 35.34 35.90 0.600 1.2316 0.4523 0.67 -0.07 7 37.02 35.90 0.700 1.2316 -0.9118 0.8289 -0.1289 8 34.94 35.90 0.800 1.2316 0.7770 0.7734 0.0266 9 36.79 35.90 0.900 1.2316 0.8251 0.8023 0.0977 10 33.25 35.90 1.000 1.2316 2.1492 0.9842 0.0158 Dmax 0.2734 4. Menetapkan nilai Dmaks lalu membandingkan nilainya dengan nilai Dσ pada tabel kolmogorov-smirnov dengan nilai σ = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: H0 = data berdistribusi normal; H1 = data tidak berdistribusi normal H0 diterima apabila D ≤ Dσ dan H0 ditolak apabila D ≥ Dσ Dmaks yang diperoleh adalah 0,2734 dan Dσ untuk n = 10 dan σ = 0,05 adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan cara yang sama dilakukan pengujian kenormalan untuk data jumlah produk cacat lolos inspeksi di stasiun kerja. Rekapitulasi pengujian kenormalan data produk cacat lolos inspeksi di stasiun kerja quality 1 pada Tabel 5.14. Dmaks yang diperoleh adalah 0,2734 dan Dσ adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan demikian, data tingkat iluminasi dan data produk cacat lolos inspeksi teruji berdistribusi normal. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.14. Uji Distribusi Normal Data Produk Cacat Lolos Inspeksi No Produk Cacat Xbar FaX STDEV Z FeX Dmax 1 240 307 0.100 48.3616 1.3854 0.9115 -0.8115 2 343 307 0.200 48.3616 -0.7444 0.2266 -0.0266 3 235 307 0.300 48.3616 0.3888 0.6293 -0.3293 4 300 307 0.400 48.3616 0.1447 0.9265 -0.5265 5 274 307 0.500 48.3616 0.6824 0.7422 -0.2422 6 332 307 0.600 48.3616 -0.5169 0.2912 0.3088 7 284 307 0.700 48.3616 0.4756 0.6736 0.0264 8 349 307 0.800 48.3616 -0.8685 0.8023 -0.0023 9 336 307 0.900 48.3616 -0.5996 0.7088 0.1912 10 379 307 1.000 48.3616 0.4888 0.6736 0.3264 Dmax 0.3264 Setelah dilakukan pengujian distribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji korelasi terhadap kedua data tersebut dan jenis uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menguji korelasi antar dua varian yang berdistribusi normal dan berjenis data interval atau rasio. Tabel 5.15. merupakan tabel bantuan perhitungan koefisien korelasi variabel tingkat iluminasi X dan variabel produk cacat lolos inspeksi Y. Tabel 5.15. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y No X Y XY X 2 Y 2 1 35.14 240 15637.30 1234.82 198025 2 36.21 343 22558.83 1311.16 388129 3 37.21 235 18791.05 1384.58 255025 4 36.26 300 21067.06 1314.79 337561 5 36.81 274 19362.06 1354.98 276676 6 35.34 332 20143.80 1248.92 324900 7 37.02 284 19583.58 1370.48 279841 8 34.94 349 20474.84 1220.80 343396 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.15. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y Lanjutan No X Y XY X 2 Y 2 9 36.79 336 22441.90 1353.50 372100 10 33.25 379 20781.25 1105.56 390625 Total 358.97 3072 109965.73 12899.6 964768 Hasil perhitungan pada Tabel 5.15 maka dapat dihitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji korelasi Pearson berikut: � = n � XiYi − � Xi � Yi � �=1 � �=1 � �=1 �[n ∑ Xi2 � �=1 − � Xi � �=1 2][n ∑ Yi2 � �=1 − � Yi2] � �=1 � = 10109965.73 − 358,973072 �[10964768 − 358,972[[1012899.6 − 3072]2] � = 0,5780

5.2.4.1. Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Hasil Kerja Stasiun Quality Control 2

Uji korelasi dilakukan mengetahui derajat asosiasi antar variabel tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun quality control 2. Tabel 5.16. menunjukkan rekapitulasi data tingkat iluminasi di stasiun kerja quality control 2 selama lima hari kerja. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.16. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Stasiun Quality Control 2 No Pukul WIB Area Pengkuran II Lux Rata-rata Lux Quality Control 2 I 9 29.97 31.29 11 32.61 13 32.54 33.22 15 33.9 II 9 32.74 33.61 11 34.48 13 34.28 33.66 15 33.03 III 9 35.94 35.43 11 34.92 13 35.52 35.59 15 35.65 IV 9 39.39 39.27 11 39.15 13 37.93 38.21 15 39.89 V 9 39.54 38.76 11 37.98 13 39.83 38.82 15 37.81 Data tingkat iluminasi tersebut kemudian dikorelasikan dengan data hasil kerja stasiun quality control 2 seperti ditunjukkan pada Tabel 5.17. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.17. Tingkat Iluminasi Stasiun Kerja Quality Control 2 dan Produk Cacat Lolos Inspeksi No Pengamatan Ke- Tingkat Iluminasi Lux Jumlah Produk Cacat Lolos Inspeksi Botol 1 I 31.29 205 2 I 33.22 280 3 II 33.61 270 4 II 33.66 281 5 III 35.43 252 6 III 35.59 238 7 IV 39.27 245 8 IV 38.91 237 9 V 38.76 274 10 V 38.82 246 Sebelum dilakukan uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan terhadap kedua data tersebut. Uji distribusi normal yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengujiannya: 1. Data diurutkan dari nilai terkecil hingga ke nilai terbesar lalu diberi urutan nomor, yaitu dari 1 hingga 10. 2. Nilai FaX dihitung dengan membagi nomor data dengan total data, misalnya data no 1 dengan jumlah data 10. ��� = nomor data � = 1 10 = 0,10 5. Menghitung nilai Z dengan rumus � = X − X σ Universitas Sumatera Utara Diketahui, X = 358,97 10 = 35,86 ; Xi = 31,29 dan σ = 2,9082 sehingga z = 0,6146 6. Mencari nilai distribusi frekuensi kumulatif teoritis yang dinotasikan dengan FeX pada tabel distribusi normal. Untuk z = 0,6146 diperoleh nilai pada tabel yaitu 0,9394. 7. Menghitung selisih absolut nilai FaX dengan FeX sebagai nilai D D = |FaX – FeX| = |0,1000 – 0,7422| = -0,8394 Tabel 5.18. Uji Distribusi Normal Data Tingkat Iluminasi N0 T.Iluminasi X bar FaX STDEV z FeX D 1 31.29 35.86 0.100 2.9082 1.5714 0.9394 -0.8394 2 33.22 35.86 0.200 2.9082 0.9078 0.8289 -0.6289 3 33.61 35.86 0.300 2.9082 0.7737 0.7734 -0.4734 4 33.66 35.86 0.400 2.9082 0.7565 0.7734 -0.3734 5 35.43 35.86 0.500 2.9082 0.1479 0.5596 -0.0596 6 35.59 35.86 0.600 2.9082 0.0928 0.5199 0.0801 7 39.27 35.86 0.700 2.9082 1.1725 0.8749 -0.1749 8 38.91 35.86 0.800 2.9082 1.0488 0.8531 -0.0531 9 38.76 35.86 0.900 2.9082 0.9972 0.8289 0.0711 10 38.82 35.86 1.000 2.9082 1.0178 0.8531 0.1469 Dmax 0.1469 8. Menetapkan nilai Dmaks lalu membandingkan nilainya dengan nilai Dσ pada tabel kolmogorov-smirnov dengan nilai σ = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: H0 = data berdistribusi normal; H1 = data tidak berdistribusi normal H0 diterima apabila D ≤ Dσ dan H0 ditolak apabila D ≥ Dσ Universitas Sumatera Utara Dmaks yang diperoleh adalah 0,1469 dan Dσ untuk n = 10 dan σ = 0,05 adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan cara yang sama dilakukan pengujian kenormalan untuk data jumlah produk cacat lolos inspeksi di stasiun kerja quality control 2. Rekapitulasi pengujian kenormalan data produk cacat lolos inspeksi di stasiun kerja quality control 2 disajikan pada Tabel 5.19. Dmaks yang diperoleh adalah 0,1469 dan Dσ adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan demikian, data tingkat iluminasi dan data produk cacat lolos inspeksi teruji berdistribusi normal. Tabel 5.19. Uji Distribusi Normal Data Produk Cacat Lolos Inspeksi No Produk Cacat Xbar FaX STDEV Z FeX Dmax 1 205 253 0.100 23.9017 2.0082 0.5793 -0.4793 2 280 253 0.200 23.9017 -1.1296 0.12551 0.0745 3 270 253 0.300 23.9017 -0.7112 0.2266 0.0734 4 281 253 0.400 23.9017 -1.1715 0.1251 0.2749 5 252 253 0.500 23.9017 0.0418 0.5199 -0.0199 6 238 253 0.600 23.9017 0.6276 0.7422 -0.1422 7 245 253 0.700 23.9017 0.3347 0.6386 0.0614 8 237 253 0.800 23.9017 0.6694 0.7422 0.0578 9 274 253 0.900 23.9017 0.8786 0.8023 0.0977 10 246 253 1.000 23.9017 0.2929 0.5987 0.4013 Dmax 0.4013 Setelah dilakukan pengujian distribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji korelasi terhadap kedua data tersebut dan jenis uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menguji korelasi antar dua varian yang berdistribusi normal dan berjenis data interval atau rasio. Tabel 5.20. merupakan tabel bantuan perhitungan koefisien Universitas Sumatera Utara korelasi variabel tingkat iluminasi X dan variabel produk cacat lolos inspeksi Y. Tabel 5.20. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y No X Y XY X 2 Y 2 1 31.29 205 6414.45 979.06 42025 2 33.22 280 9301.60 1103.57 78400 3 33.61 270 9074.70 1129.63 72900 4 33.66 281 9458.46 1133.00 78961 5 35.43 252 8928.36 1255.28 63504 6 35.59 238 8470.42 1266.65 56644 7 39.27 245 9621.15 1542.13 60025 8 38.91 237 9221.67 1513.99 56169 9 38.76 274 10620.24 1502.34 75076 10 38.82 246 9549.72 1506.99 60516 Total 358.56 2528 90660.77 12932.64 644220 Hasil perhitungan pada Tabel 5.20. maka dapat dihitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji korelasi Pearson berikut: � = n � XiYi − � Xi � Yi � �=1 � �=1 � �=1 �[n ∑ Xi2 � �=1 − � Xi � �=1 2][n ∑ Yi2 � �=1 − � Yi2] � �=1 � = 10200841,67 − 358,975600 �[1012899,60 − 358,972[[103166278 − 5600]2] � = 0,5268 5.2.5. Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Kelelahan Mata Operator di Stasiun Kerja Quality Control 1 Universitas Sumatera Utara Uji korelasi dilakukan mengetahui derajat asosiasi antar variabel tingkat iluminasi dengan kelelahan mata operator kerja stasiun quality control 1. Tabel 5.21. menunjukkan rekapitulasi data tingkat iluminasi di stasiun kerja quality control 1 selama lima hari kerja. Tabel 5.21. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Stasiun Quality Control 1 No Pukul WIB Area Pengukuran Lux Rata- rata Lux Quality Control 1 I 9 34.13 35.14 11 36.15 13 34.87 36.21 15 37.54 II 9 37.39 37.21 11 37.03 13 35.29 36.26 15 37.22 III 9 38.09 36.81 11 35.53 13 36.08 35.34 15 34.60 IV 9 36.8 37.02 11 37.23 13 36.31 34.94 15 33.56 V 9 37.56 36.79 11 36.02 13 34.39 33.25 15 32.11 Data kelelahan mata operator pada staiun kerja quality control 1 dapat dilihat pada Tabel 5.22. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.22. Rekapitulasi Data Kelelahan Mata Operator di Staisun Kerja Quality Control 1 Pukul WIB Operator 1 Rata- rata detik Pengamatan I 9 22 25.5 11 29 13 25 22.5 15 20 Pengamatan II 9 28 25.5 11 23 13 24 22 15 20 Pengamatan III 9 26 22 11 18 13 19 14 15 9 Pengamatan IV 9 26 22 11 18 13 17 12.5 15 8 Pengamatan V 9 29 24.5 11 20 13 23 18 15 13 Data iluminasi tersebut kemudian dikorelasikan dengan data kelelahan mata operator kerja stasiun quality control 1 seperti ditunjukkan pada Tabel 5.23. Tabel 5.23. Tingkat Iluminasi dan Kelelahan Mata Operator 1 di Stasiun Quality Control 1 Universitas Sumatera Utara No Pengamatan Ke- Tingkat Iluminasi lux Kelelahan Mata Operator 1 Second 1 I 35.14 25.50 2 I 36.21 22.50 3 II 37.21 25.50 4 II 36.26 22.00 5 III 36.81 22.00 6 III 35.34 14.00 7 IV 37.02 22.00 8 IV 34.94 12.50 9 V 36.79 24.50 10 V 33.25 18.00 Sebelum dilakukan uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan terhadap kedua data tersebut. Uji distribusi normal yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengujiannya: 1. Data diurutkan dari nilai terkecil hingga ke nilai terbesar lalu diberi urutan nomor, yaitu dari 1 hingga 10. 2. Nilai FaX dihitung dengan membagi nomor data dengan total data, misalnya data no 1 dengan jumlah data 10. ��� = nomor data � = 1 10 = 0,10 9. Menghitung nilai Z dengan rumus � = X − X σ Diketahui, X = 358,97 10 = 35,90 ; Xi = 35,14 dan σ = 1,2316 sehingga z = 0,6146 10. Mencari nilai distribusi frekuensi kumulatif teoritis yang dinotasikan dengan FeX pada tabel distribusi normal. Untuk z = 0.6146 diperoleh nilai pada tabel yaitu 0.7422. Universitas Sumatera Utara 11.Menghitung selisih absolut nilai FaX dengan FeX sebagai nilai D D = |FaX – FeX| = |0,1000 – 0,7422| = -0,6422 Tabel 5.24. Uji Distribusi Normal Data Tingkat Iluminasi N0 T.Iluminasi X bar FaX STDEV z FeX D 1 35.14 35.90 0.100 1.2316 0.6146 0.7422 -0.6422 2 36.21 35.90 0.200 1.2316 -0.2541 0.4013 -0.2013 3 37.21 35.90 0.300 1.2316 -1.0661 0.1469 -0.1466 4 36.26 35.90 0.400 1.2316 -0.2947 0.4013 -0.0013 5 36.81 35.90 0.500 1.2316 -0.7413 0.2266 0.2734 6 35.34 35.90 0.600 1.2316 0.4523 0.67 -0.07 7 37.02 35.90 0.700 1.2316 -0.9118 0.8289 -0.1289 8 34.94 35.90 0.800 1.2316 0.7770 0.7734 0.0266 9 36.79 35.90 0.900 1.2316 0.8251 0.8023 0.0977 10 33.25 35.90 1.000 1.2316 2.1492 0.9842 0.0158 Dmax 0.2734 11. Menetapkan nilai Dmaks lalu membandingkan nilainya dengan nilai Dσ pada tabel kolmogorov-smirnov dengan nilai σ = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: H0 = data berdistribusi normal; H1 = data tidak berdistribusi normal H0 diterima apabila D ≤ Dσ dan H0 ditolak apabila D ≥ Dσ Dmaks yang diperoleh adalah 0,2734 dan Dσ untuk n = 10 dan σ = 0,05 adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan cara yang sama dilakukan pengujian kenormalan untuk data kelelahan mata operator 1 pada stasiun kerja quality control 1. Rekapitulasi pengujian kenormalan data kelelahan mata di stasiun kerja quality 1 disajikan pada Tabel 5.25. Universitas Sumatera Utara Dmaks yang diperoleh adalah 0.3404 dan Dσ adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan demikian, data tingkat iluminasi dan data kelelahan mata operator teruji berdistribusi normal Tabel 5.25. Uji Distribusi Normal Data Kelelahan Mata Operator No Kelelahan Mata Xbar FaX STDEV Z FeX Dmax 1 25.5 18 0.1 4.5707 -1.0173 0.1469 -0.0469 2 22.5 18 0.2 4.5707 -0.3610 0.3632 -0.1632 3 25.5 18 0.3 4.5707 -1.0173 0.1469 0.1531 4 22 18 0.4 4.5707 -0.2516 0.4013 -0.0013 5 22 18 0.5 4.5707 -0.2516 0.4013 0.0987 6 14 18 0.6 4.5707 1.4987 0.9265 -0.3265 7 22 18 0.7 4.5707 -0.2516 0.4013 0.2987 8 12.5 18 0.8 4.5707 1.8269 0.9678 -0.1678 9 24.5 18 0.9 4.5707 0.1986 0.5596 0.3404 10 18 18 1 4.5707 0.6235 0.7422 0.2578 Dmax 0.3404 Setelah dilakukan pengujian distribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji korelasi terhadap kedua data tersebut. Jenis uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menguji korelasi antar dua varian yang berdistribusi normal dan berjenis data interval atau rasio. Tabel 5.26. merupakan tabel bantuan perhitungan koefisien korelasi variabel tingkat iluminasi X dan Kelelahan Mata Operator Y. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.26. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y No X Y XY X 2 Y 2 1 35.14 25.5 896.07 1234.82 650.25 2 36.21 22.5 814.73 1311.16 506.25 3 37.21 25.5 948.86 1384.58 650.25 4 36.26 22 797.72 1314.79 484.00 5 36.81 22 809.82 1354.98 484.00 6 35.34 14 494.76 1248.92 196.00 7 37.02 22 814.44 1370.48 484.00 8 34.94 12.5 436.75 1220.80 156.25 9 36.79 24.5 901.36 1353.50 600.25 10 33.25 18 598.50 1105.56 324.00 Total 358.97 208.50 7513.00 12899.69 4535.25 Hasil dari perhitungan pada Tabel 5.26. maka dapat dihitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji korelasi Pearson berikut: � = n � XiYi − � Xi � Yi � �=1 � �=1 � �=1 �[n ∑ Xi2 � �=1 − � Xi � �=1 2][n ∑ Yi2 � �=1 − � Yi2] � �=1 � = 107513.00 − 358.97208.50 �[1012899.69 − 358.972[[104535.25 − 208.50]2] � = 0,5619 5.2.5.1. Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Kelelahan Mata Operator di Stasiun Kerja Quality Control 2 Uji korelasi dilakukan mengetahui derajat asosiasi antar variabel kelelahan mata operator dengan hasil kerja stasiun quality control 2. Tabel 5.27. Universitas Sumatera Utara menunjukkan rekapitulasi data stasiun kerja quality control 2 selama lima hari kerja Tabel 5.27. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Stasiun Quality Control 2 No Pukul WIB Area Pengkuran II Lux Rata-rata Lux Quality Control 2 I 9 29.97 31.29 11 32.61 13 32.54 33.22 15 33.9 II 9 32.74 33.61 11 34.48 13 34.28 33.66 15 33.03 III 9 35.94 35.43 11 34.92 13 35.52 35.59 15 35.65 IV 9 39.39 39.27 11 39.15 13 37.93 38.21 15 39.89 V 9 39.54 38.76 11 37.98 13 39.83 38.82 15 37.81 Data tingkat iluminasi tersebut kemudian dikorelasikan dengan data hasil kerja stasiun kerja quality control 2 seperti ditunjukkan pada Tabel 5.28. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.28. Tingkat Iluminasi Stasiun Kerja Quality Control 2 dan Kelelahan Mata Operator No Pengamatan Ke- Tingkat Iluminasi Lux Kelelahan Mata Operator detik 1 I 31.29 19.5 2 I 33.22 21 3 II 33.61 24.5 4 II 33.66 21 5 III 35.43 21.5 6 III 35.59 13 7 IV 39.27 24 8 IV 38.91 18.5 9 V 38.76 21 10 V 38.82 19.5 Sebelum dilakukan uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan terhadap kedua data tersebut. Uji distribusi normal yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengujiannya: 1. Data diurutkan dari nilai terkecil hingga ke nilai terbesar lalu diberi urutan nomor, yaitu dari 1 hingga 10. 2. Nilai FaX dihitung dengan membagi nomor data dengan total data, misalnya data no 1 dengan jumlah data 10. ��� = nomor data � = 1 10 = 0,10 12. Menghitung nilai Z dengan rumus Universitas Sumatera Utara � = X − X σ Diketahui, X = 358,97 10 = 35,86 ; Xi = 31,29 dan σ = 2,9082 sehingga z = 1,5714 13. Mencari nilai distribusi frekuensi kumulatif teoritis yang dinotasikan dengan FeX pada tabel distribusi normal. Untuk z = 0,5714 diperoleh nilai pada tabel yaitu 0,9394. 14. Menghitung selisih absolut nilai FaX dengan FeX sebagai nilai D D = |FaX – FeX| = |0,1000 – 0,9394| = -0,8394 Tabel 5.29. Uji Distribusi Normal Data Tingkat Iluminasi N0 T.Iluminasi X bar FaX STDEV z FeX D 1 31.29 35.86 0.100 2.9082 1.5714 0.9394 -0.8394 2 33.22 35.86 0.200 2.9082 0.9078 0.8289 -0.6289 3 33.61 35.86 0.300 2.9082 0.7737 0.7734 -0.4734 4 33.66 35.86 0.400 2.9082 0.7565 0.7734 -0.3734 5 35.43 35.86 0.500 2.9082 0.1479 0.5596 -0.0596 6 35.59 35.86 0.600 2.9082 0.0928 0.5199 0.0801 7 39.27 35.86 0.700 2.9082 1.1725 0.8749 -0.1749 8 38.91 35.86 0.800 2.9082 1.0488 0.8531 -0.0531 9 38.76 35.86 0.900 2.9082 0.9972 0.8289 0.0711 10 38.82 35.86 1.000 2.9082 1.0178 0.8531 0.1469 Dmax 0.1469 15. Menetapkan nilai Dmaks lalu membandingkan nilainya dengan nilai Dσ pada tabel kolmogorov-smirnov dengan nilai σ = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: H0 = data berdistribusi normal; H1 = data tidak berdistribusi normal Universitas Sumatera Utara H0 diterima apabila D ≤ Dσ dan H0 ditolak apabila D ≥ Dσ Dmaks yang diperoleh adalah 0,1469 dan Dσ untuk n = 10 dan σ = 0,05 adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan cara yang sama dilakukan pengujian kenormalan untuk data kelelaha mata operator di stasiun kerja quality control 2. Rekapitulasi pengujian kenormalan data kelelahan mata operator di stasiun kerja quality control 2 disajikan pada Tabel 5.30. Dmaks yang diperoleh adalah 0,2578 dan Dσ adalah 0,4090, maka: D ≤ Dσ, sehingga Ho diterima. Dengan demikian, data tingkat iluminasi dan data kelelahan mata operator teruji berdistribusi normal. Tabel 5.30. Uji Distribusi Normal Data Produk Cacat Lolos Inspeksi No Kelelahan Mata Operator Xbar FaX STDEV Z FeX Dmax 1 19.5 20.35 0.100 3.1977 0.26582 0.5987 -0.4987 2 21 20.35 0.200 3.1977 0.5672 0.7088 -0.5088 3 24.5 20.35 0.300 3.1977 0.7618 0.7734 -0.4734 4 21 20.35 0.400 3.1977 -0.6672 0.2578 0.1422 5 21.5 20.35 0.500 3.1977 -0.6236 0.2578 0.2422 6 13 20.35 0.600 3.1977 -0.4654 0.6736 -0.0736 7 24 20.35 0.700 3.1977 0.7054 0.7734 -0.0734 8 18.5 20.35 0.800 3.1977 0.5854 0.7088 0.0912 9 21 20.35 0.900 3.1977 0.6672 0.7422 0.1578 10 19.5 20.35 1.000 3.1977 0.6981 0.7422 0.2578 Dmax 0.2578 Universitas Sumatera Utara Setelah dilakukan pengujian distribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji korelasi terhadap kedua data tersebut dan jenis uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menguji korelasi antar dua varian yang berdistribusi normal dan berjenis data interval atau rasio. Tabel 5.31. merupakan tabel bantuan perhitungan koefisien korelasi variabel tingkat iluminasi X dan variabel kelelahan mata operator Y. Tabel 5.31. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y No X Y XY X 2 Y 2 1 31.29 19.5 610.16 979.06 380.25 2 33.22 21 697.62 1103.57 441.00 3 33.61 24.5 823.45 1129.63 600.25 4 33.66 21 706.86 1133.00 441.00 5 35.43 21.5 761.75 1255.28 462.25 6 35.59 13 462.67 1266.65 169.00 7 39.27 24 942.48 1542.13 576.00 8 38.91 18.5 719.84 1513.99 342.25 9 38.76 21 813.96 1502.34 441.00 10 38.82 19.5 756.99 1506.99 380.25 Total 358.56 203.5 7295.76 12932.64 4233.25 Hasil perhitungan pada Tabel 5.15 maka dapat dihitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji korelasi Pearson berikut: � = n � XiYi − � Xi � Yi � �=1 � �=1 � �=1 �[n ∑ Xi2 � �=1 − � Xi � �=1 2][n ∑ Yi2 � �=1 − � Yi2] � �=1 � = 107295.76 − 358,56203.5 �[1012932,64 − 358,562[[104233.25 − 203.5]2] � = 0,4118 Universitas Sumatera Utara

BAB VI ANALISIS DAN EVALUASI PEMBAHASAN MASALAH