dengan memainkan peran aktif dapat lebih mudah bagi Indonesia untuk membujuk negara lain untuk membangun penyelesaian damai di Timur Tengah.
58
Upaya Indonesia untuk menjadi perdamaian pembuat dalam konflik di Timur Tengah menghadapi batas karena tidak memiliki hubungan diplomatik
dengan Israel. Oleh karena itu, keterlibatan diplomatik resmi dengan pemerintah Israel dipandang sebagai langkah penting bagi Indonesia untuk mengambil untuk
latihan beberapa pengaruh atas Israel. Majalli Whbee, Wakil Menteri Luar Negeri Israel, menyatakan bahwa kontribusi Indonesia untuk perdamaian di Timur
Tengah hanya mungkin melalui dialog dengan semua kelompok, termasuk Israel. Namun, hubungan diplomatik dengan Israel tidak mungkin bagi Indonesia, karena
berdasarkan UUD 1945 Indonesia masih menganggap Israel sebagai agresor. Ada oposisi domestik yang kuat, terutama dari kelompok Islam radikal, untuk setiap
jenis usaha Indonesia di hubungan diplomatik. Hasil peran Indonesia dalam menengahi konflik di Timur Tengah adalah sulit untuk diukur, karena masih ada
banyak konflik di wilayah tersebut.
3.7 Agenda Indonesia Di Dalam OKI
Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam
perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia. Untuk
58
Arsalan Ghorbani Sheikhneshin, 2009 , “Iran And The US: Current Situation And Future Prospects”, Journal Of International And Area Studies, Volume 16 Number 1. Hal 93
Universitas Sumatera Utara
menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak.
Semangat dan
dukungan terhadap
perlunya revitalisasi
OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai
belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang
disiapkan oleh Malaysia. Pada pertemuan tingkat Kepala NegaraKepala Pemerintahan KTT ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI
sepakat untuk memulai upaya konkret dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI, terutama pada empat aspek, yaitu perampingan struktur, metodologi, peningkatan
kemampuan keuangan, dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi, pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodasi keinginan
tersebut yang dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions
yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun
2015.
59
OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik, tetapi juga ekonomi perdagangan.
Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat
menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya
membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan
59
Kemenlu, op.cit.
Universitas Sumatera Utara
dan terorisme; menentang Islamofobia; meningkatkan solidaritas dan kerja sama antar-negara anggota, pencegahan konflik, penanganan masalah Filipina, hak-hak
kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.
KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret 2008 dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century”. KTT inimenghasilkan
beberapa dokumen utama, yaitu Piagam OKI, Final Communiqué, dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat berbagai isu, antara lain mengenai
politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek, dan sosial budaya. Sementara itu, resolusi
terkait yang berhubungan dengan keamanan globalregional antara lain adalah Resolutions on the Cause of Palestine, the City of Al-Quds Al-Sharif and the
Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, danResolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States.
Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerja sama
yang lain dan tidak terbatas pada kerja sama politik saja. Dalam kesempatan tersebut, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan
antara lain a dukungan terhadap OIC‟s Ten-Year Plan of Action yang merupakan
cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat, b konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah
dan juga
merupakan tantangan
serius perdamaian
dan keamanan
internasional;terkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya
joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008, c
Universitas Sumatera Utara
potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global,
pemberantasan kemiskinan, dan percepatan pembangunan, d Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible, e Islam adalah agama
perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam
Islamofobia di kalangan Barat, f pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika,
dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama.
60
Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan
penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan
menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai
negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good
governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional.
Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI PTM ke-36 OKI yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerja
sama yang menjadi perhatian bersama seperti politik, komunitas muslim di negara bukan anggota OKI, kemanusiaan humanitarian affairs, hukum, masalah-
60
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
masalah umum dan keorganisasian, informasi, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,dakwah, sosial budaya, dan administrasi serta keuangan. Dalam
kesempatan tersebut, Menlu RI menyampaikan pokok-pokok pidato, antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI khususnya di bidang
demokrasi, good governance, dan HAM, termasuk hak-hak wanita sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI TYPOA dan Piagam Baru OKI, di
samping isu Palestina, kerja sama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta sebagai Ketua PCSP-OIC melaporkan perkembangan
proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite
antara Pemerintah
Filipina-MNLF-OKI yang
merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.
Dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan
berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan
terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina Palestinian National Council untuk memproklamasikan Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988.
Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu,
Indonesia adalah anggota Committee on Al-Quds Yerusalem yang dibentuk pada tahun 1975.
Selain itu, isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The
Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on
Universitas Sumatera Utara
Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002, yang menghasilkan Kuala
Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi
terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan
di forum SMU PBB. Inti posisi OKI adalah perlunya pembedaan antara kejahatan terorisme dan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan
ini, maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.
tanggal 18 - 20 Mei 2010, dilaksanakan Pertemuan ke-37 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Konferensi Islam KTM ke-37 OKI di Dushanbe,
Tajikistan. Pertemuan ini merupakan KTM OKI pertama yang diadakan di Asia Tengah, dengan tema “Shared Vision of a More Secure and Prosperous Islamic
World ”. Pertemuan tersebut merupakan momentum khusus bagi kawasan tersebut
dalam rangka meningkatkan kerja samanya dengan negara-negara anggota OKI lain, dan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya OKI dalam menjawab
berbagai tantangan yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Menlu RI menekankan kembali mengenai proses reformasi OKI yang tengah berjalan dan
perlunya negara-negara anggota OKI mendukung proses tersebut, antara lain melalui implementasi Piagam OKI dan Program Aksi 10 Tahun TYPOA.
Disampaikan pula bahwa Pemerintah RI mendukung upaya OKI bagi realisasi
Universitas Sumatera Utara
pembentukan Komisi HAM OKI dan terhadap statuta Organisasi Pembangunan Perempuan OKI yang telah disahkan.
61
Di masa mendatang, pembentukan kedua badan dimaksud akan semakin memperjelas posisi OKI dalam mempromosikan dan mengembangkan HAM dan
isu perempuan di dunia internasional. Pemerintah RI juga menyatakan sikapnya atas upaya terciptanya dunia yang bebas dari senjata nuklir berdasarkan 3 pilar
utama, yaitu nuclear disarmament, non-proliferasi nuklir, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Untuk itu, Pemerintah Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang
merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996. Dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah
memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Realisasi dari dukungan
tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina Palestinian National Council
untuk memproklamasikan Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara
Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota Committee on Al-Quds Yerusalem yang dibentuk
pada tahun 1975. Selain itu, isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI.
Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on
61
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002, yang menghasilkan Kuala
Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi
terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan
di forum SMU PBB. Inti posisi OKI adalah perlunya pembedaan antara kejahatan terorisme dan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan
ini, maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.
Pada tanggal 18 - 20 Mei 2010, dilaksanakan Pertemuan ke-37 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Konferensi Islam KTM ke-37 OKI di
Dushanbe, Tajikistan. Pertemuan ini merupakan KTM OKI pertama yang diadakan di Asia Tengah, dengan tema “Shared Vision of a More Secure and
Prosperous Islamic World ”. Pertemuan tersebut merupakan momentum khusus
bagi kawasan tersebut dalam rangka meningkatkan kerja samanya dengan negara- negara anggota OKI lain, dan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya OKI
dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Menlu RI menekankan kembali mengenai proses reformasi OKI yang tengah
berjalan dan perlunya negara-negara anggota OKI mendukung proses tersebut, antara lain melalui implementasi Piagam OKI dan Program Aksi 10 Tahun
TYPOA. Disampaikan pula bahwa Pemerintah RI mendukung upaya OKI bagi realisasi pembentukan Komisi HAM OKI dan terhadap statuta Organisasi
Pembangunan Perempuan OKI yang telah disahkan.
Universitas Sumatera Utara
Di masa mendatang, pembentukan kedua badan dimaksud akan semakin memperjelas posisi OKI dalam mempromosikan dan mengembangkan HAM dan
isu perempuan di dunia internasional. Pemerintah RI juga menyatakan sikapnya atas upaya terciptanya dunia yang bebas dari senjata nuklir berdasarkan 3 pilar
utama, yaitu nuclear disarmament, non-proliferasi nuklir, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Untuk itu, Pemerintah KTT OKI untuk membekukan
keanggotaan Suriah serta beberapa resolusi lainnya mengenai Palestina, Suriah, Mali, dan Sahel.
Selanjutnya, Konferensi
Tingkat Menteri
KTM OKI
ke-39 diselenggarakan di Djibouti pada tanggal 15-17 November 2012, setelah
sebelumnya KTM ke-38 dilaksanakan di Astana, Kazakhstan. KTM OKI ke-39 mengambil tema “Session of Solidarity for Sustainable Development” dan dihadiri
oleh 51 negara anggota OKI 26 delegasi pada tingkat menteri, observer, serta organisasi dan negara-negara tamu yang diundang. Pertemuan ini mengadopsi
Deklarasi KTM OKI ke-39 serta mendukung Republik Guinea sebagai tuan rumah KTM OKI ke-40. Selain itu, ditetapkan pula berbagai resolusi yang telah
diputuskan oleh Pertemuan Senior Official Meeting SOM di Jeddah bulan September 2012 serta resolusi yang telah diputuskan oleh Komite spesial di sela-
sela KTM OKI ke-39 di Djibouti. Pada tanggal 2-7 Februari 2013, diselenggarakan rangkaian Konferensi
Tingkat Tinggi KTT ke-12 OKI di Kairo, Mesir yang dihadiri oleh 26 Kepala NegaraPemerintahan negara anggota OKI. Dalam KTT tersebut, Presiden RI
menyampaikan pernyataan mewakili Kelompok Asia dan atas kapasitas nasional. Presiden RI antara lain menyatakan bahwa OKI harus dapat memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
kesempatan yang ada bagi kepentingan umat Islam dan berperan di tingkat global. Dalam kaitan ini, OKI harus dapat menjadi kontributor utama bagi perdamaian
dunia dan keamanan, pembangunan ekonomi dan kemakmuran global yang merata, serta pengembangan demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia.
Pada tanggal 6 Februari 2013 juga telah diselenggarakan sesi khusus bagi Kepala NegaraPemerintahan terkait isu settlements di wilayah Palestina. Sesi
khusus ini diselenggarakan mengingat adanya rencana Israel untuk membangun lebih dari 3.600 pemukiman di Yerusalem Timur yang merupakan pelanggaran
terhadap hukum internasional. Pada kesempatan tersebut, Menlu RI menyampaikanpernyataan Presiden RI yang memuat usulan langkah-langkah
konkret yang dapat diambil OKI dalam kerangka diplomatik, legal, dan ekonomi. KTT OKI ke-
12 tersebut telah menghasilkan “Cairo Final Communique”. Cairo Final Communique terdiri dari 165 paragraf dan memuat isu politik,
komunitas dan minoritas muslim di negara non-OKI, HAM, terorisme, pelucutan senjata, Islamophobia, voting di forum internasional, kemanusiaan, kerja sama
ekonomi, sosial-budaya, iptek, pendidikan, kesehatan, lingkungan dan perubahan iklim, informasi, keuangan dan administrasi, dan keorganisasian OKI. Selain itu,
dimuat juga resolusi mengenai Palestina dan Al-Quds Al-Sharif sebagai hasil dari sesi khusus mengenai pemukiman di wilayah Palestina; memuat kecaman atas
tindakan Israel terhadap Palestina dan imbauan kepada masyarakat internasional, termasuk kepada Dewan Keamanan DK PBB, untuk mengimplementasikan
resolusi terkait isu Palestina; serta Deklarasi mengenai situasi di Mali yang antara lain memuat rencana pembentukan Special Fund yang sifatnya sukarela guna
mendukung pembangunan ekonomi di Mali.
Universitas Sumatera Utara
Tanggal 9-11 Desember 2013, diselenggarakan KTM ke-40 OKI di Conakry, Repulik Guinea, dengan tema “Dialogue of Civilization, Factor for
Peace and Sustainable Development”. KTM tersebut membahas sejumlah isu politik, ekonomi, dan keorganisasian. Dalam sesi debat umum KTM OKI ke-40,
Indonesia menyampaikan antara lain dorongan agar OKI terus memperkuat dialog antar-agama dan keyakinan sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa Islam
adalah agama yang mendepankan perdamaian dan toleransi. Indonesia juga menyampaikan pentingnya OKI bekerja keras mendorong pembangunan ekonomi
untuk kesejahteraan anggotanya dan pentingnya partisipasi negara-negara anggota dalam pembahasan agenda pembangunan pasca-2015.Disampaikan pula
penegasan dukungan Indonesia pada perjuangan rakyat Palestina, solusi politik damai dan inklusif atas situasi di Suriah, termasuk dukungan terhadap Konferensi
Jenewa II. KTM OKI ke-40 ini mengesahkan Conakry Decalaration yang berisi
pernyataan sikap OKI atas berbagai isu dan resolusi-resolusi yang disahkan dalam pertemuan, termasuk Resolusi mengenai
“The Situation in the Southern Philipines”. Pengesahan Ranres ini mengalihkan Keketuaan pada OIC-PCSP dari
Indonesia kepada Mesir. Terakhir dimutakhirkan: 9 Januari.
62
3.8 Pengakuan PBB Atas Negara Palestina