Pengakuan PBB Atas Negara Palestina

Tanggal 9-11 Desember 2013, diselenggarakan KTM ke-40 OKI di Conakry, Repulik Guinea, dengan tema “Dialogue of Civilization, Factor for Peace and Sustainable Development”. KTM tersebut membahas sejumlah isu politik, ekonomi, dan keorganisasian. Dalam sesi debat umum KTM OKI ke-40, Indonesia menyampaikan antara lain dorongan agar OKI terus memperkuat dialog antar-agama dan keyakinan sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mendepankan perdamaian dan toleransi. Indonesia juga menyampaikan pentingnya OKI bekerja keras mendorong pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan anggotanya dan pentingnya partisipasi negara-negara anggota dalam pembahasan agenda pembangunan pasca-2015.Disampaikan pula penegasan dukungan Indonesia pada perjuangan rakyat Palestina, solusi politik damai dan inklusif atas situasi di Suriah, termasuk dukungan terhadap Konferensi Jenewa II. KTM OKI ke-40 ini mengesahkan Conakry Decalaration yang berisi pernyataan sikap OKI atas berbagai isu dan resolusi-resolusi yang disahkan dalam pertemuan, termasuk Resolusi mengenai “The Situation in the Southern Philipines”. Pengesahan Ranres ini mengalihkan Keketuaan pada OIC-PCSP dari Indonesia kepada Mesir. Terakhir dimutakhirkan: 9 Januari. 62

3.8 Pengakuan PBB Atas Negara Palestina

Palestina akhirnya diakui sebagai negara di PBB. Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat menaikkan status Palestina dari Badan Pengamat non Anggota PBB non-member oberver entity menjadi Negara 62 Ibid, Universitas Sumatera Utara Pengamat non Anggota PBB non-member observer state. Hal ini menjadi mimpi buruk bagi Amerika Serikat dan Israel. Upaya kedua negara ini dalam menolak pengangkatan status Palestina tersebut gagal. Hingga keputusan ditetapkan, baik AS dan Israel tetap bersikeras tidak menerima Palestina Duta Besar Israel untuk PBB, Pejabat Organisasi Pembebasan Palestina PLO Hanan Ashrawi berpendapat penetapan ini merupakan babak baru Paletina untuk berhubungan dengan dunia internasional. Dalam Sidang Majelis Umum PBB tersebut, pemungutan suara menghasilkan 138 delegasi mendukung Palestina, sembilan menentang di antaranya Amerika Serikat dan Israel. Sedangkan 41 negara lain menyatakan abstain. Lebih dari dua pertiga dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Hal tersebut merupakan kemenangan bagi Palestina setelah puluhan tahun pendudukan dan perang, serta pukulan keras bagi Israel dan sekutunya Amerika Serikat. Bendera Palestina langsung dikibarkan di gedung Majelis Umum, di belakang delegasi Palestina, begitu suara terakhir dimasukkan. Dari 193 negara anggota, 138 menyetujui peningkatan status Palestina dari “entitas” menjadi “negara pengamat non-anggota” seperti Vatikan, sembilan negara menolak dan 41 tidak memberikan suara. Pemungutan suara bersejarah ini datang 65 tahun setelah Majelis Umum PBB sepakat pada 1947 untuk membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk kelompok Yahudi, dan lainnya untuk Arab. Israel menjadi negara namun Palestina menolak rencana pembagian tersebut, sehingga berlangsunglah puluhan tahun penuh ketegangan dan kekerasan. Namun kemerdekaan yang sesungguhnya masih belum nyata sampai Palestina menegosiasikan perjanjian perdamaian dengan Israel, yang Universitas Sumatera Utara memperingatkan bahwa tindakan Majelis Umum hanya akan menunda solusi panjang. Israel masih mengontrol Tepi Barat, Yerusalem timur dan akses ke Gaza, dan menuduh Palestina melewatkan negosiasi dengan kampanye peningkatan status mereka ke PBB. Pemungutan suara dilakukan setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas berpidato dan menyebut momen tersebut “kesempatan terakhir” untuk menyelamatkan solusi dua negara. Majelis Umum diminta menerbitkan akte kelahiran Palestina. Amerika Serikat dan Israel langsung mengkritik pemungutan suara tersebut. Resolusi yang sangat disayangkan dan tidak produktif terjadi hari ini, yang akan menghambat jalan perdamaian. 63 Negara-negara kunci yang menyetujui status Palestina di PBB adalah Perancis, Italia, Spanyol, Swiss, Swedia dan Irlandia, selain Jepang dan Selandia Baru. Jerman dan Inggris tidak memberikan suaranya. Selain Amerika Serikat dan Israel, yang menolak adalah Kanada, Republik Ceko, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau dan Panama. Meski meraih kemenangan di PBB, Palestina menghadapi keterbatasan yang besar. Mereka tidak mengontrol perbatasan, wilayah udara atau perdagangan, dan mereka memiliki pemerintahan terpisah dan bersaing di Gaza dan Tepi Barat, serta tidak ada militer atau polisi yang bersatu. Dengan status barunya ini, Palestina mendapat akses ke lembaga- lembaga PBB dan internasional, terutama Mahkamah Pidana Internasional, yang bisa menjadi pijakan untuk mengejar Israel dalam kasus kejahatan perang atau pendudukan dan perebutan lahan. 63 Risky. 2012. “Alasan AS-Israel Tolak Palestina di PBB”. http:news.liputan6.comread461232alasan-as- israel-tolak-palestina-di-pbb diakses pada 02 Oktober 2016 pukul 08.00 WIB Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan