Lampiran 17. Lanjutan 154.
Penanganan produk yang sedang menunggu giliran untuk diproses tidak
disimpan di tempat yang saniter X
Pengolahan 155.
Proses pengolahanpengawetan dilakukan tidak sesuai dengan jenis produk dan suhu
serta waktunya tidak sesuai dengan persyaratan
X
156. Produk akhir tidak mempunyai ukuran
dan bentuk yang teratur X
157. Sistem pemberian etiket atau kode-kode
tidak dilakukan pada waktu memproses bahan baku yan yang dapat membatu
identifikasi produk X
Pewadahan dan
pengemasan 158.
Produk akhir yang disimpan dalam gudang tidak dipisah dengan barang lain
X X
159. Produk akhir tidak diberi label yang
memuat : jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade tingkatan
mutu, tanggal kadaluwarsa, berat bersih, nama bahan tambahan makanan yang
dipakai, kode produksi atau persyaratan lain
X X
Penyimpanan 160.
Produk akhir yang disimpan dalam gudang tidak dipisah dengan barang lain
X X
161. Susunan produk aktif tidak
memungkinkan mempengaruhi kondisi masing-masing kemasan dan tidak
memungkinkan produk akhir yang lebih lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu
tidak mengikuti FIFO X
Penyimpanan bahan berbahaya 162.
Tidak tersendiri dan dapat terindar dari hal-hal yang dapat membahayakan
X 163.
Tidak ada tanda peringatan X
X Pengangkutan dan distribusi
164. Kendaraan container yang dipakai untuk
mengangkut produk akhir tidak mampu mempertahankan kondisikeawetan yang
dipersyaratkan X
165. Pembongkaran tidak dilakukan dengan
cepat, cermat dan terhindar dari pengaruh yang menyebabkan kemunduran mutu
X X
145
Lampiran 17. Lanjutan Keterangan:
MN = Penyimpangan Minor MJ = Penyimpangan Major
SR = Penyimpangan serius KT = Penyimpangan Kritis
OK = Tidak ada penyimpangan HASIL PENILAIAN
Penyimpangan Deficiency
a Penyimpangan Minor
b Penyimpangan mayor
c Penyimpangan serius
d Penyimpangan kritis
1. Tingkat Rating Unit Pengolahan
1 A Baik Sekali
2 B Baik
3 C Kurang
4 D Jelek
146
Lampiran 18. .Form Checklist SSOP No. Parameter
Penilaian Keterangan 0 1 2 3 4
1. Keamanan Air
¾ Penggunaan air dibedakan antara air
yang kontak langsung dengan bahan bahan dan air yang digunakan untuk
pencucian alat.
¾ Kualitas air untuk pengolahan pangan
sama dengan kualitas air minum. ¾
Alat transportasi harus didesain mampu menjaga kehigienisan bahan
baku dan produk. ¾
Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 416MENKESPerIX1990 terhadap kualitas air yang digunakan
telah dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada musim
kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih
dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran
terjauh.
¾ Bagian QC mengambil sampel air
pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya
bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH setiap hari. Analisis kualitas
mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali.
¾ Disediakan pencatatan hasil
pemeriksaan
Sub Total 2.
Kebersihan Permukaan yang Kontak
dengan Bahan Pangan ¾
Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur,
minyakoli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya sisa proses
sebelumnya.
¾ Frekuensi pelaksanaan tindakan
sanitasi adalah setiap selesai melaksanakan kegiatan proses
produksi dan sebelum melaksanakan kegiatan proses produksi
¾ QC melakukan pengujian
mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan
¾ Disediakan cheklist record
Sub Total
147
Lampiran 18. Lanjutan
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
¾ Pakaian khusus produksi seragam,
masker, hair net, sepatu khusus harus digunakan hanya pada saat
melakukan produksi.
¾ Melaksanakan higien personal tidak
merokok, mengobrol, menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan
setelah dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan
benda yang tidak terjaga sanitasinya setiap melakukan proses produksi
¾ Pemisahan produk dan bahan dalam
penyimpanan ¾
Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan
baku dengan produk jadi
¾ Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak
ada pekerja yang menangani proses diarea lain setelah menangani proses
di area yang telah ditentukan
Sub Total
4. Fasilitas Sanitasi
¾ Sarana pencuci tangan diletakkan di
tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, alat
pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup.
¾ Fasilitas ganti pakaian yang sesuai
dengan jumlah karyawan. ¾
Tersedia fasilitas foot bath di pintu masuk area produksi
Sub Total 5.
Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran adulteran
¾ Selama proses produksi karayawan
menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi
menjadi adulteran dapat mencemari bahan pangan tidak diperbolehkan
berada di dalam ruang produksi maupun gudang seperti bahan-bahan
sanitasi
¾ Kemasan dan bahan-bahan lain yang
digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi dan produk akhir
¾ Tempat sampah bebas tumpukan
sampah yang berlebihan, dapat tertutup rapat dan diletakkan tidak
berdekatan dengan area aktivitas proses serta penyimpanan bahan
Sub Total
148
Lampiran 18. Lanjutan
6. Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan
penyimpanan yang tepat ¾
Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan
boks diberi label identitas yang jelas ¾
Bahan toksin memiliki label dan keterangan yang jelas mengenai
keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman
Sub Total 7.
Kontrol Kesehatan Pegawai
¾ Kesehatan karyawan dicek secara
rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan
¾ Terdapat catatan tentang riwayat
kesehatan karyawan
Sub Total 8. Pencegahan
Hama
¾ Menutup lubang angin yang ada
dengan kawat kasa. ¾
Menggunakan filter udara.
¾ Menyediakan fasilitas pest control
¾ Dilakukan pembersihan ruang
produksi secara berkala.
Sub Total
Total
Petunjuk pengisian
1.
Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk:
Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0 Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1 – 25
Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26 – 50 Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51 – 75
Niali 4 = penyimpangan yang terjadi 75
2.
Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara
n ∑
i = 1 n
n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip SOP
3.
Tingkat keparahan penerapan SOP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan - 125 : ringan
126 - 250 : sedang 251 - 375 : berat
376 - 500 : kritis Dibuat
Oleh, Diketahui
oleh, Auditor:
Auditee: Produksi
Sanitasi Maintenance
149
Lampiran 19. Contoh Penyusunan Tim HACCP No.
Jabatan Struktural Posisi Tim
Disiplin Ilmu 1. Penanggung
Jawab Ketua
Peternakan 2. Penanggung
Jawab Sekretaris Peternakan
3. Penanggung Jawab
Anggota Teknologi Pangan
4. Penanggung Jawab
Anggota Teknologi Pangan
5. Direktur Utama
Anggota Supervisi Jaminan Mutu
Pangan 6. Manajer
Administrasi dan Keuangan
Anggota Akuntansi 7.
Manajer Marketing dan Dstribusi
Anggota Agribisnis dan
Manajemen 8. Operator
Produksi Anggota
Peternakan 9. Mahasiswa
Anggota Peternakan
10. Mahasiswa Anggota
Peternakan
150
Lampiran 20. Decission Tree CCP Proses Produksi P1
P2
P3 P4
Apakah ada tindakan pencegahan ?
Dapatkah pencemaran terjadi ?
Apakah langkah selanjutnya dapat mengendalikan bahaya? Bukan CCP
Bukan CCP Modifikasi Proses
Apakah langkah itu dibuat khusus untuk mengendalikan bahaya ? Apakah pengendalian pada tahap
ini untuk pengamanan ? Tidak
Ya
Tidak Ya
Tidak
Tidak Tidak
Ya
Bukan CCP CCP
Ya
Ya
151
K KAJIAN G
HACC PEN
DEPARTE
GFP, APL CP PLAN P
NGOLAHA
MEN ILMU IN
IKASI G PADA PR
AN SUSU
S ISNA
U PRODUK FAKULTA
STITUT PE
GMP, SSO RODUKSI
FAKULT
SKRIPSI A ZAKIAH
KSI DAN TE AS PETERN
ERTANIAN 2011
OP SERTA I YOGHU
TAS PETE
H
EKNOLOG NAKAN
N BOGOR
A PENYUS URT DI UN
ERNAKAN
GI PETERN
SUNAN NIT
N
NAKAN
RINGKASAN ISNA ZAKIAH. D140601675. 2011. Kajian GFP, Aplikasi GMP, SSOP serta
Penyusunan HACCP Plan pada Pengolahan Yoghurt di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD., MSi Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA
Keamanan pangan penting dalam menjamin pangan yang aman dan layak dikonsumsi. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah
tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Semakin meningkat tuntutan masyarakat akan keamanan pangan yang akan dikonsumsi, maka diperlukan upaya untuk identifikasi
dan analisis Hazard Analysis Critical Control Point HACCP dalam proses pengolahan makanan sesuai dengan Good Manufacturing Practices GMP
Sanitation Standard Operating Procedures
SSOP. Teknologi yang dapat diterapkan dalam pengolahan susu agar memiliki
keamanan pangan yang lebih baik untuk mempertahankan nilai gizi dan daya simpan lebih lama salah satunya adalah proses fermentasi dengan contoh produk yang
dihasilkan yaitu yoghurt. Kualitas yoghurt yang baik diperoleh dengan memperhatikan bahan baku utama yaitu susu. Produksi susu yang tinggi dan
berkualitas baik didapatkan melalui penerapan Good Farming Practices GFP yang meliputi bangunan dan fasilitas peternakannya, manajemen pakan, sumber daya
manusia, proses pemerahan dan manajemen peternakan.
Kegiatan magang di unit pengolahan susu ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap GFP, GMP, SSOP serta membantu menyusun HACCP plan pada
unit pengolahan yoghurt. Kegiatan magang ini dilaksanakan di unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan,
peternakan sapi perah Eco Farm Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan pembibitan sapi perah Koperasi Wirausaha Indonesia KWI. Kegiatan magang ini
dilaksanakan pada bulan April 2010 hingga bulan November 2010. Pelaksanaan magang dilakukan dengan cara ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan produksi,
melakukan observasi lapang, wawancara dan pengumpulan data. Partisipasi aktif pada unit pengolahan meliputi a penerimaan susu, bahan tambahan dan bahan
pendukung lainnya, b pengujian kualitas baik fisik, kimia dan mikrobiologi pada bahan baku susu, c pembuatan yoghurt d pengujian akhir yaitu yoghurt sebelum
dikemas dan yang sudah dalam kemasan berupa pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi serta e penetapan Critical Control Point CCP pada tiap proses
pengolahan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penerapan GFP pada peternakan Eco Farm dapat dikatakan cukup baik dengan mempertimbangkan kesesuaian hasil
penilaian terhadap aspek-aspek yang diamati yaitu aspek bangunan dan fasilitas peternakan menunjukkan kesesuaian sebesar 65,08, manajemen pakan 87,50,
sumber daya manusia 75,61, proses pemerahan 64,81 dan manajemen peternakan 42,42. Penilaian pengamatan penerapan GFP pada pembibitan sapi perah di KWI
dapat dikatakan baik dengan masing-masing persentase yaitu bangunan dan fasilitas
peternakan 72,22, manajemen pakan 89,28, sumber daya manusia 85,36, proses pemerahan 85,18 dan manajemen peternakan 56,06. Penilaian terhadap
penerapan GMP dilihat dari persentase penyimpangan yang terjadi pada pengamatan tahap awal dapat dikatakan cukup, dengan melihat pada penyimpangan minor, mayor
dan serius masing-masing terdapat sebanyak 10, 10 dan 4. Pengamatan tahap akhir pada penerapan GMP dapat dikatakan baik, karena sudah terdapatnya perbaikan yang
dilakukan dengan penyimpangan minor, mayor dan serius secara berturut-turut adalah 4, 8 dan 2. Penilaian penyimpangan SSOP pada pengamatan awal secara
keseluruhan dapat dikatakan sangat kurang memenuhi, dengan nilai penyimpangan secara keseluruhan sebesar 52,59, sedangkan pada pengamatan akhir termasuk
dalam kategori kurang memenuhi
dengan nilai penyimpangan secara keselurahan sebesar 38,79. Penyusunan rencana awal HACCP dilakukan dengan teridentifikasi-
nya tujuh CCP pada proses produksi yoghurt yaitu penerimaan susu segar, proses pasteurisasi, pendinginan, inokulasi starter, proses pencampuran, proses pengemasan
dan penyimpanan. Setiap proses pengolahan harus diperhatikan agar tidak menjadi peluang timbulnya sumber bahaya bagi produk yang dihasilkan.
Kata-kata kunci: GFP, Yoghurt, GMP, SSOP, HACCP plan
ABSTRACT Study on GFP at Dairy Farm, Application of GMP, SSOP and HACCP Plan on
Yoghurt Production at PT D-Farm Agriprima
Zakiah, I., L. Cyrilla and R.R.A. Maheswari Food safety is important in ensuring safety and properly food. Safety and
quality food can be produced from the kitchen through industry. Therefore, the food industry is one of certain factors that determines the food circulation which is fulfill
the safety and quality standard of government assessment. Consumers claim in food safety is increasing, so that need an effort to identify and analyze the food
processing HACCP that appropriate with quality manual of food production and sanitation standard. The appropriate technology that could be applied in milk
processing, is still attend to the food safety especially in the longer storage capacity by fermentation, i.e. yoghurt. Yoghurt quality was determined from its raw material
such as milk. Thus, we need to analyze the GMP and SSOP standards that have been applied in industry, to find out the final product quality. The others reason are to
arrange and to evaluate the GMP and SSOP that is appropriate with the standard and to provide the solution of the problem that will be happen during the production
process. The percentage rating of GFP application seen from several aspects, namely buildings and livestock facilities, food management, human resources, the process of
milking and farming management. The results of the assessment pursuanted the Eco farm of GFP as whole as 65,08 included in the sufficient category. Assessment
GFP application in the KWI as whole as 76.25 included in both categories. Implementation of GMP seen from the percentage of deviations that occured in the
early stages of, in other hand it sufficient enough and the good result in the end observation. Assessment SSOP deviation on initial observations as whole as can be
said to be fitless and at the end of the observation is unfullfill. We should improve sanitation and hygiene in the process of making yogurt from raw material to finished
products used to distribute the product, do not forget to have to give attention to correct sanitation employees, how we can do the preparation. HACCP Plan system
have been identified six critical control points in yoghurt production of PT D-Farm Agriprima row milk, in addition pasteurization, refrigeration, starter inoculation,
mixing, packaging and storage. Keywords: GFP, Yoghurt, GMP, SSOP, HACCP plan
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Hasil ternak perah berupa susu memiliki komponen penting yang dibutuhkan oleh tubuh manusia diantaranya yaitu protein, lemak, mineral dan vitamin.
Komponen-komponen yang terdapat dalam susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, yang sering bertanggung jawab terhadap kerusakan
susu. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam pengolahan susu untuk mempertahankan nilai gizi dan memperpanjang umur simpannya adalah melalui
proses fermentasi dengan salah satu produknya yaitu yoghurt. Produk olahan susu fermentasi berupa yoghurt merupakan sekarang ini semakin banyak beredar di
pasaran dan digemari konsumen dengan alasan adalah manfaatnya untuk meningkatkan kesehatan tubuh. Proses fermentasi selain memperpanjang umur
simpan produk, juga meningkatkan kualitas gizi produk dan menyediakan nutrisi yang mudah diserap oleh tubuh, karena komponen-komponen tersebut tersedia dalam
bentuk sederhana sebagai hasil dari aktivitas metabolisme kultur starter. Kualitas yoghurt dipengaruhi oleh bahan baku utama yaitu susu dan kultur
starter, serta bahan penunjangnya yang dapat berupa pemanis, pewarna dan perasa. Aplikasi Good Farming Practices GFP dalam peternakan sapi perah akan
menentukan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Direktorat Jenderal Peternakan 2008 telah mensyaratkan aplikasi Good Farming Practices GFP dan
Good Hygiene Practices GHP yaitu menerapkan cara beternak yang baik, dimulai
dari manajemen pemeliharaan, memperhatikan pemberian pakan, memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan ternak, memperhatikan higinitas dan sanitasi ternak,
memperhatikan lingkungan kandang dan ternaknya, serta melakukan identifikasi dan registrasi ternak. Pada proses pemerahan aplikasi Good Milking Practices GMiP
sangat penting diterapkan untuk menjaga kualitas susu. Aplikasi Good Manufacturing Practices GMP bertujuan memberikan
jaminan terhadap keamanan pangan pada produk akhir yang menjadi tuntutan utama konsumen terhadap produsen. Penerapan GMP dan Sanitation Standard Operating
Procedures SSOP selama proses pengolahan, merupakan persyaratan yang harus
dilakukan produsen untuk menghasilkan produk aman, sehat, utuh dan halal. Industri
2 pengolahan yoghurt harus memperhatikan pula aplikasi GFP, GHP, GMP dan SSOP
untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan from farm to table. Unit Teaching Farm Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima yang berlokasi
di Fakultas Peternakan IPB, merupakan unit pengolahan pangan yang menghasilkan produk olahan dengan bahan utamanya berasal dari susu. Skala usaha pada
pengolahan ini tergolong cukup besar dengan jumlah produksi susu yang diolah minimal 100 literhari, sehingga harus memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan guna memenuhi standar keamanan pangan. Penerapan GMP dan SSOP oleh unit pengolahan akan menjamin keamanan pangan dari produk yang dihasilkan.
Evaluasi terhadap penerapan GMP dan SSOP akan lebih meyakinkan masyarakat sebagai konsumen untuk membuktikan bahwa hasil produk dari unit pengolahan di
PT D-Farm Agriprima ini terjaga keamanannya dan sesuai ketentuan standar yang berlaku.
Tujuan Penelitian
Tujuan kegiatan magang dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah melakukan kajian terhadap penerapan GFP, GHP, GMP dan SSOP dimulai dari
peternakan sapi perah sebagai pemasok susu segar hingga unit pengolahan yoghurt
serta penyusunan HACCP plan di PT D-Farm Agriprima.
3
TINJAUAN PUSTAKA Good Farming Practices GFP
Good Farming Practices GFP menurut Menteri Pertanian 2010 adalah
suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhanternak yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Department of
Agriculture, Food and Rural Development Irlandia 2001 menyatakan bahwa GFP
juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku di lingkungan, higien atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi ternak serta kesehatan ternak. Aspek-
aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas
peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual peternakan dan
lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang dan penggunaan obat hewan yang
bertanggung jawab serta menekankan pentingnya pengetahuan peternak tentang GFP.
Menurut Office International des Epizooties atau OIE 2006 terdapat enam aspek penting dalam peternakan sapi perah yang harus dilaksanakan yaitu
memperhatikan bangunan dan fasilitas lain, daerah sekitar dan kontrol terhadap lingkungan, kondisi kesehatan ternak, pakan ternak, air untuk ternak, obat-obat
hewan dan manajemen peternakan. International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The United Nations
IDFFAO 2004 menyatakan bahwa untuk memperoleh susu yang aman dari suatu peternakana sapi perah, maka
terdapat lima bagian besar yang perlu diperhatikan dan dipenuhi yaitu kesehatan ternak, pemerahan yang higienis, pakan ternak, kesejahteraan ternak dan lingkungan
peternakan.
Good Milking Practices GMiP dan Good Hygienie Practices GHP
IDFFAO 2004 menyatakan bahwa susu harus diperah dan disimpan dalam kondisi yang higienis. Peralatan yang digunakan untuk pemerah susu harus tersedia
dan dirawat dengan baik. Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam peternakan sapi perah. Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga
4 tujuan manajemen pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia,
dan mikrobiologi. Manajemen pemerahan hendaknya meliputi semua aspek dari proses pemerahan secara cepat dan efektif sekaligus memastikan kesehatan sapi dan
kualitas susunya. Konsistensi pelaksanaan prosedur pemerahan yang baik adalah bagian yang penting dalam pelaksanaan Good Agricultural Practices GAP untuk
pemerahan. Good Agricultural Practices merupakan petunjuk penting beserta deskripsinya untuk memastikan pemerahan dan penyimpanan susu dilakukan dalam
kondisi yang higienis dan peralatan yang digunakan dalam pemerahan dan
penyimpanan susu harus dalam kondisi yang terawat baik.
International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The
United Nations IDFFAO 2004 menjelaskan bahwa tujuan GAP untuk pemerahan
yaitu a memastikan pemerahan yang rutin dan tidak menyebabkan cedera pada sapi atau menambah kontaminasi pada susu, b memastikan pemerahan dalam kondisi
yang higienis dan c memastikan susu ditangani dengan baik setelah proses pemerahan. Pemerahan harus dipastikan dalam kondisi yang higienis, yaitu dengan
menjaga kandang dan lingkungannya selalu bersih setiap saat, memastikan terjaganya kebersihan di area pemerahan dan memastikan pemerah mengikuti aturan
dasar sanitasi.
Good Manufacturing Practices GMP
Good Manufacturing Practices GMP merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai
dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen Taheer, 2005. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB menurut Menteri Kesehatan
No.23MENKESSK1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, penyimpanan, pemeliharaan
sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. 1.
Lokasi Pabrik. Berada pada lokasi yang memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana jalan yang memadai, jauh dari pemukiman penduduk,
terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. Cemaran yang dimaksud dapat berasal dari polusi, hama,
5 pengolahan limbah serta sistem pembuangan yang tidak berfungsi dengan
baik. 2.
Bangunan. Konstruksi, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan teknik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku
sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan dilakukan sanitasi serta tidak bersifat toksik.
3. Produk akhir. Produk akhir mengalami uji-uji secara kimia, fisik dan
mikrobiologi sebelum dipasarkan. 4.
Peralatan pengolahan. Bahan baku peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higienis,
seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan dilakukan sanitasi.
5. Bahan produksi. Bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan untuk
menghasilkan produk harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta tidak membahayakan ataupun merugikan kesehatan konsumen. Masing-
masing bahan mengalami pengujian secara organoleptik, fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi sebelum diproses.
6. Higien personal. Seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses
produksi menjalani pemeriksaan rutin minimal enam bulan satu kali, tidak diperbolehkan melakukan kebiasaan yang beresiko meningkatkan
kontaminasi terhadap produk seperti: bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama
proses produksi berlangsung. 7.
Pengendalian proses pengolahan. Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara, pengecekan alur proses secara berkala, penerapan SSOP dalam
setiap langkah serta pemeriksaan raw material secara berkala yang dilakukan dengan pengujian secara organoleptik, fisik, kimia dan biologis.
8. Fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat
mutu yang berlaku, seperti : memiliki sarana air bersih yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan
untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi.
6 9.
Label. Label yang tertera pada kemasan harus sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang tata cara pelabelan
makanan kemasan. 10.
Keterangan produk. Keterangan produk yang tertera dalam kemasan harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan
nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa. 11.
Penyimpanan. Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara
kedua bahan tersebut, selain itu proses penyimpanan terpisah pun dilakukan pada bahan yang bersifat toksik bahan kimia dan bahan pangan serta bahan
yang dikemas dengan bahan tidak dikemas. 12.
Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi. Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi
peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara
mencegah masuknya binatang yang dianggap hama tikus, serangga, burung dan kecoa ke dalam ruang produksi, penempatan pest control pada titik yang
dianggap kritis serta melakukan monitoring secara berkala dan recording terhadap proses sanitasi yang berlangsung.
13. Laboratorium. Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan
memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan. 14.
Kemasan. Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya tidak bersifat toksik dan tidak mencemari atau mengkontaminasi
produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen 15.
Transportasi. Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak
terkontaminasi dan terlindungi dari kerusakan. Penjagaan bahan baku atau produk dilakukan dengan melengkapi sarana transportasi dengan fasilitas
yang dibutuhkan seperti alat pendingin.
7
Sanitation Standard Operating Procedures SSOP
Undang-undang Pangan RI No. 7 tahun 1996 Kementrian Kesehatan, 1996 menjelaskan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan kesehatan manusia. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar
penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi FDA, 1995. SSOP menurut FDA 1995
terdiri atas delapan aspek kunci yaitu, 1 keamanan air proses produksi, 2 kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, 3 pencegahan
kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter, 4 kebersihan pekerja, 5 pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, 6 pelabelan dan penyimpanan yang
tepat, 7 pengendalian kesehatan karyawan, 8 pemberantasan hama. Pengolahan pangan pada umumnya beresiko akan adanya kontaminasi karena
penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan
diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung Jenie, 1998. Sanitasi alat dan wadah umumnya menggunakan
bahan-bahan kimia untuk meminimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi
peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol.
Hazard Analysis Critical Control Point HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point HACCP merupakan suatu analisa
yang dilakukan terhadap bahan baku, proses dan produk untuk menentukan komponen, kondisi atau tahapan proses yang harus mendapat pengawasan ketat guna
menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. HACCP merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah
atau preventif Fardiaz, 1996. Istilah Critical Control Point CCP diidentifikasi dalam HACCP. CCP yaitu semua titik di dalam sistem keamanan pangan yang
spesifik yaitu bila terjadi hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang besar Pierson dan Corlett, 1992
8 Winarno dan Surono 2004 menyatakan, agar sistem HACCP dapat
berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan program pre-requisite, melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu
industri. Prinsip HACCP berdasarkan Badan Standarisasi Nasional 1998 dalam SNI-01-4852-1998 sesuai Codex terdiri atas tujuh yaitu, a analisis bahaya dan
penetapan kategori bahaya; b penetapan titik kendali kritis CCP; c penetapan batas kritis yang harus dipenuhi setiap CCP yang ditentukan; d dokumentasi
prosedur untuk memantau batas kritis CCP; e penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantaun CCP; f penetapan
prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil dan g penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur catatan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip penerapan.
Susu
Badan Standarisasi Nasional 1998 dalam SNI No.01-3141-1998 mendefinisikan susu segar sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi sehat,
diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami pemanasan dengan
karakteristik mutu seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Susu yang baik adalah susu yang mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikroba patogen,
bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya dan mempunyai cita rasa atau flavour yang baik Saleh, 2004.
Menurut Rahman et al. 1992 pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan karakteristik. Pembentukkan asam, gas,
pelendiran, produk alkali serta perubahan cita rasa dan warna merupakan perubahan karakteristik yang sering dijumpai pada susu akibat adanya mikroorganisme.
Kandungan gizi yang terdapat dalam susu yaitu, laktosa yang berfungsi sebagai sumber energi, kalsium yang membantu dalam pembentukan massa tulang, lemak
yang menghasilkan energi serta vitamin A, D, E dan K, protein yang kaya akan kandungan lisin, niasin dan ferrum, serta mineral-mineral lain seperti magnesium,
seng dan potassium Susilorini dan Sawitri, 2006.
9 Tabel 1. Standar Mutu Susu Segar SNI-01-3141-1998
No. Karakteristik
Syarat 1.
Berat jenis pada suhu 27,5
o
C minimal 1,028 gcm
3
2. Kadar lemak
Minimum 3,0 3.
Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0
4. Kadar protein
Minimum 2,7 5.
Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan
6. Derajat keasaman
6 – 7
o
SH 7.
Uji alkohol 70 Negatif
8. Uji katalase maksimal
3 cc 9.
Angka refraksi 36-38
10. Angka reduktase
2-5 jam 11.
Cemaran mikroba maksimal
•
Total kuman
•
Salmonella
•
E. coli patogen
•
Coliform
•
Streptococcus group B
•
Staphylococcus aureus 1x10
6
CFUml Negatif
Negatif 20ml
4x10
2
ml 4x10
5
ml 12
Jumlah sel radang ambing maksimal 4x 10
5
ml 13
Cemaran logam berbahaya maksimal
•
Timbal Pb
•
Seng Zn
•
Merkuri Hg
•
Arsen As 0,3 ppm
0,5 ppm 0,5 ppm
0,5 ppm 14
Residu
•
Antibiotika
•
Pestisidainsektisida Sesuai dengan aturan yang berlaku
15 Kotoran dan benda asing
Negatif 16
Uji pemalsuan Negatif
17 Titik beku
-0,520 C s.d -0,560
C 18
Uji Peroksidase Positif
Sumber : BSN 1998
10
Yoghurt
Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasikan dengan bakteri sampai diperoleh
keasaman, bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan
BSN, 1992 dalam SNI 01-2981-1992 . Yoghurt dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori. Berdasarkan flavornya, yoghurt dibedakan menjadi plain yoghurt atau natural yoghurt dan flavored yoghurt atau fruit yoghurt. Plain yoghurt
adalah yoghurt yang tidak ditambah flavor lain dari luar sehingga memiliki rasa asam yang sangat tajam sedangkan flavored yoghurt adalah yoghurt yang ditambah dengan
flavor Rahman et al., 1992. Berdasarkan pembuatannya, yoghurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set
yoghurt dan stirred yoghurt. Keduanya berbeda dari cara pembuatan dan struktur
fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yoghurt adalah yoghurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasan-kemasan individual yang siap dijual sehingga gel atau
koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri, sedangkan tipe stirred yoghurt adalah yoghurt yang difermentasi dengan kultur pada fermentor
besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah agar produk mudah dialirkan ke dalam kemasan-kemasan individual. Gel atau koagulum yang terbentuk bukan hanya
hasil dari aktivitas starter, melainkan juga dari penambahan stabilizer Rahman et al., 1992.
Susu yang mengalami proses fermentasi dan dikenal sebagai yoghurt, memiliki cita rasa asam yang khas disebabkan aktivitas bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Senyawa kimia yang dihasilkan yakni
asam laktat, asetal dehida, asam asetat dan bahan lain yang mudah menguap. Susu yang difermentasi bukan hanya yang berasal dari sapi, tetapi juga susu kambing dan
susu kerbau Winarno, 2007. Kategori produk yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya dibedakan menjadi tiga kelompok. Yoghurt dengan kadar lemak rendah
bila mengandung lemak susu 0,5-2,0 dan yoghurt tanpa lemak bisa mengandung lemak susu kurang dari 0,5. Ketiga kategori yoghurt tersebut, jumlah padatan susu
tanpa lemak minimum 8,25. Syarat mutu yoghurt menurut BSN 1992 dapat ditunjukkan
pada Tabel 2.
11 Tabel 2. Syarat Mutu Yoghurt SNI 01-2981-2009
Kriteria uji Satuan
Persyaratan Keadaan
Penampakan Cairan kentalsemi padat
Bau Normalkhas
Rasa Khas asam
Konsistensi Homogen
Lemak bb
Maksimum 3,8 Berat kering tanpa lemak BKTL
bb Min 8,2
Protein bb
Min 3,5 Abu
bb Maks 1,0
Jumlah asam dihitung sebagai laktat bb
0,5-2,0 Cemaran logam
Timbal Pb mgkg
Maksimum 0,3 Tembaga Cu
mgkg Maksimum 20
Timah Sn mgkg
Maksimum 40 Raksa hg
mgkg Maksimum0,03
Arsen As mgkg
Maksimum 0,1 Cemaran mikroba
a. Koliform APMg
Maks 10 b. E. coli
3 c. Salmonella
Negatifgram
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 2009
Pembuatan yoghurt secara umum meliputi pemanasan pasteurisasi susu, pendinginan, inokulasi dan inkubasi. Tujuan pemanasan susu adalah untuk
menurunkan populasi mikroba patogen dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan starter yoghurt, mengurangi kadar air susu sehingga diperoleh
yoghurt dengan tekstur yang kompak Kuntarso, 2007. Selain itu pemanasan susu bertujuan untuk denaturasi protein whey albumin dan globulin agar yoghurt yang
dihasilkan menjadi lebih kental, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal yang bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh dengan baik
Tamime dan Robinson, 1999. Rekomendasi suhu pemasakan susu yaitu 90
o
C selama 15-30 menit Buckle et al., 2007. Tahap selanjutnya yaitu proses
12 pendinginan susu agar suhu susu optimum untuk pertumbuhan kultur starter yaitu
43
o
C Buckle et al., 2007. Inokulasi kultur starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
dilakukan sebanyak 2 dan dibiarkan pada suhu 43
o
C selama 3 jam hingga tercapai keasaman yang dikehendaki yaitu 0,85-0,90 asam
laktat dan pH 4,0-4,5, kemudian produk didinginkan sampai 5
o
C untuk dikemas Buckle et al., 2007.
Produksi asam laktat oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, sehingga pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat Sumedi, 2004.
Kelompok bakteri yang termasuk bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus dan famili Streptocaceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus
dan Pediococcus Fardiaz, 1992. Dua peranan utama kultur starter selama fermentasi yoghurt adalah menghasilkan asam laktat dan senyawa karbonil,
asetalaldehida, aseton, asetoin dan diasetil Marcon, 1994. Probiotik dapat diperoleh melalui konsumsi produk olahan susu fermentasi.
Mikroba probiotik dalam susu fermentasi terdiri dari genus Lactobacillus, Pediococcus, Bifidobacterium, Lactococcus, Enterococcus
dan Saccharomyces. Bakteri probiotik yang digunakan dalam produk olahan pangan harus
mempertimbangkan aspek keamanan Sudono, 2004. Probiotik itu sendiri adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan
memberikan manfaat bagi inangnya FAO, 2001. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus bisa menguntungkan kesehatan tubuh dan dapat
dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari Lisal, 2005. Hoier 1999 menyatakan bahwa ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk penentuan
starin mikroba probiotik, yaitu: 1 mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, 2 mampu menggandakan
diri, 3 tahan terhadap suasana asam sehingga mampu dan bertahan dalam saluran pencernaan, 4 menghasilkan produk khir yang dapat diterima konsumen dan 5
mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan dan distribusi.
Kerusakan Yoghurt
Kerusakan fisik yang terjadi umumnya adalah sineresis. Sineresis adalah pemisahan whey protein bebas ke permukaan yoghurt Robinson, 1993. Sineresis
13 dapat disebabkan oleh padatan bukan lemak atau lemak yang rendah, mineral susu
yang kurang dan tidak cukupnya proses pemanasan. Sineresis dapat terjadi pada saat inkubasi. Robinson 1993 menyatakan bahwa sineresis juga dapat terjadi akibat
kurangnya pendinginan setelah inkubasi pada suhu 42 C. Kerusakan kimia yang
terjadi pada yoghurt umumnya karena aktivitas kultur yoghurt yang dapat terhambat oleh adanya residu antibiotik dalam susu. Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus terhambat dengan adanya penisilin 0,005 IUml,
auromycin 0,061 IUml dan streptomycin 0,38 IUml Rahman et al., 1992. Kerusakan yoghurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme,
khususnya adalah kapang dan khamir yang relatif tahan asam. Mikroba perusak seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor
lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yoghurt Rahman et al., 1992. Kontaminasi mikroorganisme biasanya disebabkan oleh
kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, peralatan untuk pengisian, buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi pengemas.
Yoghurt yang telah dipasarkan menurut Rahman et al., 1992 tidak boleh mengandung khamir lebih dari 100 selml dan bila jumlah khamir mencapai 1000
selml atau lebih maka menunjukkan kemungkinan terjadinya resiko kerusakan yang serius. Beberapa jenis khamir yang sering mengkontaminasi yoghurt adalah
Kluyveromyces fragilis, Saccharomyces cereviceae dan Kluyveromyces lactis.
Pertumbuhan kapang pada yoghurt biasanya lebih lambat dari khamir dan dapat dilihat secara visual pada permukaannya. Beberapa jenis kapang yang seing
mengkontaminasi diantaranya Mucor, Aspergillus atau Alternaria. Jumlah maksimum kapang yang terdapat dalam yoghurt tidak boleh lebih dari 10 koloniml
Robinson, 1993.
14
METODE Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan di unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, peternakan
sapi perah Eco Farm Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Koperasi Wirausaha Indonesia KWI. Kegiatan magang ini dilaksanakan pada bulan April
hingga November 2010. Pelaksanaan magang di Eco Farm pada bulan April 2010, PT D-Farm Agriprima pada bulan Mei hingga Juli 2010, untuk pelaksanaan magang
di KWI pada bulan Agustus 2010, bulan September hingga November 2010 melakukan pengujian kualitas.
Materi
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan yaitu bahan baku, berupa bahan tambahan dan bahan pendukung dalam proses pembuatan yoghurt. Bahan
yang digunakan dalam proses pengujian kualitas yaitu susu, yoghurt dengan berbagai rasa, serta bahan kimia meliputi fenolftalein 1, kalium oksalat, formalin 4,
aquades, air hangat, larutan buffer pH 7, larutan buffer pH 4, larutan NaOH 0,1N dan 0,25N, larutan methilen biru, asam belerang 91-92, amilalkohol, zink sulfat 5,
barium hidroxide 4,5, fenol 1, picrid acid 1, sodium disulfat 4,5, M
g
NO
3
, 6H
2
O 10, HNO
3
pekat, HCl 6 N, KCl, H
2
SO
4
18N, natrium molibdat 2, H
2
O
2
dan media yang digunakan yaitu Eosin Metylen Blue Agar EMBA, Violet Red Bile Agar
VRBA, Salmonella Shigella Agar SSA, Plate Count Agar PCA dan Buffer Pepton Water
BPW. Instrumen yang digunakan dalam magang yaitu form penilaian dan alat tulis
untuk memperoleh data. Pengujian kualitas bahan baku susu dan yoghurt menggunakan alat labu Erlenmeyer, gun tester, laktodensimeter, milkotester, titrasi
buret, pH meter, gelas piala, rotational viscometer, pipet, inkubator, corong, gelas ukur, sumbat karet, labu butirometer, pipet volumetrik, sentrifuse, timbangan
analitik, tabung reaksi ulir, rak tabung reaksi, mikro pipet dan spektrofotometer.
Prosedur
Pelaksanaan magang dilakukan di unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima, peternakan sapi perah Eco Farm Fakultas Peternakan Institut Pertanian
15 Bogor dan pembibitan sapi perah Koperasi Wirausaha Indonesia KWI, dengan cara
ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan produksi, melakukan observasi lapang, wawancara dan pengumpulan data. Partisipasi aktif dalam kegiatan pengolahan,
dimulai dari penerimaan susu, bahan tambahan dan bahan pendukung lainnya, pengujian kualitas baik fisik, kimia dan mikrobiologi pada bahan baku yaitu susu,
pembuatan yoghurt dan pengujian akhir pada produk yang dihasilkan yaitu yoghurt sebelum dikemas dan yang sudah dalam kemasan meliputi pengujian fisik, kimia dan
mikrobiologi. Kajian GFP dan GHP dilakukan di peternakan sapi perah Eco Farm dan KWI.
Kajian ini berhubungan dengan pengendalian standar mutu tata laksana peternakan sapi perah sebagai pemasok susu. GFP yang dikaji ini meliputi prosedur baku yang
menyangkut tata laksana beternak yang baik dan benar untuk menghasilkan kualitas produk yang tinggi dari peternakan tersebut sesuai dengan aturan Dirjen Peternakan
2008. GHP yang dikaji adalah GMiP yang dilakukan di peternakan sapi perah Eco
Farm dan KWI, yaitu berkaitan dengan tata cara pemerahan yang baik dan benar. Wawancara dan pengamatan di lapangan bertujuan untuk mengevaluasi aspek-aspek
GFP dan GHP pada peternakan sapi perah. Pengambilan data dilaksanakan pada pekerjaan di kandang, sehingga dapat dilihat secara langsung kondisi nyata di
lapangan tersebut. Hasil evaluasi aspek GFP yang diperoleh disusun dan diberi skor berdasarkan penilaian aplikasi di lapangan. Puspitasari 2009 menyatakan bahwa
persentase aplikasi masing-masing aspek diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
aplikasi aspek X = Nilai total aplikasi aspek X x 100 Nilai sempurna aspek X
Hasil penilaian digunakan untuk menentukan kategori berdasarkan penerapan GFP yang ada dengan menggunakan standar sebagai berikut :
Nilai Kategori Penerapan GFP
0-25 Sangat kurang
25-50 Kurang
50-75 Cukup
75-100 Baik
Sumber : Puspitasari 2009
16 Penerapan HACCP yang diamati adalah kajian pelaksanaan pre-requisites
yaitu SSOP dan GMP dengan cara melakukan pengamatan langsung pada saat proses produksi berlangsung. Pengisian form checklist yang digunakan untuk GMP adalah
daftar pemeriksaan CPMB sarana produksi pangan. Hasil evaluasi aspek GMP dianalisis berdasarkan penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan atau deficiency
dikategorikan menjadi penyimpangan minor MN, penyimpangan major MJ, penyimpangan serius SR dan penyimpangan kritis KT. Hasil penyimpangan yang
diperoleh, kemudian dapat untuk menententukan tingkat rating unit pengolahan. Standar penilaian yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES Nomor
23MenkesSKI1978 tentang Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB. Penilaian kelayakan GMP melalui scoring pada setiap aspek BPOM, 2003. Hasil penilaian
digunakan untuk menentukan tingkat rating kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan deficiencydefect yang ada dengan menggunakan
standar sebagai berikut : Tingkat Rating
Jumlah Penyimpangan MN Minor
MJ Mayor SR Serius
KT Kritis A Baik Sekali
0-6 0-5
B Baik 7
6-10 1-2
Atau Tb 11
C Kurang Tb
11 3-4
D Jelek Tb
Tb 5
1
Sumber : BPOM 2002
SSOP menurut Winarno 2004 digunakan untuk pembanding proses sanitasi yang diterapkan dari suatu unit PT D-Farm Agriprima yang meliputi delapan kunci
persyaratan sanitasi. Penilaian kelayakan SSOP dilakukan melalui scoring terhadap semua aspek. Hasil evaluasi aspek SSOP dianalisis dengan suatu rumus untuk
mendapatkan persentase kesesuaian antara penerapan GMP dengan Surat Keputusan dari Menteri Kesehatan Nomor 23MenkesSKI1978. Rumus yang digunakan yaitu
sebagai berikut : Y = n
x 0 + n
1
x 1 + n
2
x 2 + n
3
x 3 + n
4
x 4
17 Keterangan:
Y = nilai total penyimpangan n
= jumlah aspek yang memiliki nilai 0 dalam form check list n
1 =
jumlah aspek yang memiliki nilai 1 dalam form check list n
2 =
jumlah aspek yang memiliki nilai 2 dalam form check list n
3 =
jumlah aspek yang memiliki nilai 3 dalam form check list n
4 =
jumlah aspek yang memiliki nilai 4 dalam form check list Penilaian 0 = penyimpangan terjadi 0
memenuhi 1 = penyimpangan terjadi 1-25 cukup memenuhi
2 = penyimpangan terjadi 26-50 kurang memenuhi 3 = penyimpangan terjadi 50-75 sangat kurang memenuhi
4 = penyimpangan terjadi 75 tidak memenuhi Nilai total penyimpangan yang didapat Y disesuaikan dengan skala persentase yang
telah ditentukan berdasar nilai sempurna di setiap poin kesesuaian untuk mendapatkan klasifikasi aplikasi di perusahaan yaitu:
n x 0 = aplikasi aspek SSOP di lapangan sebesar 100
memenuhi n x 0+1 sdn x 1
= aplikasi aspek SSOP di lapangan sebesar 75 cukup
memenuhi n x 1+1 sdn x 2
= aplikasi aspek SSOP di lapangan sebesar 50 kurang
memenuhi n x 2+1 sdn x 3
= aplikasi aspek SSOP di lapangan sebesar 25 sangat kurang memenuhi
n x 3+1 sdn x 4 = aplikasi aspek SSOP di lapangan sebesar 25
tidak memenuhi Keterangan: n = jumlah total aspek yang diamati pada sub bab dalam form check list
Penyusunan HACCP plan yang dilakukan meliputi kebijakan mutu perusahaan, organisasi tim HACCP, deskripsi produk, diagram alir proses produksi,
analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, penetapan tindakan pemantauan monitoring dan penentuan tindakan koreksi, penetapan prosedur
18 verifikasi serta penetapan dokumentasi dan rekaman. Penyusunan HACCP plan
mengacu pada Winarno dan Surono 2004. Pengujian yang dilakukan pada susu segar berdasarkan SNI BSN, 1999
yaitu warna, bau, rasa, alkohol, berat jenis, derajat keasaman, protein, lemak, pengujian cemaran mikroba TPC, Salmonella, Escherichia coli dan pengujian
cemaran logam timbal dan seng. Pengujian yang dilakukan pada yoghurt berdasarkan SNI No 01-2981-2009 yaitu pengujian bau, rasa, warna, pH, total asam
tertitrasi, viskositas, derajat keasaman, protein, lemak, bahan kering tanpa lemak, pengujian cemaran mikroba Coliform, Salmonella, dan pengujian cemaran logam
Timbal, Tembaga, Timah, Raksa BSN, 2009.
Uji Berat Jenis BSN, 1998. Susu dihomogenkan secara sempurna, kemudian
sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur. Laktodensimeter dengan hati- hati dicelupkan ke dalam susu, dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. Skala
dan suhu susu yang ditunjukkan laktodensimeter tersebut dibaca dan hasilnya disetarakan dengan tabel penyesuaian berat jenis susu yang diuji pada temperatur
27,5 C.
Uji Alkohol BSN, 1998. Susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 cc
dan ditambahkan alkohol 70 sebanyak 5 cc, kemudian dikocok pelan-pelan. Jika terdapat butir-butir pada susu maka dinilai positif.
Uji Derajat Keasaman BSN, 1998. Susu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
sebanyak 10 ml. Kedalam labu tersebut ditambahkan 2-3 tetes larutan fenolftalin 2 di dalam larutan 96 alkohol. Salah satu labu Erlenmeyer tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,25N hingga timbul warna merah muda yang tidak lenyap jika dikocok. Susu yang terdapat dalam labu Erlenmeyer lain sebagai pembanding,
kemudian dicatat banyaknya NaOH 0,25N yang terpakai.
Uji Kadar Lemak Metode Gerber BSN, 1998. Susu sebanyak 10,75 ml, asam
belerang sebanyak 10 ml dan amilalkohol sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam butirometer. Butirometer ditutup dengan sumbat karet dan dikocok perlahan-lahan
dengan membentuk angka delapan hingga zat-zat tercampur secara homogen. Butirometer tersebut dimasukkan dalam penangas air 65
o
C-70
o
C selama 5 menit.
19 Dimasukkan dalam sentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 1200 putaranmenit.
Dimasukkan kembali dalam penangas air 65
o
C-70
o
C selama 5 menit.
Uji Bahan Kering BSN, 2009. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Fleischman, dengan rumus sebagai berikut. Bahan Kering = 1,23 L + 2,71 100B.J – 1 ;
B.J L kadar lemak dan BJ berat jenis pada 27,5
o
C
Uji Bahan Kering Tanpa Lemak BSN, 2009. Dapat dihitung dengan mengurangi
kadar bahan kering dengan kadar lemak.
Total Asam Tertitrasi Nielsen, 2003. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan dalam
labu Erlenmeyer dan ditambahkan indikator fenolftalein 1 sebanyak 2-3 tetes. Dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan jika sampel telah
mengalami perubahan warna menjadi merah muda pertama kalinya dan tidak berubah kembali jika telah dihomogenkan. Banyaknya NaOH yang digunakan
dicatat, kemudian persentase asam laktat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Asam Laktat = ml NaOH x 0,009 x N NaOH x 100
Bobot sampel
Pengujian Kadar Protein dengan Titrasi Formol AOAC, 2007. Sampel
sebanyak 10 ml dimasukkan dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan fenolftalein 1 sebanyak 2-3 tetes, lalu ditambahkan kalium oksalat 0,4 ml dan dihomogenkan. Jika
telah homogen maka dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan tidak dicatat. Ditambahkan juga 2
ml formalin 40, hingga warna merah muda hilang. Dilakukan titrasi kembali dengan NaOH 0,1N dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai p ml. Titrasi
blanko dibuat dengan mencampur 10 ml aquades, 2 tetes fenolftalein 1, 0,4 ml kalium oksalat dan 2 ml formalin 40. Campuran bahan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1N hingga warna merah muda terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai q ml. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
kadar protein = p-q ml x 1,7 ; 1,7 = faktor formol
20
Total Plate Count BSN, 1992. Pemupukan menggunakan media Plate Count Agar
PCA Pengenceran dilakukan dengan cara pengambilan sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam 9 ml Buffer Pepton Water BPW untuk mendapatkan
pengenceran sepersepuluh P
-1
. Pengenceran dilanjutkan dengan cara yang sama untuk mendapatkan pengenceran seperseratus P
-2
hingga diperoleh P
-8
. Sebanyak 1 ml dari pengenceran yang dikehendaki P
-5
sampai P
-8
diambilditeteskan dengan pipet ke dalam cawan Petri steril, kemudian ditambahkan media PCA yang telah
dingin kira-kira 37 ± 1
o
C dituangkan ke dalam cawan Petri steril tersebut sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan Petri digerakkan
dengan arah membentuk arah angka delapan. Setelah agar mengeras, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu 37 ± 1
o
C selama 24-48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil sesuai
dengan Standard Plate Count SPC. Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer
Jumlah Bakteri Koliform DSN, 1998. Sampel dipipet sebanyak 1 ml sampel
dimasukkan ke dalam 9 ml Buffer Pepton Water BPW sebagai pengenceran sepersepuluh P
-1
. Pengenceran ini dilakukan hingga P
-3
. Pengenceran P
-1
sampai P
-3
dipipet ke dalam cawan Petri steril, kemudian ditambahkan sebanyak 12 ml media Violet Red Bile Agar VRBA yang telah dingin kira-kira 37 ± 1
o
C ke dalam cawan Petri steril tersebut. Selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggerakkan
cawan Petri membentuk arah angka delapan. Bila sudah membeku pada permukaannya dilapisi over lay dengan medium yang sama tetapi lebih tipis ±3
ml, lalu dibiarkan lagi sampai agar membeku. Cawan Petri diinkubasi pada posisi terbalik pada suhu 37 ± 1
o
C selama 24-48 jam.
Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer Analisis Kuantitatif Total Escherichia coli DSN, 1992. Sampel sebanyak 10 ml
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 90 ml larutan Buffer Pepton Water BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per
sepuluh P
-1
. Selanjutnya dari P
-1
dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P
-2
, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P
-3
. Pemupukan dilakukan terhadap semua
21 pengenceran yang telah dilakukan P
sampai P
-3
dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran dipipet ke dalam cawan Petri secara duplo dan ditambahkan medium
agar EMBA sebanyak 12-15 ml. Campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar
mengeras. Cawan Petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 37
o
C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam
sampai 48 jam. Cara perhitungan jumlah koloni sebagai berikut: Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer.
Analisis Kuantitatif Total Salmonella APHA, 1992. Analisa pendugaan
Salmonella dilakukan terlebih dahulu melalui tahap perbanyakan dengan medium
Selenite Sistein Broth SCB kemudian sebanyak 10 ml sampel dipipet secara aseptis
ke dalam 90 ml SCB, lalu diinkubasi selama 12-16 jam. Proses selanjutnya adalah penggoresan pada cawan Petri steril yang telah berisi medium Salmonella Shigella
Agar SSA, kemudian cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30
o
C selama satu hari. Jika terdapat koloni bening yang terpisah dengan atau tanpa bintik hitam, maka
dilakukan pengujian lebih lanjut yang dilakukan adalah uji Triple Sugar Iron TSI dan Sugar Indole Motility SIM.
Penetapan Cemaran Logam Timbal Pb dan Tembaga Cu BSN, 2009.
Sampel sebanyak 5-10 g ditimbang ke dalam cawan porselinkuarsaplatina m. Cawan yang berisi sampel dimasukkan dalam penangas listrik dan dipanaskan secara
bertahap hingga sampel menjadi arang dan tidak berasap lagi ditambahkan juga 10 ml M
g
NO
3
, 6H
2
O 10 dalam alkohol untuk mempercepat pengabuan. Pengabuan dilakukan dalam tanur 500 ± 50
o
C hingga abu berwarna putih, bebas dari karbon. Apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan,
dibasahkan terlebih dahulu dengan beberapa tetes air dan ditambahkan HNO
3
pekat kira-kira 0,5-3 ml. Cawan dikeringkan diatas penangas listrik dan dimasukkan
kembali ke dalam tanur pada suhu 500
o
C dan dilanjutkan pemanasan hingga abu berwarna putih. Dilarutkan abu yang sudah berwarna putih dalam 5 ml HCl 6 N atau
5 ml HNO
3
1 N sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air selama 2-3 menit dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan air
suling v hingga mencapai tanda garis. Larutan blanko disiapkan dengan
22 penambahan pereaksi, lalu dibaca absorbans larutan baku kerja dan larutan sampel
terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324 nm untuk Cu dan 283 nm untuk Pb. Kurva kalibrasi dibuat antara konsentrasi logam
µgml sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y. Hasil pembacaan larutan sampel diplotkan terhadap kurva kalibrasi dan dihitung kandungan logam dalam
sampel. Kandungan logam dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Kandungan logam mgkg =
Keterangan : C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi
μgml V adalah volume larutan akhir ml
M adalah bobot contoh g
Penetapan Cemaran Logam Timah Sn BSN, 2009. Sampel sebanyak 10-20 g
sampel ditimbang ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 30 ml HNO
3
pekat dan dibiarkan selama 15 menit. Campuran tersebut dipanaskan perlahan dan dihindari terjadinya percikan yang berlebihan. Pemanasan dilakukan hingga volume
3-6 ml atau sampel mulai kering pada bagian bawahnya dan hindari terbentuknya arang, labu Erlenmeyer dikeluarkan dari penangas air dan ditambahkan 25 ml HCl
pekat dan dipanaskan selama 15 menit sampai letupan dari uap Cl
2
berhenti. Pemanasan ditingkatkan dan dididihkan hingga sisa volume kurang lebih 10-15 ml.
Ditambahkan 1,0 ml KCl, didinginkan pada temperatur ruang, ditera dengan air dan disaring. Disiapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi. Absorbans larutan
baku kerja dan larutan sampel terhadap blanko menggunakan SSA dibaca pada panjang gelombang maksimum 235,5 nm dengan nyala oksidasi N
2
O-C
2
H
2
. Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi Sn µgml sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y. Hasil pembacaan larutan sampel terhadap kurva kalibrasi disesuaikan dengan standar yang diperoleh. Kandungan Sn dalam sampel dihitung
dengan rumus sebagai berikut : Kandungan Sn mgkg =
keterangan : C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi
μgml V adalah volume larutan akhir ml
23 M adalah bobot contoh g
Pengujian Raksa Hg BSN, 2009. Sampel 5 g m ditimbang ke dalam labu
ekstruksi dan ditambahkan 25 ml H
2
SO
4
18 N, 20 ml HNO
3
7 N, 1 ml larutan natrium molibdat 2 dan 5 batu didih sampai dengan 6 batu didih. Labu destruksi
dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan di atas penangas listrik selama 1 jam, setelah itu dihentikan pemanasan, dibiarkan selama 15 menit, lalu ditambahkan 20
ml HNO
3
: HClO
4
1 : 1 melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi sehingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan
selama 10 menit kemudian didinginkan. Air sebanyak 10 ml ditambahkan melalui pendingin dengan hati-hati sambil digoyangkan dan dididihkan lagi selama 10 menit.
Pemanas dimatikan dan pendingin dicuci dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Larutan destruksi sampel dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan tersebut diambil menggunakan pipet sebanyak 25 ml ke dalam
labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis. Larutan blanko dengan penambahan pereaksi yang sama seperti contoh disiapkan
dan ditambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan sampel dan larutan blanko pada alat “HVG”. Absorbans larutan baku kerja, larutan sampel
dan larutan blanko dapat dibaca menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm. Kurva kalibrasi dapat dibuat
dengan konsentrasi Hg μgml sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y
dan hasil pembacaan larutan sampel diplotkan terhadap kurva kalibrasi. Pengerjaan dilakukaan secara duplo dan kandungan Hg dalam sampel dapat dihitung dengan
rumus berikut :
Kandungan Hg mgkg = Keterangan :
C adalah konsentrasi Hg dari kurva kalibrasi μgml
V adalah volume larutan akhir ml M adalah bobot contoh g
Fp adalah faktor pengenceran
24
Pengujian Arsen As. Sebanyak ± 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung
Erlenmeyer ukuran 125 ml atau 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO
3
dan didiamkan pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate
dengan suhu rendah selama 4-6 jam masih dalam ruang asam, kemudian sampel ditutup dan dibiarkan semalam. Sebanyak 0,4 ml H
2
SO
4
ditambahkan ke dalam sampel, lalu dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang lebih pekat,
biasanya ± 1 jam. Sampel ditambahkan kembali dengan larutan campuran HClO
4
dan HNO
3
dengan perbandingan 2:1 sebanyak 2-3 tetes. Sampel masih tetap berada di atas hot plate hingga terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua
kemudian kuning muda. Pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit setelah terjadi perubahan warna. Sampel dipindahkan dari atas hot plate. Sebanyak 2 ml aquades
dan 0,6 ml HCl ditambahkan pada sampel yang telah didinginkan terlebih dahulu. Sampel kembali dipanaskan selama ± 15 menit agar larut dengan baik, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sampel yang mengandung endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah kemudian dianalisis menggunakan AAS
untuk analisis arsen As.
25
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima
Riwayat Perusahaan
PT D-Farm Agriprima adalah unit pengolahan susu yang merupakan unit teaching industry
di bawah Bagian Teknologi Hasil Ternak THT Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
yang memiliki kegiatan penanganan dan pengolahan susu segar, pelayanan
praktikum, penelitian, kunjungan, pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat. Unit Pengolahan Susu D-Farm memulai kegiatannya sejak kepindahan kampus
Fakultas Peternakan IPB ke Darmaga dari Gunung Gede yaitu pada tahun 1994.
Lokasi Perusahaan
Lokasi Unit Pengolahan Susu D-Farm untuk menghasilkan produk olahan susu FAPET berada di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Ruangan pabrik terdiri atas ruang penerimaan dan uji kualitas susu, ruang penyimpanan susu, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang
cuci, gudang produk dan bahan produksi, serta terdapat satu buah kamar mandi yang berada di bagian luar pabrik. Pabrik pengolahan mempunyai sarana dan
perlengkapan pengolahan untuk menunjang proses produksi berlangsung. Denah lokasi pabrik PT D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Lampiran 3.
Aspek Organisasi, Manajemen dan Ketenagakerjaan PT D-Farm Agriprima
PT D-Farm Agriprima sebagai operator berbentuk perseroan terbatas dengan status pemodal dalam negeri. PT D-Farm Agriprima sudah memperoleh perizinan
sebagai berikut: 1.
Akta Notaris Pendirian Perseroan Terbatas “PT D-Farm Agriprima” dari Notaris Ny. Natalia Lini Handayani, SH No.30 tanggal 12 Mei 2009
2. Surat Keterangan Usaha No. 50323V2009 Tanggal 27 Mei 2009 dari Desa
Babakan Kecamatan Dramaga 3.
Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP–Mikro No. 041110- 20PmP0VI2009 tanggal 22 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu
Kabupaten Bogor
26 4.
Tanda Daftar Industri No. 535.30060007BPT2009 tanggal 25 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
5. Tanda Daftar Perusahaan PT No. 10.20.1.15.00419 Tanggal 9 Juli 2009 dari
Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor 6.
SK Menteri Hukum dan HAM Nomor :AHU-37384.AH.01.01. Tahun 2009 Struktur Organisasi Unit Usaha Pengolahan Susu terdiri atas penanggung
jawab, bendahara dan anggota. Struktur Organisasi PT D-Farm Agriprima dikepalai oleh seorang direktur yang membawahi empat divisi, yaitu Divisi Administrasi
Adm. Keuangan, Penjualan dan Kantor, Divisi Distribusi dan Pemasaran, Divisi Produksi serta Divisi Logistik. Status tenaga kerja terdiri atas pegawai tetap PT D-
Farm Agriprima, pegawai harian juga sebagai tenaga honorer laboratorium IPB, dan tim unit pengolahan susu Status PNS. Tim Unit Pengolahan Susu merupakan
petugas yang melakukan pendampingan dan melakukan supervisi seluruh kegiatan PT D-Farm Agriprima. Tim tersebut dibawah koordinasi Kepala Bagian THT Fapet
IPB beranggotakan tiga orang staff Bagian THT Fapet IPB.
Peternakan Eco Farm
Eco Farm merupakan salah satu peternakan sapi perah yang terletak di Jl. Kayu Manis Laboratorium Kandang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Eco Farm mulai berdiri pada tahun 2003 yang terbentuk atas bantuan dana dari Departemen Pertanian dengan 20 ekor sapi perah Fries Holland FH serta
fasilitasnya. Luasan kandang Eco Farm yaitu sekitar 8 x 20 m
2
dan memiliki kebun rumput seluas 2 ha.
Eco Farm memasarkan hasil produksinya berupa susu segar ke PT D-Farm Agriprima sebanyak 60 liter. Selain itu pihak peternakan juga menyalurkan susu ke
lembaga lain dan biasanya juga melayani konsumen yang langsung datang ke peternakan. Eco Farm merupakan unit budidaya sapi perah di Fakultas Peternakan
yang berada di bawah pengawasan Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Struktur organisasi Eco Farm terdiri atas penanggung jawab, unit pelaksana
teknis, pengolahan dan pemasaran. Pihak Eco Farm setiap bulannya memberikan laporan kondisi, perkembangan serta administrasi pada pihak penanggung jawab,
kemudian penanggung jawab memberikan laporan lanjutan kepada Dekan Fakultas Peternakan IPB. Jumlah karyawan di peternakan ini yaitu sebanyak sepuluh orang
termasuk satu orang sebagai unit pelaksana teknis. Karyawan ditempatkan pada
27 beberapa bagian yaitu tiga orang di bagian kandang, dua orang pengambil rumput,
satu orang di bagian kebun dan dua orang di bagian pengolahan. Jam kerja karyawan yaitu pada hari Senin sampai Jumat dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul
16.00 WIB. Khusus untuk bagian kandang, rumput dan kebun biasanya bekerja lebih pagi karena pelaksanaan perkandangan dan pemerahan harus dilaksanakan sejak pagi
sekitar pukul 05.30 WIB setiap hari.
Koperasi Wirausaha Indonesia KWI
Koperasi Wirausaha Indonesia KWI merupakan salah satu koperasi yang bergerak dibidang pembibitan sapi perah. KWI bekerjasama dengan Fakultas
Peternakan untuk mengelola pembibitan sapi perah. Fakultas Peternakan berhasil mendapatkan dana dari Departemen Koperasi untuk pengelolaan peternakan sapi
perah, yang dalam pelaksanaan penyalurannya harus melalui koperasi. Berdasarkan akte pengesahan tanggal 25 Mei 1999 No Pengesahan 350BHKDK.105VI1999
alamat koperasi berada di Kampus Dalam Kp Cangkurawok Desa Babakan Lebak Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Bentuk kerjasama
diwujudkan dengan pemberian izin penggunaan lokasi pembibitan sapi perah di laboratorium lapang B
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sapi perah yang dikelola KWI merupakan bangsa FH yang berasal dari
Australia sebanyak 40 ekor. Perbedaan iklim dan manajemen pemeliharaan menyebabkan beberapa ekor sapi kurang bisa beradaptasi dengan baik sehingga
jumlah sapi menurun dan tersisa sebanyak 26 ekor. Jumlah sapi yang dapat diperah sebanyak 21 ekor dan sapi bunting sebanyak 5 ekor. Jumlah rata-rata total produksi
susu kandang sebanyak 160 literhari. Susu di pasarkan ke D-Farm Agriprima setiap pagi dan sore dengan total sebanyak 100 liter, selain itu KWI juga melayani
konsumen yang langsung datang ke peternakan dan konsumen yang berada di luar peternakan.
Struktur kepengurusan KWI terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara. Jumlah karyawan dari KWI yaitu sebanyak dua belas orang yang terdiri atas satu
orang operasional manager, satu orang kepala kandang, dua orang staf administrasi, satu orang akunting, dua orang tenaga kebun rumput, dua orang security dan tiga
orang tenaga kandang. Setiap bulan KWI memberikan laporan kepada Dekan Fakultas Peternakan berupa perkembangan program dan laporan
pertanggungjawaban tersebut oleh pihak Fakultas Peternakan dilanjutkan kepada Kementerian Koperasi setiap tiga bulan sekali.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi Good Farming Practices GFP di Peternakan Sapi Perah
Good Farming Practices GFP merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang
memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. GFP juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku terhadap
lingkungan, higienitas atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi ternak serta kesehatan ternak. Peternakan Eco Farm dan KWI merupakan peternakan
pemasok susu segar ke unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima. Peternakan yang merupakan pemasok susu kepada unit pengolahan harus memperhatikan kualitas
susu yang dihasilkan, baik secara fisik, biologi dan kimia, yang akan diperoleh dengan cara menerapkan teknis pelaksanaan beternak yang baik dan benar atau yang
dikenal dengan Good Farming Practices GFP. Aspek-aspek utama GFP yang dimiliki meliputi bangunan dan fasilitas, manajemen pakan, sumber daya manusia
SDM, proses pemerahan dan manajemen peternakan. Hasil penilaian aplikasi GFP pada kedua peternakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Penilaian Aplikasi GFP pada Peternakan Pemasok Susu No.
Aspek Total Nilai
Peternakan Eco Farm
Koperasi Wirausaha Indonesia
a. Bangunan dan Fasilitas Peternakan
65,08 72,22
b. Manajemen Pakan
87,50 89,28
c. Sumber Daya
Manusia 75,61
85,36 d. Proses
Pemerahan 64,81
85,18 e. Manajemen
Peternakan 42,42
56,06
Perhitungan perolehan persentase nilai dapat dilihat pada Lampiran 1
Bangunan dan Fasilitas Peternakan
Peternakan sapi perah Eco Farm maupun KWI berlokasi di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan. Pada Laboratorium Lapang A Fakultas
Peternakan, selain peternakan sapi perah Eco Farm dan terdapat pula kandang untuk
sapi pedaging, kandang untuk ternak ruminansia kecil domba, kambing dan kelinci, unit pengolahan limbah, kandang untuk ternak unggas dan rumah pemotongan
hewan. Sebelah barat Peternakan Eco Farm ini terdapat peternakan sapi perah dari Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB dan unit pengolahan
29 susu PT D-Farm Agriprima, di bagian selatan berbatasan dengan Rumah
Pemotongan Hewan ‘ELDERS’, kandang untuk kambing dan kandang untuk sapi pedaging. Bagian utara Eco Farm terdapat kandang untuk domba penelitian yang
sudah tidak digunakan. Bagian timur Eco Farm berbatasan dengan jalan dan kebun rumput. Pada area perkandangan terdapat ruangan khusus untuk para karyawan
beristirahat, serta gudang pakan. Peternakan ini mempunyai tempat pembuangan dan pengolahan limbah yang terpisah dengan konstruksi kandang sapi perah yang berada
tepat di samping peternakan Gambar 1. Peternakan Eco Farm berada jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, tetapi di sekitar lokasi terdapat tempat tinggal
milik pegawai IPB.
Gambar 1. Bangunan Kandang di Eco Farm Tampak Depan KWI memiliki fasilitas seperti terdapatnya tempat tinggal khusus karyawan
mess, bangunan untuk ruang istirahat bagi karyawan dan satpam, milking palor area proses pemerahan, tempat pembuangan dan pengolahan limbah yang berada di
bagian belakang lokasi peternakan Gambar 2. KWI berada jauh dari pemukiman dan kegiatan industri sekitar 20 m. Menurut Direktorat Jenderal Perternakan 2009
jarak kandang dengan bangunan umum dan perumahan minimal 10 m.
30 Gambar 2. Bangunan Kandang di KWI a Tampak Depan dan b Tampak Samping
Bahan bangunan yang digunakan tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia ataupun fisik. Bahan yang digunakan pada peternakan Eco Farm dan KWI
yaitu semen, batu bata, atap genting, atap asbes, baja tahan karat. Peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan Eco Farm dan KWI yang dikelola oleh
masing-masing peternakan dan selalu dijaga dalam keadaan bersih. Penggunaan peralatan peternakan secara bersama-sama dengan peternakan lain itu akan
menimbulkan resiko penyebaran penyakit akibat tidak menjaga santasi dari peralatan tersebut.
Tempat pakan dan minum merupakan salah satu perlengkapan yang penting dalam kandang ternak perah. Tempat pakan yang baik harus memenuhi ketentuan
bahwa sapi dapat makan dengan leluasa tidak terganggu oleh sapi lain, tempat pakan
tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga memudahkan sapi pada saat hendak makan dan pakanpun dapat terlihat dengan jelas Dinas Peternakan, 2009.
Peternakan Eco Farm mempunyai tempat pakan dan minum bagi ternak yang masih berbentuk sudut, belum memiliki saluran pembuangan pakan, memiliki saluran air
yang langsung mengalir pada masing-masing tempat air. Terdapat dua palungan yang dimanfaatkan untuk tempat pakan dan tempat air Gambar 3. Pembersihan tempat
pakan dan air minum menggunakan peralatan ember, sapu atau sekop dengan cara sisa-sisa pakan diangkat langsung dan dibuang dari palungan tersebut.
a b
31 Gambar 3. Bentuk Tempat Pakan di Eco Farm
KWI mempunyai tempat pakan yang lebih sesuai dan tidak membentuk sudut, berbentuk panjang mengikuti luasan kandang tanpa terdapatnya sekat-sekat,
hanya terdapat satu palungan yang digunakan secara bergantian dengan tempat air. Pemberian pakan dilakukan terlebih dahulu, kemudian digunakan untuk pemberian
air minum. Direktorat Jendral Perternakan 2006 menyatakan bahwa harus terdapat tempat khusus untuk minum yang diberikan secara tidak terbatas atau ad libitum.
Tempat pakan harus mudah dibersihkan, permukaannya halus, tidak membuat pakan mudah berhamburan, bentuk yang disarankan adalah bentuk cekung Dinas
Peternakan, 2009. Tempat pakan dan minum pada kedua peternakan ini dibuat di bagian samping kandang tetapi masih di bawah atap Gambar 4. Tempat pakan
dibuat agak lebih tinggi agar pakan tidak dapat diinjak-injak atau tercampur oleh kotoran.
Gambar 4. Bentuk Tempat Pakan di KWI a saat Pemberian Hijauan dan b Pemberian Air Minum
a b
32 Pembatas lingkungan pada Peternakan Eco Farm dan KWI yaitu berupa pagar
yang berfungsi untuk mencegah masuknya : hewan pengganggu, orang-orang yang tidak berkepentingan, ternak tidak keluar dari area peternakan. Pagar pembatas di
sekeliling peternakan ini belum menjamin keamanan ternak dari hewan non ternak dan pengganggu. Pagar pembatas antar kandang terbuat dari bahan yang kuat dan
menjamin hewan karantina tidak lepas serta dilengkapi dengan pintu. Air pembersih kandang dan air untuk memandikan sapi harus mudah
mengalir menuju ke bak penampungan, maka lantai bagian belakang dan di sekeliling kandang harus dilengkapi parit dengan ukuran lebar 20 cm dan kedalaman
15 cm. Peternakan Eco Farm dan KWI memiliki selokansaluran pembuangan kotorang di dalam kandang yang terdapat di bagian tengah kandang. Tujuannya, agar
pekerja mudah membersihkan kotoran dan urin sapi. Limbah ternak harus tersalur dengan baik pada bak-bak penampungan limbah. Saluran pembuangan ini kurang
berfungsi dengan baik bila rumput dan ilalang di sekitar selokan atau saluran pembuangan menutup saluran, sehingga perlu pembersihan secara berkala. Sistem
pembuangan limbah cair urin, sisa air untuk membersihkan kandang pada peternakan Eco Farm disalurkan melalui selokan menuju bak penampungan,
sedangkan limbah padat sisa hijauan, feses sapi diangkut dengan gerobak khusus pengangkut kotoran dan ditimbun di tempat pengelolaan limbah Gambar 5. Limbah
padat ini digunakan untuk pemupukan tanaman dengan cara dikeringkan terlebih dahulu.
Gambar 5. Pengelolaan Limbah Padat di Eco Farm
33 Baik limbah cair dan padat di KWI dialirkan melalui selokan menuju bak
penampungan pada bak penampungan tersebut dipisahkan antara limbah cair dan padat. Limbah cair langsung dialirkan menuju lahan rumput untuk pemupukan,
sedangkan limbah padat dikumpulkan untuk dikeringkan dan dijadikan sebagai pupuk.
Gambar 6. Pengelolaan Limbah Padat dan Limbah Cair tanda Panah di KWI Peternakan Eco Farm memiliki luas lahan peternakan yang sesuai dengan
jumlah ternak dan kandang mempunyai ventilasi yang cukup. Kandang yang berada di peternakan ini merupakan kandang individu dengan ukuran untuk setiap sapi
adalah 2,5x1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas.
Kandang pada peternakan tipe ganda, sedangkan ternak ditempatkan secara tail to tail
yaitu penempatan ternak dilakukan pada dua jajaran saling bertolak belakang, diantara kedua jajaran tersebut terdapat jalur untuk jalan. Dinding kandang tidak
tertutup seluruhnya, dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang cukup dan lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding berupa tembok beton.
Dinding kandang sekaligus digunakan batas empat minum dan pakan yang dibuat dengan ukuran ketinggian 0,5 hingga 1 meter dari permukaan tanah.
Menurut Sudono et al. 2003, kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan. Keputusan Menteri Pertanian
2010 beberapa persyaratan yang sesuai dan diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain 1 memenuhi persyaratan kesehatan ternak, 2 mempunyai ventilasi
yang baik, 3 efisien dalam pengelolaan 4 melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan seperti pencurian 5 serta tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan sekitarnya. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi
34 udara yang cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab
kelembaban yang ideal dibutuhkan sapi perah adalah 60-70, lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia
sepanjang hari. Kandang yang berada di KWI bertipe ganda, namun penempatan sapi
dilakukan pada satu baris atau satu jajaran. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi
kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan. Ventilasi
kandang diperoleh dari bentuk dinding kandng yang terbuka. Dinding kandang tidak tertutup seluruhnya, dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang
cukup dan lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, sama seperti pada peternakan Eco Farm.
Sukmawati dan Kaharudin 2010 menyatakan, bahwa konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang hendaknya dapat
memberikan kenyamanan kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti, pemberian pakan, pembersihan, pemeriksaan dan penanganan kesehatan. Bentuk
dan tipe kandang hendaknya disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroklimat, pola atau tujuan pemeliharaan dan kondisi fisiologis ternak. Ventilasi harus berfungsi
dengan baik sehingga keluar ataupun masuknya udara dari dalam dan luar kandang berjalan sempurna. Pengaturan ventilasi yang sempurna berarti memperlancar
pergantian udara di dalam kandang yang kotor dengan udara yang bersih dari luar. Jika ventilasi sempurna, maka ruangan kandang tidak pengap, lembab, kotor, berbau
dan panas. Pengaturan ventilasi yang baik merupakan kunci dalam menciptakan kondisi ruangan kandang yang sehat.
Peternakan Eco Farm memiliki lantai yang terbuat dari semen dan dibuat miring sehingga memudahkan dalam membersihkan dari kotoran sapi. Pembersihan
kandang biasanya hanya dilakukan dua kali sebelum proses pemerahan. Peternakan KWI juga memiliki lantai yang terbuat dari semen dan dibuat dengan kemiringan
kurang lebih 5, lantai yang dibuat miring memudahkan air mengalir sehingga lantai terjaga selalu kering. Tingkat kemiringan lantai tidak boleh lebih dari 5 artinya
perbedaan tinggi antara lantai depan dengan lantai belakang pada setiap panjang
35 lantai 1 meter tidak boleh lebih dari 5 cm Direktorat Jenderal Peternakan, 2008.
Kemiringan yang terlalu tinggi akan mempersulit ternak dalam menopang tubuhnya, licin sehingga beresiko mencelakakan ternak maupun pekerja dalam menangani
sapid an lingkungannya. Peternakan sapi perah di KWI menyediakan alas kandang yang terbuat dari
karet yang memberikan keuntungan berupa kebersihan kandang karena bahan tersebut membantu menyerap air sehingga lantai kandang selalu kering, mencegah
luka pada kulit sapi, mencegah sapi terpeleset karena dapat berdiri dengan baik dan mencegah infeksi puting yang menyebabkan mastitis. Direktorat Jenderal Peternakan
2009 menyatakan, bahwa lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen,
sehingga mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering yang berfungsi pula sebagai alas kandang yang hangat.
Gambar 7. Lantai Kandang pada Peternakan Eco Farm a dan KWI b Kandang isolasi sapi digunakan untuk memisahkan sapi-sapi yang diduga
terserang penyakit agar sapi lain tidak tertular. Kandang isolasi ini letaknya harus terpisah dari kandang-kandang sapi yang sehat. Tujuannya adalah agar infeksi
penyakit yang diderita tidak mudah menular pada kelompok sapi yang sehat dan penderita sendiri tidak terganggu oleh kelompok sapi yang sehat. Kandang isolasi ini
biasanya digunakan juga sebagai tempat karantina sapi yang baru datang dari luar wilayah peternakan agar ternak tersebut dapat beradaptasi dengan kandang yang
baru. Peternakan Eco Farm belum memiliki kandang isolasi, untuk KWI telah memiliki kandang isolasi yang berfungsi untuk memisahkan kandang bagi ternak
yang sakit dari ternak yang sehat. Persyaratan kandang untuk keperluan pengamatan
a b
36 intensif dan perawatan hewan sakit diperlukan kandang isolasi yang terpisah dari
kandang pengamatan yang minimal berjarak 25 meter, tersedia ruang peralatan kesehatan dan obat-obatan serta peralatan laboratorium, spesifikasi kandang seperti
kandang pemeliharaan, jauh dari aliran sungai tapi mudah dijangkau baik oleh tenaga kerja, ternakangkutannya, luas kandang isolasi minimal 2 dari total luas kandang
pengamatan Badan Karantina Pertanian, 2006.
Pemerahan pada Peternakan Eco Farm dan KWI langsung dilakukan di kandang dengan membersihkan terlebih dahulu daerah kandang tersebut. Tempat
pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan belum dimiliki Peternakan Eco Farm. Pada KWI sudah terdapat fasilitas tempat pemerahan secara
khusus lengkap dengan mesin pemerahan otomatis dengan system walk through, hanya saja belum bisa dioperasikan karena kurangnya pasokan listrik yang mengalir
pada peternakan tersebut. Aktivitas pemerahan pada KWI berlangsung di dalam kandang, sapi-sapi yang akan diperah tetap terikat ditempatnya.
Gambar 8. Fasilitas Pemerahan Otomatis dengan Sistem Walk Through di KWI Desain kandang Peternakan Eco Farm dan KWI, keduanya dibuat untuk
mudah dalam pembersihan dan didesinfeksi. Kandang yang mudah untuk dibersihkan akan mengurangi resiko kontaminasi pada susu saat dilakukan proses
pemerahan. Kandang dan lingkungan peternakan cukup bersih dan cukup terbebas dari genangan air. Genangan air merupakan tempat yang sesuai untuk berkembang
biak mikroba dan dapat membantu penyebaran penyakit. Pengunjung peternakan seperti pekerja, petugas kesehatan berpotensi membawa penyakit ke dalam
peternakan, maka harus terdapat area disinfeksi. Pada peternakan Eco Farm dan
37 peternakan KWI area disinfeksi ini belum tersedia, sehingga lalu lintas pengunjung
dari luar peternakan harus betul-betul dikendalikan. Hasil penilaian aspek bangunan dan fasilitas pada peternakan Eco Farm
sebesar 65,08. Beberapa hal yang belum memenuhi dan mencukupi kesesuaian kondisi peternakan Eco Farm dengan GFP diantaranya adalah belum terdapatnya
kandang isolasi, tidak terdapatnya alas kandang khusus bagi ternak, belum terdapatnya kandang khusus pemerahan dan bentuk tempat pakan yang masih
berbentuk sudut. Hasil penilaian aspek bangunan dan fasilitas pada peternakan KWI sebesar 72,22. Kekurangan yang didapatkan dari KWI diantaranya adalah belum
dapat digunakannya kandang khusus pemerahan, juga letak bangunan peternakan dengan pengolahan limbah yang dinilai mempunyai jarak yang dekat yaitu ± 7 m.
Manajemen Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor utama dan penting yang mempengaruhi produksi ternak. Pakan yang baik juga akan meningkatkan daya tahan ternak
terhadap serangan penyakit ataupun pengaruh lingkungan yang buruk. Kekurangan nutrisi akan menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Siregar 2007
menyatakan bahwa pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah.
Pakan yang diberikan oleh peternakan Eco Farm yaitu berupa hijauan, konsentrat komersial dan ampas tahu. Pakan yang diberikan umumnya dua kali
dalam sehari, yaitu pagi hari setelah pemerahan sekitar pukul 09.00 WIB dan siang hari sebelum pemerahan sore sekitar pukul 15.00 WIB. Sistem pemberian pakan
yaitu pemberian konsentrat terlebih dahulu yang dicampur dengan ampas tahu, selanjutnya hijauan yang diberikan kepada ternak. Pencampuran ini dilakukan secara
manual dan harus dilakukan secara merata, tetapi pada kondisi tertentu terdapat pencampuran konsentrat dan ampas tahu yang kurang merata. Pencampuran
dilakukan dengan alat bantu berupa cangkul dan sekop. Alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi adalah
ember plastik. Direktorat Jenderal Peternakan 2006 menenkankan, bahwa pakan hijauan diberikan 2-3 kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah pemerahan. Pakan
hijauan diberikan sebanyak 10 dari berat badan. Pakan konsentrat diberikan dalam
38 keadaan kering, sesudah pemerahan 1-2 kali sehari sebanyak 1,5-3,0 dari berat
badan.
Gambar 9. Pencampuran Konsentrat dan Ampas Tahu di Peternakan Eco Farm Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah dan rumput lapang yang
didapatkan dari kebun Eco Farm. Lahan rumput tersebut berada di sekitar lingkungan IPB yang terjaga keamanannya karena tidak dilakukan penyemprotan
ataupun pemupukan dengan bahan-bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit pada ternak, juga residu pada susu yang dihasilkan. Jumlah hijauan yang
diberikan yaitu 35 kg per ekorhari, konsentrat 5 kgekorhari dan ampas tahu 2 kgekorhari. Aryogi et al. 1994 menyatakan bahwa hijauan lebih penting karena
berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Pakan yang diberikan di KWI yaitu berupa hijauan 30 kgekorhari dan
konsentrat 5 kgekorhari. Pakan yang diberikan pada peternakan ini tiga kali dalam sehari. Siregar 2001 menyatakan, bahwa frekuensi pemberian pakan yang
lebih dari dua kali akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, kadar lemak susu dan produksi susu. Pagi hari diberikan konsentrat terlebih dahulu setelah
proses pemerahan pagi sekitar pukul 08.00 WIB, pemberian hijauan dilakukan sekitar pukul 08.30 WIB. Pemberian pakan konsentrat yang kedua kalinya dilakukan
sebelum proses pemerahan sore sekitar pukul 10.30 WIB dan pemberian hijauan dilakukan sekitar pukul 12.00 WIB. Malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB hanya
diberikan hijauan saja. Menurut Rachmawan 2001, pakan konsentrat yang diberikan terlebih dahulu dimaksudkan agar nutrien dalam konsentrat dapat tercerna
dengan mudah serta langsung dimanfaatkan oleh tubuh tanpa harus dirombak atau terdegradasi oleh mikroba rumen yang ada pada sapi. Selain itu pemberian
39 konsentrat dilakukan terlebih dahulu agar sapi dapat mencerna optimal pakan
konsentrat karena pakan konsentrat sendiri memiliki palatabilitas yang rendah. Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah dan rumput lapang yang didapatkan dari
lahan KWI itu sendiri. Lahan rumput tersebut berada di sekitar lingkungan IPB yang terjaga keamanannya.
Gambar 10. Pemberian Pakan a Hijauan dan b Konsentrat di Peternakan KWI Pakan konsentrat komersial yang dibeli oleh Eco Farm masih belum memiliki
label dan belum terdapat pencatatan dari hasil pengamatan visual pada pakan yang masuk. Penilaian kualitas pakan pada proses pembelian oleh Eco Farm didasarkan
pada kondisi yang dapat dilihat secara fisik dari pakan, jika terdapat pakan yang berjamur maka akan ditolak, namun hal tersebut belum pernah terjadi. Pemasok
selalu memperhatikan persyaratan pakan yang diberikan Eco Farm, sehingga pakan selalu diterima dalam kondisi yang baik dan tidak berjamur. Persyaratan pelabelan
pada pakan penting dilakukan agar diketahui komposisi pakan dan terbebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya. Penyimpanan pakan ditempatkan di
gudang khusus pakan, sedangkan ampas tahu diletakkan di area kandang sehingga dapat beresiko terhadap tumbuhnya jamur. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk
manajemen pakan pada peternakan Eco Farm adalah sebesar 87,50. Beberapa aspek yang belum dipenuhi oleh Eco Farm yaitu belum melakukan uji lanjut
terhadap pakan yang dapat mengidentifikasi residu terhadap susu dan belum secara berkelanjutan mencatat semua bahan pakan yang masuk.
a b
40 Gambar 11. Penyimpanan Pakan a Hijauan dan b dan c Konsentrat di Eco Farm
Pembelian pakan konsentrat komersial yang berlabel telah dilakukan oleh KWI, pemeriksaan terhadap pakan dilakukan agar pakan yang dibeli tidak tercemar
oleh jamur dan dapat menimbulkan penyakit bagi ternak. Penyimpanan pakan ditempatkan pada gudang khusus pakan dalam keadaan tempat yang kering. Hasil
penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen pakan pada KWI sebesar 89,28. Beberapa aspek manajemen pakan di KWI yang belum dipenuhi yaitu belum
dilakukan uji lanjut terhadap pakan yang dapat mengakibatkan adanya residu dalam susu.
Gambar 12. Penyimpanan Pakan Konsentrat di KWI
Sumber Daya Manusia
Berhasilnya suatu usaha peternakan tergantung juga pada sumber daya manusia. Karyawan pada suatu peternakan harus mengetahui semua hal yang
berkaitan dengan peternakan, mulai dari pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, juga tentang penyakit hewan ternak dan cara penanggulangannya. Pengetahuan
mengenai kesehatan ternak merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan beternak yang baik dan benar. Secara umum karyawan Eco Farm sudah mengetahui penyakit
sapi perah serta cara penanggulangannya, namun peternakan Eco Farm belum memiliki bagian khusus yang memiliki kompetensi dalam menangani ternak yang
a b c
41 sakit. Biasanya pengobatan dilakukan secara sederhana dan tradisional, tetapi jika
penyakit yang diderita ternak cukup parah maka dikontrol oleh tenaga ahli yang mengetahui mengenai penyakit ternak berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB .
Obat-obatan disimpan bersamaan dengan barang lain di gudang penyimpanan. Hasil pengamatan pada aplikasi GFP untuk sumber daya manusia pada peternakan Eco
Farm sebesar 75,61. Beberapa aspek yang belum dipenuhi yaitu belum terdapatnya pencatatan khusus perlakuan terhadap ternak dan pengembangan program
manajemen kesehatan ternak belum efektif. Peternakan KWI sudah memiliki bagian khusus kesehatan hewan yaitu
bagian reproduksi dan kesehatan hewan yang dipimpin oleh seorang dokter hewan. Pemberian obat-obatan pada sapi yang sakit sudah sesuai dengan dosis yang
ditentukan dan diberikan petugas kesehatan. Karyawan KWI secara umum sudah mengetahui penyakit sapi perah serta cara penanggulangannya. Penyimpanan obat-
obatan ditempatkan di dalam kotak khusus yang ditempatkan di dalam gudang penyimpanan obat-obatan. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk sumber daya
manusia pada peternakan KWI adalah sebesar 85,36. Beberapa aspek yang belum terpenuhi yaitu karyawan di KWI belum sepenuhnya melakukan recording dengan
mencatat perlakuan yang diberikan terhadap setiap ternaknya.
Gambar 13. Penyimpanan Obat-obatan yang tidak Memerlukan Pendingin di KWI Kebersihan karyawan di peternakan ini harus terjaga dengan baik dan
memperhatikan aspek sanitasi dan higien. Karyawan harus terbebas dari penyakit kulit atau penyakit menular lainnya. Tindak-tanduk karyawan mampu mengurangi
dan mencegah kontaminasi baik dari mikroba maupun benda asing lainnya seperti sebelum pekerjatamu masuk ke dalam kandang mencuci tangan menggunakan
42 sabun, menggunakan baju khusus untuk bekerja, menggunakan alas kaki
sandalsepatu boots khusus untuk masuk ke dalam kandang, celup alas kaki dalam
desinfektan Antisep, Medisep. Hal-hal sederhana itu sebenarnya juga dapat
meminimalkan terjadinya penularan penyakit.
Proses Pemerahan
Persiapan pemerahan yang perlu diperhatikan oleh para petugas antara lain adalah menenangkan sapi yang akan diperah, membersihkan kandang,
membersihkan bagian tubuh bagi sapi yang akan diperah, mengikat sapi dan pencucian tangan petugas. Peralatan peternakan Eco Farm yang digunakan dalam
kondisi yang cukup bersih dan cukup baik, namun pada saat pemerahan berlangsung peralatan yang akan digunakan atau sedang digunakan selalu dikelilingi lalat atau
serangga pengganggu lainnya. Peralatan pemerahan yang digunakan di peternakan Eco Farm berupa milk can, saringan, ember dan mangkuk kuarter. Proses pemerahan
dimulai dengan memandikan sapi secara satu persatu dan dilakukan pemerahan secara manual oleh petugas kandang, yang sebelumnya puting ternak tersebut diberi
margarin. Saputro 2009 mengatakan, bahwa pelicin berupa margarin atau minyak kelapa bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit,
namun penggunaan pelicin dapat menyebabkan kontaminasi pada susu yang dihasilkan. Selain itu pelicin yang banyak mengandung lemak sering terbawa dalam
susu sehingga menyebabkan mudah terjadi ketengikan. Pemerahan awal dilakukan dengan membuang susu perahan pertama pada
mangkuk kuarter untuk pemeriksaan susu terkait dengan kesehatan ambing sapi perah adanya gejala mastitis atau tidak. Proses pemerahan dilaksanakan secara
tuntas dan dilakukan pengukuran volume susu, jika proses pemerahan telah berakhir. Susu yang diperoleh dari hasil pemerahan dimasukkan ke dalam milk can setelah
melalui tahap penyaringan. Tujuan penyaringan tidak untuk membersihkan susu kotor, tetapi hanya sebagai penanganan Soetarno, 2000. Milk can yang telah berisi
susu hanya ditutup sebagian karena terhalangi oleh penyaring, hal ini mengakibat milk can
mudah untuk dihinggapi lalat. Hasil pengamatan pada aplikasi GFP untuk proses pemerahan pada peternakan Eco Farm sebesar 64,81. Beberapa aspek yang
belum dilakukan oleh KWI, seperti tidak adanya pembersihan ambing dengan air hangat, tidak dilakukan pre-dipping dan post dipping. Jika tidak melaksanakan
43 sucihama puting, mikroba dapat masuk ke dalam puting, sehingga beresiko pada
berjangkitnya mastitis pada induk sapi perah. Direktorat Jenderal Peternakan 2009 menyatakan, bahwa keuntungan melakukan sucihama puting dapat terhindar dari
mastitis. Proses pemerahan sapi perah di peternakan KWI dimulai dengan
membersihkan ambing menggunakan air hangat agar merangsang pengeluaran susu. Sudono 1999 menyatakan, bahwa sebelum sapi diperah, kandang tempat sapi harus
dibersihkan dan dihilangkan dari bau, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau atau silage karena air susu mudah sekali
menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Pemerahan awal dilakukan dengan membuang pancaran susu perahan pertama hingga ketiga, lalu
dilakukan pengolesan vaselin. Menurut Hidayat et al., 2002 penggunaan vaselin pada proses pemerahan akan menutupi permukaan puting. Bila terus menerus
menggunakan pelicin vaselin, maka penularan penyakit sulit untuk dihindari, sehingga sebaiknya vaselin tidak digunakan lagi.
Gambar 14. Pembersihan a Kandang dan b Ambing dan Puting Sapi sebelum Pemerahan di Peternakan KWI
Pemerahan dilakukan secara tuntas secara manual oleh petugas kandang, mengikuti kaidah pemerahan yang benar dengan full hand dan diakhiri dengan
srtipping . Pemerahan dengan cara menarik puting susu dari atas ke bawah dapat
membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah Siregar et al., 1996. Susu yang telah diperah disaring terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam milk
can . Saringan yang digunakan pada peternakan KWI ini berupa kain. Sapi laktasi
yang sakit biasanya juga dilakukan pemerahan, hanya saja susu yang didapatkannya diberikan kepada pedet. Jika proses pemerahan telah selesai, maka puting
a b
44 dibersihkan kembali dan diberikan desinfektan. Sudono 1999 menyarankan selesai
diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan klorin atau iodophor dengan kepekatan 0,01.
Gambar 15. Pemerahan di KWI Peralatan yang digunakan KWI dalam proses pemerahan yaitu milk can,
ember plastik, lap, kain saring dan alat pencelup puting. Susu harus disaring segera setelah pemerahan selesai. Alat saring yang khusus merupakan alat yang paling
efisien dan bersih untuk keperluan ini, oleh karena itu saringan ini dibuang setelah dipakai. Jenis kain yang cocok dapat dipakai asalkan sering-sering diganti dan dicuci
dengan baik serta disterilkan setelah dipakai. Setelah sapi selesai diperah bakteri dalam susu mulai berkembang. Pendinginan dengan segera dari susu akan sangat
mengurangi perkembangan bakteri Williamson, 1993. Hasil penilaian pada aplikasi
GFP untuk proses pemerahan di KWI sebesar 85,18. Beberapa aspek yang belum dilakukan oleh KWI pada proses pemerahan yaitu, belum dilakukannya pre-dipping.
Aplikasi pre-dipping bertujuan untuk desinfeksi puting dan mencegah mikroba masuk ke dalam puting
.
Manajemen Peternakan
Manajemen peternakan merupakan semua proses yang berkaitan dengan peternakan yaitu fasilitas, bangunan, proses produksi, pakan, kesehatan dan sumber
daya manusia. Karyawan pada peternakan Eco Farm dan KWI belum pernah mengikuti pelatihan secara formal terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan
sapi perah yang baik. Pelatihan secara formal ini sangat penting dalam manajemen peternakan dan harus dipenuhi, karena untuk menjamin mutu bahan pangan asal
ternak yang akan diproses lebih lanjut. Pengetahuan dan pengalaman yang didapat oleh karyawan peternakan diperoleh melalui partisipasi langsung dalam kegiatan
45 sehari-hari diantaranya pemeliharaan ternak, dengan diberi bimbingan dan masukan
oleh atasannya. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen peternakan Eco Farm sebesar 42,42, yang berarti bahwa peternakan baru dapat memenuhi
ketentuan manajemen peternakan maksimal sebesar 50, sisanya menunjukkan
masih banyak hal terkait dengan manajemen yang harus diperbaiki atau ditingkatkan.
Kesehatan pekerja juga perlu diperhatikan, jika pekerja sakit maka harus diistirahatkan di rumah karena dapat menimbulkan resiko atau menularkan penyakit
pada ternak dan kontaminasi pada susu. Pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin belum dilakukan baik oleh peternakan Eco Farm maupun KWI. Hal ini penting
dilakukan dan harus dipenuhi untuk dapat menjamin kesehatan para pekerja atau pegawai terlebih yang berurusan langsung dengan pemeliharaan sapi, penanganan
susu segar atau kegiatan lain di kandang. Penerapan secara konsisten prosedur standar pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan
harus, karena besar pengaruhnya terhadap kuantitas produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Area pembatasan akses keluar masuk untuk menghindari
penyebaran penyakit, membatasi keluar masuknya orang maupun kendaraan yang tidak berkepentingan harus diberlakukan. Pembatasan akses pada peternakan Eco
Farm dinilai belum intensif karena pintu masuk tidak selalu terkunci, selain itu karyawan yang bekerja di peternakan ini tidak selalu berada di area peternakan,
hanya dijumpai keberadaannya pada pagi hingga sore hari saja, sehingga pemantauan tidak dapat dilakukan secara optimal. Hama dan serangga pengganggu
yang biasanya terdapat dalam peternakan Eco Farm dan KWI lalat dan serangga lainnya. Pengendalian hama dan serangga pengganggu belum dilakukan di Eco Farm
dan belum terdapat disinfektan di peternakan. Hal tersebut penting dilaksanakan dan harus dipenuhi untuk menjaga tidak terjadi perkembangbiakan mikroorganisme dan
penyebaran penyakit. Peternakan KWI sudah melakukan pengendalian hama berupa pemberian disinfektan, tetapi belum dilakukan secara efektif. Pembatasan akses
keluar masuk pada peternakan KWI ditunjukkan tanda larangan di pintu masuk utama bahwa yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Pegawai peternakan KWI
tinggal di area kandang sepanjang hari, sehingga secara tidak langsung pemantauan terus dilakukan.
46 Kondisi ternak bibit yang dibeli oleh peternakan Eco Farm dan KWI harus
terbebas dari penyakit dan terjaga kesehatannya. Ternak yang dibeli harus memiliki status kesehatan yang jelas, terdapat recording sebelumnya dan pemberian tanda
pengenal, sehingga status kesehatan dan performa ternak tersebut jelas. Ternak yang baru dibeli sebaiknya diisolasi di kandang karantina, tetapi pada peternakan Eco
Farm belum memiliki kandang karantina, sedangkan di KWI sudah terdapat kandang karantina. Kandang karantina berfungsi untuk adaptasi sapi yang baru dibeli terhadap
lingkungan barunya. Jika terdapat ternak yang mati maka KWI dan Eco Farm mengeluarkan dan memusnahkan ternak tersebut dengan cepat agar tidak menjadi
sumber percemaran mikroba dalam peternakan. Sudono 2003 menyatakan, bahwa peternakan juga harus mampu mengambil keputusan yang tepat jika terjadi penyakit
menular yang menyerang ternaknya sebelum menjadi wabah. Manajemen kesehatan sangat penting diterapkan untuk mencegah berbagai
penyakit menyerang ternak dan menjaga kondisi kesehatan setiap ternak, sehingga akan meningkatkan kuantitas maupun kualitas susu yang dihasilkan. Jika ternak
mengalami sakit atau menunjukkan gejala kurang sehat, maka petugas kesehatan harus melakukan pemeriksaan terhadap keadaan tersebut. Peternakan KWI telah
melakukan langkah-langkah tersebut karena telah memiliki bagian khusus kesehatan hewan di bawah pengawasan seorang dokter hewan, sehingga berkompeten dalam
menangani penyakiat dan memberikan obat yang diperlukan sesuai dosis yang ditetapkan. Pada peternakan Eco Farm, jika terdapat ternak yang sakit langkah awal
yang dilakukan adalah memberikan pengobatan secara tradisional. Bila penyakit ternak tergolong berat dan tak bisa ditangani maka akan diundang petugas kesehatan
untuk melakukan pemeriksaan. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen peternakan KWI adalah sebesar 56,06, yang berarti bahwa perbaikan pada
manajemen masih perlu ditingkatkan. Pada penerapan cara pemerahan yang baik dan benar, bulu ambing yang
terlalu panjang sebaiknya langsung dilakukan pencukuran, karena bulu ambing yang panjang akan menjadi tempat kuman untuk berkembang biak. Bulu ambing yang
panjang juga akan menghalangi proses pemerahan. Peternakan Eco Farm maupun KWI telah melakukan langkah tersebut dan membiasakan mencukur bulu ambing
sapi-sapi laktasi yang sudah panjang.
47
Aplikasi Good Manufacturing Practices GMP dan Sanitation Standard Operating Procedures SSOP
Good Manufacturing Practices GMP merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan agar menghasilkan produk makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, untuk menghasilkan produk
makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Industri dalam bidang pengolahan pangan ini harus memperhatikan berbagai aspek,
di mulai dari lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan
kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. Bagian tersebut termasuk dalam Good Manufacturing Practices GMP yang sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 23MenKesSK1978. Penilaian GMP berdasarkan daftar pengecekan cara produksi makanan yang baik CPMB sarana produksi pangan.
Contoh form penilaian dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil penilaian terhadap penyimpangan GMP pada proses pembuatan yoghurt di PT D-Farm Agriprima dapat
dilihat pada Tabel 4. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang
perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan
dokumentasi FDA, 1995. Penilaian terhadap aplikasi SSOP pada unit pengolahan yoghurt D-Farm dilakukan pada pengamatan awal dan pengamatan akhir dengan
kurun waktu yang berbeda yaitu sekitar 2 bulan pengamtan. SSOP menurut FDA 1995 terdiri atas delapan aspek kunci yaitu, keamanan air proses produksi, kondisi
kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter, kebersihan pekerja, pencegahan atau
perlindungan dari adulterasi, pelabelan dan penyimpanan yang tepat, pengendalian kesehatan karyawan dan pemberantasan hama. Hasil penilaian penyimpangan SSOP
pada proses pembuatan yoghurt di PT D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 5.
48 Tabel 4. Hasil Penilaian Penyimpangan GMP pada Proses Pembuatan Yoghurt di PT
D-Farm Agriprima
No. Aspek
Nilai Penyimpangan Tahap awal
Tahap akhir 1.
Pimpinan OK
OK 2.
Sanitasi Lokasi dan lingkungan: Fisik 2 Minor
1 Mayor 1 Minor
1 Mayor 3.
Sanitasi lingkungan : Pembuangan Limbah
• Saluran airair hujan
• Pembuangan limbah:cair, padat, sampah di
lingkungan pabrik 1 Minor
OK OK
OK
4. Sanitasi lingkungan : Investasi burung, serangga
atau binatang lain 1 Mayor
1 Mayor 5.
Pabrik-umum 1 Minor
1 Minor 6.
Pabrik – Ruang pengolahan •
Lantai •
Dinding •
Langit-langit 2 Minor
1 Minor OK
1 Minor 1 Minor
OK
7. Fasilitas pabrik
• Fasilitas cuci tangan dan kaki
• Toileturinoir karyawan
• Penerangan
• Ventilasi
• PPPKKlinikFasilitas Keamanan Kerja
2 Mayor 2 Serius
1 Minor OK
OK 1 Mayor
2 Mayor 2 Serius
OK OK
OK
8. Pembuangan limbah di pabrik
• Sistem pembuangan limbah dalam pabrik cair,
sisa produk, padatkering •
Tempat sampah dalam pabrik •
Saluran pembuangan dalam pabrik OK
OK 1 Minor
1 Mayor OK
OK 1 Mayor
9. Operasional sanitasi pabrik
OK OK
10. Binatang penggangguserangga dalam pabrik
1 Mayor 1 Mayor
11. Peralatan produksi
• Sanitasi
• Desain
• Peralatan tidak dipakai lagi
• Kecukupan
• Penyuci hama peralatan
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
12. Pasokan air
• Sumber air
• Treatment air
OK OK
OK OK
13. Sanitasi dan Higiene karyawan
• Pembinaan karyawan
• Perilaku karyawan
• Sanitasi karyawan
• Sumber Infeksi
1 Minor 1 Mayor
OK 1 Serius
OK OK
OK OK
OK
14. Gudang biasa kering
• Kontrol sanitasi
• Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain
• Ventilasi
OK 1 Mayor
OK OK
1 Mayor OK
49 Tabel 4. Lanjutan
No. Aspek
Nilai Penyimpangan Tahap awal
Tahap akhir 15.
Gudang kemasan produk •
Kontrol sanitasi •
Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain •
Ventilasi 1 Serius
1 Mayor OK
OK 1 Mayor
OK
16. Tindakan pengawasan
OK OK
17. Bahan mentah dan produk akhir
OK OK
18. Hasil Uji
• Pengujian bahan baku dan produk akhir
• Hasil uji tidak memenuhi persyaratan
OK OK
OK OK
19. Tindakan pengawasan
• Jaminan mutu
• Prosedur pelacakan penarikan kembali recall
procedure OK
OK OK
OK
20. Sarana pengolahanpengawetan
OK OK
21. Penggunaan bahan kimia
OK OK
22. Bahan, penanganan dan pengolahan
• Bahan baku
• Bahan tambahan
• Penanganan bahan baku
• Pengolahan
• Pewadahan atau pengemasan
• Penyimpanan
• Penyimpanan bahan berbahaya
• Pengangkutan dan distribusi
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
Total Penyimpangan
10 Minor 10 Mayor
4 Serius 4 Minor
4 Mayor 2 Serius
Tabel 5. Hasil Penilaian Penyimpangan SSOP Pada Produksi Yoghurt di PT D-Farm Agriprima
No. Parameter Penilaian Penyimpangan
Tahap Awal
Keterangan Tahap Akhir
Keterangan 1. Keamanan
air 62,5 sangat
kurang memenuhi
37,5 kurang memenuhi
2. Pencegahan kontaminasi
silang dari karyawan 45 kurang
memenuhi 20
cukup memenuhi 3. Pencegahan
kontaminasi silang yang kontak
dengan permukaan 62,5
sangat kurang memenuhi
50 kurang memenuhi
4. Fasilitas sanitasi
75 sangat kurang
memenuhi 50 kurang
memenuhi 5.
Perlindungan bahan pa- ngan dari bahan cemaran
adulterant 16,67
cukup memenuhi 0 Memenuhi
6. Sistem pelabelan dan pe-
nyimpanan produk 37,5
kurang memenuhi 25
cukup memenuhi 7. Kontrol
kesehatan pegawai
100 tidak memenuhi
100 tidak memenuhi
8. Pencegahan hama
31,25 kurang memenuhi
31,25 kurang memenuhi
50
Pimpinan
Pimpinan adalah pemegang kendali suatu perusahaan. Pimpinan harus mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern HACCP dan dapat
melaksanakannya dengan baik dalam perusahaan itu sendiri. Pimpinan juga harus dapat bekerjasama dengan baik dan dapat menerima pengawasan serta menunjukkan
data yang diperlukan dalam pemeriksaan atau inspeksi. Hasil pengamatan terhadap unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima telah memenuhi terhadap aspek
pimpinan, terlihat dari hasil pengamatan tidak terdapat penyimpangan, baik pada tahap awal pengamatan maupun akhir pengamatan GMP.
Sanitasi Lokasi dan Lingkungan : Fisik
Lingkungan unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima berada di sekitar kompleks Laboratorium Lapang Kampus Darmaga, Institut Pertanian Bogor yang
berada di lokasi Fakultas Peternakan, satu lokasi dengan Lab. Lapang untuk budidaya sapi perah, budidaya sapi potong, pengolahan limbah, budidaya unggas dan
lain sebagainya. Salah satu faktor utama yang menyebabkan adanya bakteri pada susu adalah lokasi dan lingkungan industri tersebut. Jarak lokasi pengolahan susu
dengan laboratorium lapang budidaya sapi perah yang terlalu dekat, menjadi faktor yang dapat mendatangkan pencemaran terhadap bahan baku untuk pengolahan
maupun pada produk akhir. Hal ini disebabkan oleh polusi udara dari kandang sapi perah tersebut, sehingga menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan mayor pada
pengamatan awal. Terdapatnya rumput-rumput yang tumbuh berlebihan di sekitar perkandangan menyebabkan serangga atau adanya hewan-hewan berdatangan di
daerah tersebut. Hal ini menyebabkan dua penyimpangan minor pada pengamatan tahap pertama. Pada pengamatan akhir, rumput-rumput yang tumbuh di sekitar
perkandangan sudah dibersihkan sehingga memperbaiki penilaian dengan menyisakan satu penilaian minor. Lokasi dan bangunan unit pengolahan D-Farm
dapat dilihat pada Gambar 16. Air susu bersifat mudah menyerap bau di sekitarnya, dalam hal ini yang
mudah menyerap bau adalah butiran lemak susu. Bau yang asam menunjukkan bahwa air susu sudah lama disimpan atau basi. Air susu yang berbau busuk
menunjukkan bahwa air susu sudah rusak sama sekali dan tidak layak untuk dikonsumsi Girisonta, 1995. Pencegahan yang dilakukan oleh unit pengolahan
51 susu D-Farm agar memenuhi persyaratan GMP yaitu membatasi ruangan dengan
pintu dan tirai plastik, menjaga ruangan agar selalu tertutup rapat selama proses produksi, mencegah agar karyawan tidak keluar masuk ruang produksi, higien
karyawan yang sangat terjaga, tersedia alat untuk mencegah serangga masuk dalam unit pengolahan.
Lingkungan pengolahan harus terbebas dari sampah dan barang-barang yang tidak digunakan di areal pabrik maupun di luarnya. Faktor utama yang menyebabkan
adanya bakteri pada susu adalah faktor kebersihan dan penyakit. Bakteri dapat berasal dari sapi, lingkungan, udara sekitarnya, peralatan yang digunakan dan
petugas pemerah.
Gambar 16. Lokasi dan Bangunan Unit Pengolahan D-Farm : a Tampak Depan dan B Tampak Samping
Sanitasi Lingkungan a. PembuanganLimbah. Sistem pembuangan limbah cair atau saluran di sekitar
pabrik harus tersedia cukup dan lancar alirannya. Penilaian menunjukkan bahwa sistem pembuangan masih perlu diperbaiki, karena kadangkala saluran selokan
terdapat genangan air yang diakibatkan tersumbatnya saluran tersebut, sehingga merangsang serangga atau hewan-hewan lain untuk berada di daerah tersebut
Gambar 17. Hal ini menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan minor pada pengamatan awal GMP. Kapasitas saluran di lingkungan mencukupi dan sesuai
dengan yang dibutuhkan. Limbah cair yang dibuang dialirkan melalui saluran pipa pembuangan dan langsung dialirkan ke selokan. Limbah produksi atau sisa-sisa
produksi dikumpulkan dan ditangani dengan baik. Limbah produksi ini biasanya
a b
52 dibuang setiap proses produksi berakhir. Winarno dan Surono 2004 menyatakan
bahwa limbah harus dibuang dari ruang pengolahan sesering mungkin, minimal sekali dalam sehari. Limbah keringpadat pada Unit Pengolahan susu D-Farm telah
ditangani dengan baik dan dikumpulkan pada wadah yang tertutup dan tersedia mencukupi jumlahnya untuk seluruh pabrik.
Gambar 17. Saluran Pembuangan di Unit Pengolahan PT D-Farm yang a Tersumbat dan b Tidak Tersumbat
b. Investasi Burung, Serangga atau Binatang lain
Ruang produksi didesain secara detail agar hama ataupun serangga tidak dapat memasuki ruangan tersebut. Pencegahan hama tersebut diupayakan dengan
menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa, saluran pembuangan air yang dilengkapi dengan katup penutup. Pintu gudang kering yang berada di bagian depan
lokasi Unit Pengolahan selalu terbuka lebar, sehingga memungkinkan serangga seperti lalat masuk melalui pintu depan tersebut. Pembatas ruang dengan tirai plastik
dan tersedianya pets control electric menyulitkan serangga tersebut masuk dan
melindungi area produksi. Penumpukkan peralatan setelah digunakan untuk proses
produksi di ruang cuci dapat mendatangkan semut, sehingga proses pencuciian harus dilakukan segera. Belum tersedia filter udara dalam ruang proses produksi,
sehingga terdapat penilaian penyimpangan SSOP yang terjadi baik pada awal dan akhir pengamatan yaitu sebesar 31,25 dan termasuk dalam kategori kurang
memenuhi. Pembersihan ruangan di seluruh unit pengolahan ini dilakukan secara berkala baik sebelum proses produksi berlangsung ataupun setelah proses produksi.
Hasil penilaian GMP menunjukkan bahwa terdapat satu penyimpangan mayor pada tahap awal dan akhir pengamatan, karena pengendalian untuk mencegah
a b
53 serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik masih belum
efektif dilaksanakan sepenuhnya. Beberapa usaha pengendalian hama yang telah dilakukan di Unit Pengolahan susu PT D-Farm dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Pengendalian Hama di PT D-Farm a Pets Control, b Perangkap Tikus
dan c Perangkap Lalat Pabrik
a. Kondisi Umum. Bangunan yang terdapat di Unit Pengolahan susu PT D-Farm
Agriprima yaitu ruang uji kualitas, ruang penerimaan susu, ruang produksi, ruang pengemasan, ruang penyimpanan dan ruang cuci. Ruang penyimpanan produk akhir
menempati ruang yang sama dengan ruang penyimpanan bahan baku, hal ini karena kekurangan ruangan yang dibutuhkan sehingga satu ruang berfungsi ganda. Ruang
produksi sudah sesuai dengan kondisi peralatan, kapasitas produksi dan jumlah karyawan. Tata letak ruangan sesuai urutan proses mulai dari penerimaan susu,
pengujian kualitas, proses produksi, pengemasan dan penyimpanan, semuanya memiliki ruangan tersendiri dan terpisah oleh tirai plastik. Belum tersedianya
ruangan istirahat bagi karyawan, menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan minor baik pada pengamatan GMP awal maupun akhir.
b. Ruang Pengolahan
Pengamatan GMP pada aspek bangunan dan ruangan yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit. Bangunan dalam keadaan terawat dengan baik dan terjaga
sanitasinya. Lantai yang terdapat dalam ruang produksi unit pengolahan ini, merupakan keramik yang rapat air, mudah untuk dibersihkan, halus tetapi tidak licin,
permukaan rata, memudahkan dalam aliran air, tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya, keramik tidak pecah dan tidak retak. Pertemuan antar lantai
dengan dinding masih membentuk sudut siku-siku, seharusnya melengkung. Hasil
a b c