Penyelesaian Sengketa Perburuhan Melalui Lembaga Non Litigasi

3 Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagai mana dimaksud diatas yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. d. Perusahaan adalah: 1 Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerjaburuh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 2 Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 3 Persekutuan atau badan hukum yang dimaksud di sini adalah perusahaan Swasta, Badan Usaha Milik NegaraDaerah, usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan, tetapi mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah.

B. Penyelesaian Sengketa Perburuhan Melalui Lembaga Non Litigasi

Akuisisi perseroan terbatas dapat mengakibatkan berlanjutnya hubungan kerja dan berakhirnya hubungan kerja. Terhadap berakhirnya hubungan kerja akibat dari akuisisi, tidak jarang menimbulkan sengketa. Salah satu cara penyelesaian sengketa perburuhan yang timbul akibat adanya akuisisi dapat diselesaikan melalui cara penyelesaian perselisihan secara non litigasi atau diluar pengadilan. Dalam Pasal 136 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerjaburuh atau serikat pekerjaserikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Sebelum berlakunya UUPPHI penyelesaian perselisihan dimulai dari pegawai Perantara. Atas anjuran yang diberikan Pegawai Perantara, maka pihak yang tidak puas dapat mengajukan banding ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan daerah P4D. Apabila ada pihak yang tidak puas atas putusan P4D maka dapat mengajukan banding ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat P4P dan atas putusan P4P masih dapat mengajukan banding administratif ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Upaya hukum yang terakhir adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung MA. Namun setelah dikeluarkannya UUPPHI penyelesaian perselisihan bukan lagi diselesaikan melalui Pegawai Perantara, melainkan melalui lembaga mediasi, konsiliasi, atau arbitrase. Apabila upaya tersebut gagal , maka salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan industrial yang berada di Pengadilan Negeri. Dalam UUPPHI dikenal beberapa lembaga yang turut berperan dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga-lembaga tersebut adalah lembaga bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. 100 1. Penyelesaian Bipartit. 101 Penyelesaian melalui bipartit merupakan upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan antara serikat pekerjaburuh dalam satu perusahaan yang dilakukan secara dua pihak, yaitu antara pihak pengusaha dengan pekerja buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan secara bipartit dimaksudkan untuk mencari jalan keluar atas perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan adanya akuisisi perseroan dengan cara musyawarah mufakat secara internal. Baik dalam undang-undang lama maupun dalam undang-undang yang sekarang berlaku, upaya bipartit merupakan hal wajib dilakukan sebelum menempuh upaya yang lebih tinggi. Dalam Pasal 3 Ayat 1 UUPPHI dengan tegas disebutkan bahwa suatu perselisihan tidak dapat diajukan kepada lembaga mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau pengadilan sebelum upaya bipartit dilaksanakan. Apabila upaya bipartit berhasil mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang mengikat kedua belah pihak. Selanjutnya perjanjian bersama tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial PHI setempat guna mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran, yang bisa dipergunakan sebagai dasar untuk dapat mengajukan eksekusi apabila ada pihak yang mengingkari 100 Sehat Damanik, Op. Cit., hlm. 30 101 Ibid., kesepakatan. Dalam hal apabila bipartit mengalami kegagalan, maka risalah atas kegagalan tersebut juga harus dibuat untuk selanjutnya diserahkan kepada mediator untuk kemudian ditindaklanjuti. Penyelesaian perselisihan melalui upaya bipartit harus sudah dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak tanggal dimulainya perundingan. Penyelesaian dikatakan menguntungkan bagi kedua belah pihak yang berselisih. Alasannya karena dalam penyelesaian bipartit tidak ada pihak ke tiga yang tahu apabila ada perselisihan akibat akuisisi perseroan, sehingga nama baik ke dua belah pihak masih terjaga. Apabila perselisihan diselesaikan melalui lembaga yang lain bahkan sampai ke pengadilan akan memakan waktu dan biaya bahkan nama baik kedua belah pihak akan turun di mata masyarakat karena adanya perselisihan. Keutungan yang lain dalam bipartit ini adalah tujuan yang akan dicapai adalah sama-sama menang, tidak ada yang kalah, sehingga solusi yang akan dihasilkan adalah menguntungkan kedua belah pihak. 102 2. Lembaga mediasi Penyelesaian perselisihan akibat adanya akuisisi perseroan dapat dilakukan dengan cara mediasi. Dalam Pasal 2 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediasi merupakan penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan 102 Ugo dan Pujio, Op. cit., hlm.54 berselisihan antar serikat pekerja buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang di tengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh mentri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja buruh hanya dalam satu perusahaan. Lembaga mediasi ini berwewenang menyelesaikan perselisihan apabila dalam perundingan bipartite tidak tercapai kesepakatangagal dan kedua belah pihak atau salah satu pihak mencatatkan perelisihannya kepada instansi di bidang ketenagakerjaan setempat, yang selanjutnya instansi ketenagakerjaan ini menawarkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal ini para pihak tidak menetapkan pilihan, maka instansi ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh mentri untuk melakukan mediasi. 103 Mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan siding mediasi dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan dari instansi ketenagakerjaan dan mediator harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu 30 hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Tata cara 103 Ibid., hlm. 70 dan proses penyelesaian melalui mediasi ini dapat berlangsung dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut: 104 a. Para pihak dipanggil secara tertulis untuk hadir pada sidang pertama. b. Apabila setelah dipanggil secara patut dengan mempertimbangkan waktu penyelesaiannya dan ternyata pemohon tidak hadir, maka permohonan dihapus dari buku perselisihan. Sebaliknya jika pihak termohon tidak hadir, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data-data yang ada. c. Apabila para pihak hadir di persidangan, maka mediator membuka sidang dan membuka identitas para pihak. Mediator berwenang menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa. d. Pihak yang menggunakan jasa hukum harus tetap hadir dalam persidangan. Ketentuan ini dimaksudkan agar proses mediasi dapat selesai tepat waktu. e. Setelah para pihak memenuhi semua persyaratan, maka mediator menggelar sidang dengan terlebih dahulu menawarkan kepada para pihak untuk berunding lagi dengan itikad baik, sebelum sidang mediasi dilanjutkan. Jika para pihak menolak, maka sidang mediasi dilanjutkan secara musyawarah untuk mufakat. f. Dalam sidang mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk dimintai dan didengan keterangannya. Jadi, di dalam sidang mediasi para pihak dapat mempersiapkan saksi atau saksi ahli untuk memperkuat dalil- 104 Ibid., hlm. 72 dalilnya. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh mediator wajib memberikan keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. Yang dimaksud dengan membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat antara lain buku tentang upah atau surat perintah lembur dan lain-lain yang dilakukan oleh orang yang ditunjuk mediator. Jika suatu perundingan yang diperantarai mediator berhasil mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perselisihan, maka segera setelah musyawarah tercapai dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh mediator. Perjanjian bersama tersebut selanjutnya didaftarakan dipengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Apabila musyawarah tidak tercapai, maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak. Atas anjuran tersebut para pihak harus sudah memberi jawaban selambat-lambatnya sepuluh harii kerja setelah anjuran diterima. Jika para pihak sama-sama menerima isi anjuran, selambat-lambatnya tiga hari setelah para pihak menyatakan penerimaannya, mediator harus sudah membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan mendaftarkannya ke pengadilan hubungan industrial. Sedangkan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak isi anjuran, maka perselisihan tersebut bisa digugat melalui pengadilan hubungan industrial. Tidak memberikan jawaban apakah menerima atau menolak anjuran, dianggap menolak anjuran. Anjuran harus sudah dikeluarkan oleh mediator dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan atas perselisihan hubungan industrial. 105 3. Lembaga konsiliasi Penyelesaian sengketa akuisisi perseroan melalui konsiliasi conciliation ini dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau member fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan. 106 Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsoliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang terjadi karena akibat hukum akuisisi perseroan yang mana penyelesaiannya dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsoliator Pasal 1 Angka 13 UUPPHI. Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsoliator ditetapkan oleh mentri, yang bertugas melakukan konsoliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, atau perselisihan antar serikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang terjadi akibat akuisisi perseroan Pasal 1 angka 14 UUPPHI. 105 Sehat Damanik, Op. Cit., hlm. 41. 106 Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Press,2010, hlm. 155. Peran konsiliator mirip dengan peran yang dimainkan oleh mediator pada Dinas Ketenagakerjaan, hanya saja perbedaannya terletak pada pejabatnya yang bersifat adhock. Konsiliator bukan pejabat pemerintah Pegawai Negeri Sipil seperti halnya pada mediasi. Penyelesaian perselisihan oleh konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati dari daftar nama konsiliator yang di pasang dan diumumkan pada kantor instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. 107 Setelah konsiliator menerima permintaan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya, maka dalam waktu 7 hari kerja sudah harus mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan pada hari ke-8 sidang konsoliasi yang pertama dimulai. Siding dipimpin oleh konsoliator tunggal atau majelis. Konsoliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima permintaan tertulis dari para pihak. Tata cara dan proses siding konsoliasi dapat secralangsung dalam beberapa tahap, yakni sebagai berikut: 108 a. Konsoliator memanggil para pihak secara tertulis untuk dating pada sidang yang pertama untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan b. Dalam hal pihak pemohon telah dipanggil dengan patut ternyata tidak hadir, maka konsiliator melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten kota setempat untuk 107 Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, Medan: USU Press, 2012, hlm. 203 . 108 Ugo dan Pujiyo, Op. Cit., hlm. 77. dihapuskan dari buku perselisihan. Sedangkan apabila pihak termohon telah dipanggil dengan patut tidak hadir, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data-data yang ada. c. Apabila para pihak datang, maka konsiliator memeriksa persyaratan yang diperlukan, persyaratan tersebut antara lain surat kuasa bagi mereka yang mewakilkan, risalah perundingan bipartit harus ada, dan bagi pihak yang menggunakan jasa kuasa hukum harus tetap hadir. d. Apabila para pihak sudah hadir dan memenuhi persyaratan, maka konsiliator menggelar perkara dengan terlebih dahulu menawarkan kepada para pihak untuk berdamai. Jika para pihak menolak, maka sidang dilanjutkan secara musyawarah untuk mufakat. e. Selama sidang berlangsung, para pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendirian masing-masing, mengajukan dokumen, surat- surat, saksi-saksi atau saksi ahli untuk memperkuat pendiriannya. Konsiliator mengakomodir kepentingan kedua belah pihak, memeriksa dokumen dan surat-surat dan memeriksa saksi-saksi. f. Siapa saja apabila dimintai keterangan oleh konsoliator, wajib memberikan keterangan, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yag diperlukan. Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh konsiliator terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus menempuh prosedur sebagaimana di atur dalam peraturan Perundang-Undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Kearsipan. g. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, maka konsiliator berusaha memberikan solusi dan saran untuk mencapai kesepahaman terkait akibat hukum akuisisi yang dapat diterima oleh para pihak. Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi mencapai kesepakatan, di buat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan di daftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 hari sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak. Para pihak dalam waktu 10 hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuat konsiliator. jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, dianggap menolak anjuran tertulis. Dalam hal anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 109 4. Lembaga arbitrase Pengertian arbitrase termuat dalam Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyebutkan lembaga arbitrase sebagai badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu lembaga hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Pengertian arbitrase dalam undang-undang arbitrase adalah pengertian arbitrase secara umum, sedangkan arbitrase yang dimaksudkan oleh UUPHI adalah arbitrase secara khusus, yakni arbitrase yang hanya berwenang menyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik mengenai kepentingan maupun mengenai perselisihan antar serikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 110 Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diakibatkan karena dilakukannya akuisisi, yang penyelesaiannya dilakukan diluar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Arbiter adalah seorang atau lebih yang 109 Agusmidah, Op. Cit., hlm. 157 110 Suria Ningsih, Op. Cit., hlm. 208 dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftara arbiter yang ditetapkan oleh mentri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. 111 Saat Proses persidangan, arbiter akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak, sehingga perselisihan dapat selesai secara kekeluargaan. Apabila terjadi penyelesaian damai, maka arbiter akan membantu para pihak untuk membuat Perjanjian Bersama dan mendaftarkannya ke pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial untuk mendapatkan akta bukti perjanjian bersama. Namun, apabila tidak tercapai penyelesaian secara damai, arbiter akan mengeluarkan putusan yang bersifat final, yang harus diikuti oleh kedua belah pihak. Atas putusan arbiter tidak bias lagi diajukan gugatan di Pengadilan, karena putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat semua pihak dan merupakan putusan akhir yang berkekutan tetap. 112 Putusan arbitrase di daftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di Pengadilan negeri di wilayah arbitrase yang menetapkan putusan. Apabila ada pihak yang tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase pihak yang dirugikan dapat mengajukan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial. Atas permohonan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial harus sudah 111 Ugo dan Pujio, Op. Cit., hlm. 80. 112 Sehat Damanik, Op. Cit., hlm. 48. mengeluarkan perintah pelaksanaan eksekusi selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari terhitung sejak dikeluarkannya putusan arbitrase. 113

C. Penyelesaian Sengketa Perburuhan Melalui Lembaga Litigasi