Teknis Eksekusi Hukuman Potong Tangan

Adapun batas pemotongan menurut ulama yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad adalah dari pergelangan tangan. Sedangkan menurut Khawarij pemotongan dari pundak. Alasan jumhur ulama adalah karena pengertian minimal dari tangan itu adalah telapak tangan dan jari. Alasan Khawarij adalah karena pengertian tangan itu mencakup keseluruhan dari sejak ujung jari sampai batas pundak. 21 Perbedaan pendapat tentang batasan tangan ini terjadi karena semua batasan yang mereka sebutkan termasuk ke dalam cakupan makna دياا tangan; baik jari, pergelangan, siku, maupun sampai bagian pundak. 22 Setelah dipotong, tangan pencuri harus mendapatkan tindakan medis. Yaitu bisa dengan ditempelkan pada besi yang sudah dipanaskan dengan api atau cara-cara lainnya agar darahnya berhenti. Dengan demikian, orang yang dipotong tangannya tidak mengalami kondisi kritis yang bisa berakibat pada kehilangan nyawa dan kematian. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW, mendapat ajuan seorang pencuri yang telah mencuri mantel. Mereka berkata, wahai Rasulullah, orang ini telah mencuri. Rasulullah SAW, bertanya, “aku menduga dia tidak mencuri?” pencuri berkata, benar, aku telah mencuri, wahai Rasulullah. Beliau bersabda, sabda beliau merupakan hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dari hadits Abu Hurairah. 21 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. h. 92. 22 M. Nurul Irfan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 111. ، ب او ْ ا : يف لاقو ، ا ْع ب قاسف ، ْي يبأ ثي ح ْ م مكاحْلا ج ْخأ لاقو ،اًضْيأ را ْلا ج ْخأو و سْحا مث ، وعطْقاف دا ْسإب ْأب ال : “Hakim meriwayatkannya dari hadits Abu Hurairah ra, ia meriwayatkan hadits tersebut dengan makna yang sama, bawalah dia dan potonglah tangannya, kemudian bakarlah bekas potongan tangannya”. 24 Al-Bazzar juga meriwayatkan dan ia berkata sanadnya tidak ada yang berkomentar. Setelah dilaksanakan hukuman potong tangan, orang itu dibawa menghadap beliau lantas bersabda, “bertaubatlah kepada Allah.” Dia menjawab, aku telah bertaubat kepada Allah. Beliau bersabda, “ ya Allah berilah taubat taubat kepadanya .” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali H.R. Abu Dawud, Ahmad dan Nasa’i. 25 Sebagai pelajaran bagi pencuri dan tindakan untuk menimbulkan efek jera bagi yang lainnya, syariat memerintahkan agar tangan pencuri yang telah dipotong digantungkan dilehernya. Abu Daud, Nasai, dan Tirmidzi meriwayatkan, serta mengatakan hasan gharib, dari Abdullah bin Mahiriz, bahwa dia mengatakan, aku bertanya kepada Fudhalah tentang penggantungan tangan pencuri di lehernya, apakan tindakan ini termasuk sunnah? Dia menjawab, seorang pencuri dihadapkan kepada Rasulullah 23 Al-Hafidz Ahmad Bin Hajr Al-Atskolani, Bulughul Maram, Surabaya: Sarikat Bengkulu Indah, tt, h. 277. 24 Maksud dari membakar bekas potongan tangan tersebut yaitu dilakukan tindakan medis kepada pelaku agar darahnnya berhenti mengalir. 25 Al-Hafidz Ahmad Bin Hajr Al-Atskolani, Bulughul Maram, h. 277. SAW, lantas tangannya dipotong. Setelah itu beliau menyuruh agar tangan pencuri itu digantungkan di lehernya. 26

E. Hikmah dan Tujuan Hukuman Potong Tangan

Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran Islam bukan matereialisme, melainkan Islam mengajarkan kepada umat Islam untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat Islam yang ditetapkan oleh Allah swt, dan Muhammad Rasulullah saw memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Memperoleh harta dengan cara yang haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain, mencari keuntungan yang berlebihan, dan lain-lain harus dihindari oleh umat Islam. Mengganggu dan merusak sistem nilai yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Asas-asas pembinaan dan pengembangan perekonomian yang ditetapkan oleh syariat Islam berlandaskan atas prinsip suka sama suka, tidak merugikan sepihak, jujur, transparan, dan lain-lain. Sebagai konsekuensi dari sistem tata aturan tentang bagaimana cara memperoleh danatau mendapatkan harta, maka syariat Islam menetapkan aturannya. Mengambil hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri, menunjukan bahwa pencuri dikenai sanksi hukum potong tangan adalah pencuri yang profesional, bukan pencuri iseng, atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bagi pencuri bertujuan antara lain sebagai berikut: 26 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, Bandung: Alma’arif, 1977, h. 377. 1. Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadipencurian, mengingat hukumannya yang berat. 2. Membuat para pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk kali berikutnya. 3. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain. 4. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat. 27 Hikmah dan tujuan pemberian hukuman potong tangan bagi pencuri dilaksanakan dalam rangka mencegah agar ia tidak melakukan pencurian, sebagai balasan atas tindak pidana yang ia lakukan, dan gambaran bagi orang lain agar tidak mengikuti perbuatan itu. 28 Hukuman potong tangan didasarkan atas penyelidikan mental dan kejiwaan manusia. Oleh karena itu hukum tersebut adalah hukuman yang sesuai untuk perseorangan maupun untuk masyarakat, dan oleh karena itumerupakan hukuman yang paling baik, sebab bisa mengurangi bilangan jarimah dan bisa menjamin ketentraman masyarakat. 29 Akan tetapi keadaan tersebut tidak diterima oleh mereka yang mengatakan bahwa hukuman potong tangan adalah hukuman yang kejam. Pandangan ini tidak tepat, karena kalau tidak berisi kekejaman dan hanya berisi kelemahan serta kelunakan, maka namanya bukanhukuman lagi. Dalam hukum positif itu sendiri beberapa macam pencurian dihukum dengan kerja 27 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam. Jakarta: sinar Grafika, 2009, h. 67-68. 28 Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 117. 29 Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 135. berat seumur hidup atau hukuman kerja berat sementara. Tentunya hukuman pemotongan tangan membuat lebih ringan daripada kalau ia diletakan dalam selnya selama umurnya, bagaikan hewan dalam kandangnya atau bagaikan mayat dalam kuburnya, dengan terampas kemerdekaannya dan jauh pula dari keluarga serta sanak saudaranya. Kalau hukuman mati berakibat hilangnya nyawa dan hancurnya seluruh badan, sedang hukuman mati diterima oleh hampir seluruh negara di dunia, maka tentunya hukuman potong tangan terlebih-lebih dapat diterima, kalau ia hanya berakibat hilangnya sebagian anggota badan. 30 Pada prinsipnya, tujuan ditetapkannya syariat adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia, baik kemaslahatan jangka pendek maupun jangka panjang. Objek perwujudan kemaslahatan tersebut terdapat dalam lima perkara pokok, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta. 31 Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, di mana manusia tidak akan bisa terpisah darinya. ا ْلاو ل ا ْلا ايْ لا ويحْلا ْي ْو Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. QS. Al- Kahfi 18: 46. 32 30 Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 135-136. 31 Abdul Mughits, Ushul Fikih Bagi Pemula, Jakarta : Artha Rivera, t.t, h. 118-119. 32 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 167. Al-Maziri mengatakan, Allah menjaga harta benda dengan menetapkan hukum potong tangan dan potong kaki bagi pencuri. Allah mengkhususkan hukum untuk pencurian, karena jika dibandingkan tingkat kriminal lain yang hampir sejenis dengan pencurian sangat kecil dan mudah didatangkan atau didapatkan buktinya, seperti merampas dan meng-ghasab. Amanah yang mulia adalah yang paling mahal Sedang amanah termurah adalah hinanya khianat Maka pahamilah hikmah sang maha pencipta. 33 Tujuan utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syariat Islam adalah: a. Pencegahan ْجز ا عْ ا Pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya, atau agar ia tidak terus- menerus melakukan jarimah tersebut. Di samping mencegah pelaku, pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia juga bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama. Oleh karenanya tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya hukuman harus sesuai dan cukup mampu mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang 33 Ibid., h. 195.