Hikmah dan Tujuan Hukuman Potong Tangan

Al-Maziri mengatakan, Allah menjaga harta benda dengan menetapkan hukum potong tangan dan potong kaki bagi pencuri. Allah mengkhususkan hukum untuk pencurian, karena jika dibandingkan tingkat kriminal lain yang hampir sejenis dengan pencurian sangat kecil dan mudah didatangkan atau didapatkan buktinya, seperti merampas dan meng-ghasab. Amanah yang mulia adalah yang paling mahal Sedang amanah termurah adalah hinanya khianat Maka pahamilah hikmah sang maha pencipta. 33 Tujuan utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syariat Islam adalah: a. Pencegahan ْجز ا عْ ا Pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya, atau agar ia tidak terus- menerus melakukan jarimah tersebut. Di samping mencegah pelaku, pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia juga bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama. Oleh karenanya tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya hukuman harus sesuai dan cukup mampu mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang 33 Ibid., h. 195. diperlukan, dengan demikian terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Tujuan yang pertama ini sangat jelas efeknya adalah untuk kepentingan masyarakat, sebab dengan tercegahnya pelaku dari perbuatan jarimah maka masyarakat akan tenang, aman, tentram, dan damai. Meskipun demikian, tujuan yang pertama ini ada juga efeknya terhadap pelaku, sebab dengan tidak dilakukannya jarimah maka pelaku akan selamat dan ia terhindar dari penderitaan akibat dari hukuman itu. 34 b. Perbaikan dan pendidikan ْيدْه ا اْص ْا ب Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Di sini terlihat bagaimana perhatian syariat Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman ini, diharapkan akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan akan kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat rida dari Allah swt. 35 Hukuman yang diberikan ditujukan untuk memberikan efek jera dan dapat mengurangi tindakan kejahatan, terutama kejahatan pencurian. Karena pada akhir-akhir ini kejahatan pencurian marak terjadi, sehingga membuat masyarakat menjadi resah dan terancam. 34 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h. 137-138. 35 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 138. Dengan adanya hukuman potong tangan diharapkan dapat mencegah tindakan kejahatan dan membuat pelaku atau orang lain tidak melakukan tindakan-tindakan kejahatan selanjutnya. 28

BAB III KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM

DI INDONESIA

A. Sejarah Hukum Islam di Indonesia

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Islam masuk ke Indonesia dalam waktu yang tidak serentak. Perkembangan agama Islam di Indonesia makin luas penyebarannya melalui jalan perdagangan dan pelayaran. 1 Proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan melalui jalur perdagangan dan perkawinan, secara tidak langsung memberikan andil bagi tersosialisasinya hukum Islam di tengah-tengah masyarakat. 2 Sebelum kedatangan Belanda, hukum Islam sebenarnya telah mempunyai kedudukan tersendiri di Indonesia. Hal ini terbukti dari beberapa fakta. Misalnya, Sultan Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah salah seorang ahli agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad ke XIV Masehi. Melalui kerajaan ini, hukum Islam madzhab Syafi’i disebarkan ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauan nusantara. 3 Islam tetap memiliki eksistensinya di Indonesia sampai datangnya para penjajah di bumi Indonesia. Sebelum kedatangan orang-orang Belanda pada tahun 1596 di Indonesia, hukum-hukum yang berlaku di daerah-daerah Indonesia pada umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang disebut 1 Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, Jakarta: Balai Pustaka, 1998. h. 7-8. 2 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia,Ciputat: Ciputat Press, 2005. h. 45. 3 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas Yarsi, 1998, h. 69 hukum adat. Dalam sistem hukum adat tidak dikenal pemisahan hukum pidana dan hukum privat. Di berbagai daerah hukum adat tersebut dipengaruhi oleh agama Islam Aceh, Palembang, ujung pandang dan agama Hindu. 4 Pemerintah kolonial Belanda, yang menghadapi rakyat Indonesia dengan mayoritasnya sebagai pemeluk agama Islam, perlu memusatkan perhatian terhadap agama Islam. 5 Melihat keberadaan hukum Islam di masa kerajaan Islam, yang telah dijalankan dengan penuh kesadaran oleh pemeluknya sebagai refleksi dan pantulan atas penerimaan Islam sebagai agama yang diyakininya telah mendorong pihak kolonial Belanda untuk mengakui eksistensi hukum Islam. Kemudian pada tanggal 25 Mei 1760 dikeluarkanlah Resolutie der Indische Regeering yang berisi ketentuan diberlakukannya sekumpulan aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan menurut hukum Islam untuk dipergunakan pada pengadilan VOC bagi orang Indonesia. Resolusi ini dikenal dengan Compendium Freijer dan sekaligus dapatlah dikatakan sebagai legislasi hukum Islam pertama di Indonesia. 6 Kemudian muncul teori Receptie In Complexu, yang berarti bahwa orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam dalam keseluruhannya dan sebagai satu kesatuan, atau dengan kata lain hukum 4 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya. Jakarta: Alumni AHAEM-PETEHAEM, 1986. h. 43. 5 Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda -cet.3, Jakarta: Balai Pustaka, 2009. h.56 6 Mohammad Idris Ramulyo, Azaz-Azaz Hukum Islam Sejarah Timbul dan Berkembangnya, Jakarta: Sinar Grafika, 1997. h. 49 mengikuti agama yang dianut seseorang. Jika orang itu memeluk agama Islam, hukum Islamlah yang berlaku baginya. 7 Bahkan pemberlakuan hukum Islam semakin luas, yaitu melalui pasal 78 RR dalam Stbl Hindia Belanda 1855 : 2 ayat 2. 8 Karena kolonial Belanda takut akan berkembangnya hukum Islam, maka Belanda melakukan penyempitan dengan teori Receptie. Pemerintah Belanda melakukan upaya penyempitan terhadap keberlakuan hukum Islam. Menurut teori ini, hukum yang berlaku bagi umat Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku bagi umat Islam apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. 9 Hukum Islam mempunyai peran dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu, meskipun hanya masalah perdata dan pemberlakuannya yang dipersempit pada waktu itu. Setelah kolonial Belanda hengkang dari Indonesia dan disusul dengan kedatangan bangsa Jepang, bangsa Indonesia tetap dapat melakukan kegiatan keislamannya. Meskipun tujuan utama Jepang adalah politik, namun Jepang tetap melakukan pendekatan dengan Islam karena melihat masyarakat Indonesia yang patuh terhadap Islam. 10 7 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, h. 219. 8 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2005.h. 39. 9 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. h. 20 10 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985. h. 99. Secara berangsur-angsur Jepang mengakui organisasi-organisasi Islam yang dibentuk oleh bangsa Indonesia. 11 Terbentuknya pengajian-pengajian baik di langgar, masjid, maupun di lapangan, biasanya mendatangkan kiai terkenal. Pelaksanaan pengajian-pengajian itu tanpa ada pengawassan yang ketat dari pihak Jepang, karena Jepang memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia meskipun itu merupakan salah satu siasat Jepang agar mendapat dukungan dari rakyat Indonesia untuk melawan sekutu. 12 Hukum Islam pada masa Jepang mendapatkan ruang yang terbuka bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan keislamannya. Setelah Jepang kalah, Jepang memberikan janji kepada bangsa Indonesia yaitu memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Kemudian Jepang membentuk BPUPKI, dalam sidang BPUPKI yang membicarakan tentang dasar negara, di mana para tokoh muslim dan tokoh nasionalis memperdebatkan masalah dasar negara. Kubu muslim menginginkan Islam lah yang menjadi dasar negara Indonesia, namun kaum nasionalis menginginkan Indonesia tidak berdasarkan Islam. Setelah melalui perdebatan yang cukup lama akhirnya para kubu muslim dan nasional sepakat merumuskan lima dasar yang menjadi dasar negara dengan nama Pancasila. Sila pertama dirumuskan “Ketuhanan Yang Maha Esa” walaupun rumusan tersebut awalnya adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”. Demi 11 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987. h. 23 12 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia. h. 83-84.