Hukum Islam dalam Undang-Undang Indonesia

pusat menyetujui dengan membuat UU No. 44 tahun 1999 yang antara lain mengatur tentang syariat Islam di Aceh. Selanjutnya untuk mengatur tentang pelaksanaan syariat Islam tersebut, dibuatlah Perda No. 5 tahun 2000. Perda No. 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam menyatakan bahwa seluruh aspek syariat akan diterapkan, termasuk yang berhubungan dengan „aqidah, ibadah, transaksi ekonomi, akhlak, pendidikan dan dakwah agama; baitu al-mal; kemasyarakatan, termasuk cara berbusana bagi Muslim; perayaan hari raya Muslim; pembelaan Islam; struktur peradilan, peradilan pidana dan warisan, membentuk wilayatu al-hisbah WH sebagai badan pengawasan dan penegakan syariat, tetapi tidak ada perincian mengenai bagaimana ia berfungsi. UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam selanjutnya UU PNAD membawa perkembangan baru di Aceh dalam sistem peradilan. Pasal 25 – 26 UU PNAD mengatur mengenai Mahkamah Syar’iyah NAD yang merupakan peradilan syariat Islam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional. Mahkamah Syar’iyah adalah lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh pihak manapun dalam wilayah PNAD yang berlaku untuk pemeluk agama Islam. Selain undang-undang ini masih ada beberapa undang-undang yang lain tentang pemberlakuan syariat Islam di Aceh, termasuk yang terakhir sekali disahkan yaitu UU No. 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Dalam pasal 125 ayat 1 undang-undang ini diatur bahwa syariat Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah, syariah dan akhlak; ayat 2 syariat Islam tersebut meliputi: ibadah, ahwal al-syakhshiyyah hukum keluarga, mu ’amalah hukum perdata, jinayah hukum pidana, qadha peradilan, tarbiyah pendidikan, dakwah, syiar dan pembelaan Islam. Qanun No. 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam untuk pertama kalinya memperluas jangkauan wewenang hukum pengadilan agama hingga di luar hukum keluarga dan warisan, termasuk transaksi ekonomi yang sebelumnya tidak termasuk dalam yurisdiksi pengadilan agama, dan juga kasus-kasus pidana jinayat. Mu ’amalat meliputi masalah jual beli; permodalan; bagi hasil pertanian; pendirian perusahaan; pinjam meminjam; penyitaan properti untuk membayar hutang; hipotek; pembukaan lahan; pertambangan; pendapatan; perbankan; perburuhan; dan bermacam-macam bentuk infaq dan sedekah. 28 Aceh juga mengatur kehidupan masyarakat dalam bidang jinayah yang diatur dalam Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir Perjudian, dan Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat Mesum. 29 Dalam qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Khamar dan sejenisnya, di dalamnya mengatur larangan tentang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya. Minuman khamar minuman keras dalam hukum Islam sangat dilarang bahkan diharamkan, karena sifatnya yang dapat merusak akal dan 28 Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh, Problem, Solusi dan Implementasi Menuju Pelaksanaan Hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, Jakarta: Logos, 2003, Cet. I, h. 152. 29 Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir Perjudian, Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat Mesum. merusak kesehatan manusia dan menggannggu kemaslahatan dan ketertiban masyarakat. 30 Bagi yang melanggar peraturan tersebut maka akan dikenakan hukuman sebagaimana yang tertera pada pasal Pasal 26 1 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 , diancam dengan „uqubat hudud 40 empat puluh kali cambuk. 2 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 6 sampai Pasal 8 diancam dengan „uqubat ta’zir berupa kurungan paling lama 1 satu tahun, paling singkat 3 tiga bulan danatau denda paling banyak Rp 75.000.000,- tujuh puluh lima juta rupiah, paling sedikit Rp 25.000.000,- dua puluh lima juta rupiah. 3 Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah jarimah hudud. 4 Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai Pasal 8 adalah jarimah ta’zir. 31 Pelarangan mengkonsumsi minuman khamar ini terdapat pada pasal 3 yang bertujuan melindungi masyarakat dari perbuatan yang merusak akal, mencegah masyarakat dari perbuatan-perbuatan negatif akibat dari mengkonsumsi minuman khamar, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas perbuatan minuman khamar. 30 Lihat Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 No. 25 Seri D No. 12 31 Lihat Bab VII Ketentuan Uqubat Pasal 26 Qanun No. 12 tahun 20003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.