Tujuan Manfaat Unit Penangkapan Purse Seine

9

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian kebijakan tentang Pungutan Hasil Perikanan PHP dengan studi kasus perikanan purse seine pelagis kecil di PPN Pekalongan, adalah : 1 Menganalisis kinerja usaha analisis RC ratio perikanan purse seine pelagis kecil; 2 Menganalisis nilai produktivitas kapal purse seine pelagis kecil dan komposisi ikan hasil tangkapan KepMen No.KEP38 tahun 2003; 3 Menganalisis Harga Patokan ikan HPI untuk kapal purse seine pelagis kecil Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 23M- DAGPER62006 tanggal 22 Juni 2006; 4 Menganalisis besarnya nilai dan prosentase PHP untuk kapal purse seine pelagis kecil Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2006

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian kebijakan tentang Pungutan Hasil Perikanan PHP dengan studi kasus perikanan purse seine pelagis kecil di PPN Pekalongan, adalah : 1 Diperolehnya informasi aktual tentang kelayakan usaha perikanan purse seine pelagis kecil di PPN Pekalongan; 2 Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk penetapan kebijakan tentang Pungutan Hasil Perikanan PHP yang terkait dengan prosentase PHP, nilai produktivitas, komposisi ikan hasil tangkapan, dan Harga patokan ikan yang sesuai bagi stakeholder pengusaha perikanan purse seine pelagis kecil dan layak bagi pemerintah pusat terhadap penerimaan PNBP. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan Lembaga administrasi Negara, 1996. Menurut Jones 1977 menyatakan bahwa kebijakan dalam hubungannya dengan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah masyrakat didefinisikan sebagai keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah yang diutarakan. Heclo dalam Silalahi 1989 menyatakan bahwa kebijakan adalah cara untuk bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Jones 1977 menyatakan bahwa kebijakan terdiri atas komponen-komponen, seperti : 1 Tujuan, yaitu tujuan yang diinginkan; 2 Proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan; 3 Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan; 4 Keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program; dan 5 Efek, yaitu akibat-akibat dari program baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder. Kebijakan publik merupakan tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan individu atau lembaga swasta. Kebijakan publik memiliki 2 dua ciri pokok, yaitu : 1 Kebijakan dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah, dan 2 Kebijakan bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan oleh seorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain Hogwood and Gunn, 1996. Pembuatan kebijakan adalah proses. Tercakup di dalamnya antara lain mengenai masalah kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang mendapat tanggapan pemerintah untuk selanjutnya dituangkan dalam kebijakan yang digariskan. Dari keterangan tersebut, pembuatan kebijakan adalah suatu upaya merumuskan dan memilih alternatif dari berbagai macam pemecahan masalah baik untuk pemenuhan 11 kebutuhan atau tuntutan dari masyarakat yang dilakukan oleh penguasa politik. Tujuan pembuatan kebijakan menurut silalahi 1989 adalah : 1 memenuhi kebutuhan masyarakat, dimana kebijakan tersebut merupakan praktika sosial; 2 mengatur konflik; 3 upaya untuk menciptakan insentif dorongan bagi pihak- pihak yang mendapat perlakuan kurang rasional; 4 Dalam arti mikro, untuk menjaga kepentingan elit politik yang mempunyai hak preferensi; dan 5 Menjaga sistem politik yang berlaku. Pelaksanaan kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu pelaksanaan maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu pelaksanaan kebijakan mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan negara Silalahi, 1989. Selanjutnya Nakamura 1987 menyatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi dan kemudian menterjemahkannya ke dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Penelitian kebijakan policy research diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah sosial. Pemecahan masalah sosial oleh policymaker dalam hal ini dilakukan atas rekomendasi yang dibuat oleh policy researcher berdasarkan hasil penelitiannya. Kebijakan di sini tidak dipersepsi dari sudut pandang politik pemerintahan, melainkan kebijakan sebagai objek studi Danim, 1997. Selanjutnya dikatakannya juga bahwa penelitian kebijakan secara spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan dalam menyusun rencana kebijakan dengan jalan memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa penelitian kebijakan pada hakekatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan guna melahirkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah sosial. Majchrzak 1984 mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental. Oleh karenya, yang perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan bukan terletak pada bobot ilmiah sebuah hasil penelitian, namun sejauh mana hasil penelitian mempunyai aplikabilitas atau kemamputerapan dalam rangka memecahkan masalah sosial. Selanjutnya 12 dikatakannya juga, bahwa terdapat 3 tiga latar penelitian kebijakan yang harus dipahami peneliti, yaitu : 1 Penemuan yang diperoleh dalam penelitian kebijakan hanyalah salah satu dari masukan yang diperlukan bagi pembuat kebijakan. Dalam hal ini tidak ada temuan tunggal yang dapat menjadi masukan tunggal untuk menyusun kebijakan; 2 Kebijakan itu tidak dibuat, tetapi merupakan akumulasi. Kebijakan merupakan suatu siklus, kebijakan itu secara kontinu dianjurkan, dilaksanakan, dinilai dan diperbaiki; dan 3 Kompleksitas kebijakan pada hakikatnya sama dengan kompleksitas masalah sosial. Proses pembuatan kebijakan adalah kompleks, karena proses tersebut melibatkan banyak aktor yang berbeda dan bervariasi serta harus menyerap banyak sekali perbedaan mekanisme dengan perbedaan konsekuensi yang dapat ditentukan dan yang tidak dapat ditentukan. Analisis kebijakan adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Analisis kebijakan mempunyai tujuan yang bersifat penandaan designative dengan pendekatan empiris berdasarkan fakta, bersifat penilaian dengan pendekatan evaluasi dan bersifat anjuran dengan pendekatan normatif. Quade 1989 menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan perspektif. Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah- masalah kebijakan. Dalam evaluasi kebijakan, efektivitas menduduki posisi sentral. Pertanyaan pokok yang sering muncul dalam evaluasi kebijakan adalah Apakah kebijakan ini atau itu berjalan dengan baik? . Gysen et.al. 2002 mengelompokkan pertanyaan- pertanyaan yang terkait dengan efektivitas suatu kebijakan ke dalam 3 tiga kategori, yaitu : 1 Pertanyaan ini berkenaan atau berhubungan dengan apa yang terjadi; 2 Pertanyaan yang terkait dengan asal muasal. Pada kategori ini, pertanyaannya tidak hanya terkait dengan apa yang terjadi, tetapi juga 13 berusaha untuk memahami latar belakang terjadinya, perubahan-perubahan yang muncul dan lain sebagainya sebagai akibat dari munculnya suatu kebijakan; 3 Pertanyaan dapat berbentuk normatif. Pertanyaan dalam kategori ini berkutat di sekitar kepuasan terhadap suatu kebijakan, seperti apakah implementasi kebijakan memberikan hasil yang memuaskan?

2.1.1 Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia, serta kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan tentang pemanfaatan sumber daya ikan, baik untuk kegiatan penangkapan maupun pembudidayaan ikan sekaligus meningkatkan kemakmuran dan keadilan guna pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya serta kesinambungan pembangunan perikanan nasional. Selanjutnya sebagai konsekuensi hukum atas diratifikasinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982 dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of the Sea 1982 menempatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki hak penuh untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumberdaya ikan di perairan Indonesia seperti misalnya di laut Jawa, selat Makassar dan lainnya. Sedangkan untuk wilayah perairan Indonesia di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku. Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha dibidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan sumberdaya ikan. 14 Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan dibidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna. Mengingat perkembangan perikanan saat ini dan yang akan datang, maka Undang-Undang ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan : 1 Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan; 2 Pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan keterpaduan pengendaliannya; 3 Pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah; 4 Pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan, yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan serta pengendalian yang terpadu; 5 Pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan; 6 Pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana perikanan serta sistem informasi dan data statistik perikanan; 7 Penguatan kelembagaan dibidang pelabuhan perikanan, kesyahbandaran perikanan, dan kapal perikanan; 8 Pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan kelautan dan perikanan; 9 Pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan nelayan kecil atau petani ikan pembudidaya ikan skala kecil; 10 Pengelolaan perikanan yang dilakukan di perairan Indonesia ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian halnya dengan pengelolaan di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut lepas yang ditetapkan dengan memperhatikan perundangan yang berlaku dan juga mengacu pada standar internasional yang telah disepakati oleh pemerintah; 15 11 Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, baik yang berada di perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, maupun laut lepas dilakukan pengendalian melalui pembinaan perizinan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan internasional sesuai dengan kemampuan sumber daya ikan yang tersedia; 12 Pengawasan perikanan; 13 Pemberian kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana dibidang perikanan kepada penyidik pegawai negeri sipil perikanan, perwira TNI-AL dan pejabat polisi negara Republik Indonesia; 14 Pembentukan pengadilan perikanan; dan 15 Pembentukan dewan pertimbangan pembangunan perikanan nasional.

2.1.2 Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP

Pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan dan perlindungan masyarakat, pengelolaan kekayaan negara serta pemanfaatan sumberdaya alam guna pencapaian tujuan pembangunan nasional dapat mewujudkan suatu bentuk penerimaan negara yang disebut sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP. Sumberdaya alam yang dimaksud tersebut adalah segala kekayaan alam yang terdapat di atas, di permukaan dan di dalam bumi yang dikuasai oleh negara. Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 antara lain menegaskan bahwa segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan Undang-Undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Oleh karena itu, penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan seperti PNBP yang menempatkan beban kepada rakyat juga harus didasarkan kepada Undang-Undang. Ketentuan tentang hal ini telah ditetapkan dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Dalam Ketentuan Umum UU Nomor 20 Tahun 1997, dikatakan bahwa PNBP adalah penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Kelompok PNBP diantaranya adalah dapat berupa : 1 Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah; 2 Penerimaan dari pemanfaatan sumberdaya alam; 3 Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah; 16 4 Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 5 Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri. Jenis PNBP yang tercakup atau yang belum tercakup dalm kelompok PNBP tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah PP. Dengan demikian PP yang mengatur ketentuan kelompok PNBP tersebut bersifat mengikat dan harus dipatuhi, bila tidak dipatuhi maka akan menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sebagai konsekuensinya, maka akan diberikan ancaman pidana sesuai dengan Ketentuan Pidana dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 pasal 20. Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP yang bersangkutan dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat, yaitu : 1 Tujuan perumusan UU tentang PNBP yang berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan, yaitu : 2 Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan melalui optimalisasi sumber-sumber PNBP dan ketertiban administrasi pengelolaan PNBP serta penyetoran PNBP ke kas negara; 3 Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan PNBP; 4 Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta investasi di seluruh wilayah Indonesia; 5 Menunjang upaya terciptanya aparat pemerintah yang kuat, bersih dan berwibawa, penyederhanaan prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan tertib administrasi keuangan dan anggaran negara serta peningkatan pengawasan. Seluruh PNBP yang diterima oleh negara akan dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagian dana dari suatu jenis PNBP 17 dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan, seperti : 1 Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi; 2 Pelayanan kesehatan; 3 Pendidikan dan pelatihan; 4 Penegakkan hukum; 5 Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu; dan 6 Pelestarian sumberdaya alam.

2.1.3 KepMen No. KEP. 38men Tahun 2003 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan

Sehubungan dengan perubahan produktivitas kapal penangkap ikan, dan sebagai pelaksanaan Pasal 6 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan, dipandang perlu meninjau kembali ketentuan produktivitas kapal penangkap ikan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.23MEN2001 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. Pasal 1 disebutkan bahwa Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per tahun. Produktivitas kapal penangkap ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dengan mempertimbangkan : 1 ukuran tonase kapal; 2 jenis bahan kapal 3 kekuatan mesin kapal 4 jenis alat penangkap ikan yang digunakan 5 jumlah trip operasi penangkapan per tahun 6 kemampuan tangkap rata-rata per trip 7 wilayah penangkapan ikan Pasal 2 menetapkan bahwa produktivitas kapal penangkap ikan per Gross Tonnage GT per tahun ditetapkan berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan 18 ikan per kapal dalam satu tahun dibagi besarnya GT kapal yang bersangkutan. Produktivitas kapal dan komposisi ikan hasil tangkapan menurut jenis alat penangkap ikan yang dipergunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pasal 3 menegaskan juga bahwa produktivitas kapal penangkap ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2, ditinjau sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun. Tabel 1. Produktivitas kapal penangkap ikan No. JENIS ALAT PENANGKAP IKAN HASIL TANGKAPAN PRODUKTIVITAS KAPAL TONGTTH Udang 0.80 1. Pukat Udang Ikan 0.30 2.1. L. Arafura Ikan 4.00 Udang 0.20 2. Pukat 2.2. S. Malaka Ikan 3.50 Ikan Udang 0.10 2.3. S. Hindia Barat Ikan 3.00 Sumatera Udang 0.10 2.4. L. Cina Selatan Ikan 2.50 3. Long Line Rawai Tuna Ikan 0.60 4. Bottom Long Line Pancing Prawe Dasar Ikan 1,20 5. Purse seine Pukat Cincin Pelagis Kecil Ikan 1.50 Purse seine 6.1. Operasi Kapal Tunggal 1 Kapal Ikan 2.00 Pukat Cincin 6. Pelagis Besar 6.2. Operasi Secara Terpadu Group Ikan 3.50 7. Hook and 7.1. Pole and Line Huhate Cakalang, Tuna 1.50 Line 7.2. Hand Line Tuna 2.00 8.1. Gill Net Jaring Insang Pantai Ikan 1.00 8. 8.2. Gill Net Jaring Insang Dasar CucutPari 0.80 8.3. Gill Net Jaring Insang Oceanik Ikan 1.00 9. Squid Jigging Cumi-Cumi 0.30 10. Bubu Ikan 0.60 Tabel 2. Komposisi ikan hasil tangkapan kapal purse seine Jenis Ikan Jenis Alat Tangkap Ikan Nama Lokal Nama Latin Persentase Purse seine Layang Decapterus spp 40.0 Pukat Cincin Kembung Rastrelliger spp 20.0 Pelagis Kecil Selar Selaroides leptolepis 15.0 Lemuru Clupeidae 10.0 Tembang Sardinella fimbriata 10.0 Lainnya - 5.0 Jumlah 100.0 19 2.1.4 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2006 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan Pelaksanaan ketentuan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, selain mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2002, maka telah ditetapkan juga Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2006 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Pungutan Perikanan adalah pungutan negara atas hak pengusahaan danatau pemanfaatan sumberdaya ikan yang harus dibayar kepada Pemerintah oleh perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha perikanan atau oleh perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan, sedangkan untuk pengenaan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa-jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 PP No. 19 Tahun 2006. Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa salah satu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan adalah penerimaan dari Pungutan Perikanan. Pasal 4 PP No. 19 Tahun 2006 menyatakan bahwa Pungutan Pengusahaan Perikanan PPP dikenakan pada saat Wajib Bayar memperoleh Izin Usaha Perikanan IUP baru atau perubahan, Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal APIPM baru atau perubahan, Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI baru atau perpanjangan, dan pada saat perusahaan perikanan Indonesia di bidang pembudidayaan ikan memperoleh Surat Izin Usaha Perikanan SIUP baru atau perubahan, Rekomendasi Pembudidayaan Ikan Penanaman Modal RPIPM baru atau perubahan, serta Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI baru atau perpanjangan. Pungutan Hasil Perikanan PHP dikenakan pada saat Wajib Bayar memperoleh danatau memperpanjang Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI. Pungutan Perikanan Asing PPA dikenakan pada saat Wajib Bayar memperoleh atau memperpanjang Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI Jika satu kapal : berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage GT dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan. Bagi kapal dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan, ditetapkan berdasarkan 20 rumusan tarif per Gross Tonnage GT dikalikan total GT kapal penangkap ikan dan kapal pendukung yang dipergunakan Besarnya Pungutan Pengusahaan Perikanan PPP berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage GT dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan. Besarnya Pungutan Pengusahaan Perikanan PPP = Tarif per Gross Tonnage GT dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan. Besarnya Pungutan Hasil Perikanan PHP ditetapkan : 1 Perusahaan perikanan skala kecil sebesar 1 satu per seratus dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan; 2 Perusahaan perikanan skala besar sebesar 2,5 dua-setengah per seratus dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan secara periodik produktivitas kapal penangkap ikan menurut alat penangkapan ikan yang digunakan berdasarkan hasil evaluasi pemanfaatan sumberdaya ikan menurut wilayah pengelolaan perikanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan secara periodik Harga Patokan Ikan berdasarkan Harga Jual Rata-rata Tertimbang Hasil Ikan yang berlaku di pasar domestik dan atau internasional.

2.1.5 PerMen No. PER. 17Men2006 Tentang Usaha perikanan tangkap

PerMen Kelautan dan Perikanan sebagai ketentuan tentang usaha perikanan tangkap yang dikeluarkan sebagai pelaksanaan Pasal 32 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai usaha perikanan tangkap. Peraturan ini terdiri dari 19 Bab dan 82 Pasal. Peraturan Menteri ini memuat tentang ruang lingkup usaha perikanan tangkap dan jenis perizinan serta tata cara penerbitan perizinan usaha penangkapan ikan. Surat izin yang diterbitkan adalah SIUP Surat Izin Usaha Perikanan bidang penangkapan ikan, SIPI Surat Izin Penangkapan Ikan, SIKPI Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, SIKPI Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan bagi kapal pengangkut ikan yang digunakan perusahaan bukan perusahaan perikanan, dan APIPM Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal. Terkait dengan perizinan SIPI dan SIKPI, maka diwajibkan bagi kapal-kapal perusahaan baik berbendera Indonesia maupun 21 asing untuk kegiatan pemeriksaan fisik kapal, tetapi tidak untuk kapal-kapal yang berhubungan dengan agen perusahaan untuk izin SIKPI Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan bagi kapal pengangkut ikan yang digunakan perusahaan bukan perusahaan perikanan. Dalam PerMen ini disebutkan juga bahwa Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI danatau SIKPI kepada Gubernur atau pejabat di daerah yang bertanggung jawab di bidang perikanan bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 GT sampai dengan ukuran tertentu. Hal-hal lainnya juga ditetapkan tentang pengadaan kapal perikanan, penggunaan tenaga kerja asing, pembinaan dan pengawasan, sanksi, dan pencabutan perizinan usaha perikanan tangkap.

2.1.6 PerMen Perdagangan No. 23M-DAGPer62006 Tentang Harga

Patokan Ikan Dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 6 ayat 1 dan 4 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 23M-DAGPer62006 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan. Pasal 1 menyebutkan Harga Patokan Ikan atau HPI adalah besaran nilai atau harga ikan dalam rupiah untuk perhitungan Pungutan Hasil Perikanan yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan berdasarkan informasi harga ikan di pasar dalam negeri dan di pasar internasional yang ditentukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan serta masukan lainnya dari asosiasipelaku usaha terkait dibidang perikanan. 22 Tabel 3. Penetapan Harga Patokan Ikan HPI untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan PHP Tahun 2006 Nama Ikan No Lokal Cara Pengawetan Nama Inggris Latin HPI Rpkg PELAGIS KECIL 1 Layang Es Layang scad Decapterus macrosoma 2,500 Garam 750 2 Kembung Es Stripped mackerel Rastrelliger brachyosoma 3,000 Garam 750 3 Selar Es Yellowstripe trevally Selaroides leptolepis 1,700 Garam 1,200 4 Lemuru Es Indonesia oil sardine Sardinella longiceps 600 Garam 300 5 Tembang Es Fringescale sardine Sardinella fimbriata 500 Garam 250 6 Alu-alu Es Obtuse barracuda Sphyraena abtusata 7,500 Garam 5,800 7 Sardine Spotted sardinella Clupeida 1,000 8 Teri Commersons anchovy Stolephorus commersonii 2,500 9 Golok-golok Wolf herring Chirocentrus dorab 2,000 10 Kacangan Dark finned sea-pike Sphyraena spp 5,000 11 Tetengkek Hardtail scad Megalaspis cordyla 1,000

2.2 Unit Penangkapan Purse Seine

Kegiatan penangkapan ikan khususnya dilaut adalah suatu bentuk upaya memanfaatkan atau “mengambil” sumberdaya perikanan, khususnya ikan di laut dengan menggunakan berbagai teknologi penangkapan. Teknologi penangkapan tersebut diciptakan berdasarkan tingkah laku sumberdaya ikan yang menjadi target pemanfaatan. Berdasarkan hal tersebut Chopin dan Arimoto 1995 menyebutkan bahwa kegiatan pengelolaan perikanan yang layak dibutuhkan pengetahuan tentang karakteristik alat tangkap ikan, tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan ikan sampingan lainnya, serta kondisi lingkungan di daerah penangkapan ikan , dimana aktivitas penangkapan ikan dilakukan Nelwan et.al 2002 menyatakan bahwa salah satu teknologi penangkapan ikan yang mempunyai karakteristik penangkapan untuk memperoleh hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil adalah purse seine. Karakter dari alat ini atau prinsip pengoperasiannya adalah melingkari target yang menjadi tujuan penangkapan dan dalam pengopersiannya biasa menggunakan alat bantu pemikat ikan berupa lampu atau rumpon. Pada umumnya jenis ikan yang tertangkap adalah pelagis kecil, 23 misalnya : Decapterus spp, Rastrelligger spp, Sardinella spp, yang dalam pergerakannya membentuk schooling Menurut Sadhori 1985 purse seine dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu : 1 Berdasarkan tipe letak kantong, yaitu tipe Amerika dan tipe Jepang; 2 Berdasarkan jumlah kapal, yaitu purse seine satu papal dan dua papal; 3 Berdasarkan target tangkapan, yaitu purse seine tuna, purse seine layang, purse seine kembung; dan 4 Berdasarkan waktu operasi, yaitu siang hari dan malam hari. Di Indonesia berkembang tipe atau jenis no. 2, yang pada bagian bawahnya dimodifikasi sehingga berbentuk trapesium terbalik sama kaki. Pengoperasian purse seine melingkari ikan yang bergerombol di sekitar rumpon dan atau lampu lure purse seine, atau secara langsung tanpa menggunakan alat bantu ini. Selanjutnya dikatakannya juga, bahwa berdasarkan dimensinya purse seine dikelompokan sebagai berikut : 1 Purse seine mini : panjang tidak lebih dari 300 m, berkembang di laut dangkal Laut Jawa, Selat Malaka, perairan Timur Aceh atau di sepanjang perairan pantai pada umumnya coastal fisheries. Sasaran utamanya adalah ikan pelagis kecil, seperti : ikan layang, ikan tembang, lemuru dan kembung. 2 Purse seine berukuran sedang : panjang lebih dari 300 m hingga 600 m yang dioperasikan di perairan yang lebih jauh atau di perairan lepas pantai off shore fisheries. Sasaran utamanya adalah ikan tongkol dan kembung. 3 Purse seine berukuran besar : panjang lebih dari 600 m hingga 1000 m, yang dioperasikan di perairan laut-dalam di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Deep sea fisheries. Sasaran utama : ikan cakalang dan ikan tuna. Menurut Ayodhyoa 1981, tahapan dalam kegiatan penangkapan ikan dengan purse seine, yaitu : 1 Menemukan gerombolan ikan dengan memperhatikan perubahan warna permukaan air laut dan ada tidaknya riak-riak, buih-buih atau burung- burung yang menyambar permukaan air. 2 Mengidentifikasi kualitas dan kuantitas gerombolan ikan. 24 3 Menentukan faktor kekuatan, kecepatan, arah angin, dan arus serta menentukan arah dan kecepatan renang gerombolan ikan. 4 Melakukan penangkapan, yaitu dengan melingkarkan jaring dan menarik purse line dengan cepat agar gerombolan ikan tidak dapat meloloskan diri dari arah horizontal maupun vertical, dan 5 Mengangkat jaring dan memindahkan ikan dari bagian bunt ke palka dengan scoop net dan fish pump.

2.3 Sumberdaya Ikan Pelagis