Karakteristik Usaha Kecil LANDASAN TEORI A.

II. LANDASAN TEORI A.

Definisi Usaha Kecil Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyatakan bahwa Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kriteria usaha kecil dalam undang-undang sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau; 2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.1.000.000.000,- satu miliar rupiah 3. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan huku, atau badan usaha berbadan hokum termasuk koperasi. 4. Bukan berupa anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar. Menurut Biro Pusat Statistik BPS, 1999, usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga yang diklarifikasikan berdasarkan jumlah pekerjaanya yaitu : industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang dan industri kecil dengan pekerja 5-19 orang.

B. Karakteristik Usaha Kecil

Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam Kuncoro, 2007. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal, sehingga cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain, seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hokum. Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau, diikuti oleh industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan industri kayu, bamboo, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk barang perabotan rumah tangga. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Lembaga Manajemen FE UI 1987 dapat dirumuskan profil usaha kecil di Indonesia sebagai berikut : 1. Hampir setengahnya dari perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas 60 atau kurang. 2. Lebih dari setengahnya perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan. 3. Masalah-masalah utama yang dihadapi : sebelum investasi masalah seperti permodalan dan kemudahan usaha lokasi usaha; pengenalan usaha : pemasaran, permodalan, hubungan usaha; peningkatan usaha : pengadaan bahanbarang. 4. Usaha menurun karena kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang keterampilan teknis dan administrasi. 5. Mengharapkan bantuan Pemerintah berupa modal, pemasaran dan pengadaan barang. 6. 60 menggunakan teknologi tradisional. 7. 70 melakukan pemasaran langsung ke konsumen. 8. Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan dipandang terlalu rumit. Profil pengusaha kecil Indonesia dari segi manajemen, yaitu : 1. Pemilik sebagai pengelola. 2. Berkembang dari usaha kecil-kecilan karena itu kepercayaan diri yang berlebihan. 3. Tidak membuat perencanaan tertulis. 4. Kurang membuat catatanpembukuan tertib. 5. Pendelegasian wewenang secara lisan. 6. Kurang mampu mempertahankan mutu. 7. Sangat tergantung pada pelanggan dan pemasok di sekitar usahanya. 8. Kurang membina saluran informasi. 9. Kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil pengusaha kecil di Indonesia dari segi keuangan yaitu sebagai berikut: 1. Memulai usaha kecil-kecilan, bermodal sedikit dana dan ketrampilan pemiliknya. 2. Terbatasnya sumber dana dari perbankan. 3. Kemampuan memperoleh pinjaman Bank relatif rendahkurang mampu menyediakan jaminan, proposal kredit da lain-lain. 4. Kurang akurat perencanaan anggaran kas. 5. Tidak memiliki catatan harga pokok produksi, perhitungan sangat kasar. 6. Kurang memahami tentang perlunya pencatatan keuanganakuntansi. 7. Kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan keuangan dan kemampuan analisisnya. 8. Kurang mampu memilih informasi yang berguna nagi usahanya. 9. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 sampai sat ini belu menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Krisis ini juga telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sector ekonomi berubah.

C. Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan