Umur Pendidikan Karakteristik Petani Agroforestri

5.2.1. Umur

Berdasarkan data yang dikumpulkan, umur responden yang paling muda adalah 30 tahun dan yang paling tua berumur 83 tahun. Data mengenai umur responden disakikan pada Tabel 2. Tabel 2 Umur responden Umur tahun Jumlah Orang Persentase 26-35 6 13,33 36-45 7 15,56 46-55 19 42,22 56-65 6 13,33 ≥ 66 7 15,56 Tabel 2 menunjukkan persentase umur responden terbesar berada pada selang umur 46-55 tahun sebesar 42,22. Hal ini disebabkan pada rentang umur tersebut responden masih masuk pada kategori umur produktif dan rata-rata telah berkeluarga serta merupakan generasi yang terdekat dari generasi sebelumnya sebagai pewaris lahannya. Hasil wawancara di lapangan juga menunjukkan bahwa responden dengan rentang umur 46-55 tahun memiliki anggota keluarga anak yang berada pada usia sekolah sehingga tekanan untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih besar. Adanya responden yang berusia muda menunjukkan bahwa pada dasarnya lahan hutan rakyat yang ada di Desa Bangunjaya merupakan lahan turun temurun yang dalam proses pengelolaannya juga turun temurun ke generasi berikutnya.

5.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh pada pola pikir petani dalam mengelola lahan yang dimilikinya. Kebanyakan dari petani atau dalam hal ini diwakili oleh responden, belum mampu mengaplikasikan pengelolaan lahannya secara lestari, dalam artian belum ada usaha yang dilakukan oleh petani untuk bisa menanggulangi problem yang akan dihadapi bila tanaman mereka memasuki masa tidak produktif lagi. Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan selama penelitian, para petani seolah berada dalam zona aman dan nyaman ketika saat ini mereka tidak membutuhkan modal untuk mengelola lahan dikarenakan lahan 20 garapan mereka merupakan warisan dari generasi sebelumnya yang juga mewariskan tanaman yang sedang dalam masa produktif. Tingkat pendidikan dapat juga menjadi indikator status sosial dalam masyarakat, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula status sosialnya di dalam masyarakat tersebut. Data tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini bisa dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3 Tingkat pendidikan responden Tingkat Pendidikan Jumlah Orang Presentase 1. Tidak Bersekolah 3 7 2. SD 29 64 3. SMP 4 9 4. SMA 4 9 5. Sarjana 5 11 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebanyak 29 orang 64 responden dengan tingkat pendidikan hanya sampai tingkat SD dan sebanyak 3 orang 7 tidak bersekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dipicu oleh besarnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, selain itu juga fasilitas pendidikan pada tingkat lanjutan yang ada di wilayah Desa Bangunjaya baru tersedia beberapa tahun terakhir. Selama ini masyarakat desa yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi harus memiliki kemampuan untuk sekolah keluar desa. Sementara sebanyak 5 orang 11 responden yang memiliki gelar sarjana merupakan pendatang yang kemudian menetap di Desa Bangunjaya. Tingkat pendidikan yang masih rendah menyebabkan keterbatasan kemampuan apalagi disertai dengan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehingga kebanyakan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya adalah dengan meneruskan kelola lahan yang telah diwariskan atau pergi keluar desa untuk mendapatkan pekerjaan lain. Tingkat pendidikan sendiri tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatan responden melainkan terhadap cara responden dalam merespon pasar atau pun kebutuhan kemudian mengaplikasikannya pada lahan mereka. Beberapa responden yang tingkat pendidikannya di atas pendidikan dasar atau sarjana sudah mampu memodifikasi jenis-jenis selingan terkait dengan kebutuhannya dan mengelola lahan dengan menggunakan sumberdaya tambahan. Berkaitan dengan hal tersebut, gabungan kelompok tani desa mendapatkan pendampingan dan penyuluhan dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan BP4K setempat untuk lebih memperhatikan pengelolaan lahannya, seperti pola penanaman, pemilihan tanaman yang baik, serta mekanisme panen, namun sampai saat ini proses tersebut diprioritaskan pada area non hutan.

5.3. Pendapatan Responden

Dokumen yang terkait

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

7 82 104

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

11 48 68

Posisi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

0 8 77

Analisis pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat studi kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

3 13 66

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Kasus di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur)

0 19 97

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Kebun Campuran terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa barat.

4 73 135

Pengaruh penguasaan lahan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (kasus: kampung Cijengkol, desa Cigudeg, kecamatan Cigudeg, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat)

0 13 200

Persepsi Petani Terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat)

1 10 205

Analisis Finansial dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

2 48 142

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36