mampu memodifikasi jenis-jenis selingan terkait dengan kebutuhannya dan mengelola lahan dengan menggunakan sumberdaya tambahan.
Berkaitan dengan hal tersebut, gabungan kelompok tani desa mendapatkan pendampingan dan penyuluhan dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan BP4K setempat untuk lebih memperhatikan pengelolaan lahannya, seperti pola penanaman, pemilihan tanaman yang baik,
serta mekanisme panen, namun sampai saat ini proses tersebut diprioritaskan pada area non hutan.
5.3. Pendapatan Responden
Pendapatan dihitung dalam jangka waktu satu tahun terakhir berdasarkan perolehan dari pekerjaan masing-masing responden baik dari agroforestri maupun
non agroforestri. Pendapatan yang berasal dari agroforestri dihitung dari penjualan kayu, panen buah, padi dan palawija yang ada di lahan milik petani. Sedangkan
pendapatan non agroforestri dihitung dari hasil perdagangan, peternakan, gaji atau upah, dan lain-lain. Data penghasilan responden disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pendapatan seluruh responden tahun 2010
Sumber Pendapatan
Jumlah Rp45 RespondenTahun
Rata-rata RpTahun
Selang Pendapatan
RpTahun 1. Agroforestri
a. Buah 4.900.504.000
108.900.088 –699.150.000
b. Kayu 470.050.000
10.445.555 –77.500.000
c. Padi Palawija 339.960.000
7.554.666 –39.300.000
2. Non Agroforestri 1.472.820.000
32.729.333 –360.000.000
Total 7.183.334.000
159.629.644,46
Tabel 4 memberikan informasi bahwa pendapatan dari agroforestri dibagi menjadi pendapatan dari penjualan buah, kayu, padi dan palawija. Secara
keseluruhan pendapatan yang berasal dari agroforestri lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari non agroforestri dimana hasil dari
penjualan buah memiliki porsi yang paling besar. Hal ini disebabkan karena mayoritas responden sangat mengandalkan lahan agroforestri untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya.
22
Pendapatan rata-rata responden per tahun terbesar berasal dari produk agroforestri berupa buah-buahan sebesar Rp 108.900.008 dengan selang
pendapatan minimum sebesar Rp 0tahun dan maksimum Rp 699.150.000tahun. Kemudian hasil terkecil rata-rata dari produk agroforestri adalah dari komoditi
padi dan palawija yakni Rp 7.554.666tahun dengan selang minimum sebesar Rp 0tahun dan maksimum Rp 39.300.000tahun. Sementara dari produk non
agroforestri diperoleh rata-rata Rp 32.729.333tahun dengan selang minimum sebesar Rp 0tahun dan maksimum sebesar Rp 360.000.000tahun. Nilai dari
selang minimum pada beberapa sumber pendapatan tersebut disebabkan oleh karena tidak semua responden memiliki atau mengusahakan sumber-sumber
tersebut. Ada hal menarik yang dijumpai di lokasi penelitian dan juga bisa dijelaskan
berdasarkan data pada Tabel 4 yaitu pendapatan terbesar responden berasal dari hasil penjualan buah. Berbeda dengan hutan rakyat atau agroforestri pada
umumnya yang “mempercayakan” mekanisme pemasaran atau penjualan hasil
agroforestrinya ke tengkulak, hasil panen di Desa Bangunjaya umumnya langsung dijual responden ke pasar yang terletak di luar desa, yakni di daerah Parung
Panjang atau Leuwiliang. Jikapun melalui perantara, biasanya dilakukan oleh para petani lain yang memiliki kemampuan lebih sehingga harga yang didapatkan bisa
jauh lebih baik dibandingkan dengan penjualan melalui tengkulak. Jika agroforestri pada umumnya atau di Jawa khusunya dimana hasil
terbesarnya mayoritas berasal dari penjualan kayu terutama jenis Sengon Paraserianthes falcataria, dalam konteks pemanfaatan hasil hutan berupa kayu
di Desa Bangunjaya, dikenal istilah daur butuh. Hal ini disampaikan oleh petani yang menjadi responden pada penelitian ini. Apalagi responden tidak
membutuhkan modal berarti untuk mengelola lahan mereka terutama hutan karena lahan yang mereka miliki sekarang merupakan warisan dari generasi sebelumnya
yang juga sudah ditanami. Berdasarkan informasi pendukung yang didapat di lapangan, komposisi jenis
dan jumlah tanaman serta luas lahan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Adapun kemudian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan
23
responden tersebut diuji melalui persamaan regresi linier menggunakan software Minitab 14 sebagai berikut :
Total Pendapatan = 21557487 + 2,09 padi palawija + 2255950 Durian + 924492
Petai - 575500 Mangga + 765148 Jengkol + 2493154 Cengkeh + 48737 Pisang - 2362376 Manggis - 44859 Kopi
+ 7892347 Dukuh + 8260 Rambutan + 802322 Nangka + 267312 Kelapa ................................................................... 1
R-Sq = 78,1
Dibandingkan dengan faktor luas lahan terhadap pendapatan responden dihasilkan persamaan regresi linier, sebagai berikut :
Total Pendapatan = 5439752 + 8460 Pertanian + 4742 Hutan .......................... 2
R-Sq = 25,9
Persamaan 1 menguji hubungan antara komposisi jenis dan jumlah tanaman yang mengisi lahan terhadap total pendapatan, sedangkan persamaan 2
menguji hubungan antara luas lahan yang dimiliki responden terhadap total pendapatan.
Kedua persamaan tersebut memberikan informasi bahwa ada beberapa faktor yang memperngaruhi besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh responden
seperti luas lahan dan komposisi tanaman, namun luas lahan yang dimiliki oleh responden tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah pendapatan, yakni
dinyatakan oleh R² yang diperoleh dari persamaan hanya sebesar 25,9. Komposisi dan jumlah tanaman yang mengisi lahan menjadi faktor yang
berpengaruh nyata terhadap total pendapatan, dinyatakan dengan perolehan R² sebesar 78,1.
5.4. Pengeluaran Responden