Pemanfaatan Lahan Dengan Sistem Agroforestri Jenis Agroforestri

bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

2.2.2. Pemanfaatan Lahan Dengan Sistem Agroforestri

Dalam praktiknya, pemanfaatan luas lahan yang terbatas memberikan inovasi-inovasi pola yang secara bebas memberikan ruang pilihan kepada petani. Pola agroforestri-tumpangsari menggunakan jenis-jenis yang mempunyai prospek pasar yang menjanjikan Sabarnurdin et al. 2011 petani memiliki tujuan menanam, yaitu: petani memperoleh manfaat sosial dari tumpangsari tanaman semusim seperti jagung, singkong, pisang, serta rumput gajah bagi petani yang memelihara ternak; manfaat ekonomi berupa hasil kayu untuk industri dengan pemasaran lokal maupun ekspor. Terkait relasinya dengan hutan, sebaiknya agroforestri tidak diposisikan sebagai alat penyelesaian “adhoc” karena sesuai dengan kondisi yang dihadapi, pola tanam ini seharusnya terintegrasi dengan sistem pengelolaan hutan, karena memang eksistensi kehutanan di mata penduduk sekitarnya ditentukan oleh tindakan mewujudkan fungsi hutan sebagai penghasil multiple product bagi kehidupan manusia. Terkait dengan hal tersebut, pemilihan jenis yang tepat disesuaikan dengan karakteristik jenis inti serta pengaturan daur menjadi hal yang penting Sabarnurdin et al. 2011. Agroforestri bisa saja menjadi alternatif yang lebih baik dan menguntungkan jika dibandingkan dengan kondisi yang ada. Menurut Suharjito 2000, hutan rakyat atau agroforestri hanya merupakan pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10 dari total pendapatan. Kebijakan yang baik untuk memfasilitasi kontribusi keberadaan agroforestri menjadi sangat penting agar agroforestri terus memberikan tren yang positif.

2.2.3. Manfaat Agroforestri

Beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya menurut Hairiah et al. 2003 yaitu :

1. Produktivitas Productivity: Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk

total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran output dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponenjenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponenjenis tanaman lainnya.

2. Diversitas Diversity: Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih

daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal monokultur.

3. Kemandirian Self-regulation: Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri

diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produkproduk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar antara lain: pupuk dan pestisida, dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

4. Stabilitas Stability: Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan

produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani. Ketika tanah langka atau ketika tanah memiliki kesuburan rendah atau sensitif terhadap erosi, teknik wanatani agroforestri menawarkan manfaat yang cukup besar untuk jangka panjang pertanian yang keberlanjutan. Pohon dan semak memiliki peran ekologi dan ekonomi penting dalam sistem pertanian. Agroforestri berguna dalam cara berikut menurut The Organic Organization:

1. Tanah

a. Melindungi tanah dari erosi. b. Meningkatkan nutrisi dalam tanah yang miskin. c. Memperbaiki struktur tanah sehingga memegang lebih banyak air.

2. Pasokan energi

a. Menyediakan kayu bakar lebih murah dan lebih mudah diakses. b. Memproduksi kualitas yang lebih baik kayu bakar tergantung pada spesies ditanam.

3. Tempat tinggal dan struktur

a. Menyediakan bahan bangunan murah. b. Melindungi hewan, tanaman dan manusia dari angin dan matahari. c. Menyediakan pagar untuk melindungi tanaman dari hewan ternak dan hewan liar.

4. Tanaman sumber daya keanekaragaman hayati

a. Memperbaiki kondisi lingkungan lokal alami tanaman tumbuh. b. Mempertahankan dan meningkatkan jumlah spesies tanaman.

5. Kas dan pendapatan

a. Menyediakan lapangan kerja tambahan atau off-musim. b. Mengaktifkan penjualan produk-produk pohon. c. Menyediakan investasi seperti kebun, produk-produk pohon, agro- bisnis dan pasokan bahan jangka panjang untuk produksi kerajinan

2.2.4 Jenis Agroforestri

Dalam perkembangan pengelolaan lahan di beberapa daerah, penduduk mempunyai preferensi tertentu dalam menggunakan lahannya yang terbatas, yang diwujudkan dengan beberapa tahap pola agroforestri. Pola-pola tersebut sebenarnya bisa merupakan continuum yang berakhir pada pola agroforest talun, kebun pohon yang kemudian diintervensi oleh penduduk setempat menjadi sebuah pola yang ingin mereka pertahankan. Sabarnurdin et al. 2011 Menurut De Foresta dan Michon 1997, agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. 1. Agroforestri Sederhana Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorongpagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni atau bernilai ekonomi rendah dadap, lamtoro, kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan padi gogo, jagung, kedelai, kacang- kacangan, ubi kayu, sayuran, rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya. Menurut Bratamihardja 1991 dalam Hairiah et al. 2003, bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dijumpai di Pulau Jawa adalah tumpangsari atau taungya yang dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial oleh Perum Perhutani. Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman semusim. Kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap Erythrina atau kelorwonogamal Gliricidia sebagai tanaman naungan dan penyubur tanah. 2. Agroforestri Kompleks Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan berbasis pohon baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat liana, tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest. Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu: kebun atau pekarangan berbasis pohon home garden yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan agroforest, yang biasanya disebut hutan yang letaknya jauh dari tempat tinggal De Foresta et al. 2000. BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan April - Mei 2011. Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kuisioner 2. Data-data sekunder 3. Microsoft Excel 2007 4. Minitab 14 5. Kamera digital

3.3. Batasan Operasional Penelitian

Guna memberikan pengertian dan persepsi yang seragam mengenai penelitian yang dilakukan, maka diberikan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Hutan rakyat adalah hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah dan ditanami dengan tanaman berkayu baik secara monokultur maupun dicampur dengan tanaman pertanian maupun palawija. Cintamanik

Dokumen yang terkait

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

7 82 104

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

11 48 68

Posisi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

0 8 77

Analisis pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat studi kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

3 13 66

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Kasus di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur)

0 19 97

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Kebun Campuran terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa barat.

4 73 135

Pengaruh penguasaan lahan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (kasus: kampung Cijengkol, desa Cigudeg, kecamatan Cigudeg, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat)

0 13 200

Persepsi Petani Terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat)

1 10 205

Analisis Finansial dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

2 48 142

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36