2.2 Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba
Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, upacara kematian dibagi atas beberapa jenis berdasarkan usia dan status yang meninggal dunia Sianturi, 2012 ;
101. Perlakuan atau upacara untuk meninggal tersebut juga berbeda. Maka untuk lebih jelasnya dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah sebagai berikut:
1. Mate di bortian, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih berada
dalam kandungan. Biasanya orang yang meninggal seperti ini tidak mendapat perlakuan adat atau dapat dikatakan lansung dikubur tanpa
menggunakan peti mati. 2.
Mate poso-poso, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih bayi. Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, dimana mayatnya
sudah ditutupi ulos
15
3. Mate dakdanak, artinya adalah meninggal dunia pada saat usia masih
anak-anak. Kematian seperti ini juga sudah mendapat perlakuan adat, mayatnya sudah ditutupi ulos dimana ulosnya berasal dari tulang
dimana ulos penutup mayatnya diberikan oleh orang tua dari yang meninggal tersebut.
16
4. Mate bulung, artinya adalah orang yang meninggal pada saat usia remaja.
Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, ulos penutup mayat juga diberikan oleh tulang dari yang meninggal
yang meninggal.
5. Mate ponggol, orang yang meninggal dunia pada saat sudah dewasa
namun belum menikah, orang yang meninggal seperti ini sudah
15
Ulos adalah sejenis pakaian adat masyarakat Batak Toba yang ditenun.
16
Tulang dalam bahasa Batak Toba adalah saudara laki-laki dari ibu yang meninggal atau secara harafiah diartikan paman.
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan perlakuan adat, dan kain penutup mayatnya diberikan oleh tulang dari yang meninggal tersebut.
Kelima jenis kematian di atas merupakan kematian yang dibagi atas dasar usia dan status belum menikah. Sianturi 2012 : 101 memaparkan jenis
kematian menurut masyarakat Batak Toba, sesudah menikah antara lain : 1.
Mate diparang-alangan mate punu artinya adalah orang yang meninggal, namun belum memiliki anak.
2. Mate mangkar,artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki
anak, namun anak-anaknya masih kecil atau tergolong usia anak-anak,atau balita
3. Mate hatungganeon, artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah
memiliki anak yang sudah dewasa dan bahkan sudah ada yang kawin, namun belum memiliki cucu
4. Mate Sari matua, artinya adalah orang yang meninggal dunia yang sudah
memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum kawin, dan yang terakhir adalah
5. Mate Saur matua, artinya adalah orang yang meningggal dunia dimana
telah mempunyai cucu dari semua anak-anaknya. Disamping kelima jenis kematian diatas, ada lagi satu jenis kematian
yang paling tinggi derajatnya dalam budaya orang Batak, yaitu “mate mauli bulung”. Yang dimaksud mate mauli bulung adalah seseorang yang sudah
meninggal yang telah mempunyai cicit dari anak laki laki dan mempunyai cicit dari anak perempuan, dan dari antara keturunannya tersebut belum ada yang
Universitas Sumatera Utara
meninggal. Kematian seperti ini memang sangat jarang dijumpai karena memang berkaitan dengan usianya yang sangat tinggi.
17
Dalam masyarakat Batak Toba kelima jenis kematian di atas sudah mendapatkan perlakuan adat. Namun yang menjadi kematian tingkat tertinggi
klasifikasi upacara adatnya adalah saur matua. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atas dari saur matua, yaitu saur matua bulung. Yang
dimaksud dengan saur matua bulung adalah jika seseorang yang meninggal dunia dimana anak-anaknya sudah menikah semua dan telah memiliki cicit dari
anaknya laki-laki dan cicit dari anaknya perempuan. Namun jenis kematian keduanya saur matua dan saur matua bulung dianggap sebagai sebuah kematian
yang ideal, karena tidak memiliki tanggungan anak lagi. Dari kelima jenis kematian di atas, yang akan menjadi objek penelitian
dalam tulisan ini adalah kematian saur matua. Alasannya adalah, karena pada umumnya musik tiup, digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang ada dikota
Medan pada jenis kematian tersebut.
2.3 Ensambel Musik Tiup dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan