Faisal Salam. Motivasi Tindakan Terorisme,Mandar Maju, Jakarta, 2005 hal 219.

3. Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. Adapun yang dimaksud dengan memberi bantuan adalah tindakan memberi bantuan baik sebelum maupun pada saat tindak pidana dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan kemudahan adalah tindakan memberikan bantuan setelah tindak pidana dilakukan. 56 56

M. Faisal Salam. Motivasi Tindakan Terorisme,Mandar Maju, Jakarta, 2005 hal 219.

Putusan mahkamah konstitusi yang secara tersirat dan tersurat mengabulkan permohonan pemohon judicial review terhadap UU No. 16 Tahun 2003 telah menimbulkan pro dan kontra. Alas huku pasa 28I UUD 1945 sebagai ketentuan satu-satunya sebagai dasar putusan MK, dan tidak mengelaborasi secara proporsional Pasal 28J UUD 45, jelas hanya mengutamakan perlindungan hak asasi tersangkaterdakwa tindak pidana terorisme, dan tidak mencerminkan perlindungan korban kegiatan terorisme dan perlindungan NKRI terhadap ancaman dan kegiatan terorisme serta dampak sosial, ekonomi, politik dari putusan tersebut. Sedangkan piagam HAM PBB pasal 29 sudah secara eksplisit mencantumkan pembatasan-pembatasan hak asasi seseorang untuk tujuan menciptakan dan mempertahankan ketertiban umum dan kesusilaan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Dalam UU No. 16 Tahun 2003 yang dibatalkan MK, terorisme didefenisikan sebagai perbuatan yang merupakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban secara massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas Internasional. Dari defenisi mengenai terorisme itu, dapat disimpulkan terorisme adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan extra ordinary crime against humanity. Ada hal menarik pada pengambilan keputusan oleh majelis hakim MK, yaitu ada empat hakim anggota yang mengajukan dissenting opinion mengenai pembatalan UU No. 16 Tahun 2003, yang intinya, tidak sependapat dengan kelima hakim anggota lainnya bahwa peristiwa bom bali adalah merupakan ordinary crime. Keempat hakim anggota itu berpendapat, peristiwa bom bali merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan extra ordinry crime sehingga harus ditindak dengan pengkhususan tertentu yang dalam hal ini pemberlakuan asas retroaktif. Terorisme sendiri saat ini merupakan masalah ang menghantui dunia sehingga diperlukan kerjasama multilateral untuk menanggulanginya. Jika ditarik ke belakang, yaitu pada tanggal 17 Juli 1998, ketika itu 60 negara meratifikasi Statuta Romayang membentuk International Criminal Court ICC untuk mengadili pelaku-pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan. Crimes Against Humanity. Universitas Sumatera Utara Bagi extra ordinary Crimes dapat diterapkan pengecualian- pengecualian yang dapat dibenarkan berdasarkan asas lex specialist derogat lex generalis ketentuan khusus harus diutamakan daripada ketentuan umum. Penerapan seperti ini dianut pula bagi pelanggaran HAM berat berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Asas retroaktif juga pernah diberlakukan sebelumnya, yaitu pada pengadilan untuk penjahat perang Nuremberg, untuk mengadili anggota Nazi Jerman yang membantai lima juta orang Yahudi semasa perang dunia II. Pembantaian lima juta kaum Yahudi itu, korban teror Twin Tower 3000 orang tewas, dan bom Bali 200 orang tidak bisa dibandingkan secara kuantitatis, tetapi sama kejamnya dan termasuk gross violation of human rights. Kini, Indonesia tidak dapat menghindar dari tantangan dan ancaman bahaya terorisme global, bahkan Indonesia berkali-kali menjadi sasaran teror. Menghadapi hal ini Indonesia harus lebih membuka diri terhadap globalisme hukum transnasional yang memerangi terorisme. Indonesia tidak boleh terjebak konservativisme hukum nasional yang akhirnya akan membahayakan negara sendiri. Saat ini masalah terorisme sudah menjadi masalah dunia bahkan pada tahun 1998 sudah diadakan International Convention for the Suprression of thr Financing of Terrorism. Indonesia mau tidak mau harus mengikuti arus global dalam memerangi terorisme atau akan terkucil dari pergaulan Internasional. Korban terorisme tidak dapat dipisah-pisahkan lagi berdasarkan suku, bangsa dan agama atau Universitas Sumatera Utara kewarganegaraannya. Sebanyak 200 manusia yang menjadi korban bom Bali bukan lagi menjadi kesedihan bagi Australian dan Indonesia saja, tetapi menjadi paranoid dunia. BAB IV PERKEMBANGAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI A.Tinjauan Umum Tentang Korupsi 1.Pengertian Korupsi Dan Ruang Lingkupnya Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa Latin : corruptio atau corruptus, corruptio berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua yang berarti ialah kebusukan, keburukan, kebjatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt, Prancis yaitu : corruption, dan Belanda yaitu : corruptie dan dari bahasa Belanda inilah turun ke bahasa Indonesia yaitu : korupsi. Arti kata secara harafiah korupsi itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan bahasa Indonesia disimpulkan Universitas Sumatera Utara dalam kamus besar bahasa indonesia. Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Menurut TranspArency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. 57 Jacob Van Klaveren mengatakan bahwa seorang pegawai Negara yang berjiwa korup menganggap kantor atau instansinya sebagai perusahaan dagang, dimana pendpatnya akan diusahakan semaksimal mungkin. Sedangkan L.Bayley mengatakan bahwa perkataan korupsi dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana- mana. Sejarah membuktikan bahw hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Bagaimana cara penaggulangannya demikian pula berkembang pengertian korupsi. Makna korupsi selalu berkembang dari waktu ke waktu sebagai pencerminan kehidupan masyarakat dari sisi negatf. Semua istilah korupsi merupakan istilah yang banyak dipakai dalam ilmu politik, kemudian menjadi sorotan berbagai disiplin ilmu. 57 Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum PIdana Nasional Dan Internasiona. Raja Grafindo, Jakarta. 2006, hal 4. Universitas Sumatera Utara adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi. 58 Carl J. Friedrich mengatakan bahwa pola korupsi dapat dikatakan ada apabila seseorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal- hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum. M.Mc Mullan mengatakan bahwa seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia biasa lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Dapat juga berarti menjalankan kebijaksanaanya secara sah untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan. Sedangkan menurut J.S.Nye, korupsi merupakan sebuah perilaku yang menyimpang dari kewjiban-kewjiban normal suatu peran instansi pemerintah, karena kepentingan pribadi. Hal itu mencakup tindakan seperti penyuapan, nepotisme maupun penyalahgunaan secara tidak sah sumber penghasilan Negara. 59 58 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam delik Korupsi, Mandar Maju, Bandung, 2001. hal 7-9 59 Ibid hal 9-10 Universitas Sumatera Utara Arrigo dan Claussen misalnya mendefenisikan korupsi sebagai mengambil atau menerima suatu keuntungan buat diri sendiri yang tidak sah secara hukum dikarenakan individu tersebut mempunyai otoritas dan kekuasaan. Jadi jelas dalam pengertian ini, segala bentuk penggelapan, pencurian terhadap dana publik untuk menguntungakan diri sendiri adalah perbuatan korupsi. Termasuk juga dalam pengertian ini ketika anda menerima gratifikasi, suap dari orang lain supaya kepentingan orang yang memberikannya, Anda dahulukan kepentingan publik diabaikanda, jadi otomatis Anda bersikap tidak adil buat orang lain atau publik. Inti dari perbuatan korupsi adalah orang yang menyalahgunakan kekuasaan publik. 60 Definisi korupsi dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untukk kepetingan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. 61 Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan 60 http:himpsijaya.org20080502psikologi korupsi, diakses pada tanggal 5 agustus 2010. 61 Adami Chazawi, Hukum Pidana Formil dan Materil Dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2005, Hal. 3 Universitas Sumatera Utara kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilwywh hukumnya, ada perbadaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Istlah korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia baru dikenal pertama kali dalam Pengaturan Penguasa Perang kepala Staf Angkatan darat tanggal 16 April 1958 No. PrtPeperpu0131958. Peraturan ini memuat peraturan perundang-undangan mengenai korupsi yang pertama kali di Indonesia. Peraturan perundang-undangan pada zaman Hindia Belanda termasuk Wvs Hindia Belanda KUHP juga tidak dijumpai istilah korupsi corruptie. Dalam pengaturan penguasa perang tersebut tidak dijelaskan mengenai pengertian istilah korupsi, tetapi hanya dapat dibedakan menjadi korupsi pidana dan korupsi lainnya. Di dalam pasal 1 Peraturan Penguasa Perang kepala Staf Angkatan darat. Tersebut perbuatan korupsi dibedakan menjadi dua yaitu perbuatan korupsi pidana dan korupsi lainnya. 62 Istilah tindak pidana korupsi yang pertama kalli digunakan dalam peraturan perundan-undangan Indonesia adalah Peperpu Peraturan pemerintah pengganti undang-undang yakni Peperpu No.24 tahun 1960 tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Peperpu tersebut dulu sering 62 Ibid, hal.7-8 Universitas Sumatera Utara disebut dengan Peraturan Pemberantasan Korupsi 1960 dan berfungsi sebagai perangkat hukum pidana tentang korupsi untuk menggantikan kedudukan Peraturan Penguasa Perang kepala Staf Angakatan darat. Selanjunya Peperpu No.24 tahun 1960 dengan undang-undang No. 1 tahun 1960 ditetapkan menjadi UU No.24Prp1960. Undang-undang itu berupa undang-undang hukum pidana khusus pertama tentang tindak pidana korupsi yang bersifat definitif di Indonesia, yang pada saat itu populer dengan sebutan undang-undang anti korupsi. Pengertian Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi sedangkan menurut UU No.31 tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 63 1. Perbuatan melawan hukum. 2.Bentuk-Bentuk Korupsi Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garus besar mencakup unsur-unsur sbb: 2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana. 3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. 4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 63 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Djambatan, 2004 hal.5 Universitas Sumatera Utara Bentuk-bentuk tindak pidana korupsi adalah rumusan tindak pidana korupsi yang berdiri sendiri dan dimuat dalam pasal UU No.31 tahun 1999 yang diubah dengan UU No.20 tahun 2001.Rumusan tersebut yang mempunyai unsur- unsur tertentu dan diancam dengan jenis pidana dengan sistem pemidanaan tertentu pula. Uraian mengenai bentuk-bentuk tidak pidana korupsi terdapat dalam UU No.31 tahun 1999, sebagai berikut : 64 1. Tindak Pidana Korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang atau korporasi. Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999. 2. Tindak Pidana Korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan atau kedudukan. Pasal 3. 3. Tindak Pidana Korupsi dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu Pasal 5. 4. Tindak Pidana Korupsi suap pada hakim dan advokat Pasal 6. 5. Korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI Pasal 7. 6. Korupsi Pegawai Negeri Menggelapkan Uang dan Surat Berharga Pasal 8 7. Tindak Pidana Korupsi pegaawai negeri dalam hal memalsu buku- buku dan daftar-daftar. Pasal 64 Adami Chazawi, Op.Cit, hal 33 Universitas Sumatera Utara 8. Tindak pegawai negeri merusak barang, akta, surat atau daftar Pasal 10 9. Korupsi pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan kewenaangan jabatan Pasal 11 10. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau haki dan advokat menerima hadiah atau janji, pegawai negeri memaksa membayar, memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan tanah negara dan turut serta dalam pemborongan Pasal 12 11. Tindak pidana korupsi suap pegawai negeri menerima gratifikasi Pasal 12 B 12. Tindak Pidana korupsi suap pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan Pasal 13 13. Tindak Pidana yang berhubungan dengan huku acara pemberantasan korupsi Pasal 21, 22 dan pasal 24 65

3. Faktor Penyebab Korupsi