tetapi didasarkan pada ketentuan hukum yang berdasarkan ukurannya dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu, tidak mungkin ada
suatu perbuatan jahat yang timbul kemudian dapat meloloskan diri dari tuntutan hukum. Dengan mengutip pendapat Paton, Bambang Poernomo
menyatakan bahwa adagium yang dipakai disini adalah nullum crimen sine poena.
12
3. Perkembangan Hukum Pidana
Secara dogmatis dapat dikatakan, bahwa dalam hukum pidana terdapat tiga pokok permasalahan yaitu :
1. Perbuatan yang dilarang.
2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu.
3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan itu.
Akan tetapi apabila hukum pidana dipandang secara fungsional, dalam arti bagaimana perwujudan bekerjanya hukum pidana itu dalam masyarakat, maka
dapat dilihat adanya tiga fase: 1.
Pengancaman pidana terhadap perbuatan yang tidak disukai oleh pembuat undang-undang.
2. Penjatuhan pidana kepada seseorang korporasi oleh hakim
atas perbuatan yang dilakukan oleh orang korporasi terebut.
12
Bambang Poernomo, Asas Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1982 Hal. 71-73.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan pidana oleh aparat eksekusi pidana misalnya
lembaga pemasyarakatan atas orang yang dijatuhi pidana tersebut.
13
Sudarto berpendapat bahwa dalam fase pertama, pidana masih beupa ancaman, berupa norma sanksi minimum dan maksimum, jadi pidana masih
bergantun di awang-awang, artinya belum terwujud sama sekali, sedangkan dalam fase kedua pidana sudah lebih konkret, misalnya dua tahun penjara, yang
dijatuhkan kepada orang-orang tertentu. Dalam fase ketiga, pidana sudah betul- betul dirasakan oleh orang yang dikenai, yaitu dalam pidana penjara, kalau betul-
betul terpidana hilang kemerdekaannya untuk pergi kemana yang ia kehendaki, atau dalam hal pidana mati, kalau terpidana sudah benar-benar hilang nyawanya
atau dalam hal pidana denda, kalau terpidana secara nyata berkurang kekayaannya pada waktu ia membayar denda.
Dengan padangan yang demikian itu, maka sesuai dengan yang dikemukakan pada awal tulisan, dapat dipahami bahwa pembaharuan huku pidana
tidak hanya meliputi hukum pidana materil substantif saja, meskipun harus diakui bahwa bagian hukum pidana yang memuat ancaman hukum pidana
terhadap perbuatan seseorang korporasi merupakan bagian yang penting. Kriminalisasi perbuatan yang tidak disukai masyarakat dan penentuan syarat apa
yang harus dipenuhi sebelum seseorang dapat dipidana beserta ancaman
13
Sudarto, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia dalam Simposium pembaharuan Hukum pidana Nasional, Bina Cipta, Jakarta, 1986, Hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
pidananya merupakan masalah yang sangat penting dan mudah, yang kadang- kadang tidak disadari benar oleh kebanyakan orang.
14
1. Untuk menjamin kebebasan Individu dari kesewenang-wenangan
penguasa
4. Pengertian Pergeseran Paradigma Dalam Hukum Pidana