Lokasi dan Waktu Penelitian Definisi Operasional

sehat, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak daya beli. 2. PDRB perkapita yaitu PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk. Ribu rupiah 3. Indeks gini rasio adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Indeks Gini terletak antara 0 nol dan 1 satu, dimana nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan sempurna. Nilai indeks gini ini digunakan sebagai proksi ukuran ketimpangan pendapatan. 4. Pengeluaran pemerintah atas pendidikan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan dan kebudayaan pada anggaran pendapatan belanja negara tahun 2002-2003. Selanjutnya pada tahun 2004-2009 diwakili oleh belanja negara menurut fungsi pendidikan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah. 5. Pengeluaran pemerintah atas kesehatan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan dan keluarga berencana pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2002- 2003. Kemudian selanjutnya tahun 2004-2009 diwakili dengan belanja negara menurut fungsi kesehatan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah. 6. Kepala rumah tangga berpendidikan SMPsederajat keatas adalah nilai rata- rata kepala rumah tangga menempuh pendidikan SMPsederajat keatas di sekolah. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen. 7. Angka Kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan atau keluhan kesehatan sehingga dapat menggangu aktivitas sehari- hari. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen. Tabel 4. menunjukkan tentang variabel dan keterangannya. Tabel 4. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya No Nama Variabel Keterangan Satuan 1. Y IPM Tanpa Satuan 2. GOV Persentase Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran Persen 3. INC PDRB perkapita Ribu Rupiah 4. GR Indeks Gini Rasio Tanpa satuan 5. HLTH Angka kesakitan Persen 6. ED KRT berpendidikan SMPsederajat keatas Persen

IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN

4.1. Kependudukan

Provinsi Banten mempunyai luas 9.018,64 Km2. Secara administrasi wilayah ini dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan serta 1.535 desakelurahan. Wilayah Provinsi Banten berada pada batas astronomis 105.01’11”-106.07’12”BT dan 5.07’50”-7.01’1”LS, serta mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan nasional dan berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara. Batas wilayah Provinsi Banten adalah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan, Sebelah barat dengan Selat Sunda. Informasi kependudukan sangat diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini dikarenakan paradigma pembangunan telah bergeser, yang semula pembangunan hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi saat ini juga peningkatan kualitas SDM. Jumlah penduduk di suatu daerah, sebenarnya merupakan suatu aset dan potensi yang besar bagi pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sebaliknya apabila jumlah penduduk yang besar tersebut mempunyai kualitas yang rendah, maka akan menjadi beban bagi proses pembangunan yang dilaksanakan. Pada Gambar 4 ditunjukkan perkembangan jumlah penduduk Banten yang terus meningkat dari tahun 1961 sampai 2009. Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun ini bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas migran baru yang masuk yang disebabkan daya tarik Provinsi Banten. Daya tarik wilayah Banten, adanya daerah industri di sekitar Tangerang, Serang dan Cilegon, terutama industri pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 persen terhadap PDRB di provinsi ini. Penelitian Iskandar at. al., 2007 menyatakan, industrialisasi telah menjadi kekuatan utama driving force di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya resource-based industries, industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota. - 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 1961 1971 1980 1990 2000 2009 Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber : Sensus Penduduk : , Susenas : . Gambar 4. Jumlah Penduduk KabupatenKota di Provinsi Banten Tahun 1961– 2009 Penduduk Provinsi Banten yang termasuk kelompok penduduk muda, dengan kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 29,93 persen, kelompok usia 15-44 tahun sebanyak 53,66 persen, kelompok usia 45-60 tahun sebanyak 11,81 persen dan kelompok 60 tahun keatas sebanyak 4,59 persen Gambar 5. Sumber : BPS, 2011 data diolah Gambar 5. Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 Komposisi penduduk usia produktif yang sangat besar merupakan potensi sekaligus juga tantangan tersendiri bagi pemerintah. Penduduk usia produktif yang banyak, maka angkatan kerja juga menjadi tinggi. Angkatan kerja yang tinggi merupakan modal yang potensial untuk pembangunan daerah, jika 50 100 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ 100 50 dilengkapi dengan keterampilan dan keahlian yang memadai atau berkualitas. Keberhasilan ekonomi China tidak terlepas dari SDM yang dimiliki. Penduduk yang struktur umurnya mengelompok di usia kerja dan mempunyai ketrampilan, serta adanya dukungan pemerintah yang cukup tanggap dalam merespon gejolak yang ada, yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian Manson dan Wang, 2005. Proses penciptaan lapangan pekerjaan sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi maka semakin marak kegiatan perekonomian yang berarti semakin banyak pula tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerakkan roda perekonomian. Untuk Provinsi Banten, gambaran tentang proporsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja bekerja atau mencari pekerjaan dapat diketahui melalui angka tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Dari tabel tersebut diperoleh bahwa TPAK Banten pada tahun 2009 adalah sebesar 63,74 persen, artinya porsi penduduk usia kerja penduduk usia 10 tahun keatas yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di provinsi ini hanya 63,74 persen. Jika diamati menurut wilayah, pada tahun 2009 tampak bahwa penduduk Kota Tangerang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi mempunyai porsi paling tinggi dengan TPAK sebesar 68,51 persen. Sedangkan Kota Cilegon TPAK-nya masih dibawah 60 persen, yaitu sebesar 60,69 persen Tabel 5. Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut KabupatenKota Di Provinsi Banten Tahun 2008 - 2009 KabupatenKota 2008 2009 Kab. Pandeglang 65,44 63,52 Kab. Lebak 67,62 67,69 Kab. Tangerang 65,89 62,12 Kab. Serang 60,14 60,78 Kota Tangerang 66,00 68,51 Kota Cilegon 59,99 60,09 Provinsi Banten 64,80 63,74 Pertumbuhan TPAK - 1,64 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009 Berkaitan dengan penduduk yang masuk dalam pasar kerja perlu dilihat juga komposisi pendidikan kepala rumah tangga KRT. KRT yang pendidikannya lebih tinggi, biasanya akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan di sektor unggulan karena tenaga kerja yang berpendidikan biasanya produktivitasnya relatif lebih baik. KRT yang mampu menyelesaikan pendidikan SMPsederajat keatas, didominasi oleh Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Tangerang, dengan rata-rata sebesar 72 persen, 66 persen dan 55 persen, sedangkan Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak dibawah 50 persen Gambar 6. - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Pe rs e n Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber : BPS, 2009 data diolah Gambar 6. Persentase KRT Berpendidikan SMPSederajat Keatas Menurut KabupatenKota di Provinsi Banten Tahun 2002-2009 Penduduk yang berbadan sehat relatif mampu melakukan kegiatan sehari- harinya lebih baik dari pada yang sakit-sakitan, sehingga produktivitasnya akan lebih baik. Salah satu ukuran besarnya penduduk yang mengalami kesakitan dapat dilihat dengan indikator angka kesakitan. Setiap tahunnya hampir semua penduduk kabupatenkota se Provinsi Banten mengalami kenaikan dalam angka kesakitannya. Terdapat empat kabupaten yang mulai menurun angka pesakitannya pada tahun 2009, yaitu: Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kota Cilegon dan Kabupaten Lebak Gambar 7. - 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Pe rs e n Kab Pandeglang kab Lebak kab Tangerang Kab serang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber : BPS, 2011 data diolah Gambar 7. Persentase Angka Kesakitan Menurut KabupatenKota Provinsi Banten Tahun 2002 - 2009 Perkembangan pendidikan dan kesehatan tenaga kerja dan keluarganya di Provinsi Banten, sangat tergantung pada pembangunan ekonomi dari tahun awal terbentuknya provinsi ini. Pembangunan ekonomi dapat membentuk kegiatan ekonomi sehingga memungkinkan penduduk meningkatkan pendapatannya atas fungsinya sebagai tenaga kerja. Pendapatan penduduk akan semakin meningkat disaat perekonomian semakin membaik, sehingga rumah tangga dalam mengalokasikan pendapatannya untuk biaya pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak.

4.2. Perkembangan Perekonomian

Pembangunan ekonomi Provinsi Banten mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, selama periode 2002 sampai 2009. Pada tahun 2002 pertumbuhannya 4,11 persen dan terus meningkat menjadi 4,69 pada tahun 2009 Gambar 8. 4.11 5.07 5.63 5.88 5.57 6.04 5.82 4.69 1 2 3 4 5 6 7 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 Tahun P er sen Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah, 2009 Gambar 8. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2002–2009 Jika dicermati lebih lanjut pada tingkat KabupatenKota, terlihat bahwa Kota Tangerang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, yaitu 6,32 persen per tahun, sedangkan Kabupaten Tangerang rata-rata pertumbuhan ekonominya paling rendah hanya 3,95 persen per tahun Tabel 6. Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut KabupatenKota se Provinsi Banten Tahun 2007-2009 KabupatenKota 2007 2008 2009 Rata-rata Kab. Pandeglang 4,48 4,29 3,97 4,25 Kab. Lebak 4,90 4,06 4,10 4,35 Kab. Serang 6,48 5,51 4,40 5,46 Kab. Tangerang 4,71 3,95 3,18 3,95 Kota Tangerang 6,86 6,37 5,74 6,32 Kota Cilegon 6,25 5,63 5,44 5,77 Provinsi Banten 6,04 5,77 4,69 5,50 Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah Pertumbubahan ekonomi Banten tidak terlepas dari peran sektor unggulan yaitu sektor industri. Sektor ini menyumbang lebih dari 40 persen PDRB Provinsi Banten. Sektor unggulan berikutnya adalah sektor perdagangan dan jasa Gambar 9, namun melihat rata rata penyerapan tenaga kerja kedua sektor ini relatif sama dengan sektor yang bukan unggulan, yaitu sektor pertanian. Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah Gambar 9. Persentase Distribusi sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi Banten 2000 – 2008 Rata-rata PDRB perkapita Provinsi Banten tahun 2002–2009 sebesar 10,11 juta per tahun BPS Provinsi Banten, 2009. Gambar 10 menunjukkan bahwa dari 8 KabupatenKota di Provinsi Banten, hanya ada dua daerah yang 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 9. JASA-JASA 8. KEUANGAN, PERSEWAAN JASA PERUSAHAAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5. B A N G U N A N 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1. PERTANIAN memiliki rata-rata PDRB perkapita diatas nilai tersebut, yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon dengan nilai rata-rata masing-masing 15,19 juta rupiah dan 29,42 juta rupiah. Kedua kota ini merupakan daerah perindustrian, sehingga pendapatan perkapitanya besar. Sedangkan empat KabupatenKota lainnya memiliki PDRB perkapita dibawah nilai rata-rata. Terlihat bahwa terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar KabupatenKota di Provinsi Banten Gambar 10. - 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 tahun Ju taan R u p iah pandeglang lebak kab.tangerang serang kot.tangerang cilegon Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah Gambar 10. Perkembangan PDRB Perkapita KabupatenKota di Provinsi Banten 2002 – 2009 Perbedaan pendapatan penduduk antar kabupatenkota juga menunjukan pola konsumsi yang berbeda pula. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah yang pola konsusmsi non makanan lebih mendominasi dibanding konsumsi makanan yaitu sebesar 60,8 persen dibanding 39,2 persen. Kabupaten Tangerang juga merupakan daerah yang hampir sama pola konsumsinya dengan Kota tangerang, dan empat kabupatenkota lainnya, pola konsumsinya masih didominasi oleh pengeluaran untuk konsumsi makanan Tabel 7. Tabel 7. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut KabupatenKota dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 KabupatenKota Jenis Pengeluaran Makanan Non Makanan Kab. Pandeglang 66,7 33,3 Kab. Lebak 64,4 35,6 Kab. Tangerang 47,4 52,6 Kab. Serang 59,6 40,4 Kota Tangerang 39,2 60,8 Kota Cilegon 53,4 46,6 Provinsi Banten 49,4 50,6 Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah Ketimpangan masyarakat KabupatenKota se Provinsi Banten dapat juga dilihat dengan indikator indeks gini rasio. Daerah yang rata rata ketimpangan paling besar dari tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah Kabupaten Tangerang dengan ketimpangan individu sebesar 0,30. Ketimpangan ini sebenarnya sudah mulai menurun dibandingkan antara tahun 2002 0,34 dan tahun 2009 0,32. Ketimpangan individu terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Tangerang, lalu Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Nilai indeks gini rasio yang besar di ketiga daerah tersebut, menunjukkan bahwa daerah tersebut terjadi kesenjangan pendapatan yang lebih besar dibandingkan tiga kabupatenkota lainnya. Hanya Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak yang indeks gini rasionya mulai menurun pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 Gambar 11. - 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun P er sen Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber: BPS Provinsi Banten data diolah, 2010 Gambar 11. Perkembangan Indeks Gini Rasio KabupatenKota di Provinsi Banten 2002 – 2009

4.3. Kebijakan Pembangunan SDM

Meningkatnya perekonomian Gambar 8 masih belum dinikmati semua masyarakat Banten, dimana masih banyak penduduk yang tidak tertampung dalam kegiatan usaha ekonomi, atau masih banyak penggangguran Tabel 3. Banyaknya pengangguran berdampak pada banyaknya rumah tangga miskin. Hasil survei sosial ekonomi nasional BPS, 2009 menyatakan bahwa rumah tangga miskin sebagian besar pendapatannya digunakan untuk konsumsi makanan sedangkan pengeluaran untuk sektor bukan makanan proporsinya lebih kecil sehingga tidak semua rumah tangga di Banten mampu membiayai anaknya sekolah dan bahkan untuk medis. Agar masyarakat dapat mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mencukupinya. Banyaknya permintaan kedua fasilitas sosial di masyarakat maka perlu peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan program pemerintah pusat yang sedang gencar penggalakkan bidang kesehatan dan pendidikan. Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan, sehingga pemerintah harus dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan wujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran pembangunan pada sektor pendidikan dapat dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan wujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan. Bidang kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia, tanpa kesehatan masyarakat tidak dapat menghasilkan suatu produktivitas bagi negara. Negara sedang berkembang seperti Indonesia mengalami tahap perkembangan menengah, dimana pemerintah harus menyediakan lebih banyak sarana publik seperti kesehatan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Sarana kesehatan dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah melalui pengeluaran pemeritah. Menurut penelitian yang dilakukan Haryanto 2005 menunjukkan bahwa sektor kesehatan, tingkat persalinan yang ditolong tenaga medis dan persentase pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kematian balita. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan terbukti cukup besar pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sektor tersebut. Mengingat besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap peningkatan kinerja dari kesehatan maka perlu adanya upaya secara bertahap dari pemerintah untuk meningkatkan pengeluarannya pada sektor kesehatan. Kondisi umum pendidikan di Provinsi Banten ditandai oleh rendahnya kualitas SDM SDM; sekitar 50 persen dari penduduk usia 10 tahun keatas hanya berpendidikan Sekolah Dasar SD atau kurang Gambar 12. Pada saat yang sama, hanya 5 persen yang berpendidikan tinggi. 25.9 29.7 18.1 20.7 5.5 TidakBelum Tamat SDMISederajat SDMISederajat SLTPSederajat SLTASMKSederajat Universitas Sumber: BPS, 2009 Gambar 12. Persentase Penduduk Usia 10 tahun Keatas Berdasarkan Pendidikan pada Tahun 2009 Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang pendidikan. Namun pemerintah menghadapi kendala dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan, karena ada trade off dengan pengeluaran sektor lain yang erat kaitannya dengan pembangunan manusia, misalnya sektor kesehatan. Selama periode 2002-2009 rata-rata pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan lebih dari 20 persen kecuali, pada tahun 2002 terdapat 3 KabupatenKota yang masih dibawah 20 persen. Lonjakan yang terjadi pada tahun 2005 disebabkan oleh munculnya UU No. 23 Tahun 2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen Gambar 13. - 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 tahun pe ng e lua ra n bi da ng pendi di ka n dan k e s e hat a n pandeglang lebak kab.tangerang serang kot.tangerang cilegon Sumber: Departemen Keuangan, 2010 Gambar 13. Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Menurut KabupatenKota Tahun 2002 - 2009 Meningkatnya fasilitas bidang pendidikan dan kesehatan Tabel 8 dan 9 diharapkan mampu meningkatkan pelayanan sosial untuk mewujudkan kebutuhan dasar sehingga menjadikan manusia yang berkualitas dari sisi pendidikan dan kesehatan, dan terwujudnya pembangunan manusia yang diharapkan. Tabel 8. Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan Menurut Kabupaten Kota Tahun 2007 - 2009 KabupatenKota SD SMP SMU 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Kab. Pandeglang 880 874 868 59 95 110 17 18 18 Kab. Lebak 761 756 752 63 64 140 22 29 26 Kab. Tangerang 962 965 956 63 71 74 34 41 44 Kab. Serang 930 1030 1410 70 76 164 22 29 50 Kota Tangerang 377 378 378 21 24 24 14 15 15 Kota Cilegon 149 149 149 10 11 12 5 5 5 Provinsi Banten 4.059 4.152 4.513 286 341 524 114 137 158 Pertumbuhan 11,18 83,21 38,59 Sumber: BPS, 2009 Fasilitas jumlah SD sampai SMU yang berada di Provinsi Banten meningkat secara signifikan, pembangunan jumlah SMP untuk mencukupi kebutuhan lulusan SD yang ingin melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi cukup besar yaitu meningkat sebesar 83,21 persen Tabel 8. Pembangunan fasilitas kesehatan yang ada juga mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 71,79 persen. Peningkatan kedua fasilitas tersebut merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendistribusian pendapatan secara tidak langsung. Tabel 9. Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut KabupatenKota Tahun 2007-2009 KabupatenKota Rumah Sakit Puskesmas 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Kab. Pandeglang 2 2 2 34 36 36 Kab. Lebak 3 3 3 35 37 40 Kab. Tangerang 12 19 28 40 47 49 Kab. Serang 2 5 7 38 38 34 Kota Tangerang 18 21 23 25 25 30 Kota Cilegon 2 2 4 8 8 8 Provinsi Banten 39 52 67 180 191 197 Pertumbuhan 71,79 9,44 Sumber: BPS, 2009