Hasil Uji Model FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN

saja, mayoritas penduduk berusaha sebagai petani di kawasan yang agak terpencil. Seorang anak bersekolah atau tidak bersekolah, berhasil atau gagal dipengaruhi oleh determinan sosial budaya dan ekonomi antara lain: faktor orang tua, pengaruh lingkungan, pembiayaan dan nilai pendidikan. Pendidikan tidak semata mata tugas dari pendidik atau yang lebih dikenal dengan istilah guru di sekolahpergururan tinggi, tidah terlepas dari masaalah pendidikan adalah peran dari orang tua. Dikatakan bahwa selain guru ada yang lebih penting yaitu peran orang tua dan lingkungan. Peran orang tua adalah melakukan pengecekan ulang terhadap kegiatan anaknya disekolah dimana orang tua perlu membantu apabila terdapat kesulitan oleh anak dalam mengikuti kegiatan sekolah. Begitu juga dalam melakukan pilihan sekolah peran orang tua tidak dipungkiri lagi bahwa kemampuan dalam pilihan mengalokasikan pengeluaran rumah tangga perlu kebijakan dan menatap masa depan. Semua hal diatas perlu adanya pendidikan KRT yang semakin tinggi, sehingga dapat berfikir lebih bijaksana dalam menentukan pilihan pilihan. Maryama, 2005. dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh variabel sosial ekonomi teradap tingkat penerimaan kepala rumah tangga pada program wajib belajar 9 tahun menyatakan bahwa, tanggapan kepala rumah tangga yang berpendidikan lebih rendah akan merepon kurang dibanding kepala rumah tangga yang pendidikannya diatasnya. Salah satu Indikator yang digunakan dala penelitian ini adalah persentase Kepala Rumah Tangga yang ber berpendidikan SLTPsederajat keatas. Angka yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar menengah sebagai batasan minimal. Tingkat pendidikan yang digunakan dalam estimasi ini, sebagai suatu indikator semakin tinggi pendidikan KRT maka akan semakin lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatannya untuk anggaran yang lebih penting untuk keluarga. Indikator pendidikan yang didekati dengan persentase KRT berpendidikan SMPsederajat keatas. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 16,71 memiliki arti peningkatan KRT berpendidikan SMPsederajat keatas dari total KRT sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 16,71 persen. Suparno 2010 juga menyatakan bahwa pentingnya peran pendidikan sebagai investasi modal manusia dalam rangka mengurangi kemiskinan. Rendahnya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas, sehingga output dan pendapatan juga rendah, selanjutnya terjadi kemiskinan. Sehingga peningkatan pendidikan akan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya dan keluar dari kondisi miskin. Siregar dan Wahyuniarti 2007 menemukan variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan adalah pendidikan. Geda, et. al. 2005 menemukan tiga hal yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Kenya, salah satunya yaitu tingkat pendidikan dari kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kaum perempuan. Semakin rendah tingkat pendidikan kepala rumah tangga akan semakin besar memberikan peluang bagi rumah tangga menjadi miskin. Asep 2010, menurutnya terjadi korelasi antara pendidikan dengan pendapatan dan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun. Sementara itu melihat pendidikan menjadikan sumber utama SDM mempunyai bakat yang terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediaan tenaga kerja. Pendidikan yang merupakan salah satu jalur utama dalam mencerdaskan kehidupan manusia, dengan pendidikan yang lebih tinggi akan dapat berfikir lebih kedepan. Kepala rumah tangga yang berpendidikan akan dapat membantu keluarganya untuk memikirkan kehidupan kedepannya, mungkin dengan pendapatannya akan mengolokasikan dana untuk pendidikan yang lebih baik, penanganan kesehatan yang lebih awal dengan harapan anak anaknya ataupun keluarganya akan lebih baik kedepannya. Berdasarkan Gambar 22. terlihat bahwa Kabupaten yang memliki KRT yang berpendidikan lebih rendah dibanding Kabupaten yang memiliki KRT berpendidikan lebih banyak, hasil pencapaian pembangunan manusia dengan indikator IPM nya dibawah rata rata. Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang merupakan Kabupaten yang memiliki KRT berpendidikan SMPsederajat keatas dibawah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Secara umum dapat dikatakan bahwa pentingnya pendidikan untuk penduduk yang akan melangsungkan pernikahan, jangan sampai dengan pendidikan yang kurang dan tetap melakukan pernikahan dan mempunyai anak, dengan tanggungan yang semakin banyak akan mengurangi fasilitas pendidikan dalam keluarga, sehingga pembangunan manusia memalui jalur pendidikan akan kurang dapat tercapai Gambar 22. 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 KRT_Pendidikan_SMP_Keatas 90 85 80 75 70 IPM Cil 9 Cil 8 Cil 7 Cil 6 Cil 5 Cil 3 Cil 2 Ko Tg 8 Ko Tg 6 Ko Tg 5 Ko Tg 3 Ko Tg 2 Srg 9 Srg 7 Srg 6 Srg 5 Srg 4 Srg 2 Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 7 Ka Tg 6 Ka Tg 4 Ka Tg 3 Ka Tg 2 Lbk 9 Lbk 8 Lbk 6 Lbk 3 Lbk 2 Pdg 9 Pdg 8 Pdg 7 Pdg 5 Pdg 3 Sumber: BPS, 2009 Gambar 22. IPM dan KRT Berpendidikan SMPSederajat Keatas Menurut KabupatenKota Tahun 2002-2009 Banyak cara untuk mengevaluasi hasil pembangunan manusia dari bidang pendidikan ini. Berkaitan dengan pendistribusian pendidikan yang kurang merata, atau kurang dirasakan oleh penduduk miskin, maka solusi utama yang perlu diperhatikan adalah pendidikan kepala rumah tangga untuk KabupatenKota yang dibawah rata rata.

5.2.5 Pengaruh Angka Kesakitan terhadap Pembangunan SDM

Undang-undang Dasar 1945 dan Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia WHO serta Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang merupakan hak fundamental setiap warga. Dalam Undang-undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN juga dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluargamasyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas SDM dan IPM Indonesia. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga tahun terakhir telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Derajat kesehatan masyarakat telah menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan angka harapan hidup. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan didukung dengan ketersediaan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit pemerintah dan swasta puskesmas. Selain itu terdapat berbagai fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta atau perorangan, seperti: praktik dokter, klinik, apotek, laboratorium, rumah sakit, perusahaan farmasi, dan asuransi kesehatan DINKES, 2010 Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu: meningkatnya angka harapan hidup AHH dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025. Menurunnya angka kematian bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. Menurunnya angka kematian ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26 persen pada tahun 2005 menjadi 9,5 persen pada tahun 2025. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat masih belum memadai. Tingkat kesehatan yang digunakan dalam estimasi ini sebagai suatu indikator semakin baiknya suatu pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yaitu itu indikator kesehatan yang didekati dengan angka kesakitan. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 4,76796 memiliki arti peningkatan angka kesakitan sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 4,76796. Semakin majunya pelayanan publik dibidang kesehatan salah satunya adalah peran dari pelayan dalam kesehatan. Dengan semakin meningkatnya para dokter dan tenaga medis lainnya, maka pelayanan akan kesehatan akan semakin meningkat. Fasilitas dari pemerintah yang sering tertulis dalam spanduk pentingnya kesehatan untuk masa depan bangsa dan negara. Salah satu tujuan utama dalam penanganan kesehatan diatas bahwa penanganan dini atau keluhan kesakitan merupakan hal yang perlu dilakukan, sehingga semakin tahun semakin banyak masyarakat yang peduli terhadap kesehatanya salah satu indikatornya adalah semakin banyak penduduk untuk mengikuti program asuransi, semakin banyak orang yang melakukan medical chek up di beberapa pelayananan publik di RS ataupun jasa kesehatan lainnya dan bahkan banyak masyarakat yang mulai memeriksakan dini apakah dalam tubuhnya terdapat penyakit dan dana untuk Jamkesmas mengalami peningkatan. Indikasi semakin pedulinya masyarakat dalam kesehatannya adalah keluhan kesakitan, yang dicatat sehingga ditahun tahun mendatang dapat ditangani lebih cepat. Penduduk Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak terlihat dua tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan angka kesakitan. Peningkatan ini seperti telah dijelaskan diatas menunjukkan kesadaran dalam pengaksesan fasilitas kesehatan secara medis di kabupatenkota Gambar 23. 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 Angka_Kesakitan 90 85 80 75 70 IPM Cil 9 Cil 8 Cil 7 Cil 6 Cil 5 Cil 4 Cil 3 Cil 2 Ko Tg 9 Ko Tg 8 Ko Tg 7 Ko Tg 6 Ko Tg 4 Ko Tg 3 Ko Tg 2 Srg 9 Srg 8 Srg 7 Srg 6 Srg 5 Srg 4 Srg 3 Srg 2 Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 7 Ka Tg 6 Ka Tg 5 Ka Tg 4 Ka Tg 3 Ka Tg 2 Lbk 9 Lbk 8 Lbk 7 Lbk 6 Lbk 5 Lbk 4 Lbk 3 Lbk 2 Pdg 9 Pdg 8 Pdg 7 Pdg 6 Pdg 5 Pdg 4 Pdg 2 Sumber: BPS, 2009 Gambar 23. IPM dan Angka Kesakitan Menurut KabupatenKota tahun 2002 - 2009 Dengan semakin banyak orang peduli terhadap kesehatannya tersebut ternyata berdampak terhadap pembangunan manusia, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepedulian penduduk terhadap kesehatannya berdampak dalam menggunakan fasilitas kesehatan, sehingga semakin banyak orang menggunakan fasilitas kesehatan maka penduduk di Banten sudah mulai dalam kondisi sehat sehingga IPM di Banten akan semakin tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan seandainya semua orang sudah peduli akan kesehatannya dan angka kesakitan masih menunjukkan peningkatan maka dapat dikatakan bahwa dimasa mendatang muncul permasalahan baru yang perlu dilakukan tinjauan seperti apakan muncul penyakit baru. Munculnya penyakit-penyakit baru, disebabkan kurang peduli terhadap lingkungan. Pencemaran tanah, udara dan air terkadang akibat kegiatan ekonomi yang terus menerus, namun tidak peduli terhadap limbah yang dihasilkan. Angka kesakitan yang semakin meningkat, perlu lebih diketahui lebih lanjut apa yang menjadi penyakit utama di masing masing daerah. Rata rata penyakit yang paling sering mengganggu diwilayah Banten adalah batuk, pilek dan diiringi panas Lampiran 17. Pemerintah daerah akan mudah mengetahui dalam pendistribusian obat, tenaga medis yang berkaitan dengan penyakit tersebut dan dalam penanganan dini terhadap penyebab penyakit tersebut akan ditanggulangi secepatnya dan kerusakan lingkungan dapat segera diatasi.

5.3. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya, maka disarankan beberapa kebijakan, antara lain: 1. Pembangunan ekonomi merupakan syarat utama dalam pembangunan- pembangunan dibidang lainnya, pembangunan SDM merupakan salah satu bidang tersebut. Salah satu indikator hasil pembangunan ekonomi yang secara langsung digunakan dalam pembangunan SDM melalui masyarakat adalah indikator PDRB perkapita. PDRB perkapita sebagai salah satu indikator pendapatan dari penduduk, apabila semakin meningkat maka pengeluaran belanja masyarakat akan bergeser ke bukan makanan, sehingga konsumsi untuk pendidikan dan kesehatan akan meningkat. Tingginya PDRB perkapita di Kota Tangerang dan Kota Cilegon diikuti pula meningkatnya konsumsi pendidikan dan kesehatan, sehingga angka IPM di kedua kota tersebut termasuk yang tertinggi. Hasil penelitian PDRB perkapita merupakan salah satu variabel yang berpengaruh secara positif dalam peningkatan IPM. Untuk itu perlu adanya peningkatan PDRB perkapita. Peran pemerintah Provinsi Banten dan kabupatenkota perlu segera untuk meningkatkan PDRB perkapita terutama terhadap wilayah yang masih kecil PDRB perkapitanya. 2. Pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam turut serta dalam pembangunan manusia. Mendirikan sekolah, sehingga murid dekat dalam aksesnya, dana BOS, agar masyarakat miskin tetap mampu untuk sekolah, belanja aparatur pendidikan agar pelayanan guru terhadap muridnya meningkat. Pelayanan kesehatan oleh pemerintah adalah mulai dibangunnya rumah sakit daerah, puskesmas dan mengirimkan tenaga medis tingkat desakelurahan. Persentase pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan dalam penelitian ini ternyata berpengaruh posistif dan signifikan dalam peningkatan IPM. Peran pemerintah yang perlu dilakukan adalah peningkatan anggaran untuk kedua bidang tersebut agar lebih maksimal dalam pelaksanaannya. Namun dengan melihat adanya daerah kabupatenkota di Provinsi Banten yang persentasenya sudah besar namun IPM yang dihasilkan masih kecil, maka perlu adanya evaluasi yang lebih terhadap program-program yang kurang tepat sasaran. 3. Penduduk yang berkualitas salah satu indikatornya adalah KRT berpendidikan. Bermodal pendidikan maka produktivitasnya akan meningkat, untuk mencari pekerjaan akan mudah sehingga pendapatannya akan naik dan berlanjut mudah dalam akses sosial dan akhirnya dalam keluarganya menghasilkan anak-anak yang berpendidikan dan sehat. Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak merupakan daerah yang memiliki KRT berpendidikan SMPsederajat keatas yang masih dibawah rata rata Provinsi Banten, dan tidak dipungkiri IPM di kedua daerah itupun yang terkecil diantara kabupatenkota se Provinsi Banten. Temuan dalam penelitian ini adalah KRT berpendidikan SMPsederajat keatas berpengaruh positif dan signifikan meningkatkan IPM. Peran pemerintah yang diharapkan dapat memacu daerah-daerah yang KRTnya masih berpendidikan dibawah SMP dan mendorong penundaaan pernikahan dini bagi yang pendidikannya masih rendah. Untuk itu perlu strategi pembangunan yang dilakukan perlu dibuat menjadi lebih pro-poor, dengan cara memberi akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih luas, sehingga penduduk miskin bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan mendapatkan manfaatnya. 4. Pembangunan dibidang kesehatan sudah mencapai pelosok Provinsi Banten, hal ini berhasil meningkatkan pelayanan medis terjangkau oleh masyarakat, dan untuk masyarakat yang kurang mampu diberikan berbagai program Jamkesmas, Jamkesda, PKH yang sudah berjalan beberapa tahun yang lalu. Kesadaran Masyarakat terhadap kesehatannya sudah mulai terlihat, salah satunya data penolong kelahiran yang dilakukan medis meningkat dibandingkan non medis, banyak puskesmas yang didatangi masyarakat untuk memperoleh pengobatan. Salah satu indikator kesehatan yang diharapkan menurun adalah angka kesakitan, namun di Provinsi Banten angka kesakitan terus mengalami peningkatan. Peningkatan angka kesakitan di Provinsi Banten diharapkan merupakan salah satu kepedulian masyarakat yang sudah mulai sadar terhadap kesehatnnya, yaitu: sudah mulai beralih berbagai pengobatan ke tenaga medis sehingga sudah mulai tercatat dan ini berakibat angka kesakitan meningkat, dan dengan banyaknya tenaga medis di setiap desakelurahan mereka mampu memberi penjelasan tentang pentingnya kesehatan. Berdasarkan penelitian ini angka kesakitan berperan positif dan signifikan dalam peningkatan pembangunan manusia. Peran pemerintah yang dapat dilakukan adalah dengan mencari berbagai penyakit yang dominan di Provinsi Banten, sehingga pendistribusian obat dan tenaga medis yang sesuai dengan penyakit tersebut. Salah satu penyebab munculnya penyakit adalah limbah akibat kegiatan ekonomi, untuk itu perlu adanya peraturan daerah yang jelas dan tegas dalam mengatasi masalah limbah ini. 5. Pembangunan manusia sangatlah penting dilaksanakan secepatnya, namun perlu kerjasama dari semua lapisan, masyarakat, pihak swasta maupun pemerintah. Berbekal informasi karakteristik sosial masing-masing kabupatenkota dan adanya koordinasi yang berkesinambungan antar dinas yang kompeten menangani bidang tersebut, serta adanya komitmen bersama Insya Allah pembangunan berkelanjutan yang akan menghasilkan SDM berkualitas di Provinsi Banten akan berhasil. Halaman ini sengaja dikosongkan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Selama periode 2002-2009, pembangunan ekonomi di Provinsi Banten selalu mengalami peningkatan dari 4,11 persen pada tahun 2002 menjadi 4,69 persen pada tahun 2009. Peningkatkan pembangunan ekonomi juga diikuti pembangunan manusia melalui indikator IPM di Provinsi Banten, dari sekitar 66,6 pada tahun 2002 menjadi 70,6 pada tahun 2009. Sedangkan pembangunan ekonomi tingkat KabupatenKota dengan PDRB perkapita yang tinggi seperti Kota Cilegon dan Kota Tangerang mampu menciptakan IPM yang diatas rata-rata Provinsi Banten. Peningkatan PDRB perkapita dapat ditingkatkan dengan penduduk yang berpendidikan. KRT berpendidikan SMPsederajat keatas yang rendah ternyata berada di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Diantara KabupatenKota di Banten, kedua Kabupaten tersebut juga merupakan daerah yang PDRB perkapita dan IPMnya rendah. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan terlihat meningkat. Peningkatan anggaran digunakan untuk biaya berbagai program yang berkaitan dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan, untuk masyarakat miskin diberikan kemudahan dalam akses BOS, Jamkesda, PKH. Tahun 2009 terlihat indikator pendidikan dan kesehatan di Provinsi Banten meningkat. Kedua indikator diatas ditambah dengan kemampuan daya beli masyarakat termasuk pembentuk IPM. Dari ketiga indikator, PPP yang paling kecil kontribusinya dalam pembentukan IPM. PPP termasuk indikator pendistribusian pendapatan, dan terlihat beberapa KabupatenKota yang tidak merata PDRB perkapita. Provinsi Banten secara keseluruhan berhasil dalam pembangunan ekonomi rangking 9 dalam peringkat PDRB perkapita. Namun bila dilihat per KabupatenKota relatif tidak merata. Sementara Banten rangking 23 dalam pembangunan manusia diantara Provinsi-Provinsi lain se-Indonesia. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan manusia secara signifikan dan berpengaruh positif di Provinsi Banten yaitu: PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, KRT berpendidikan SMPsederajat keatas dan angka kesakitan. Indeks gini yang memiliki tanda koefisien negatif, pengaruhnya tidak signifikan. KRT berpendidikan SMPsederajat keatas merupakan faktor paling besar berpengaruh dalam pembangunan manusia di Banten. Apabila KRT berpendidikan SMPsederajat keatas naik satu persen akan meningkatkan IPM sebesar 16,71.

6.2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya

1. Berdasarkan penelitian ini ditemukan empat faktor signifikan yang dapat meningkatkan pembangunan manusia di Provinsi Banten. Empat faktor tersebut sebaiknya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah sehingga pembangunan manusia di Provinsi Banten dapat segera meningkat dan mengejar rangking yang selama ini tertinggal dari Provinsi lain. Peningkatan IPM Provinsi tidak terlepas dari pembangunan manusia di tingkat KabupatenKota. Berdasakan kajian ditemukan KabupatenKota yang jauh dibawah rata-rata untuk empat faktor tersebut Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak untuk itu perlu perhatian khusus terhadap KabupatenKota yang masih dibawah rata-rata. Adapun program yang sudah berjalan dengan baik seperti dana BOS misalnya, maka dapat dilanjutkan dan ditingkatkan, namun untuk program yang kurang memberikan hasil perlu adanya evaluasi, dan perlu koordinasi yang sifatnya menyeluruh swasta, pemerintah dan masyarakat itu sendiri. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang lebih lengkap dan up to date dengan variabel-variabel yang lebih rinci, sehingga hasilnya akan lebih baik. 3. Penelitian ini menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi peningkatan IPM di Banten. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis di level yang lebih kecil karena masing masing wilayah akan berbeda permasalahan dan variabel penjelas. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002 - 2009. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2002 - 2009. Banten dalam Angka 2009. Serang : BPS Provinsi Banten. Baltagi B.H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data 3 rd Edition. Chicester: John Wiley Sons. Ltd. BPS Statistics Indonesia, BAPPENAS, UNDP. “Indonesia Human Development Report 2002 - 2009, Toward a new consensus, Democracy and Human Development in Indonesia”: Jakarta, BPS Statistics Indonesia, BAPPENAS, UNDP. Brata, A.G. 2002 “ Pembangunan Manusia dan Kinerja ekonomi Regional di Indonesia”Jurnal Ekonomi Pembangunan, kajian ekonomi Negara berkembang hal 113-122 Budiono, S. 2001. Pengaruh Investasi Modal Fisik dan Modal Manusia Serta Beberapa Variabel Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Selama 1987 – 1995. Thesis. Universitas Indonesia, Jakarta Cahyadhi, P. E. 2004. Pelacakan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM Studi Khusus KabKota Di Provinsi Bali. Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta Christy, F. A Dan P.H. Adi. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3 rd . National Conference UKWMS. Surabaya. [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Rencana Strategis departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014. Jakarta. DEPDIKNAS [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Jakarta. DEPKES Dornbusch, R., S. fischer, dan R Startz, 2004. Macroeconomic, 9 th ed. Mc Graw- Hill, Boston Drukker, David M. 2003. Testing for Serial Correlation in Linear Panel-Data Models. The Stata Jurnal, 3, Number 2, pp. 168-177. Jamaris, M. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Yayasan Panamas Murni. Jakarta Geda, Alemayehu, Jong, Niek de, Kimenyi, Mwangi S, and Mwabu, Germano. 2005. Determinants of Poverty in Kenya: a Household Level Analysis. Working Paper. University of Connecticut. Ginting, C. K. 2008. Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia.Thesis. Universitas Sumatra Utara. Medan Greene, William H. 2002. Econometric Analysis, Fifth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Hajizi. 2004. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota di Sumatera Utara. Thesis. Universitas Sumstera Utara. Medan Hardin, James W. 1995. Prais-Winsten Regression. A Publication to Promote Communication among Stata Users. Stata Technical Bulletin. South Salem, New York Hidayat, A. 2010. Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Pendidikan Dan Budaya. Jakarta Idaman, P. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah atas Pendidikan, Kesehatan Dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969 – 2009. STIS. Jakarta Iskandar, D., D. Nuryadin Dan J. Sodik. 2007. Agglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional Di Indonesia. Parallel Session IVA : Urban Regional 13 Desember 2007.Kampus UI – Depok Manson, A. W. Feng. 2005. Demographic Dividend and Prospects For Economic Development In China. UNPOPPD20055. Mexico City. Department of Economic and Social Affairs Manurung, E. T. 1996. Peranan Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 1969 – 1993. Thesis. Universitas Indonesia. Maryam, A. 2005. Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Penerimaan Kepala Rumah Tangga pada Program Wajib Relajar 9 Tahun. Skripsi. STIS. Yakarta Ranis, G. 2004 “Human Development and Economic Growth” Center Discussion Paper No. 887 Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart. 2000 “Economic Growth and Human Development” Elsevier Science World Development Vol. 28, No. 2, Pp. 197±219, 2000 Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart. 1998. “Economic Growth and Human Capital”. QEH Working Paper No. 18. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sekretariat Negara. 2007. UU No. 17 Tahun 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Jakarta. Sen, Amartya 2000. A Decade of Human Development, Journal of Human Development Vol. 1, No. 1, 2000 Siregar, H dan D. Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. MB-IPB. Bogor Sitepu, R. K. Dan B.M. Sinaga. Dampak Investasi SDM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia. IPB. Bogor. Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supandri, E. I. T.” Buku Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Propinsi Banten 1953 – 2000. Serang Suparno. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro Por Growth Policy di Indonesia. IE-IPB. Bogor Todaro, M. P and S. C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1. Edisi 9. Alih Bahasa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ul Haq, Mahbub, 1995, “The Birth of the Human Development Index”, UNDP UNDP. 1990 - 2000. Human Development Report. Oxford University Press, New York. Halaman ini sengaja dikosongkan Lampiran 1. Data Sekunder yang dianalisis Kabupaten Kota Tahun IPM PDRB Perkapita Ribu Rupiah IGR PPBPK Pendidikan KRT Angka Kesakitan Pdg 2 2002 76,25 2.826,39 0,29 22,78 0,20 0,21 Pdg 3 2003 76,38 2.925,91 0,22 58,07 0,20 0,17 Pdg 4 2004 77,20 3.047,11 0,23 55,34 0,20 0,18 Pdg 5 2005 77,89 3.192,56 0,22 50,38 0,22 0,14 Pdg 6 2006 77,84 3.288,63 0,21 47,75 0,20 0,20 Pdg 7 2007 78,37 3.392,25 0,23 45,13 0,24 0,35 Pdg 8 2008 78,37 3.490,80 0,22 42,63 0,17 0,41 Pdg 9 2009 78,51 3.615,86 0,21 52,18 0,25 0,39 Lbk 2 2002 71,90 2.832,30 0,29 15,48 0,15 0,21 Lbk 3 2003 73,16 2.828,74 0,19 34,83 0,18 0,16 Lbk 4 2004 76,16 2.898,78 0,19 54,18 0,23 0,18 Lbk 5 2005 76,51 2.843,44 0,23 57,89 0,26 0,22 Lbk 6 2006 76,51 2.867,50 0,26 49,57 0,21 0,24 Lbk 7 2007 76,51 2.940,99 0,22 41,25 0,16 0,26 Lbk 8 2008 76,51 3.000,16 0,24 47,62 0,18 0,31 Lbk 9 2009 76,86 3.062,45 0,20 61,27 0,18 0,31 Kb Tg 2 2002 81,61 4.708,29 0,34 35,02 0,56 0,24 Kb Tg 3 2003 81,58 4.743,75 0,35 47,32 0,53 0,15 Kb Tg 4 2004 82,44 4.904,13 0,27 50,12 0,53 0,24 Kb Tg 5 2005 82,91 5.040,40 0,35 47,89 0,58 0,19 Kb Tg 6 2006 82,91 5.221,19 0,31 48,33 0,55 0,31 Kb Tg 7 2007 83,34 5.409,73 0,25 55,02 0,53 0,34 Kb Tg 8 2008 83,34 5.584,23 0,23 52,64 0,58 0,40 Kb Tg 9 2009 83,61 4.755,86 0,32 64,39 0,55 0,40 Srg 2 2002 76,41 4.124,12 0,33 28,37 0,35 0,18