Pencapaian Pembangunan Manusia DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN

2002 dan Hardin, 1995. Berdasarkan model PCSE ini berarti telah dilakukan koreksi atas permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated across panel, and first order autokorelasi ar1. Hasil perkiraan model dengan PCSE dari persamaan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM Variabel Persamaan Koefisian P-value PDRB Perkapita INC 0,00014 0,000 Indeks Gini Rasio GR -2,29 0,480 Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan dan kesehatan GOV 0,03 0,012 Persentase KRT berpendidikan SMPsederajat Keatas EDU 16,71 0,000 Angka Kesakitan HLTH 4,76 0,000 F-Test 474,47 0,000 R-Square 0,98 Hausman Test 17,66 0,001 Berdasarkan hasil perkiraan regresi data panel pada Tabel 15, semua indikator berpengaruh terhadap IPM, yang berarti pula semua faktor berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Walaupun tidak semua faktor berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, akan tetapi tanda pada koefisien dapat menunjukkan arah hubungannya terhadap IPM. Peningkatan PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, KRT berpendidikan SMPsederajat keatas dan angka kesakitan pada persamaan berpengaruh positif terhadap peningkatan IPM. Demikian juga dengan Indeks gini yang memiliki tanda koefisien negatif, namun tidak signifikan. 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM 5.2.1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan SDM Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki kontribusi dalam memajukan pendidikan melalui penyediaan infrastruktur maupun operasionalnya. Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien sebesar 0,030 memiliki arti peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 0,030 ceteris paribus. Penelitian ini sejalan dengan Ramires, et. al 2000 dan Brata, 2004 temuan mereka juga menunjukkan peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan berdampak pada peningkatkan IPM. Peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan meningkatkan kemampuan pemerintah terutama pemerintah daerah dari segi pendanaan dalam rangka mengatasi masalah pengeluaran investasi publik di daerah seperti investasi infrastruktur, serta invetasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Sejak tahun 2005 pemerintah sudah mulai melakukan pengumpulan informasi penduduk miskin, dimana pada tahun itu akan dilakukan pengalihan subsidi atas bahan bakar minyak BBM dan sebagai informasi pada tahun selanjutnya. Pada tahun 2006 dan 2007, pemerintah melakukan langkah konsolidasi berbagai program bantuan untuk penduduk miskin dan hampir miskin. Program tersebut diwujudkan kedalam bantuan program bantuan dan perlindungan sosial, yang ditujukan untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih. Program ini diwujudkan dalam bentuk beras miskin raskin, jaminan kesehatan masyarakat Jamkesmas, Jamkesda, Bantuan Operasional Sekolah BOS, Program Keluarga Harapan PKH dan Bantuan Langsung Tunai BLT. Melalui program bantuan dan perlindungan sosial diharapkan terjadi peningkatan pada tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk miskin dan hampir miskin. Bantuan langsung diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin dan memiliki kesempatan yang lebih untuk pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan. Sedangkan untuk jangka panjang, melalui program PKH diharapkan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku terhadap kesehatan dan pendidikan. Pemerintah juga menerapkan wajib pendidikan dasar 9 tahun bagi anak usia sekolah dan membangun sarana dan prasarana pendidikan terutama di wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan daerah bencana. Akses bagi anak usia sekolah untuk mengenyam pendidikan juga diperluas melalui BOS pada jenjang SD dan SLTP agar dapat membebaskan anak-anak dari pungutan sekolah terutama dari keluarga miskin. Berbagai beasiswa bagi siswa kurang mampu juga disediakan pemerintah untuk tingkat SLTA hingga Perguruan Tinggi agar tetap dapat melanjutkan pendidikannya. Mengingat pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan SDM, yaitu dalam memfasilitasinya melalui anggaran dibidang pendidikan dan kesehatan dan beberapa program yang telah dijelaskan diatas terlihat bahwa di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang memiliki persentase anggaran diatas rata-rata se Provinsi Banten. Hasil pembangunan SDM dengan indikator IPM juga lebih tinggi dari rata-rata se Provinsi Banten. Jadi terlihat bahwa persentase anggaran bidang pendidikan dan kesehatan di dua kabupaten tersebut dapat meningkatkan pembangunan manusianya. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang sudah mulai meningkatkan anggaran bidang tersebut namun masih terlihat bahwa peningkatan IPM masih dibawah rata-rata. Satu-satunya kota yang anggaran dibawah rata rata namun IPMnya diatas rata rata adalah Kota Cilegon. Modal awal dari masing masing KabupatenKota di Provinsi Banten ini memang berbeda, KabupatenKota yang memiliki PDRB perkapita rendah, belum mampu meningkatkan pembangunan manusianya dibanding KabupatenKota yang memiliki PDRB perkapita yang tinggi. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang PDRB perkapita dibawah rata rata Gambar 20. Kabupatenkota yang pengeluaran anggaran pendidikan dan kesehatan sudah diatas rata-rata, namun angka IPM masih rendah, maka perlu adanya evaluasi lebih lanjut terhadap pengalokasian belanja di daerah tersebut. 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 APBD_Pendidikan_Kesehatan 90 85 80 75 70 IPM Cil 9 Cil 8 Cil 7 Cil 2 Ko Tg 9 Ko Tg 8 Ko Tg 6 Ko Tg 3 Ko Tg 2 Srg 9 Srg 8 Srg 7 Srg 6 Srg 5 Srg 4 Srg 3 Srg 2 Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 7 Ka Tg 6 Ka Tg 5 Ka Tg 4 Ka Tg 3 Ka Tg 2 Lbk 9 Lbk 8 Lbk 7 Lbk 6 Lbk 5 Lbk 4 Lbk 3 Lbk 2 Pdg 9 Pdg 8 Pdg 6 Pdg 5 Pdg 3 Pdg 2 Sumber: BPS, 2009 Gambar 20. IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan pendidikan Menurut KabupatenKota Tahun 2002 - 2009

5.2.2 Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan SDM

Ketimpangan pendapatan menjadi masalah yang terus-menerus menjadi agenda dan sasaran kebijakan pembangunan yang disusun pemerintah. Pemerintah pada masa orde baru memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan masalah distribusi pendapatan. Pemerintah mengandalkan “trikle down effect” sebagai strategi mencapai pemerataan. Pada akhirnya juga terjawab bahwa strategi menetes ke bawah tersebut kurang efektif. Dikaitkan dengan pembangunan manusia, indeks gini rasio dalam konteks penelitian ini lebih menilik aspek ekonominya. Ini perlu dipertegas mengingat distribusi pendapatan dipengaruhi juga oleh aspek sosial lainnya. Pengeluaran masyarakat terdeteksi oleh IPM melalui indikator PPP, melalui mekanisme penurunan indeks gini rasio dan peningkatan pendapatan perkapita akan menurunkan IPM melalui indikator PPP. Dengan demikian, Indeks gini rasio berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia dan pendapatan perkapita berpengaruh positif. Besarnya pengaruh PDRB Perkapita terhadap IPM yang berarti pula berpengaruh terhadap pembangunan manusia dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa peningkatan PDRB Perkapita memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien PDRB Perkapita sebesar 0,00014 pada model berarti peningkatan PDRB Perkapita sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan IPM sebesar 0,14 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting PDRB Perkapita terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Dengan terlihat pentingnya PDRB perkapita ini maka sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya Ramires, et.al. 2000 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi selalu menjadi modal awal dalam pembangunan manusia, dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, dan penduduk sebagai factor produksi akan mendapatkan penghasilan, sehingga semakin majunya perekonomian maka panghasilannya pun akan meningkat sehingga dalam mengalokasiakan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan keinginannya. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Pembangunan Manusia yaitu bebas dalam menentukan pilihan UNDP, 2000 PDRB perkapita yang meningkat dan diikuti pembangunan manusia yang tinggi, terlihat pada beberapa kabupaten kota. Kota Tangerang dan Kota Cilegon adalah dua wilayah yang konsisten dalam melakukan peningkatan pembangunan manusia dari segi pendapatannya tersebut Gambar 21. 30000 20000 10000 PDRB_Perkapita 90 85 80 75 70 IPM Cil 9 Cil 8 Cil 7 Cil 6 Cil 5 Cil 4 Cil 3 Cil 2 Ko Tg 9 Ko Tg 8 Ko Tg 7 Ko Tg 6 Ko Tg 4 Ko Tg 3 Ko Tg 2 Srg 9 Srg 8 Srg 7 Srg 5 Srg 4 Srg 3 Srg 2 Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 6 Ka Tg 5 Ka Tg 3 Ka Tg 2 Lbk 8 Lbk 6 Lbk 3 Lbk 2 Pdg 9 Pdg 6 Sumber: BPS, 2009 Gambar 21. IPM dan PDRB Perkapita Menurut KabupatenKota tahun 2002 - 2009 Satu hal yang sering dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi Ramires, 1998. Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990- an, pembangunan manusia di Indonesia terutama ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto PDB atau Produk Domestik Regional Bruto PDRB untuk wilayah tingkat ProvinsiKabupatenKota. Pertumbuhan PDRB akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya Ramires, et.al 2000 menemukan adanya pengaruh yang sifgnifikan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Tetapi ada baiknya juga untuk mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pada era 2000-an di Provinsi Banten. Perkembangan IPM regional dan pendapatan regional domestik bruto PDRB relatif kurang seirama. Perkembangan PDRB yang tinggi tidak selalu diikuti oleh perkembangan IPM yang tinggi pula. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB yang rendah belum tentu diikuti oleh perkembangan IPM yang rendah pula. Pada Tabel 16. tampak jelas bahwa DKI memiliki prestasi terbaik dalam menerjemahkan pertumbuhan ekonomi ke dalam pembangunan manusia, dengan hanya urutan 2 pada PDRB perkapita tetapi mencapai urutan 1 pada IPM. Provinsi Banten dengan PDRB perkapita menempati urutan 9, tetapi hanya menempati urutan rendah 23 pada IPM. Ini adalah bukti bahwa sumber perekonomian yang begitu besar yang dimiliki Provinsi Banten kurang dinikmati oleh sebagian besar rakyatnya. Tabel 16. Perkembangan PDRB Perkapita dan IPM Rank Tahun 2009 Provinsi PDRB perkapita Rp Ranking PDRB Perkapita Ranking IPM Kalimantan Timur 101.858.132,29 1 5 DKI Jakarta 73.451.722,84 2 1 Riau 53.264.969,58 3 3 Papua 26.614.941,88 4 33 Sumatera Selatan 18.464.110,15 5 10 Jawa Timur 16.670.563,24 6 18 Sumatera Utara 16.147.738,35 7 8 Jawa Barat 14.513.849,73 8 15 Banten 13.281.736,64 9 23 Jawa tengah 11.043.454,30 10 14 Indonesia 18.397.946,18 Sumber : BPS, 2010

5.2.3 Pengaruh Indeks Gini Rasio Terhadap Pembangunan SDM

Besarnya pengaruh ketimpangan terhadap IPM dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa penurunan indeks gini rasio memiliki pengaruh terhadap peningkatan IPM, namun hanya mampu menjelaskan dengan tingkat kesalahan sebesar 50 persen. Nilai sebesar -2,29306 pada model berarti penurunan indeks gini rasio sebesar 0,1 akan meningkatkan IPM sebesar 22,93 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting indeks gini rasio terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Faktor ketimpangan pendapatan yang didekati dengan nilai indeks gini digunakan dalam estimasi persamaan faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia dengan pendekatan IPM. Walaupun koefisien dari indeks gini tidak signifikan pada tingkat 5 persen, tanda negatif pada koefisien menunjukkan bahwa penurunan ketimpangan pendapatan yang dinyatakan dengan peningkatan nilai indeks gini akan berpengaruh terhadap peningkatan IPM. Walaupun Indeks Gini yang membaik bukan berarti akan akan meningkatkan IPM. Namun dengan ditemukan bahwa ketimpangan berpengaruh terhadap peningkatan IPM ini, maka terlihat bahwa pengeluaran pendapatan oleh masyarakat Banten sudah merata dengan terlihat semakin menurunnya indeks gini rasio dan sejalan dengan pula dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah bagaimana meningkatkan pemerataan pendapatan, menuju pendapatan yang tinggi. Harapan berhasilnya peningkatan tersebut maka masyarakat akan mempunyai peluang yang sama dalam mendapatkan pendidikan atau kesehatan yang sama seiring semakin meningkatnya biaya kedua bidang tersebut. Semakin mampunyai pendapatan masyarakat akan mampu membayar fasilitas tersebut secara merata maka suatu wilayah akan memiliki SDM yang unggul secara bersama. SDM yang berpendapatan meningkat maka berbagai penyakit sosial seperti kriminalitas akan berkurang pula dan ini akan membuka peluang bagi Provinsi Banten untuk mendatangkan investasi dari luar, dengan melihat kondusifnya keamanan di Provinsi ini, dan akan mendapatkan perkembangan pembangunan ekonomi yang lebih baik.

5.2.4 Pengaruh KRT Berpendidikan SMPSederajat Keatas terhadap

Pembangunan SDM Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah ” mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai melalui pendidikan, oleh karena itu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan kemudian dalam ayat 2 ditegaskan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah UUD 1945 tersebut, maka pemerintah Indonesia mengatur penyelenggaraan pendidikan melalui undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional DIKNAS, 2010. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 tahun 2003. Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan UUD dan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Dalam pengertian sehari-hari pendidikan adalah upaya sadar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta memperluas wawasan. Pada dasarnya pendidikan yang diupayakan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat dan keluarga. Secara nasional pendidikan yang menekankan pengembangan SDM menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tingkat pencapaian program pembangunan pendidikan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat secara umum, biasa diukur melalui perubahan dan perkembangan yang berhasil dicapai masyarakat pada waktu tertentu. Hasil pembangunan pendidikan dapat dilihat melalui monitoring pencapaian pendidikan antara lain; angka partisipasi sekolah, angka buta huruf, dan rata-rata lama sekolah. Mengidentifikasi faktor penyebab suatu keadaan harus mempertimbangkan kemungkinan adanya rangkaian pengaruh antar variabel. Rendahnya taraf pendidikan penduduk di suatu daerah, misalnya kemungkinan terjadi karena rendahnya partisipasi sekolah. Partisipasi sekolah kemungkinan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain penilaian orang tua terhadap nilai pendidikan anak. Di lain pihak, rendahnya penilaian itu kemungkinan berkaitan dengan tipologi daerah dimana mayoritas penduduk bertempat tinggal; andaikan saja, mayoritas penduduk berusaha sebagai petani di kawasan yang agak terpencil. Seorang anak bersekolah atau tidak bersekolah, berhasil atau gagal dipengaruhi oleh determinan sosial budaya dan ekonomi antara lain: faktor orang tua, pengaruh lingkungan, pembiayaan dan nilai pendidikan. Pendidikan tidak semata mata tugas dari pendidik atau yang lebih dikenal dengan istilah guru di sekolahpergururan tinggi, tidah terlepas dari masaalah pendidikan adalah peran dari orang tua. Dikatakan bahwa selain guru ada yang lebih penting yaitu peran orang tua dan lingkungan. Peran orang tua adalah melakukan pengecekan ulang terhadap kegiatan anaknya disekolah dimana orang tua perlu membantu apabila terdapat kesulitan oleh anak dalam mengikuti kegiatan sekolah. Begitu juga dalam melakukan pilihan sekolah peran orang tua tidak dipungkiri lagi bahwa kemampuan dalam pilihan mengalokasikan pengeluaran rumah tangga perlu kebijakan dan menatap masa depan. Semua hal diatas perlu adanya pendidikan KRT yang semakin tinggi, sehingga dapat berfikir lebih bijaksana dalam menentukan pilihan pilihan. Maryama, 2005. dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh variabel sosial ekonomi teradap tingkat penerimaan kepala rumah tangga pada program wajib belajar 9 tahun menyatakan bahwa, tanggapan kepala rumah tangga yang berpendidikan lebih rendah akan merepon kurang dibanding kepala rumah tangga yang pendidikannya diatasnya. Salah satu Indikator yang digunakan dala penelitian ini adalah persentase Kepala Rumah Tangga yang ber berpendidikan SLTPsederajat keatas. Angka yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar menengah sebagai batasan minimal. Tingkat pendidikan yang digunakan dalam estimasi ini, sebagai suatu indikator semakin tinggi pendidikan KRT maka akan semakin lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatannya untuk anggaran yang lebih penting untuk keluarga. Indikator pendidikan yang didekati dengan persentase KRT berpendidikan SMPsederajat keatas. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 16,71 memiliki arti peningkatan KRT berpendidikan SMPsederajat keatas dari total KRT sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 16,71 persen.