Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

(1)

LEMBAR BUKTI BIMBINGAN

Nama Mahasiswa

: Prayogi Dimas Alghifari

NIM

: 141121099

Judul Penelitian

: Pengetahuan penjual makanan di sekolah

dasar wilayah kecamatan medan sunggal

tentang bahaya bahan tambahan pangan

bagi kesehatan

Pembimbing

: Nurbaiti, S.Kep. Ns. M.Biomed

No

Tanggal

Materi

Bimbingan

Komentar/saran

TTD


(2)

(3)

KUESIONER PENELITIAN

PENGETAHUAN PWNJUAL MAKANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TENTANG BAHAYA

BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAGI KESEHATAN

Petunjuk pengisian :

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat ini, dengan memberi tanda check list ( √ ) pada kotak yang telah disediakan.

1. Data Demografi

1. No. Responden ( )

2. Nama :

3. Usia penjual : ... Tahun

4. Pendidikan

Tidak Sekolah Tamat SD

Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat

5. Lama berjualan : <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun


(4)

KUESIONER PENGETAHUAN PENJUAL MAKANAN

DISEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN MEDAN

SUNGGAL TENTANG BAHAYA BAHAN TAMBAHAN

PANGAN

NO PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah penggunaan boraks berlebihan pada makanan dapat menimbulkan penyakit gagal ginjal

2 Apakah pemberian pewarna sunset yellow (kuning) dapat

mengakibatkan sakit kepala

3 apakah penambahan pemanis buatan dapat menimbukan kematian

4 Apakah penambahan pewarna makanan poceau 4R (biru) pada makanan dapat mengakibatkan obesitas

5 Apakah pemberian Rhodamine B (pewarna merah) ditambahkan pada makanan dapat mengakibatkan


(5)

penyakit ISPA

6 Apakah penambahan zat pewarna pada makanan dapat menimbulkan penyakit obesitas

7 Apakah pemberian penyedap

makanan MSG pada makanan dapat mengakibatkan demam tinggi

8 Apakah efek jangka panjang apabila menggunakan zat pengawet secara berlebihan dapat mengakibatkan penyakit kanker otak

9 Apakah efek jangka pendek apabila menggunakan zat pengawet dapat mengakibatkan penyakit diare Apakah akibat yang ditimbulkan apabila mengkonsumsi zat aditif dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan penyakit kanker 10 Apakah akibat yang ditimbulkan

apabila mengkonsumsi zat aditif dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan penyakit kanker 11 Apakah penggunaan bahan


(6)

menyebabkan penyakit demam bedarah

12 Apakah efek yang ditimbulkan apabila menggunakan zat penyedap secara berlebihan dapat

menimbulkan penyakit tumor kelenjar tiroid

13 Apakah efek yang ditimbulkan apabila penambahan pemanis secara berlebihan dapat mengakibatkan penyakit diare 14 Apakah efek samping yang

ditimbulkan apabila menggunakan pewarna secara berlebihan dapat menyebabkan alergi

15 Apakah pemberian pewarna amaranth (warna merah) pada makanan dapat menyebabkan penyakit tumor

16 Apakah penambahan penyedap rasa secara berlebihan dapat

mengakibatkan kanker otak 17 Apakah penambahan pengawet


(7)

mengakibatkan kematian 18 penambahan formalin

mengakibatkan penyakit defresi susunan syaraf pusat

19 apakah efek samping penambahan penyedap pada makanan dapat mengakibatkan penyakit kanker otak

20 apakah penambahan pemanis pada makanan secara berlebihan dapat mengakibatkan kematian


(8)

LAMPIRAN

Tingkat usia pedagang

Tingkat pendidikan pedagang

tingkat lama berjualan pedagang

NO USIA BAIK CUKUP KURANG 1 <20 tahun 0 % 100 % 0 % 2 20-35 tahum 50 % 50% 0 % 3 >35tahun 15,9% 81,8 % 2,3 %

NO PENDIDIKAN BAIK CUKUP KURANG 1 TIDAK SEKOLAH 0 % 100 % 0 %

2 SD 24,2 % 75,8 % 0 %

3 SMP 25 % 70,8 % 4,2 %

4 SMA 44,4 % 56,6% 0 %

NO LAMA BERJUALAN BAIK CUKUP KURANG 1 <5tahun 19,2 % 80 % 0 % 2 5-10 tahun 20% 76,1 % 4,7 % 3 >10 tahun 10,4 % 89,6 % 0 %


(9)

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2007), prosedur penelitian ;suatu pendekatan praktik, jakarta: Renika cipta

Badan pengawasan obat dan makanan (BPOM). Monitoring dan verifikasi

profil keamananan pangan jajanan anak sekolah nasional. Dipublikasikan melalui FoodWatch Volume I/2009.

Cahyadi, W, 2006 Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Jakarta : Cetakan I Serangkai.

Gardjito, M, Murdiati, A., dan Aini, N. 2006. Mikroenkapsulasi karoten Buah labu kuning dengan enkapsulan whey dan karbohidrat. Jurusan TPHP Fakultas Tekhnologi Pertanian UGM Yogyakarta.

Judarwanto, widodo. 2008 perilaku makan anak sekolah : http :ludruk.com

Lakoy, Gainer. 2010. Motivasi Kerja, Kompensasi, Pengembangan Karir Tergadap Kinerja Pegawai. Jurnal EMBA VOl.1 No.4 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/search/authors/view.

Mudjajanto. 2006. Situational analysis of nutrition problems in Indonesia. Available at http://www.idpas.org(verifed)

Notoadjmojo, S. (2002). Promosi kesehatan : Teori pengetahuan dan perilaku, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta

Notoadjmojo, S. (2007). Promosi kesehatan : Teori pengetahuan dan perilaku, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadjmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan : Teori Pengetahuan dan Prilaku. Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.


(11)

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,Jakarta: Salemba Medika.

Nova, Rosari, 2004. Pemeriksaan boraks, formalin pada bakso ayam dan Rhodamin B pada jajanan anak-anak di lingkungan sekolah kecamatan medan Helvetia. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Nuraini heny, 2007. Memilih dan membuat jajanan anak yang sehat dan halal.

Qultum Media, Jakarta

Susilawati. 2008. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

produktivitas kerja karyawan. Medan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Syahbandi.2012. Implementasi Green Marketing Melalui Pendekatan Marketing MIX, Demografi Dan Pengetahuan Terhadap Pilihan Konsumen (Studi The Body Shop Pontianak. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan,

Sanger. 2013. Penilaian Prestasi Kerja, Keterlibata Kerja, Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai. Jurnal EMBA Vol.1 No.4 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/search/authors/view.

Tilaar, H. A. R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta :


(12)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep ini betujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya tambahan pangan bagi kesehatan. Penelitian ini terdiri dari kelompok intervensi dimana dilakukan test pengetahuan dengan menjawab beberapa soal yang diberikan peneliti. Kemudian peneliti memberikan pertanyaan kepada si penjual makanan tersebut

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Hasil pengetahuan 1. BAIK

2. CUKUP 3. KURANG Pengetahuan penjual

makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan


(13)

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. Pengetahuan

penjual makanan tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan.

Segala sesuatu yang diketahui oleh penjual makanan tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan .

Kuesioner  Baik “ 14-20  Cukup

“7-13  Kurang

“ 0-6


(14)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Deskriftif yaitu bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang makanan yang berada pada kawasan kecamatan medan sunggal, berdasarkan dari survey awal dari kecamatan medan sunggal jumlah populasi adalah 72 penjual jajanan, di kecamatan medan sunggal. 4.2.2 Sampel

Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yakni dengan memasukkan seluruh populasi menjadi sampel penelitian (Notoatmojo, 2005). Jumlah sampel sebanyak jumlah populasi yaitu 72 orang.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah seluruh SD kecamatan medan sunggal. Adapun alasan peneliti memilih tempat ini


(15)

sebagai tempat penelitian karena banyak penjual makanan jajanan anak-anak. Penelitian ini dilakukan pada bulan 25 november 2015 sampai 3 Februari 2016.

4.4Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan telah lulus uji etik dari komisi etik dari fakultas keperawatan , dan izin kantor camat kecamatan medan sunggal. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu: memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument penelitian, tetapi menggunakan kode responden. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian

Prinsip-prinsip etik yang perlu diperhatikan pada saat melakukan penelitian ini adalah menghormati harkat dan martabat manusia; menghormati privasi dan kerahasian subjek penelitian; keadilan dan


(16)

keterbukaan serta memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Notoatmodjo, 2010)

4.4.1 Instrumen Penelitian 1. Kuesioner penelitian

Didalam pengumpulan data dengan cara apa pun, selalu diperlukan suatu alat yang disebut “Instrumen pengumpulan data”. Sudah barang tentu macam alat pengumpul data ini tergantung pada macam dan tujuan penelitian serta data yang akan diambil (Notoatmodjo. 2010). Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul data demografi berupa kode responden, sudah berapa lama menjual makanan, dan pendidikan penjual makanan. data primer yaitu : data yang didapat dari penyebaran kuesioner yang berbentuk pertanyaan. Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka jenis data yang digunakan data primer. Alat pengumpulan data primer yaitu data yang didapat dari penyebaran kuesioner yang berbentuk pertanyaan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada pedagang yang terdapat di tempat penelitian di SD area medan sunggal.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Setelah instrumen yang akan digunakan berupa kuesioner sebagai alat peneliti selesai disusun, kemudian dilakukan uji validitas dan realibilitas karena suatu kuesioner dikatakan valid jika kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Notoatmodjo, 2010).


(17)

4.5.1 Uji Validitas

Suatu ukuran yang mewujudkan tingkat-tingkat kualitas suatu instrumen, suatu instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Instrument penelitian ini dususun sendiri oleh peneliti dan sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.

Penelitian ini menggunakan validitas isi dimana instrumen penelitian dianalisis oleh dosen yang berkompeten dibidang yaitu bapak Ismayadi S. Kep, Ns M. Kes Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan uji validitas tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang mengukur sasaran sesuai dengan teori dan konsep.

4.5.2 Uji Reliabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik. Uji Realibitas dilakukan kepada 30 responden pedagang makanan di area SDN medan johor yang mempunyai criteria sama dengan sampel.(Arikunto, 2008). Dalam penelitian uji realibitas suatu item pertanyaan dengan menggunakan cronbach alpha (a). instrument disebut reliable bila didapat nilai alpha >0,05 (Sugiono, 2005).


(18)

Hasil realibitas instrument penelitian yang dilakukan di SDN area kecamatan medan johor di dapatkan cronbach alpha (a) adalah 0.788. 4.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Untuk memproleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka jenis data yang digunakan data primer. Alat pengumpulan data primer yaitu data yang didapat penyebaran kuesioner yang berbentuk pertanyaan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada para pedagang di SDN area kecamatan medan sunggal yang terdapat pada penelitian.

4.7 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap yakni :

1. Editing yaitu upaya memeriksa kembali kebenaran data yang telah diperoleh atau dikumpulkan serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk.

2. Coding yaitu kegiatan memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi analisa data.

3. Entri data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer.

4. Analisa data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu dengan membuat distribusi frekuesnsi dan persentase.


(19)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai pengetahuan penjual makanan disekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehtatan.

Penelitian dilaksanakan 29 januari sampai 03 februari 2016 di area sdn kecamatan medan sunggal dengan jumlah responden 72 orang yang terdiri dari bahaya bahan tambahan pangan. Tekhnik pengumpulan data dengan kuesioner, dimana pemberian kuesioner kepada responden dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada pedagang makanan di area SDN kecamatan medan sunggal.

5.1 Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini akan menguraikan tentang pengetahuan pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan.

5.1.1 . Karakteristik Data Demografi Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden umunya berusia dibawah 20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%), dan 35 tahun keatas (57%). pendidikan penjual yang tidak sekolah (13%) tamatan SD (49%) , SMP (31%) ,SMA (11%) dan lama berjualan dibawah 5 tahun keatas (39%). 5-10 (29%), dan 10 tahun keatas (24%). Untuk lebih


(20)

menjelaskan hasil penelitian mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Presentase Responden Berdasarkan karakteristik

karakteristik frekuensi persentase %

usia

1. <20 tahun 113 %

2. 20-35 tahun 27 35 %

3. >35 tahun 44 57 %

Pendidikan

1. Tidak sekolah 1 13 % 2. SD 38 49 % 3. SMP 24 31 % 4. SMA 9 11 %

Lama Berjualan

1. <5tahun 30 39 %

2. 5-10 tahun 23 29 %


(21)

Berdasarkan tabel 5.1 bahwa karakteristik penjual makanan di area kecamatan medan sunggal dengan jumlah responden 72 orang yaitu responden yang berdasarkan usia <20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%), dan 35 tahun keatas (57%). Responden yang berdasarkan pendidikan penjual yang tidak sekolah (13%) tamatan SD (49%) , SMP (31%) ,SMA (11%). Sedangkan untuk lama berjualan dibawah 5 tahun keatas (39%). 5-10 (29%), dan 5-10 tahun keatas (24%

2. Pengetahuan penjual makanan di area SD kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pengetahuan penjual makanan di area SD kecamatan medan sunggal tentang bahan tambahan pangan.

No pengetahuan frekuensi persentase %

` 1 baik 15 20.8 %

2 cukup 56 77.8 %

3 kurang 1 1.4 %


(22)

berdasarkan dari tabel di atas terlihat bahwa pengetahuan penjual makanan di SD area kecamatan medan sunggal mengenai bahaya bahan tambahan pangan mayoritasnya adalah cukup yaitu 56 orang (77.8%).

5.2 Pembahasan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Besar manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan pedagang terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sudah tergolong cukup dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden tersebut sebagian besar berada pada kategori penilaian yang cukup yaitu sebanyak 56 orang (77.8%), sedangkan pedagang pada kategori kurang yaitu sebanyak (1.4%).

Hasil pengukuran terhadap pengetahuan menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan pedagang sebanyak 56 orang (77.8%) adalah cukup pedagang mengetahui bahwa yang menjadi alasan para pedagang menggunakan bahan tambahan pangan pada makanan yang dijualnya adalah karena harganya relatif murah dan dapat memberikan tampilan


(23)

yang menarik. Pada umumnya penjual makanan yang berada di lingkungan sekolah tidak memperhatikan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam makanan, mereka berorientasi keuntungan, dengan memberikan produk makanan dan minuman dengan pewarna tekstil agar makanan dan minuman kelihatan mencolok dan dapat menarik minat pembeli.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada pedagang yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 15 orang (20.8%). Para pedagang menjawab pertanyaan dengan baik terutama dalam menjawab tentang bahaya bahan tambahan pangan, serta dampak penggunaan bahan pangan secara berlebihan terhadap kesehatan. Menurut cahyadi (2008), penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwasapadai bersama, baik oleh responden maupun konsumen. Penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan, karena bahan tambahan pangan sedianya digunakan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Namun, penggunaan bahan pangan ini tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur penggunaannya oleh Badan POM.

Menurut Notoatmojo (2003), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik juga.


(24)

Berdasarkan hasil penelitian dari data demografi bahwa yang berdasarkan usia <20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%), dan 35 tahun keatas (57%). Umur Responden yang berdasarkan berepngetahuan baik umur 20-35 tahun sebanyak (50%). Umur sangat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga bisa memperngaruhi daya tangkap dan pola pikr seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmojo, 2007).

penelitian ini sejalan dengan Lia Fitriani (2004), yaitu pengetahuan penjual makanan, umur. Pendidikan. terhadap penggunaan bahan tambahan pangan di jajanan di kota jambi . dengan pengetahuan cukup sebanyak (77.1%)

Usia adalah waktu sejak dilahirkan sampai dilaksanakanya penelitian yang dinyatakan dengan tahun. Usia > 20 tahun dinamakan remaja, dimana menurut piaget secara psikologi, masa remaja adalah usia dimana induvidu berinteraksi dengan masyarakat dewasa dan termasuk juga perubahan intekektual yang mencolok, Pada masa remaja terjadi perubahan sikap dan prilaku,. Usia > 40 tahun dinamakan usia madya dini dimana pada masa tersebut pada akhirnya ditandai perubahan-perubahan jasmani dan mental pada masa ini seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapainya pada usia dewasa (Hurlock 2002).


(25)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rina (2007) bahwa pengetahuan, pengaruh, usia sangat berperan penting dalam meningkatkan karakter seseorang. Dimana hasil penelitian tersebut sebanyak (64.3%) berpengetahuan baik.

Berdasarkan hasil penelitian ini dari data responden memiliki tingkat pengetahuan pendidikan tingkat pendidikan tidak sekolah sebanyak (1.4%). Tingkat pendidikan SD sebanyak (24.2%), tingkat pendidikan SMP sebanyak (25%) dan tingkat pendidikan SMA sebanyak (11.%), dimana berpengetahuan Baik dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak (44.4%). Dimana diketahui bahwa setiap pedagang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dapat memungkinkan pengamatan atau analisa yang lebih baik pula, sehingga memungkinkan pedagang yang sebagai responden mampu menjual jajanannya dengan baik dan sehat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ariandani yang dilaksanakan di SDN Pekudeng Semarang pada tahun 2011 adalah pengetahuan pedagang tentang makanan jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan, termasuk dalam kategori baik hanya sebesar 45,2%. Pedagang yang masuk kategori kurang dan cukup memiliki proporsi yang sama (27,4%).

Pengetahuan pedagang dapat diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan


(26)

secara eksternal yaitu pengetahuan yang diperoleh dari orang lain termasuk keluarga ataupun kerabat. Pengetahuan baik yang diperoleh secara internal maupun eksternal akan menambah pengetahuan pedagang tentang tentang makanan. (Purtiantini, 2010). Selain itu, pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Pengetahuan pedagang juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti lingkungan pergaulan yang memiliki pengetahuan kurang ketika bergaul dengan pedagang yang berpengetahuan baik maka pedagang tersebut akan cenderung mengikuti dan akhirnya memiliki pengetahuan baik juga. Hal ini disebabkan karena lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan A, Dewi, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahendra (2009) bahwa pengetahuan umur pendidikan pedagang sangat berpengaruh terhadap penjualan produk makanan di kota Makassar.

Dari hasil penelitian ini bahwa pengetahuan pedagang dapat disebabkan dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, dimana faktor- faktor tersebut dapat menjadikan pedagang berpengetahuan baik ataupun berpengetahuan kurang tergantung dari bagaimana pedagang


(27)

tersebut menyikapinya dengan akal budinya untuk mengenal benda atau sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Sebagian besar pedagang memiliki pengetahuan baik karena pengetahuan yang diperolehnya dari tingkat pendidikan yang baik pula, dan diterapkan dengan baik juga dibandingkan pedagang yang berpengetahuan kurang yang tidak memperhatikan dan memanfaatkannya dengan baik (Handoko 2010).

Hasil penelitian mayoritas lama berjualan responden dibawah 5 tahun (39%). 5-10 (29%), dan 10 tahun keatas (24%). Dan pedagang yang berpengetahuan baik dari data responden yang lama berjualan 5-10 tahun sebanyak (20%) dan >10 tahun berpengetahuan baik sebanyak (10.4%) dimana penjual atau responden sudah berpengalaman berjualan.

Lama berdagang dikaitkan dengan pengalaman berusaha, semakin lama seseorang berdagang, maka semakin berpengalaman orang tersebut, apabila seseorang itu telah mempunyai kecakapan atas bidang yang pernah dia lakukan. Karena pengalaman merupakan bentuk pendidikan informal dimana seseorang secara sadar bekerja sehingga ia akan mempunyai kecakapan praktis secara terampil dalam bekerja penelitian ini sejalan dengan penelitian indra (2003) bahwa pengetahuan pengalaman lama berdagang berpengaruh dalam proses pengembangan usaha

Pengalaman merupakan bentuk pendidikan informal dimana seorang secara sadar bekerja sehingga ia akan mempunyai kecakapan praktis secara terampil dalam bekerja (Winardi, 2001).


(28)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Roy (2011) bahwa pengetahuan pengalaman pendapatan dan lama berdagang sangat berpengaruh dalam mengembangkan usaha. Dimana hasil penelitian tersebut berpengetahuan baik sebanyak (4.7%).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2004), .Pengalaman berdagang didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.. Siagian (2008) menyatakan bahwa, .Masa berdagang menunjukkan seberapa lama seseorang berusaha pada masing-masing usaha yang dijalaninya.


(29)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian yang dilakukan mengenai pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan. Menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti tentang pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan tahun 2016 dengan jumlah responden 72, maka di peroleh kesimpulan sebagai berikut :

Hasil penelitian menunjukkan gambaran secara umum tentang karakteristik tentang responden rata-rata berpengetahuan baik berusia 20-35 tahun (20-35%), pendidikan SMA (49%) dan lama berjualan dibawah 5-10 tahun keatas (39%). Dimana semua aspek-aspek demografi di atas didapatkan bahwa pengetahuan penjual makanann di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan cukup.


(30)

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka penting diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak sebagai berikut :

a. Praktek keperawatan

Hasil penelitian didapat bahwa mensosialisasikan kegiatan keperawatan dengan penyuluhan terhadap pedagang tentang bahaya bahan tambahan pangan seperti pemanis, pewarna, penyedap, dan pengawet yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh bahan tambahan pangan.

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Diharapkan perawat dapat menjadi educator dan narasumber kesehatan bagi pedagang makanan di sekolahan agar dapat meningkatkan kesehatan makanan. Sehingga dapat mengembangkan ilmu yang lebih luas dan mendalami masalah bahaya bahan tambahan pangan.

c. Penelitian selanjutnya

Peneliti hanya dilakukan di area SD kecamatan medan sunggal sehingga dapat digeneralisasikan pada seluruh populasi pedagang sekolah dasar lainnya, untuk penelitian selanjutnya akan lebih menggunakan populasi yang lebih banyak, penyuluhan bukan hanya sekedar meneliti tentang bahaya bahan tambahan pangan agar lebih representive. Bagi penelitian selanjutnya disarankan juga meneliti pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang


(31)

bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan. Sehingga penelitian lebih sempurna dan dapat mengetahui seluruhnya dengan spesifik


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka resiko-resiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal.

Menurut peraturan menteri kesehatan R.I No:329/Menkes/PER/X11/76, Yang di mkasud dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang di tambahkan dan dicampurkan swaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk, kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi., antigumpal, pemucat, dan pengental.

Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan biasa terjadi adalah penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan bahan makanna melebihi batas yang ditentukan, penyebab lain, produsen berusaha memenuhi kebutuhan dan keuntungan yang besar dan pada besarnya


(33)

harga murah munculnya bahan makanan digunakan untuk mempertahankan kondisi makanan agar menarik.

Dalam proses penanganan pangan perlu mempeerhatikan segi-segi lain seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti bahwa apabila zat pewarna tersebut ternyata akan berdampak buruk pada kesehatan manusia maka penggunaannya harus di pertimbangkan kembali, dihentikan atau diganti dengan bahan pewarna lain yang lebih aman.

2.2 Penggolongan Bahan tambahan Pangan (BTP)

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan didalam pangan. Penggelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut peraturan menteri kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 adalah sebagai berikut :

1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau member warna pada pangan.

2. Pemanis buatan yaitu BTP yaitu yang dapat meyebabkan rasa manis pada pangan yang tidak atau hamper tidak mempunyai nilai gizi.

3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.

5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.


(34)

6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

7. Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pedapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.

8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu (BTP) yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atay pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.

2.3 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Penggunaan bahan tambahan pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Pengguanan bahan tambahan pangan di benarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Disamping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pegangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batasan penggunaan maksimum seperti diatur dalam peraturan menteri kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/988. Pemakaian bahan tambahan pangan diperkenakan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(35)

b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan

c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak megarah pada penipuan.

d) Diutamakan untuk proses membantu proses pengolahan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal- hal yang merugikan konsumen oleh karena itu pemakaian bahan tambahan pangan ini diperkenankan bila :

a) Menutupi adanya tekhnik pengolahan dan penanganan yang salah. b) Menipu konsumen.

c) Menyebabkan penutunan gizi.

d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis.

2.4. Jenis Bahan Tambahan Pangan

Pada umumunya bahan tambahan pangan dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa,, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,penwarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan


(36)

tidak sengaja, baik dalam sejumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan, bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminan dari bahan yang disengaja untuk tambahan produksi bahan mentah atau penangannnya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi contoh bahan tambahanpangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungsida, dan rotensida), antibiotik dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanandengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2001). (Cahyadi, 2006) mengemukakan zat-zat tambahan yang terdapat pada makanan seperti yang diuraikan di bawah ini :

2.4.1. Pewarna

Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna yang sembarangan digunakan pada bahan pangan misalnya zat pewarna untuk tekstil untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan. Zat pewarna yang tidak dianjurkan untuk makanan adalah Sunset yellow, azorubine,


(37)

amaranth, ponceau 4R, erytrosine, allura red, indigotine, amaranth, tartrazine,brilliant blue, food greens, brilliant black, brown HT, annatto extract dan masih banyak jenis pewarna lainnya (Arisman, 2009). (Cahyadi, 2006) mengemukakan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwana antara lain dengan penambah zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

1 . Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang di temui pada tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanthon, dan karteinoid (Cahyadi, 2006).

2. Pewarna Sintetis

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain


(38)

yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006).

Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia:

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.) Citrus red (Food N0 2) 12156

Ponceau 3 R (Red G) 16155 Ponceau SX (Food Red N0. 1) 14700 Rhodamine B (Food Red N0. 5) 45170 Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085 Magenta (Basic Violet No.14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270 Butter yellow (Solveent Yellow No.2) 11020 Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055 Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No.1 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No.2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranes No 7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Oranes No 5) 11380 Oil Yellow OB (Solvent Oranes No 6) 11390 Sumber: (Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88)


(39)

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Pengetahuan mengenai bahaya pemakaian pewarna sintetis ini sangat perlu pemilihan bahan pewarna makanan. Rendahnya pengetahuan dan daya pengethuan masyarakat menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih pewarna sintetis mengingat lebih murah, lebih praktis dalam penggunaaan, dan warna lebih kuat. Disatu sisi penggunaan pewarna sintetis yang tidak professional dapat mengakibatkan masalah kesehatan, seperti keracunanan anokgenik dan penyakit lainnya seperti gangguan pada pencernaan, otak limpa, ginjal, hati, tumor, kanker, lumpuh, keterbelakanagan (retardasi), serta kebutaan.

Efek yang ditimbulkan dalam penggunaan zat pewarna dilarang karena termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalam tubuh adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah, 2005). Menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis disekitarnya mengalami disintergrasi, kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya sel yang melakukan degenerasi lemak (Anonimus, 2006).


(40)

2.4.2 Pengawet

Pengawet adalah zat (biasanya zat kimia) yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan, dan tentu saja tidak mahal (Arisman, 2009)

A. Jenis Bahan Pengawet 1. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfi, dan meta bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit. Molekul bisulfit lebih mudah menembus dinding mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi ini akan mengingat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostidum botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun mematikan.

Penggunaan Na-nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrat dapat berikatan dengan amino atau amida dan


(41)

bentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam. Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan. (Cahyadi, 2006).

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbet, asam propinot, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2006).

B. Sifat Antimikroba Bahan Pengawet

Bahan pegawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba. Fakto-faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan kimia dan kosentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu penyimpanan. Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan pangan yang bersifat asam, misalnya asam benzoate dalam minuman sari buah jeruk. Dalam aksinya sebagai antimikroba, bahan pengawet ini mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut :


(42)

Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi dan menyerang ribosom.

2. Menghambat dinding sel atau membrane

Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membrane dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalan nutrien masuk kedalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutannya senyawa lipid.

3. Penghambat enzim

Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.

4. Peningkatan nutien esensial

Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutien yang berbeda-beda, oleh karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhui organisme yang berbeda pula. Apabila suatu organisme membutuhkan hanya sedikit nutrien dan apabila nutrient itu diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibanding dengan organisme lain yang memerlukan nutrisi tersebut dalam jumlah banyak.

3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan


(43)

garam NaCL dan gula yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam mikro organisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi.

Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan organisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan kosentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (Cahyadi, 2006).

4. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradapan manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudiaan dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahaankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.


(44)

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi titik berbahaya dan toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrsi bahan pengawet yang digunakan.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :

a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.

b. Memperpanjang umur yang tidak patogen.

c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

d. Tidak untuk membunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

e. Tidak digunakan menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Dampak atau efek yang ditimbulkan oleh pengawet pada makanan bisa ditimbulkan oleh bahan pengawet pada makanan bisa


(45)

sangat bervariasi tergantung usia serta riwayat kesehatan seseorang. Mengetahui bahaya dari bahan pengawet dapat membantu anda mencegah dampak merugikan tersebut, adalah berikut bahaya bahan pengawet yang dapat menimbilkann jangka pendek dan panjang. :

1. kesulitan bernafas. 2. Iritasi kulit.

3. Infeksi saluran pernafasan. 4. Diare.

5. Rasa terbakar di tenggorokan. 6. Mual dan muntah.

7. Sakit keapala.

Gangguan jangka panjang : 1. kerusakan jantung

2. kerusakan ginjal. 3. Penyakit leukemia. 4. Penyakit diabetes. 5. Kanker otak.

6. Tumor pada perut dan liver 2.4.3. Penyedap Rasa

Penyedap rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat dalam mulut, termasuk mouth feel. Mouth-feel suatu bahan pangan yaitu perasaan kasar-licin, lunak liat, dan cair kental. Penyedap rasa


(46)

bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat khas. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khas khusus suatu pangan seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya (cahyadi, 2006).

A. Tujuan Penggunaan Penyedap Rasa

Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap rasa adalah memberi ciri khusus pada suatu pangan seperti aroma jeruk manis, jeruk nipis, lemon, kola, coklat, krim, vanili dan sebagainya. Tujuan penggunan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut:

a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan, misalnya keju.

b. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma. Contoh, penambahan aroma ayam pada pembuatan sup ayam

c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai.

d. Membentuk aroma baru atau menetralisir atau bergabung dengan komponen dalam bahan pengawet.


(47)

B. Jenis Bahan Penyedap 1. Penyedap Alami

a. Bumbu, Herba, dan Daun

Bahan penyedap seperti bumbu berfungsi sebagai penyedap, juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging. Sebagai contoh merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkih. Herba (sejenis rumput) dan daun merupakan tanaman yang dapat digunakan selain sebagai sebagai penyedap juga sebagai obat dan pewarna. Contoh sereh dan daun pandan, daun salam.

b. Minyak Esensial

Minyak esensial dapat didefenisikan sebagai zat aroma yang berbentuk minyak cair, padat, atau setengah padat yang terdapat pada tanaman. Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), bji (merica, ketumbar) dan sebagainya.

c. Penyedap Sari Buah

Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, dan mineral. d. Ekstrak Tanaman atau Hewan

Penyedap dapat juga dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain yang tergolong dalam bumbu atau herba dan hewan tertentu. Contoh, ekstrak kopi, cokelat, vanili, dan sebagainya.


(48)

2 Penyedap Sintetis

Penyedap sintesis atau sering disebut sebagai penyedap artifisial adalah komponen atau zat yang dibuat menyupai aroma penyedap alami. Penyedap jenis ini dibuat dari bahan penyedap aroma baik gabungan dengan bahan alami maupun dari bahan itu sendiri.

C. Efek Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan

Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan bagi kesehatan, yaitu sebagai berikut :

1. Mono sodium glutamate (MSG)

MSG tidak masuk kedalam plasenta dan tidak dapat mencapai janin yang sedang tumbuh, namun apabila bayi telah disusui, MSG dapat metabolisir. Chinese Restaurant Syndrome (CRS) mula-mula di ungkapkan pertama kali oleh dr. Ho Man Kwok (1969) suatu gejala yang timbul kira-kira 20-30 menit setelah mengonsumsi pangan yang dihidangkan di restoran cina mengalami kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta leher bagian bawah, kemudian berasa panas, disamping gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan kepala pusing.

2. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamate) Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang perut, walaupun biasanya toksisitas garam posstasium yang


(49)

dikonsumsi oleh orang sehat relatif kecil, karena posstasium akan diekresi dengan cepat didalam urine. Posstasium berbahaya pada penderita gagal ginjal. Posstasium tidak boleh diberikan pada bayi yang berumur dibawah 12 minggu.

3. Kalsium dihidrogen di-L- glutamate

Pengarunya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak boleh diberikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minngu. Guanosin 5’-di sodium fosfat (sodium glutamate); inosin5’ -disodium fosfat (sodium 5’-inosat); sodium 5’ –ribonukleotida.

2.4.4. Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta, minuman, dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol. Mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi sakit gigi, dan sebagai bahan subsitusi pemanis utama (Eriawan, 2002).

A. Jenis Pemanis

Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah


(50)

tebu ( Saccharum officanarum L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa (Cahyadi, 2006).

Cahyadi, 2006 Mengelompokkan beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah : Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Galaktosa, D-Glukosa, D-Fruktosa, Sorbit, Manitol, Gliserol, Glisina.

Cahyadi juga mengelompokkan beberapa pemanis sintetis adalah bahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai giji adalah Sakarin, Siklamat, Aspartam, Duslin, Sorbitol, sintetis, Nitro-propoksi-anilin.

B. Efek Pemanis Sintetis Terhadap Kesehatan

Penggunaan zat pemanis sintetik dapat mengakibatkan defisit intelektual yang berat sehubungan dengan penggunaan zat pemanis sintetik, bermanifestasi susah mengingat, sering lupa waktu, kepala pusing, sakit persendian, mual, mati rasa, kejang otot, kegemukaan, hingga berakhir dengan kematian (Robet, 2008).

a. Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya

Pada umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau mempertahankan mutu. Beberapa bahan kimia yang bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan penyakit atau bahkan kematian. Oleh karena itu, dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan. Dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan.


(51)

Adapun masalah yang dapat timbul apabila menggunakan bahan kimia berbahaya untuk pangan seperti berikut :

1. Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun, dan dapat menyebabkan kanker. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi pada makanan yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkkan gangguan fungsi hati, dan kanker hati. (Joomla, 2006).

2. Formalin

Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Paparan formaldehida melalui saluran pencernaan dapat mengakibat luka korosif terhadap selaput lender saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik yang berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapat sel darah merah di urine. (Joomla, 2006).


(52)

3. Boraks

Boraks disalahgunakan pangan dengan tujuan memperbaiki warna tekstur, dan flavor, boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan ketika asam borat masuk kedalam tubuh, dapat menyebabkan mual muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan system sirkulasi akut dan bahkan kematian. (Badan POM RI, 2004).

2.6 Pengetahuan

2.6.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Notoatmodjo, 2003 membagi tingkat pengetahuan di dalam dominan kognitif yakni:

1. Tahu (know)

Tahu artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recal) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur


(53)

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh: menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek. Komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan


(54)

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

5. Sintetis (synthesis)

Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun formulasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalanya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.


(55)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai bahan makanan maupun minuman bagi konsumsi manusia (Badan POM, 2004).

Dalam hal ini makanan digunakan sebagai sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan juga dapat menjadi unsur pengganggu kesehatan manusia, berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari makanan maupun unsur yang masuk kedalam makanan dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari makanan sering disebut sebagai keracunan makanan (Effendi, 2012).

Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI No. 722/Menkes /PerIX| 88 No. 1168 / Menkes/Per/X/1999 Secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organolpetik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pegangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung atau tak langsung) suatu komponen untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.


(56)

Makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energy bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29 %, dan zat besi 52%,(Judarwanto, 2004). Meskipun jajanan memiliki kunggulan-keunggulan dalam menyumbang kecukupan gizi remaja setiap harinya, namun makanan jajajnan disekolah ternyata sangat beresiko terhadap kesehtaan karena penanganannya sering tidak higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Mudjajanto, 2005).

Departemen kesehatan telah memasyarakatkan penggunaan BTP yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam peraturan menteri kesehatan dengan acuan UU No. 7/23/1992 tentang kesehatan yang menekankan aspel leamanan sedangkan UU No. 7/1996 tentang pangan, selain mengatur aspek makanan dan gizi, juga mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat. (Cahyadi, 2008).

Walaupun pemerintah sudah menetapkan peraturan mengenai penggunaan BTP, masih saja ada penjual makanan dan atau produsen yang menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan manusia, seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 diantaranya, Jakarta, Surabaya, semarang, Bandar lampung, denpasar, dan padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B metahanil yellow dan


(57)

Berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 28 tahun 2004 tentang pangan yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah manupun tidak di olah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan perhatian adalah penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai keperluan.Penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan jajanan makanan, yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil dan rumah, tangga. Keunggulan jajanan adalah murah, mudah didapat serta cita rasanya enak.namun jajanan juga beresiko terhadap kesehatan karena dalam proses pengolahannya sering kali ditambahkan pewarna seperti rhodhamin B, methanol yelloe, pengaet formalin, dan boraks. Penggunaan rhodamin B dan methanol yellow, pengawet formalin dan boraks dilarang karena sifat karsinogenik kuat dapat menyebabkan kanker hati, kandung kemih, dan saluran cerna, dari hasil analisis sampel jajanan badan pengawas obat dan makanan (BPOM) antara februari 2001 hingga mei 2003, didapatkan bahwa 315 sampel, 155 (49%) mengandung rhodamin B, 122 Sampel, 129 (11%) mengandung boraks dan dari 242 sampel, 80 (33%) mengandung formalin. Pangan mengandung rhodamin B diantaranya kerupuk makanan ringan, kembang gula, sirup, biscuit, minuman, ringan, cendol, dan manisan. Pangan yang mengandung formalin adalah mie ayam, bakso dan tahu. Sedangkan pangan yang menggunakan boraks adalah bakso, siomay, lontong, dan lemper.


(58)

Selain itu, sambal botolan yang biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggiran jalan, seperti bakso, mie ayam, dan sebagainya mengandung zat pewarna yang melebihi ambang batas, beberapa produk saus dan sambal botolan juga ditenggarai memakai zat pewarna terlarang, yang seringkali digunakan tekstil dan industry yaitu rhodamin B dan metahnil yellow untuk membuat warna merah menyala (Iis, 2003).

Pangan jajanan tidak bisa terpisahkan oleh kehidupan manusia selain harga murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga menyumbangkan konstribusi penting bagi kehidupa gizi.Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat menyukai pangan jajanan.Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasanya disenangi anak-anak dengan menggunakan bahan-bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanannya (Fardiaz, 1993).

Beberapa penelitian tentang penggunaan bahan tambahan pangan pada makanan dilakukan di kota medan. Penelitian oleh Nova (2004) menemukan boraks pada bakso ayam jajanan anak-anak yang dijajakan di lingkungan sekolah kecamatan medan Helvetia. Sinaga (2007) menemukan natrium benzoate dan siklamat pada agar-agar jelly yang beredar di kota medan.

Selain itu dilakukan juga penelitian pengetahuan siswa sekolah dasar tentang makanan dan minuman jajanan mengandung bahan tambahan pangan yang dilakukan oleh sitorus (2007) yang menemukan bahwa pengetahuan dari siswa sekolah dasar di kecamatan medan denai sudah cukup baik tentang makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan, meskipun pengetahuan siswa


(59)

sekolah dasar cukup baik, namun masih diperlukan peranan berbagai pihak terutama serta guru dalam mengawasi makanan yang di konsumsi oleh siswa melalui kegiatan usaha kesahatan sekolah (UKS), yaitu mengawasi makanan yang dijual, kebersihan kantin, serta memberikan pelatihan kepada petugas kantin. Guru juga sebaiknya berperan penting dalam memeberikan pengertian dan pengetahuan kepada anak-anak mengenai dampak negative yang timbul pada jajan di sembarang tempat. Dari penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kita perlu lebih teliti dan berhati-hati dalam mmilih makanan terutama makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya.

Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat.Kenyataannya masih banyak produsen makanan menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun tidak dapat langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti dapat menyebabkan penyakit. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh prudusen pangan, yaitu menggunakan bahan tambahan yang dilarang pengguaannnya untuk makanan, menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan, penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP.


(60)

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam peneliti adalah bagaimana pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan yang meliputi, pemanis, pengawet, penyedap rasa, dan perwarna bagi kesehatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi SD Sekecamatan medan sunggal

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para penjual serta pemahaman tentang keamanan pangan pada jajanan, makanan dan minuman yang baik dan yang tidak mengandung zat bahan tambahan pangan.

2. Manfaat bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan terutama dalam masalah bahaya bahan tambahan pangan serta dapat menginformasikan yang telah didapat hasil penelitian ini kepada orang lain sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan peneliti selanjtnya.


(61)

Judul : Pengetahuan pedagang penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan

Nama : Prayogi Dimas Alghifari NIM : 141121099

Fakultas : S1 Keperawatan Tahun Akademik : 20015/2016

Abstrak

Bahaya bahan tambahan pangan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan seperti zat pewarna, pemanis, pengawet dan penyedap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan penjual tentang bahaya bahan tambahan pangan. menggunakan desain deskriptif sampel adalah pedagang yang berjualan dia area SD Kecamatan medan sunggal berjumlah sampel 72orang dan menggunakan tehnik total sampling. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 november 2015 sampai dengan 3 Februari 2016 bahwa tingkat pengetahuan pedagang tentang bahaya bahan tambahan pangan menunjukkan kategori Baik (1.4%) dan kategori penilaian cukup (77.8%). Dan kategori kurang 20.8%). Bagi petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya bahan tambahan pangan.

Kata kunci: Pengetahuan, penjual makanan, bahaya bahan tambahan pangan


(62)

Title of Student : Food Sellers’ Knowledge on the Danger of Food Additive for Health in the Elementary Schools in District of Medan Sunggal

Name of Student : Prayogi Dimas Alghifari Student ID Number : 1411121099

Faculty : S1 (Undergraduate) Nursing Academic Year : 2016

ABSTRACT

Food additive or natural food additive is not a part of raw food material, but it is material added into the food to influence the characteristics or forms of food material, such as coloring substance, sweetener, preservative, and seasoning. The objective of research is to identify food sellers’ knowledge on the danger of food additive. The design of research is a descriptive research. The sample is the food sellers around the areas of elementary schools in District of Medan Sunggal. The total sample is 72 sellers selected by using the total sampling. The research is carried out from November 25, 2015 to February 3, 2016. The research result shows that the sellers’ knowledge on the danger of food additive is categorized good (1.4%), sufficient (77.8%), and insufficient (20.8%). It is suggested that the health personnel provide counseling on the danger of food additive.


(63)

PENGETAHUAN PENJUAL MAKANAN DI SEKOLAH

DASAR WILAYAH KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

TENTANG BAHAYA BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAGI

KESEHATAN

SKRIPSI Oleh

PRAYOGI DIMAS ALGHIFARI 141121099

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016


(64)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Prayogi Dimas Alghifari

NIM : 141121099

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul : Pengetahuan Penjual Makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan. Adalah benar – benar hasil katya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan subsitansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuaii dengan kaidah ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun seta bersedia mendapatkan sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.


(65)

Judul : Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan.

Nama Mahasiswa : Prayogi Dimas Alghifari NIM : 141121099

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2016

Tanggal Lulus : 23 Februari 2016

Pembimbing Penguji I

(Nurbaiti, S.Kep, Ns, M.Biomed) (Lufthiani, S.Kep, Ns,M.Kes) NIP.1978051 5200604 2 006

Penguji II

(Nunung F. Sitepu, S.Kep,Ns, MNS)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep)


(66)

Judul : Pengetahuan pedagang penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan

Nama : Prayogi Dimas Alghifari NIM : 141121099

Fakultas : S1 Keperawatan Tahun Akademik : 20015/2016

Abstrak

Bahaya bahan tambahan pangan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan seperti zat pewarna, pemanis, pengawet dan penyedap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan penjual tentang bahaya bahan tambahan pangan. menggunakan desain deskriptif sampel adalah pedagang yang berjualan dia area SD Kecamatan medan sunggal berjumlah sampel 72orang dan menggunakan tehnik total sampling. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 november 2015 sampai dengan 3 Februari 2016 bahwa tingkat pengetahuan pedagang tentang bahaya bahan tambahan pangan menunjukkan kategori Baik (1.4%) dan kategori penilaian cukup (77.8%). Dan kategori kurang 20.8%). Bagi petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya bahan tambahan pangan.

Kata kunci: Pengetahuan, penjual makanan, bahaya bahan tambahan pangan


(67)

Title of Student : Food Sellers’ Knowledge on the Danger of Food Additive for Health in the Elementary Schools in District of Medan Sunggal

Name of Student : Prayogi Dimas Alghifari Student ID Number : 1411121099

Faculty : S1 (Undergraduate) Nursing Academic Year : 2016

ABSTRACT

Food additive or natural food additive is not a part of raw food material, but it is material added into the food to influence the characteristics or forms of food material, such as coloring substance, sweetener, preservative, and seasoning. The objective of research is to identify food sellers’ knowledge on the danger of food additive. The design of research is a descriptive research. The sample is the food sellers around the areas of elementary schools in District of Medan Sunggal. The total sample is 72 sellers selected by using the total sampling. The research is carried out from November 25, 2015 to February 3, 2016. The research result shows that the sellers’ knowledge on the danger of food additive is categorized good (1.4%), sufficient (77.8%), and insufficient (20.8%). It is suggested that the health personnel provide counseling on the danger of food additive.


(68)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Pengetahuan Penjual Makanan di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan.

Penulisan proposal ini bertujuan memenuhi persyaratan untuk melanjutkan penelitian skripsi selanjutnya.

Dalam penyelesaian proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ikhsanuddin A. Harahap, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp MNS. selaku pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

4. Nurbaiti, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan proposal ini dapat diselesaikan.

5. Lufhthiani S. Kep, Ns, M.kes selaku dosen penguji satu dalam sidang proposal penelitian.


(69)

6. Nunung Febriany Sitepu , S.Kep, MNS, selaku dosen penguji dua dalam sidang proposal penelitian.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Hendra dana supari dan Salmiah S.Ag yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun material.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Maret 2016 Penulis


(70)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan………... i

Abstrak ……… ii

Prakata………... iii

Daftar Isi……… iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

BAB 1. PENDADULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Bahan Tambahan Makanan ... 8

2.2. Penggolongaan Bahan Tambahan pangan ……… 9

2.3. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ……….. 10

2.4. Jenis Bahan Tambahan Pangan………... 11

2.4.1 Pewarna ……… 12

2.4.2 Pengawet ……….. 15

2.4.3 Penyedap Rasa ……….. 21


(71)

2.5 Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya ………….…... 25

2.6 Pengetahuan ………... 26

2.6.1 Definisi Pengetahuan ……… 26

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian ... 30

3.2. Defenisi Operasional ... 31

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 32

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 32

4.2.1 Populasi ... 32

4.2.2 Sampel ... 32

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.4. Etika Penelitian ... 34

4.4.1 Instrumen Penelitian ... 34

4.5. Uji validitas dan reabilitas instrumen ... 35

4.5.1 Uji Validitas ... 35

4.5.2 Uji Reabilitas ... 35

4.6. Jenis Pengumpulan Data ... 36

4.7. Analisa Data ... 37

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil penelitian... 38


(72)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 48 6.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN

1. Inform Consent

2. Instrumen Penelitian

3. Riwayat Hidup

4. Master tabel

5. Lembar Konsul

6. Etika clirens

7. Ijin penelitian

8. Ijin realibitas


(73)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pewarna Sintetis ……… 13

Tabel 2.2 Definis Operasional ………... 31

Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi ………... 39


(74)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 30


(1)

6. Nunung Febriany Sitepu , S.Kep, MNS, selaku dosen penguji dua dalam sidang proposal penelitian.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Hendra dana supari dan Salmiah S.Ag yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun material.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Maret 2016 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan………... i

Abstrak ……… ii

Prakata………... iii

Daftar Isi……… iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

BAB 1. PENDADULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Bahan Tambahan Makanan ... 8

2.2. Penggolongaan Bahan Tambahan pangan ……… 9

2.3. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ……….. 10

2.4. Jenis Bahan Tambahan Pangan………... 11

2.4.1 Pewarna ……… 12

2.4.2 Pengawet ……….. 15

2.4.3 Penyedap Rasa ……….. 21

2.4.2 Pemanis ……… 24


(3)

2.5 Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya ………….…... 25

2.6 Pengetahuan ………... 26

2.6.1 Definisi Pengetahuan ……… 26

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian ... 30

3.2. Defenisi Operasional ... 31

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 32

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 32

4.2.1 Populasi ... 32

4.2.2 Sampel ... 32

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.4. Etika Penelitian ... 34

4.4.1 Instrumen Penelitian ... 34

4.5. Uji validitas dan reabilitas instrumen ... 35

4.5.1 Uji Validitas ... 35

4.5.2 Uji Reabilitas ... 35

4.6. Jenis Pengumpulan Data ... 36

4.7. Analisa Data ... 37

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil penelitian... 38


(4)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 48 6.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN

1. Inform Consent

2. Instrumen Penelitian

3. Riwayat Hidup

4. Master tabel

5. Lembar Konsul

6. Etika clirens

7. Ijin penelitian

8. Ijin realibitas

9. Riwayat Hidup Penulis


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pewarna Sintetis ……… 13

Tabel 2.2 Definis Operasional ………... 31

Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi ………... 39


(6)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 30


Dokumen yang terkait

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011

2 45 85

Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) Terhadap Kesehatan Mata Di Kota Medan

1 45 74

Tindakan Murid Dan Penjual Makanan Jajajanan Tentang Higiene Sanitasi Makanan Di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan

4 45 72

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009

1 53 95

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 0 12

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 0 2

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 0 6

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 1 23

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 0 2

Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan

0 0 9