Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

AKTIA VIANA

071000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

AKTIA VIANA

071000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : AKTIA VIANA

071000073

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Januari 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19680616 199303 2 003

Penguji II Penguji III

Ernawati Nasution, SKM, MKes Dra. Jumirah, Apt., MKes NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19580315 198811 2 001

Medan, Januari 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S. NIP : 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan sehingga makanan menjadi lebih enak dan menarik. Penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya. Pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang kesehatan khususnya makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sangat diperlukan karena mereka merupakan informan yang baik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya disekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden yang merupakan total populasi. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, sumber informasi, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,3% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54,5% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 87,3% responden memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak sekolah khususnya guru agar lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi terutama makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sehingga mereka dapat memberikan informasi dan contoh yang baik kepada murid-muridnya dalam mengonsumsi makanan yang aman dan sehat.

Kata kunci : pengetahuan, sikap dan tindakan guru, makanan, bahan tambahan pangan


(5)

ABSTRACT

Food additive is ingredients that is added on food in case to improve the color, form, taste, and texture of the food and to extend its storage time that it will become more delicious and attractive. Excessive use of food additives in a food will be very dangerous to the health of the consumers. Knowledge, attitude and act of teachers on health especially the one related to the food containing food additives is very much needed because the teachers are good informants in extending the information about the food containing food additives to the society especially the students at school.

The purpose of this descriptive study was to analyze the knowledge, attitude and action of teachers about the food containing food additives at Sekolah Dasar (Primary School) at Mabar (Urban) Village, Medan Deli Subdistrict in 2011. The population of this study was all of the 55 teachers and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained through distributing questionnaires containing the questions about age, sex/gender, education, length of work, source of information, knowledge, attitude and action of teachers which were then presented in the form of table of frequency of distribution.

The result of this study showed that 87.3% of the respondents had knowledge of good category, 54.5% had attitude of good category, and 87.3 had an action of adequate category towards the food containing food additives.

The conclusion drawn from this the result of this study is that the knowledge and attitude of the respondents are good, but their action, in general, belongs to the adequate category. Therefore, the school management especially the teachers are suggested to be more accurate in selecting the food to be consumed especially the food containing food additives that they can provide good information and example to their students in consuming healthy and safe food.

Keywords: Knowledge, attitude and action of teachers, Food, Food Additives


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aktia Viana

Tempat/Tanggal Lahir : Bukit Tinggi/ 05 Oktober 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 2 (dua) Bersaudara

Alamat : Jl. Griya Martubung Blok 7 Tempirai 2 No.70 Medan, 20251

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 064011 Medan

Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 45 Medan

Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 7 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan kekuatan maupun kesehatan kepada penulis selama dalam penyelesaian skripsi yang berjudul : “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Akmal dan Ibunda Asneti Zen tercinta serta Paman Drg. Asdi Zen dan Adinda Akdri Andi yang telah banyak berkorban materil dan moril serta membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Albiner Siagian, Ir, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Drh., Hiswani, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.

4. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt.,MKes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

6. Drs. Pangaloan Pasaribu selaku Kepala SD Negeri No. 064011 Medan dan Drs. Sugianto, M.pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri No. 067250 yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(8)

7. Guru-guru SD Negeri No. 064011 Medan dan Guru-guru SD Negeri No. 067250 yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian penulis.

8. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.

9. Arfie Kurniawan,Amd sebagai teman penyemangat, pemberi dorongan, dan tempat berbagi selama penyelesaian skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat penulis Rafika Nurulita, SKM, Maretta Artuti,SKM, Suci Melfika, Rizki Wahyuni, Yopa Frisdiana,SKM, Tien Sumarni, Amd, dan teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan juga seluruh teman-teman stambuk 2007, dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat.

Medan, Januari 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1.Tujuan Umum ... 4

1.3.2.Tujuan Khusus ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Perilaku ... 5

2.1.1. Pengertian Perilaku ... 5

2.1.2. Pengetahuan (Knowledge)... 8

2.1.3. Sikap (Attitude) ... 11

2.1.4. Praktek atau Tindakan (action) ... 13

2.2. Pangan ... 15

2.3. Makanan ... 16

2.4. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 17

2.4.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 17

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 18

2.4.3. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan ... 19

2.4.4. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan ... 20

2.4.5. Persyaratan Bahan Tambahan Pangan ... 28

2.5. Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1. Populasi ... 31

3.3.2. Sampel ... 31

3.4. Pengumpulan Data ... 31


(10)

3.4.2. Data Sekunder ... 31

3.5. Definisi Operasional ... 32

3.6. Aspek Pengukuran ... 33

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 35

3.7.1. Pengolahan Data ... 35

3.7.2. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.2. Karakteristik Responden ... 37

4.3. Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 38

4.4. Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 39

4.5. Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 45

4.6. Tindakan tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 48

4.7. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 51

4.8. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan .. 51

BAB V PEMBAHASAN ... 53

5.1. Pengetahuan Guru tentang Makanan yag Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 53

5.2. Sikap Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 55

5.3. Tindakan Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja) ... 37 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang

Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 38 Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 39 Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 39 Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Sikap Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 45 Tabel 4.6. Distribusi Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung

Bahan Tambahan Pangan ... 46 Tabel 4.7. Distribusi Tingkat Tindakan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 48 Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 48 Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden

tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 51 Tabel4.10. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Tindakan tentang


(12)

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan sehingga makanan menjadi lebih enak dan menarik. Penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya. Pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang kesehatan khususnya makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sangat diperlukan karena mereka merupakan informan yang baik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya disekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden yang merupakan total populasi. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, sumber informasi, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,3% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54,5% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 87,3% responden memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak sekolah khususnya guru agar lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi terutama makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sehingga mereka dapat memberikan informasi dan contoh yang baik kepada murid-muridnya dalam mengonsumsi makanan yang aman dan sehat.

Kata kunci : pengetahuan, sikap dan tindakan guru, makanan, bahan tambahan pangan


(13)

ABSTRACT

Food additive is ingredients that is added on food in case to improve the color, form, taste, and texture of the food and to extend its storage time that it will become more delicious and attractive. Excessive use of food additives in a food will be very dangerous to the health of the consumers. Knowledge, attitude and act of teachers on health especially the one related to the food containing food additives is very much needed because the teachers are good informants in extending the information about the food containing food additives to the society especially the students at school.

The purpose of this descriptive study was to analyze the knowledge, attitude and action of teachers about the food containing food additives at Sekolah Dasar (Primary School) at Mabar (Urban) Village, Medan Deli Subdistrict in 2011. The population of this study was all of the 55 teachers and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained through distributing questionnaires containing the questions about age, sex/gender, education, length of work, source of information, knowledge, attitude and action of teachers which were then presented in the form of table of frequency of distribution.

The result of this study showed that 87.3% of the respondents had knowledge of good category, 54.5% had attitude of good category, and 87.3 had an action of adequate category towards the food containing food additives.

The conclusion drawn from this the result of this study is that the knowledge and attitude of the respondents are good, but their action, in general, belongs to the adequate category. Therefore, the school management especially the teachers are suggested to be more accurate in selecting the food to be consumed especially the food containing food additives that they can provide good information and example to their students in consuming healthy and safe food.

Keywords: Knowledge, attitude and action of teachers, Food, Food Additives


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).

Kita hidup dalam masyarakat harus sadar akan gizi dan sadar untuk menjadi konsumen yang baik. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau menikmati pangan yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang terdapat di dalamnya (Cahyadi, 2008).

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing


(15)

dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

Beberapa penelitian tentang penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan di kota Medan. Penelitian oleh Cory (2009), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel daging burger sapi yang dijual di grosir Warung Roti menggunakan zat pewarna sintetis yang diizinkan yaitu sampel berwarna merah Ponceau 4R. Penelitian oleh Ginting (2009), terasi yang diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan di Kota Medan, yaitu terasi merek SL, pada hasil pemeriksaan di Laboratorium yang dilakukan selama 3 kali pengujian terdapat adanya zat pewarna merah sintetis.

Selain itu dilakukan juga penelitian terhadap perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis buatan (sintetik) yang dilakukan oleh Sari (2010) yang menemukan bahwa perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis buatan di TK AL-UMMI di Aceh Utara berada pada kategori sedang, hal ini dikarenakan ibu masih menuruti keinginan anak dalam memilih dan mengonsumsi makanan jajanan, meskipun makanan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan. Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan peningkatan penyuluhan oleh petugas puskesmas mengenai bahan tambahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan anak kepada ibu, agar ibu mampu memilih makanan yang baik dikonsumsi oleh anaknya.

Di Kelurahan Mabar terdapat dua sekolah yang saling berdekatan yaitu sekolah dasar negeri 064011 dan sekolah dasar negeri 067250, kedua sekolah tersebut berada di sekitar pemukiman penduduk dimana sebagian penduduknya mencari


(16)

nafkah dengan berjualan di lingkungan sekolah. Banyak dari makanan yang dijual tersebut menggunakan bahan tambahan pangan yang dapat dilhat dari tampilan warna yang pekat dan mencolok, dan rasa yang sangat manis yang membuat anak-anak sangat tertarik untuk membelinya, tanpa memperhatikan efeknya terhadap kesehatan. Dalam hal ini sangat diperlukan perhatian dari para guru yang berperan sebagai pedidik sekaligus orang tua dari siswa-siswinya, yang merupakan informan terbaik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan berbahaya kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya di sekolah. Selama anak-anak berada di sekolah, mereka sepenuhnya menjadi tanggung jawab para guru terutama memperhatikan apa saja yang dilakukan siswa-siswinya dan makanan apa yang mereka makan selama di sekolah, namun guru di sekolah dasar negeri 064011 dan sekolah dasar negeri 067250 yang diharapkan mengetahui tentang makanan-makanan yang baik dikonsumsi dan mana yang tidak baik dan diharapkan dapat mengajak murid-muridnya untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang sehat, seperti kurang peduli dengan makanan yang dikonsumsi anak-anak didiknya, dapat dilihat dari bebasnya anak-anak-anak-anak didik mereka membeli makanan disekitar lingkungan sekolah, bahkan tidak jarang guru juga ikut membeli makanan yang dijual dilingkungan sekolah mereka. Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul pengetahuan, sikap dan tindakan guru sekolah dasar tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.


(17)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tentang pengetahuan, sikap dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap makanan-makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP).

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik guru (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja)

2. Untuk mengetahui sumber informasi guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

1.4.Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan seperti dinas kesehatan dan puskesmas untuk melakukan berbagai kegiatan mengenai pemberian informasi kesehatan khususnya mengenai dampak buruk dari mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah sesuatu yang berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan (Purwanto, 1999).

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmojo, 2003)

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan adanya dua respons :


(19)

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua : (Notoatmojo, 2003)

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(20)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB. paru minum obat secara teratur, dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah

operant response. Oleh sebab itu untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai berikut.

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan mengunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya


(21)

diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

2.1.2. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmojo, 2003)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rongers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni. (Notoatmojo, 2003)

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.


(22)

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang posistif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. (Notoatmojo, 2003)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.


(23)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberukan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-koponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, memngelompokkan, dan sebagainya.


(24)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sitesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.1.3. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut salah seorang ahli psikologis sosial, Newcomb, yang dikutip oleh Notoatmodjo, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap


(25)

belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

1). Kepercayaan (keyakinan), ide,dan konsep terhadap suatu objek. 2). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.

3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri atas empat tingkatan, yaitu : 1). Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2). Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3). Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi dari sikap menghargai.


(26)

4). Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.1.4. Praktek atau Tindakan (action)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. (Notoatmojo, 2003)

Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan. 1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya, seseorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.


(27)

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi bedasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Sebuah penelitian terhadap perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis buatan (sintetik) yang dilakukan oleh Sari (2010) yang menemukan bahwa perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis buatan di TK AL-UMMI di Aceh Utara berada pada kategori sedang, hal ini dikarenakan ibu masih menuruti keinginan anak dalam memilih dan mengonsumsi makanan jajanan, meskipun makanan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan. Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan peningkatan penyuluhan oleh petugas puskesmas mengenai bahan tambahan pangan yang


(28)

berbahaya bagi kesehatan anak kepada ibu, agar ibu mampu memilih makanan yang baik dikonsumsi oleh anaknya.

Hasil penelitian lainnya oleh Daniaty (2009) mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan siswa SMP 3 dan SMA Negeri 1 Binjai tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan, menunjukkan bahwa pengetahuan responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang (50,79%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik (59,38%). Sikap responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang (53,57%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik (72,73%). Sementara itu, tindakan responden dari kedua sekolah berada pada kategori sedang masing-masing sebanyak 63,49% dan 62,50%.

2.2. Pangan

Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. (Saparinto dkk, 2006)

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yakni (Saparinto dkk,2006) :

1. Pangan segar, adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan.


(29)

2. Pangan olahan, adalah makanan atau minuman hasil proses pegolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi, pisang goreng, dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah

mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.

3. Pangan olahan tertentu, adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak, dan sebagainya.

2.3.Makanan

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan perumahan. Makanan selain mengandung nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman, terutama makanan yang mudah membusuk yaitu makanan yang mengandung kadar air serta nilai protein yang tinggi. Kemungkinan lain masuknya atau beradanya bahan-bahan berbahaya seperti bahan kimia, residu pestisida serta bahan lainnya antara lain debu, tanah, rambut manusia dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia.


(30)

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya : (Prabu, 2008)

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. 3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

2.4.Bahan Tambahan Pangan (BTP)

2.4.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Pengertian bahan tambahan pangan (makanan), menurut Permenkes 722, 1988 (Hariyadi dkk, 2009) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan


(31)

pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. (Saparinto dkk, 2006).

Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak. (Saparinto dkk, 2006)

Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Saparinto dkk, 2006)

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2008) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu bpengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.


(32)

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentia), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

2.4.3. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni bahan tambahan pangan alami dan buatan.(Saparinto dkk, 2006) 1. Bahan tambahan pangan alami

Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih mendapat tempat di hati masyarakat. Bahan ini dipandang lebih aman bagi kesehatan dan mudah didapat. Namun di sisi lain, bahan tambahan pangan alami mempunyai kelemahan, yaitu relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain itu, dalam peggunaannya dibutuhkan jumlah yang cukup banyak.

2. Bahan tambahan pangan sintetis

Bahan tambahan pangan sintetis merupakan hasil sintetis secara kimia. Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintetis adalah lebih stabil, lebih pekat, dan penggunaannya hanya dalam jumlah sedikit. Namun kelemahannya, bahan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan, bahkan ada


(33)

beberapa bahan tambahan pangan yang bersifat karsinogenik (dapat memicu timbulnya kanker).

2.4.4. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

Ada beberapa jenis bahan tambahan pangan : (Cahyadi, 2008) 1. Bahan Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering dugunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertubuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin.


(34)

a. Boraks

Salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah adalah asam borat dan garam natrium tetrabonat (boraks). Akhir-akhir ini produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan pengawet, khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Hal ini bisa terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari lembaga pemerintah, dan alasan ekonomi. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut :

- Sakit perut sebelah atas , muntah, dan mencret. - Sakit kepala, gelisah.

- Penyakit kulit berat (dermatitis).

- Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan (cyanotis). - Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah.

- Hilangnya cairan dalam tubuh (dehidrasi), ditandai dengan kulit kering dan koma (pingsan).

- Degenerasi lemak hati dan ginjal.


(35)

- Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning.

- Tidak memiliki nafsu makan (anoreksia), diare ringan, dan sakit kepala.

Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin porselin, alat pembersih, dan antiseptik. Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik, obat pencuci mata, salep untuk menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir., dan pembasmi semut. (Saparinto dkk, 2006)

Menurut penelitian Tarigan (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 sampel sayur yang diperiksa, terdapat 22 sayur yang mengandung boraks. Pemeriksaan secara kuatitatif diperoleh pada sayur daun singkong kadar terendah sebesar 1,731 gr/kg dan tertinggi 3, 709 gr/kg.

b. Formalin

Formalin merupakan gas formadehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40%. Bahan ini bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko media. Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5g.

Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan di dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut :

- Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme. - Desinfektan pada kandang ayam.

- Bahan pembuat deodoran


(36)

- Bahan baku industri pembuatan lem.

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, harga formalin yang sangat murah, dan kemudahannya didapat.

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker) dan menyebabkan mutagen (menyebabkan perubahan funsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. (Saparinto dkk, 2006)

2. Bahan Pewarna

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun suji dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah.

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang


(37)

penggunaannya pada makanan (Peraturan Menkes No.1168/Menkes/ PER/ X/ 1999). Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Rhodamin B sering disalahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,makanan ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik perhatian konsumen. (Hamdani, 2011)

Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau mencolok warnanya, memiliki rasa agak pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya, baunya tidak alami sesuai makanannya, harganya murah seperti saus yang cuma dijual Rp. 800 rupiah per botol.

Menurut penelitian Nasution 2009, ditemukan Rhodamin B dalam cabe merah giling pada salah satu pedagang dari pusat pasar. Adapun kadar Rhodamin B yang terkandung dalam cabe merah giling adalah 0,419 dalam setiap 100 gr cabe merah giling.

Menurut penelitian Al Kautsar (2010), hasil pemeriksaan laboratorium terhadap syrup menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa seluruhnya menggunakan zat pewarna buatan. 2 sampel menggunakan zat pewarna yang dilarang , 8 sampel menggunakan zat pewarna buatan yang diizinkan yaitu Sunset Yellow, Tartrazine, dan Karmoisin, dengan kadar yang bervariasi yaitu 41,44 mg/lt, 17, 04 mg/lt, 46,72 mg/lt, 32,64 mg/lt, 36, 84 mg/lt, 17 mg/lt, 4,36 mg/ lt, 36,36 mg/lt. Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 batas kadar maksimum zat pewarna di atas 70 mg/lt.


(38)

3. Bahan Pemanis

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut. Sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula.

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan.

Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya realtif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin dan siklamat.

Penggunaan pemanis buatan yang melampaui batas maksimal yang diperbolehkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Misalnya: kanker kandung kemih akibat mengonsumsi siklamat dan terputusnya plasenta akibat mengonsumsi sakarin.

4. Penyedap Rasa dan Aroma

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima,


(39)

dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khusus suatu pangan, seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya.

Zat penyedap rasa sintetis berasal dari hasil sintetis zat-zat kimia, misalnya vetsin atau MSG (monosodium glutamat). Tahun 1987 WHO menghapus batasan penggunaan zat penyedap rasa, khususnya asam glutamat yang semula dibatasi 120 mg/kg berat badan/hari. Dengan kata lain, WHO menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Dengan dihapusnya batasan penggunaan MSG, banyak orang lupa dengan daya toleransi tubuh terhadap MSG, yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan. Penggunaan MSG yang berlebihan lebih banyak mengandung resiko daripada manfaat.

5. Antikempal

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan, yang dimaksud antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya pangan yang berupa tepung. Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang berbentuk serbuk, misalnya garam meja atau merica bubuk dan bumbu lainnya agar pangan tersebut tidak mengempal dan mudah dituang dari wadahnya.

6. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan. Penggunaan meliputi bahan, antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan berkadar lemak rendah, produk daging, produk ikan, dan produk lain-lain.


(40)

7. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental

Pegemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan tegagnan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya membentuk emulsi.

8. Pengatur Keasaman

Pengatur keasaman (asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet.

9. Pemutih, Pematang Tepung, dan Pengeras

Pemutih, pematang tepung, serta pengeras adalah beberapa diantara jenis kelompok bahan tambahan pangan yang digunakan. Pemutih dan pematang tepung merupakan bahan tambahan pangan yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga, begitu halnya dimaksudkan untuk memperbaiki mutu selama proses pengolahannya, seperti dalam hal pengembangan adonannya selama pemanggangan. Sedangkan pengeras sering digunakan untuk memperkeras atau mencegah melunaknya pangan. Contoh penggunaan adalah senyawa kapur dalam upaya memperkeras produk keripik atau dalam pembuatan pikel atau buah kalengan. Penggunaan bahan-bahan tersebut harus sesuai dengan peraturan pemakaian dan dosis penggunaannya, hal itu berkaitan dengan efek beberapa bahan tersebut terhadap kesehatan yang dapat membahayakan jika melebihi dosis yang diperbolehkan.


(41)

2.4.5. Persyaratan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya pesyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi

2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam penggunaanya.

3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi. 4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah

ditetapkan.

5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masi berfungi seperti yang dikehendaki.


(42)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Dari kerangka konsep di atas dijelaskan bahwa pengetahuan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dilihat dari karakteristik guru (umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja) dan sumber informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan (media cetak, media elektronik, petugas kesehatan, keluarga/ kerabat), sedangkan tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dapat dilihat dari pengetahuan dan sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan juga pengetahuan langsung berhubungan dengan tindakan guru.

Karakteristik Guru

- Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan - Masa Kerja

Sumber Informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan :

Media Cetak Media Elektronik Petugas Kesehatan Keluarga/ kerabat

Tindakan Guru Sikap Guru Pengetahuan Guru


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar

terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yaitu SD Negeri 064011 dan SD Negeri 067250. Pemilihan lokasi ini dipilih secara purposive sampling dengan alasan :

1. Banyak penjaja makanan dan warung penjualan makanan yang menjual makanan dengan warna- warna yang mencolok, terang dan dengan rasa yang sangat manis secara bebas di lingkungan sekolah tersebut dibandingkan sekolah-sekolah lain.

2. Tidak ada peraturan tegas dari pihak sekolah yang melarang murid-murid untuk tidak jajan sembarangan, dapat dilihat dari bebasnya murid keluar dari pekarangan sekolah untuk membeli makanan atau minuman bahkan guru juga sering mengonsumsi makanan jajanan yang berada dilingkungan sekolah. 3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku guru sekolah dasar

terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.


(44)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan November sampai bulan Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar pada sekolah dasar yang ada di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah :

1. SD Negeri 064011 : 34 orang 2. SD Negeri 067250 : 21 orang

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini diambil dengan cara total sampling, populasi yang berjumlah 55 orang diambil seluruhnya.

3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah karakteristik guru yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja serta sumber informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner. Pengetahuan, sikap dan tindakan juga diperoleh melalui kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang telah disusun kepada responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah ada pada arsip sekolah dasar yaitu berupa data jumlah guru sekolah dasar, serta data lain yang dibutuhkan dalam penelitian seperti gambaran umum mengenai SD Negeri 064011 dan SD Negeri 067250 Medan


(45)

3.5. Defenisi Operasional

1. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung dari sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.

2. Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden.

3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan atau ditamatkan oleh responden.

4. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja.

5. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sering ditambahkan pedagang makanan ke dalam makanan yang akan dijual dengan tujuan untuk memperbaiki warna atau cita rasa makanan, namun jika dipakai secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan.

6. Sumber informasi adalah segala petunjuk yang diperoleh responden untuk mengetahui informasi tentang bahaya penggunaan bahan tambahan pangan dalam makanan.

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui guru tentang kandungan zat-zat yang berbahaya pada bahan tambahan pangan yang ada di dalam makanan.

8. Sikap adalah reaksi atau respon guru terkait penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya pada makanan.

9. Tindakan adalah segala bentuk yang dilakukan guru dalam mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan hal-hal yang dilakukan guru terhadap murid yang mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dilingkungan sekolah.


(46)

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan dan disesuaikan dengan skor yang ada. Penilaian dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori (baik, sedang dan kurang) yang berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden.

Adapun kategori penilaian dalam penelitian ini antara lain adalah : c. Nilai baik, apabila total skor yang diperoleh responden >75%. d. Nilai sedang, apabila total skor yang diperoleh responden 40-75%. e. Nilai kurang, apabila total skor yang diperoleh responden <40%. 1. Pengetahuan

Pengetahuan mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 12 dengan total skor tertinggi adalah 24. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 18 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 11-18 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 11 dari seluruh pertanyaan yang ada.


(47)

2. Sikap

Sikap dapat diukur dengan pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pernyataan10 yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif, dimana pernyataan yang benar diacak dan diberi nilai 2. Skor tertinggi adalah 20. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat sikap baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 15 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat sikap sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 9-15 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat sikap kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

3. Tindakan

Tindakan dapat diukur dalam pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 6 yang diajukan, dengan skor tertinggi adalah 12, dimana jawaban yang benar di acak dan diberi nilai 2. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat tindakan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat tindakan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 5-9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat tindakan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 5 dari seluruh pertanyaan yang ada.


(48)

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data

1. Editing

Data yang telah terkumpul dikoreksi dilapangan sehingga data dapat langsung dilengkapi dan disempurnakan. Editing dilakukan atas kelengkapan pengisian kuesioner dan kejelasan jawaban, dengan tujuan agar data dapat diperoleh dengan baik dan menghasilkan informasi yang benar sehingga nantinya dapat menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Coding

Setelah data diperoleh, maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan.

3. Entry

Entri adalah kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk dilakukan analisis data dengan program SPSS.

4. Tabulating

Tabulating dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan masing-masing variabel dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2. Analisa Data

Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SD Negeri No. 067250 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl. Mangaan I Gg. Amal I Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD Negeri No. 067250 Medan memiliki jumlah murid sebanyak 717 orang yang terdiri dari 372 orang laki-laki dan 345 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 067250 Medan memiliki 21 orang guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Semua siswa memiliki jadwal sekolah pagi hari. Di sekolah ini terdapat 1 buah kantin yang menjual permen, roti, biskuit, minuman, mie-mie yang ditambahkan kerupuk dengan warna merah mencolok, gorengan seperti tahu dan bakwan yang ditambahkan saos pabrikan dengan warna merah mencolok dan makanan dalam kemasan. Selain itu, terdapat juga beberapa pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah, antara lain penjual bakso dengan saos yang berwarna merah mencolok, minuman berwarna-warni, bakso goreng, ayam goreng kentucky, minuman sachet, snack dalam kemasan, bakso bakar, dan mie goreng.

SD Negeri No. 064011 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl. Mangaan IV Pasar II Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD 064011 Medan memiliki jumlah murid sebanyak 1149 orang yang terdiri dari 604 orang laki-laki dan 545 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 064011 Medan memiliki 34 orang guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Siswa memiliki jadwal sekolah pada pagi hari dan siang hari. Di sekolah ini terdapat 2 buah kantin yang menjual makanan jajanan.


(50)

Di sekolah ini juga terdapat juga beberapa pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah yang menjual makanan-makanan yang dijual seperti di SD Negeri 067250.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pedidikan dan masa kerja. Pengkategorian karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan dan Masa Kerja).

No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)

1. Umur :

- 21- 30 tahun 17 30,9

- 31- 40 tahun 4 7,3

- 41- 50 tahun 26 47,3

- 51- 60 tahun 8 14,5

Total 55 100

2. Jenis Kelamin :

- Laki-laki 16 29,1

- Perempuan 39 70,9

Total 55 100

3. Pendidikan :

- SMA/SPG/Sederajat 17 30,9

- Diploma 9 16,4

- Sarjana 29 52,7

Total 55 100

4. Masa Kerja :

- < 10 tahun 20 36,4

- 11-20 tahun 10 18,2

- > 20 tahun 25 45,5

Total 55 100

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa umur responden paling banyak berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 26 orang (47,3%), sedangkan yang paling sedikit pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 4 orang (7,3%).


(51)

Responden pada kedua sekolah dasar ini paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 39 orang (70,9%) sementara responden laki-laki hanyak sebanyak 16 orang (29,1%). Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah Sarjana yaitu sebanyak 29 orang (52,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah Diploma sebanyak 9 orang (16,4%). Dalam hal masa kerja, sebanyak 25 orang (45,5%) responden memiliki masa kerja >20 tahun dan paling sedikit memiliki masa kerja 11-20 tahun yaitu 10 orang (18,2%).

4.3. Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan

Pertanyaan tentang sumber informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan meliputi dari mana saja responden mendapat sumber informasi tentang bahan tambahan pangan dan bagaimana tanggapan responden terhadap informasi yang diterima. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan.

No. Sumber Informasi Jumlah Persentase

(%) 1.

2. 3. 4.

Media Cetak Media Elektronik Petugas Kesehatan Keluarga/ kerabat

36 51 12 23

65,5 92,7 21,8 41,8

Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa sumber informasi yang diperoleh guru SD terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan paling banyak berasal dari media elektronik yaitu sebanyak 51 orang (92,7%) dan hanya 12 orang (41,4%) mendapatkan informasi dari petugas kesehatan. Berdasarkan sumber


(52)

informasi yang diperoleh, responden menyatakan yakin dan percaya terhadap sumber informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

4.4. Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan.

Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka pengetahuan dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan.

Berdasarkan tabel 4.3. diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 48 orang (87,3%), sedangkan sebagian responden lagi, yaitu sebanyak 7 orang (12,7%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang.

Pengetahuan responden yang diukur meliputi pengertian BTP, tujuan penggunaan BTP, Jenis-jenis BTP yang digunakan, persyaratan penggunaan BTP, efek/ dampak pengunaan BTP terhadap kesehatan dan ciri-ciri makanan yang menggunakan BTP. Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat dari tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan.

No. Pengetahuan N %

1 Pengertian bahan tambahan pangan :

a. Bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan 40 72,2

No. Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1. 2. 3.

Baik Sedang Kurang

48 7 0

87,3 12,7 0


(53)

dengan jumlah dan ukuran tertentu yang berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan. (2)

b. Bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan agar makanan lebih tahan lama. (1)

c. Tidak tahu. (0)

13 2

23,6 3,6

Jumlah 55 100,0

2 Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan : a. Membuat makanan menjadi lebih menarik. (1)

b. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. (2)

c. Tidak tahu. (0)

22 30 3 40,0 54,5 5,5

Jumlah 55 100,0

3 Jenis-jenis bahan tambahan pangan : a. Bahan pengawet makanan. (1)

b. Pewarna bahan pangan, bahan pemanis makanan, penyedap rasa dan aroma makanan, antikempal pada makanan, antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pemutih makanan. (2)

c. Tidak tahu. (0)

4 49 2 7,3 89,1 3,6

Jumlah 55 100,0

4 Syarat penggunaan bahan tambahan pangan : a. Tidak mahal harganya. (1)

b. Tidak membahayakan kesehatan konsumen. (2) c. Tidak tahu. (0)

15 38 2 27,3 69,1 3,6

Jumlah 55 100,0

5 Alasan Rhodamin B tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan :

a. Karena Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. (2) b. Karena Rhodamine B tidak baik ditambahkan kedalam

makanan. (1) c. Tidak tahu. (0)

41 13 1 74,5 23,6 1,8

Jumlah 55 100,0

6 Bahan tambahan pangan dilarang :

a. Karena dapat menyebabkan ketergantungan bagi yang mengonsumsi. (1)

b. Karena membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan penyakit kanker. (2)

c. Tidak tahu. (0)

5 50 0 9,1 89,1 0

Jumlah 55 100,0


(54)

a. Baik, apabila penggunaannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. (2)

b. Tidak baik, karena dapat membahayakan bagi kesehatan. (1)

c. Tidak tahu. (0)

23 30 2 41,8 54,5 3,6

Jumlah 55 100,0

8 Alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual :

a. Karena formalin, boraks, dan rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker. (2)

b. Karena dapat menyebabkan sakit perut. (1) c. Tidak tahu. (0)

45 10 0 81,8 18,2 0

Jumlah 55 100,0

9 Ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet : a. Makanan tidak tahan lama. (1)

b. Makanan dapat bertahan lama. (2) c. Tidak tahu. (0)

3 49 3 5,5 89,1 5,5

Jumlah 55 100,0

10 Ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pewarna :

a. Warna makanan sangat mencolok dan terlihat sangat menarik. (2)

b. Warna makanan terlihat menarik. (1) c. Tidak tahu. (0)

46 9 0 83,6 16,4 0

Jumlah 55 100,0

11 Dampak BTP terhadap kesehatan :

a. Seketika setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tersebut. (1)

b. 10 sampai 20 tahun kemudian. (2) c. Tidak tahu. (0)

9 40 6 16,4 72,7 10,9

Jumlah 55 100,0

12 Bahaya dari penambahan formalin ke dalam makanan bagi kesehatan :

a. Bila dikonsumsi dalam waktu menahun dapat mengakibatkan kanker. (2)

b. Bila dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan mual, muntah dan diare. (1)

c. Tidak tahu. (0)

51 4 0 92,7 7,3 0

Jumlah 55 100,0

Berdasarkan tabel 4.4. di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui pengertian bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja


(55)

ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu yang berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan yaitu sebanyak 40 orang (72,2%), dan ada sebanyak 13 orang (26,3%) yang menjawab bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan agar makanan lebih tahan lama, sedangkan sebagian kecil responden menjawab tidak tahu pengertian bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%).

Mengenai tujuan penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian responden menjawab bahwa tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), sedangkan sebagian responden menjawab tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih menarik yaitu sebanyak 22 orang (40%), dan sebagian kecil responden tidak tahu tujuan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 3 orang (5,5%).

Berdasarkan tabel 4.4. juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa jenis-jenis bahan tambahan pangan adalah pewarna bahan pangan, bahan pemanis makanan, penyedap rasa dan aroma makanan, antikempal pada makanan, antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pemutih makanan yaitu sebanyak 49 orang (89,1%), sedangkan sebagian responden menjawab bahwa jenis bahan tambahan pangan adalah Bahan pengawet makanan yaitu sebanyak 4 orang (7,3%), dan sebagian kecil tidak tahu jenis-jenis bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%).


(56)

Mengenai syarat-syarat penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian besar responden mengetahui persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan adalah tidak membahayakan kesehatan konsumen yaitu sebanyak 38 orang (69,1%), sebagian menjawab bahwa persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan adalah tidak mahal harganya yaitu sebanyak 15 orang (27,3%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%).

Sebagian besar responden mengetahui bahwa Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas yaitu sebanyak 41 orang (74,5%), sebagian responden menjawab bahwa Rhodamine B tidak baik ditambahkan kedalam makanan yaitu sebanyak 13 orang (23,6%), dan 1 orang responden (1,8%) tidak mengetahui kenapa Rhodamin B tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan.

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui bahan tambahan dilarang karena karena membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan penyakit kanker yaitu sebanyak 50 orang (89,1%), sebagian responden lagi menjawab bahwa bahan tambahan pangan dilarang karena karena dapat menyebabkan ketergantungan bagi yang mengonsumsi yaitu sebanyak 5 orang (9,1%).

Mengenai baik atau tidaknya penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian responden menjawab bahwa penggunaan bahan tambahan pangan tidak baik, karena dapat membahayakan bagi kesehatan yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), sedangkan sebagian responden mengetahui bahwa bahan tambahan pangan baik digunakan


(57)

apabila penggunaannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui apakah semua jenis bahan tambahan pangan baik atau tidak penggunaannya didalam makanan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%).

Berdasarkan tabel 4.4. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual karena karena formalin, boraks, dan rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker yaitu sebanyak 45 orang (81,8%), sedangkan sebagian kecil menjawab bahwa alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual karena dapat menyebabkan sakit perut yaitu sebanyak 10 orang (18,2%).

Sebagian responden mengetahui bahwa ciri-ciri bahan makanan yang mengandung bahan pengawet adalah makanan dapat bertahan lama yaitu sebanyak 49 orang (89,1%), sebagian responden menjawab ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pengawet adalah makanan tidak tahan lama yaitu sebanyak 3 orang (5,5%), sedangkan sebanyak 3 orang responden (5,5%) tidak mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet.

Mengenai ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pewarna, sebagian besar responden mengetahui bahwa ciri makanan yang mengandung bahan pewarna adalah warna makanan sangat mencolok dan terlihat sangat menarik yaitu sebanyak 46 orang (83,6%), sedangkan sebagian responden lagi menjawab bahwa ciri makanan yang


(58)

mengandung bahan pewarna adalah warna makanan terlihat menarik yaitu sebanyak 9 orang (16,4%).

Sebagian besar responden mengetahui dampak mengonsumsi bahan tambahan pangan terhadap kesehatan akan terlihat 10 sampai 20 tahun kemudian yaitu sebanyak 40 orang (72,7%), sedangkan sebagian responden menjawab bahwa dampak mengonsumsi bahan tambahan pangan akan terlihat seketika setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tersebut yaitu sebanyak 9 orang (16,4%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui kapan dampak mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan akan terlihat, yaitu sebanyak 6 orang (10,9%).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui bahaya formalin bila dikonsumsi dalam waktu menahun dapat mengakibatkan kanker yaitu sebanyak 51 orang (92,7%), sedangkan sebagian responden (7,3%) menjawab bila dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan mual..

4.5. Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan.

Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka sikap dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni sikap baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel 4.5.


(1)

8. Menurut Bapak/ Ibu, apakah para pedagang boleh menambahkan bahan tambahan pangan seperti formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual?

d. Tidak, karena formalin, boraks, dan rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker. (2) e. Tidak, karena dapat menyebabkan sakit perut. (1)

f. Tidak tahu. (0)

9. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimanakah ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pengawet makanan?

d. Makanan tidak tahan lama. (1) e. Makanan dapat bertahan lama. (2) f. Tidak tahu. (0)

10. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimanakah ciri-ciri makanan yang mengadung bahan pewarna?

d. Warna makanan sangat mencolok dan terlihat sangat menarik. (2) e. Warna makanan terlihat menarik. (1)

f. Tidak tahu. (0)

11. Menurut Bapak/ Ibu kapan efek/dampak terdahap kesehatan apabila mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan untuk dikonsumsi?

d. Seketika setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tersebut. (1)

e. 10 sampai 20 tahun kemudian. (2) f. Tidak tahu. (0)

12. Menurut Bapak/ Ibu, apakah bahaya dari penambahan formalin ke dalam makanan bagi kesehatan?

d. Bila dikonsumsi dalam waktu menahun dapat mengakibatkan kanker. (2) e. Bila dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan mual, muntah

dan diare. (1) f. Tidak tahu. (0)


(2)

B.Sikap

NO PERNYATAAN TS S

1. Makanan yang diberi pemanis dan pewarna makanan secara berlebihan aman untuk dikonsumsi.

2 0

2. Makanan yang diberi penyedap rasa dan aroma makanan terasa lebih enak dibandingkan dengan makanan yang tidak diberi penyedap rasa dan aroma makanan.

2 0

3. Pedagang yang menjual makanan tidak menggunakan bahan pemanis, pewarnan, pengawet atau penyedap rasa didalam makanan mereka.

0 2

4. Penjual makanan menambahkan formalin ke dalam makanannya agar makanan lebih tahan lama.

2 0

5. Makanan yang mengandung boraks, formalin dan rhodamin b tidak masalah jika dijual di pasaran.

2 0

6. Makanan tidak boleh diberi bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik.

0 2

7. bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa dan aroma harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak.

2 0

8. Mie basah boleh diberi bahan pengawet agar mie bisa bertahan lama?

2 0

9. Boraks tidak boleh digunakan untuk mengenyalkan bakso. 0 2 10. Pedagang makanan menambahkan bahan tambahan pangan

yang tidak diizinkan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang besar.


(3)

C. Tindakan

1. Apakah Bapak/ Ibu sering membeli makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah?

d. Ya (0)

e. Kadang-kadang (1) f. Tidak pernah (2)

2. Apakah Bapak/ Ibu suka mengonsumsi kue-kue atau minuman yang dijual dengan warna mencolok?

d. Setiap hari (0) e. Kadang-kadang (1) f. Tidak pernah (2)

3. Apakah yang Bapak/ Ibu lakukan ketika melihat siswa-siswi membeli makanan secara bebas di lingkungan sekolah?

d. Selalu melarang (2)

e. Kadang-kadang melarang (1) f. Cuek saja (0)

4. Apakah Bapak/ Ibu sering mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok?

d. Sering (0)

e. Kadang-kadang (1) f. Tidak pernah (2)

5. Jika Bapak/ Ibu tahu pedagang menambahkan penyedap rasa ke dalam makanannya, apakah Bapak/ Ibu masih mau membelinya?

d. Ya (0)

e. Kadang-kadang (1) f. Tidak (2)

6. Apakah Bapak/ Ibu sering membeli makanan di pinggir jalan yang murah dan dengan warna-warna menarik daripada makanan dengan harga yang lebih mahal dan terjamin kesehatannya?

d. Ya (0)

e. Kadang-kadang (1) f. Tidak pernah (2)


(4)

D. Sumber Informasi

1. Jika Bapak/ Ibu pernah mendengar bahwa banyak makanan yang dijual dipasaran menggunakan bahan tambahan pangan (pengawet, pewarna, pemanis, penyedap rasa, antikempal, antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pemutih) secara berlebihan, darimakah Bapak/ Ibu mengetahuinya? (Jawaban boleh lebih dari satu)

a. Media cetak (Koran, Majalah)

b. Media elektronik (TV, Radio, Internet) c. Petugas Kesehatan

d. Keluarga/ kerabat

2. Bagaimakah tanggapan Bapak/ Ibu terhadap informasi yang Bapak/ Ibu peroleh?

a. Yakin dan Percaya b. Ragu-ragu


(5)

Lampiran 2


(6)