Pers Mahasiswa

(1)

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi KEBUDAYAAN .

Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR

Appadurai, Arjun. 1996. Modernity at Large; Cultural Dimensions of Globalization. Public Worlds, Volume 1, Minneapolis – London: University of Minnesota Press.

Arismunandar, Satrio.2004. Bergerak! Peran Mahasiswa dalam Pengumbangan Rezim Soeharto.Jakarta: Genta Press

Azizah, Nur. Rumah cahaya Bernama Pers Mahasiswa SUARA USU dalam Asdiansyah, Juwendra, 2009. Kumpulan Profil Pers Mahasiswa Indonesia.Lampung: UKPM Teknokra

Boyer, Dominic. 2012. From Media Anthropology to the Anthropology of Mediation. In The Sage Handbook of Social Anthropology (p.383-392).

Cangara, Hafied. 2009 . Komunikasi Politik . Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA

Darmawan, Aris, Fransisca Femi Adiningsih dan YB Maryadi Nurhadiprayitno. 2002.

Menulis Mengubah Dunia. Yogyakarta: Unit Penerbitan


(2)

Dahlgreen, Peter. The Public Sphere: Linking the Media and Civic Cultures. In Media

Anthropology, edited by Eric W. Rothenbuhler and Mihai Coman

(Eds). Thousand Oaks-London-New Delhi, Sage Publications (p.318-327).

Emerson, Fretz, Linda L. Shaw. 1995 Writing Etnography Fieldnotes. Chicago and London: The University of Chicago Press

Ginsburg, D. Faye, Lila Abu-Lughod and Brian Larkin. 2002. Introduction. In Media and Worlds; Anthropology on New Terrain. California: University of California Press Berkeley and Los Angeles (p.1-36).

Ginsburg, Faye. 2005. Media Anthropology: An Introduction. In Media

Anthropology, edited by Eric W. Rothenbuhler and Mihai Coman

(Eds). Thousand Oaks-London-New Delhi, Sage Publications (p.17-25)

Goodall, H. Lloyd. 2000. Writing the New Ethnografi. United States of America : A Division of ROWMAN & LITTLEFIELD PUBLISHERS

Hamad, Ibnu. 2004. Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta :Granit

Hall, Jim. 2001. Online Journalism: A Critical Primer. Pluto Press.

Hill, David dan Krishna Sen.2001.Media,Budaya,dan Politik di Indonesia. Jakarta: ISAI


(3)

Himpele, D. Jeff. 2002. Arrival Scenes; Complicity and Media Ethnography in the Bolivian Public Sphere. In Media and Worlds; Anthropology on New Terrain, edited by D. Faye Ginsburg Lila Abu-Lughod and Brian Larkin (Eds). California: University of California Press Berkeley and Los Angeles (p.301-316).

Hisyam, Muhammad. 2003. Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Junaedhi, Kurniawan. 1991. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kertapati, Ton 1982. Dasar-Dasar publisistik . Jakarta : Bina Aksara

Koentjaraningrat, 1980. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara kota

Komarudin dan Yoeke Djuparmaha S. Komarudin. 2000. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: Bumi aksara

Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

McLagan, Meg. 2002. Spectacles of Difference; Cultural Activism and the Mass Mediation of Tibet in Media and Worlds; Anthropology on New Terrain, edited by D. Faye Ginsburg Lila Abu-Lughod and Brian Larkin (Eds). California: University of California Press Berkeley and Los Angeles (p.90-111).


(4)

McQuail, Denis. 2000. McQuail's Mass Communication Theory 4th Edition. Thousand Oaks-London-New Delhi: Sage Publications.

Miller, Daniel. 1995. Introduction: Anthropology, Modernity, Consumption. In Worlds Apart: Modernity through the Prism of the Local, edited by D. Miller, London: Routledge (p. 1–23).

Mintargo, Bambang S. 1993. Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti

Moleong, Lexy J, M.A, 2005 metodologi Penelitian Kualitatif. Rev.ed. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Noeradi, Wicaksono (ed). 2008, Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia,Jakarta: Kompas

Osorio, Fransisco. 2005. Proposal for Mass Media Anthropology. In Media

Anthropology, edited by Eric W. Rothenbuhler and Mihai Coman

(Eds). Thousand Oaks-London-New Delhi: Sage Publications (p.36-45).

Rothenbuhler, Eric W, 2005 Media Anthropologi.United States:

Schudson. Michael. 2005. News as Stories. In Media Anthropology, edited by Eric W. Rothenbuhler and Mihai Coman (Eds). Thousand Oaks-London-New Delhi, Sage Publications (p.121-128).


(5)

Siregar, Amir Effendi.1983. Pers Mahasiswa Patah Tumbuh Hilang berganti.

Jakarta: LP3ES

Supriyanto, Didik. 1998. Perlawanan Pers Mahasiswa ; Protes Sepanjang NKK/ BKK.Jakarta ; PT. Pustaka Harapan dan Yayasan Sinyal. (buku ini adalah hasil modifikasi skripsi karya Didik Supriyanto di FISIP UGM

Syam, Nur. 2007. Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta

Saifudin, Ahmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer . Jakarta : Kencana

Suryadi Cula, Adi. 1999. Masyarakat madani: Pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-cita reformasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Utomo, Wisnu Prasetya. 2013. Pers Mahasiswa Melawan Komersialisasi Pendidikan.

Jogjakarta ; Indie Book Corner

Sumber Lainnya

“Pers” http://id.m.wikipedia.org/wiki/kebebasan-pers (diakses pada 20 oktober 2013)


(6)

“Sejarah pergerakan pers Desember 2013)

“kode etik pers mahasisw

Amandemen Undang Undang Dasar 1945 dalam pasal 28 E ayat 2 dan pasal 28 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang per

2014)


(7)

BAB III

RESPONSIBILITAS

Kebebasan pers harus disertai dengan tanggung jawab kepada masyarakat atas dasar moral dan etika dalam hal ini etika jurnalistik. Dalam konteks pers mahasiswa masyarakat dalam lingkup mahasiswa serta jajaran staf kampus namun tidak terlepas pula memiliki pengaruh terhadap masyarakat sekitar.

Pers mahasiswa tidak hanya sekedar menampilkan berita, pers mahasiswa juga harus mampu mempertanggungjawabkan isi beritanya, pers mahasiswa mempunyai tanggung jawab terhadap pembaca. Perlakuan pers umum yang sering tidak adil harus dihindari. Tanggung jawab ini menjadi hal yang penting para pegiat pers mahasiswa dalam penulisan berita.

Tanggung jawab media atau pers selalu diiringi dengan kata sosial yaitu tanggung jawab sosial atau social responsibility. yang di dalamnya terkandung makna kewajiban media untuk mengabdi terhadap kepentingan masyarakat.

Perihal mengenai tanggung jawab, sebenarnya tanggung jawab pers di era kebebasan pers pada saat ini justru lebih sulit dibandingkan tanggung jawab pers pada era kekuasaan otoriter. Hal itu beralasan karena pers pada era kebebasan pers justru menjadi sulit dikendalikan dengan beragamnya kepentingan pihak pers yang kemudian memanfaatkan kebebasan pers untuk membangun opini di masyarakat.


(8)

Pers mahasiswa SUARA USU juga sama hal nya dengan pers lainnya

memiliki tanggung jawab dan hal tersebut juga telah disebutkan dalam salah satu poin kode etik jurnalistik oleh PPMI yang berisi” Pers Mahasiswa dengan penuh rasa tanggung jawab menghormati, memenuhi dan menjungjung tinggi hak rakyat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.” Poin tersebut memiliki arti yang cukup jelas bahwa rakyat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang benar, dan disinilah pers berperan untuk memenuhi hak tersebut penuh dengan tanggung jawab.

Dengan kata lain berita yang disebarkan oleh SUARA USU harusnya dapat dipertanggung jawabkan. Jadi SUARA USU tetap mengkritisi kebijakan kampus yang dianggap kurang membangun dengan tujuan perbaikan kualitas kampus , namun tetap dengan fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tanggung jawab ini juga berkaitan dengan kebenaran dan originalitas berita. Berita yang benar dan merupakan fakta tentu saja dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal pemberitaan, Pers Mahasiswa SUARA USU juga bertanggung jawab terhadap hal yang diberitakan. sebelumnya hal yang perlu dilihat adalah prosos dan konten pemberitan SUARA USU.

3.1 Pemberitaan SUARA USU

Kegiatan pers jurnalistik berkaitan dengan pemberitaan yang merupakan bagian penting dalam kegiatan pers jurnalistik mencakup menyampaikan informasi kepada khalayak umum, pada kegiatan pers kampus pemberitaan lebih condong


(9)

memuat berita mengenai segala aspek kehidupan kampus yang berkaitan dengan mahasiswa, dosen, pengajaran, fasilitas dan lain sebagainya.

Pers mahasiswa SUARA USU (SU) memiliki peran dalam porsi besar untuk melakukan pemberitaan mengenai kehidupan di kampus Universitas Sumatera Utara, sebagaimana diungkapkan oleh informan Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) yang mengatakan :

“Laporan utama seputar USU, sedangkan laporan khusus seputar

humanism misalnya tentang narkoba, atau ada potret budaya, sedangkan untuk berita online bebas hanya saja diutamakan USU atau yang ada hubungannya dengan persoalan mahasiswa.”

Hal ini menggambarkan pers kampus berperan sebagai media yang berorientasi pada hubungan timbal-balik yang tercipta antara komponen kehidupan kampus (mahasiswa – dosen, mahasiswa – biro rektorat, mahasiswa – mahasiswa).

Pihak mahasiswa yang merupakan dasar aspirasi dan sasaran dari terbitnya kegiatan pers mahasiswa SUARA USU memiliki beragam pendapat atas proses pemberitaan yang dilakukan oleh SUARA USU, Achmad Fais(mahasiswa Teknik Informasi – 2013) mengemukakan pendapat mengenai isi pemberitaan SUARA USU:

“Masih kurang, karena menurut saya SUARA USU lebih seperti ke majalah opini, daripada memberikan pemberitaan yang sedang beredar diwilayah USU.”

Pendapat dari informan tersebut menggambarkan kondisi pers mahasiswa SUARA USU yang memiliki dinamika, dimana terdapat kritik dan saran yang


(10)

membangun terhadap proses jurnalistik yang dilakukan oleh SUARA USU, Asni Zahara (mahasiswa Farmasi – 2009) berpendapat bahwa pemberitaan yang terdapat di SUARA USU telah sesuai dengan aspirasinya sebagai mahasiswa, secara lebih lengkap Asni Zahara mengatakan bahwa :

“Pemberitaannya bagus. Memuat hal-hal yang menarik tentang USU. Aspirasi telah tersalurkan, karena di dalam SUARA USU memuat kegiatan mahasiswa USU, kritik dan saran terhadap Universitas.” Selain itu Nugra Atsaury (mahasiswa mipa – 2009) yang merupakan mantan gubernur MIPA tahun 2011 ini juga menyatakan bahwa :

“SUARA USU dari segi konten dan tema sudah cukup baik dan beragam. Tema yang diangkat dalam lingkup fakultas, universitas dan sumatera utara juga sudah cukup baik dan masih hangat. Tapi akan lebih baik jika isu yang diberitakan SUARA USU tidak hanya menunggu 1 momen terlebih dahulu, tapi coba memberitakan hal-hal yang dalam keseluruhan memang sedang hangat-hangatnya dan memberitakannya dengan bahasa yang dijiwai anak muda”.

Keberagaman pandangan dan pendapat atas isi berita yang diterbitkan oleh SUARA USU merupakan suatu hal yang umum, mengingat terdapat beragam individu mahasiswa/i dengan latar belakang yang berbeda dan sejalan dengan keberagaman fakultas yang berada dibawah naungan Universitas Sumatera Utara.

Pemberitaan yang dilakukan oleh SUARA USU sejatinya merupakan pemberitaan jurnalistik yang berdasar pada kondisi dan situasi kampus serta memberikan informasi kepada komponen kehidupan kampus, hal ini sejalan dengan pendapat Darmawan (2002:2) yang mengatakan bahwa :


(11)

“Posisi pers mahasiswa cenderang aman dalam pusaran keberpihakan pada kelompok tertentu. Satu poin memang dimiliki oleh pers mahasiswa. Selebihnya, posisi pers mahasiswa akan menjadi rentan kalau tidak diikuti oleh pola pelayanan informasi yang jujur, ilmiah-akademis, berpihak pada rakyat (termasuk mahasiswa), dan hadir pada saat yang tepat.”

Proses pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU memiliki karakteristik dengan pemberitaan layaknya media cetak lainnya namun lingkup kampus menjadi pembeda antara pers mahasiswa SUARA USU dan media cetak lainnya. Pemberitaan yang dilakukan oleh SUARA USU merupakan hasil olah kerja yang dilakukan oleh reporter SUARA USU, hal ini berdasarkan beberapa aspek, yaitu :

1. Nyata dan faktual, merupakan hal mendasar dalam suatu pemberitaan berbasiskan suatu kejadian yang nyata dan berkaitan dengan sasaran pembaca (mahasiswa).

2. Trend dan Isu, adalah durasi waktu atau kebertahanan suatu isu dalam suatu pemberitaan, pada umumnya berita yang didasarkan pada trend selalu menjadi prioritas dalam penerbitan dikarenakan apabila melewati durasi waktu tertentu maka berita tersebut termasuk berita basi (out of date). Isu ataupun wacana yang berkembang, merupakan dasar dalam melakukan pemberitaan melalui penggunaan isu ataupun wacana yang berkembang dalam kehidupan kampus serta memiliki relevansi dengan kehidupan kampus secara umum.


(12)

3. Rapat redaksi, merupakan suatu proses menentukan terbit atau tidaknya suatu tulisan yang telah dikumpulkan oleh reporter. Pers mahasiswa SUARA USU dalam hal ini diungkapkan oleh Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) yaitu :

“Untuk menentukan berita ada rapat harian yaitu rabu dan sabtu, hal-hal atau isu-isu yang bisa jadi berita diproyeksikan, lalu kemudian terjun kelapangan untuk memfollow up berita-berita itu, lalu dikirim ke redaktur, kemudian ke redaktur online, tabloid terbit 1x sebulan, 5x setahun, dan ada proyeksi besar dan proyeksi kecil, laporan khusus dan ada laporan utama . . . Yang melaporkan berita semua anggota SUARA USU dan penentuan secara musyawarah apabila tidak sepakat maka dengan voting.”

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, pers mahasiswa SUARA USU memiliki prioritas pemberitaan kepada isu atau wacana yang berkembang berkaitan dengan kehidupan kampus, Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) mengatakan bahwa :

“Pemberitaan yang dibuat SUARA USU berdasarkan isu yang berkembang di internal maupun eksternal kampus walaupun jatah internal kampus lebih banyak, karena ini berkaitan dengan situasi dan kondisi kampus yang dirasa lebih menyentuh kehidupan mahasiswa, dosen dan kebijakan kampus.”

Lebih lanjut, Giovani menambahkan :

“malah itu berita yang dicari, karna SU (SUARA USU) sebagai sosial kontrol kampus, itu kritis karna dengan tujuan membangun yang dicoba untuk dikritik dan tujuan membangun kritis mahasiswa, bukan maksud menjelekkan USU . . . Respon rektorat sendiri gak terlalu suka


(13)

sama pemberitaan kritis, tapi SUARA USU tetap meyakinkan bahwa demi membangun USU, pernah ada pengalaman dipanggil oleh rektorat karna rektor marah dan merasan kalo headline selalu jelek, dana cetak dipending beberapa minggu, dana dari rektorat itu 5 juta rupiah tapi ini merupakan tantangan, pernah juga SK kepengurusan ditahan.”

Shahnaz Yusuf (alumni SUARA USU – Ilmu Komunikasi, 2008) mengatakan bahwa pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU cenderung kritis :

“Ya pernah. Sering malah. Kan tagline SU tu realitas perspektif mahasiswa. Jadi ya memang mewakili kata hati mahasiswa kali la.”

Hal ini menjelaskan bahwa proses pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU merupakan kontrol sosial melalui media terhadap kebijakan kampus, dan suatu bentuk daya kritis mahasiswa terhadap kehidupan kampus walaupun tindakan tersebut menuai akibat yang berdampak terhadap kegiatan pers mahasiswa SUARA USU secara keseluruhan.

dimas (mahasiswa kesehatan masyarakat – 2013) berpendapat bahwa :

“Berita SUARA USU yang saya ikuti biasanya pada masalah kehidupan mahasiswa seperti anak kost, tugas, ujian mid dan semester tapi kadang-kadang ada juga berita tentang kebijakan-kebijakan kampus walaupun isi beritanya kurang masuk.”

Pendapat lainnya dikemukakan oleh seorang informan jigoro (mahasiswa Hukum – 2009), yaitu :


(14)

“Berita SUARA USU kadang kalah hot sama berita yang diluar, kadang isunya pun basi karena udah kelamaan tapi itu menandakan USU jadi sosial kontrol bagi kehidupan kampus; mahasiswa, dosen dan rektorat. Mahasiswa juga berperan sebagai pengontrol berita SUARA USU, udah pas atau belum.”

Pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU juga mendapatkan kritik dari pihak mahasiswa sebagai pembaca, pihak pembaca merasa berita yang dihadirkan oleh SUARA USU kalah pamor dibandingkan dengan isu yang berkembang di masyarakat hingga pada redaksional pemberitaan yang dirasa tidak menyentuh kehidupan mahasiswa secara langsung.

3.2. Bentuk Berita kritis dan Respon Pembaca

Dalam tabloid edisi 84 dengan judul Apa Kabar Dosen Kita ? memberitakan mengenai kondisi pengajaran di USU yaitu perilaku dosen dan kurangnya jumlah dosen sehingga kondisi belajar dalam perkuliahan tidak sesuai.

“sedianya dosen merupakan sosok pendidik yang tak hanya mengajar, namun juga mampu menggali daya kritis mahasiswa sebagai kaum intelektual. Sebagai akademisi, dosen juga bertanggung jawab terhadap terbentuknya sarjana-sarjanayang berkualitas. Namun tak jarang dosen USU “memanfaatkan” posisinya. Mulai dari digantikan dengan asisten dosen di dalam kelas, menjual diktat, bahkan mangkir dari jadwal mengajar di kelas.

Di fakultas hukum misalnya, mahasiswa hukum sering diwajibkan membeli diktat buatan dosen mereka. Harga yang dipatok untuk


(15)

sebuah diktat diluar batas kewajaran. Beberapa dosen bahkan memaksa mahasiswa membeli diktat.”11

“sejak tahun 2011 ketika pengadaan jaket almamater diambil alih penanganannya oleh rektorat, kondisinya tak lebih baik. Jaket almamater justru baru didistribusikan ke mahasiswa pada September 2012. Hal yang sama terulang pada tahun 2012 hingga maret 2013 tender tahun 2012 belum juga dilelang. Menurut suranto Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kendala di tahun 2012 adalam belum terkumpulnya data ukuran jaket dari bagian administrasi dan kemahasiswaan sehingga pihaknya sulit menyusun dokumen untuk diserahkan ke unit layanan pengadaan (ULP).”

Kutipan tersebut adalah salah satu isi dari laporan utama tablid SUARA USU edisi 84 yang isinya mengkritisa perilaku dosen yang memberatkan mahasiswa dan kebijakan fakultas ataupun USU mengenai kurangnya jumlah dosen pengajar. Hal ini tentunya bukan tidak menuai protes dan teguran dari pihak rektorat.menurut Aulia adam seorang Pemred SUARA USU periode 2014 bahwa berita iniadalah salah satu berita yang banyak menuai protes dan SUARA USU juga mendapat teguran dari pihak rektorat atas berita ini.

Dalam tabloid SUARA USU edisi 97 juga terdapat berita yang mengkritisi mengenai pengadaan almamater.

12

Berita tersebut mengkritisi tentang lambannya pengadaan jaket almamater serta mendesak agar pihak rektorat mempercepat pengadaan almamater. Namun sama

11

Tabloid SUARA USU edisi 84/XVI/NOVEMBER 2011 12


(16)

juga hal nya beria mengenai dosen, berita mengenaikinerja rektorat lamban menangani masalah almamater juga menuai teguran dari pihak rektorat sendiri.

Selain dari 2 berita yang mengkritisi diatas, salah satu contoh berita kritis yang mendapat respon ekstrim dari mahasiswa juga ada seperti berita mengenai inisiasi jurusan. Dalam tabloid SUARA USU edisi 71 dengan judul tabloid Insisiasi Dengan Segala Sisi.

“menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), inisiasi diartikan sebagai upacara atau ujian yang harus dijalani oleh orang yang akan menjadi anggota dari suatu perkumpulan, suku,kelompok umur. Sedangkan inagurasi adalah pengukuhan resmi di jabatan atau kedudukan, pembukaan rsemi, dan pelatikan resmi. Walaupun sebutannya berbeda-beda namun inti dari kegiatan tersebut sama, yaitu untuk menyambut mahasiswa baru di tingkat departemen dan sebagai penandaan bahwa mereka telah masuk ke dalam sebuah komunitas baru.

Menurut Nurman, inisiasi tidak bias dipisahkan dari kehidupan manusia. Begitu juga dengan kegiatan inisiasi yang ada di kampus. Nurman berpendapat bahwa pada saat seperti ini merupakan tahap seseorang beralih dari alam siswa kea lam mahasiswa. Untuk itu diperlukan semacam kegiatan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa baru tentang dunia kampus dimana dia akan menuntut ilmu sesuai degan jurusan pilihannya. Mulai dari apa yang dipelajari hingga dengan siapa dia akan bergaul nanti.

Ketika ditanya mengenai inisiasi yang berhubungan dengan kekerasan, nurman mengatakan tidakboleh ada yang sifatnya menyiksa atau membodohi, semuanya harus dalam taraf permainan.”kalau kata orang dirodam, bukan seperti itu sebenarnya. Ada tujuan yang ingin dicapai,” jelasnya. Ia mengatakan bahwa untuk menanamkan sifat menghargai senior tidak harus dilakuakan dengan bentak membentak. Mengenai inisiasi yang disertai kekerasan, nurman menambahkan hal itu terjadi karena nilai awal yang menjadi dasar diadakannya acara ini telah bergeser dan mengalami perubahan. Sehingga menyebabkan


(17)

senior melakukan tindak kekerasan dan menjadikan inisiasi hanya sebatas ajang balas dendam.”

Dalam tema ini SUARA USU mengkritisi bagaimana inisiasi menjadi momok bagi mahasiswa baru dan hal tersebut merupakan metode yang kurang tepat. Inisiasi harusnya merujuk pada makna dan tujuan yang sebenarnya. Dalam hal ini SUARA USU menjadikan objek berita dari beberapa fakultas yang diketahui terdapat unsur kekerasan dalam pelaksanaannya. Dari sinilah berita tersebut membuat pihak yang disebutkan merasa tersinggung dan memprotes SUARA USU. Seperti diungkapkan adam mahasiswa ilmu politik dan Pemred SUARA USU;

“mereka biasanya datang bergerombol ke sekret trus ngomong tapi pake ngotot rame-rame. Tapi biasanya sampe situ aja. Mereka gak berani ngikuti prosedur. Kan prosedur buat protes sama isi berita itu udah disediakan. Tapi mereka setelah dibilang kekgitu biasanya udah gak balik lagi. Jadi ya Cuma gertak-gertak aja.”

Dari pernyataan tersebut bahwa respon mahasiswa kerap terjadi. Penggertakan-penggertakan sering terjadi hanya untuk memberikan tekanan pada anggota SUARA USU. Mahasiswa tersebut tidak bermaksud untuk melakukan penuntutan berita sesuai prosedur.

3.2.1. Reportase

Reportase dalam konteks penulisan ini merupakan bentuk pemberitaan yang dilakukan oleh kegiatan pers kampus SUARA USU, menilik keberadaan kegiatan pers kampus SUARA USU yang bernaung dibawah unit kegiatan mahasiswa


(18)

Universitas Sumatera Utara serta mendukung aspek finansial kegiatan pers kampus SUARA USU memberikan efek tarik-menarik kepentingan diantara pihak kampus dan unit kegiatan pers kampus SUARA USU.

Pemberitaan yang dilakukan oleh SUARA USU merupakan pemberitaan yang melalui proses jurnalistik dan sidang redaksi serta memberikan fakta kepada mahasiswa mengenai situasi dan kondisi yang berlangsung dalam ranah kampus, walaupun pada beberapa hal pemberitaan yang dilakukan oleh SUARA USU bersinggungan dengan kepentingan pihak biro rektorat kampus Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, setidaknya terdapat beberapa kejadian yang berkaitan dengan isi reportase SUARA USU yang bersinggungan dengan kepentingan pihak biro rektorat kampus Universitas Sumatera Utara, yakni :

Tabel 1

Edisi Reportase SUARA USU

Edisi Reportase Keterangan

Edisi

71/XIV/September 2009

“Inisiasi Dengan Segala Sisi” Laporan utama berjudul :

1. “Ritual Kampus Bernama Inisiasi Perlukah Diadakan?” 2. “Menyelami Inisiasi Dari Segala Sisi”.

Pemberitaan SUARA USU mengenai kegiatan inisiasi menyambut mahasiswa baru tahun 2009 dan kegiatan inisiasi tahun 2008 menimbulkan sikap pro dan kontra dikalangan mahasiswa, hal ini berkaitan juga


(19)

dengan sikap Dekanat dan

Departemen yang menyetujui maupun menolak adanya kegiatan inisiasi .

Edisi

84/XVI/November 2011

“Apa Kabar Dosen Kita?” Laporan utama berjudul :

1. “Kala Dosen Tak Mencukupi”

2. “Menyimak Beragam Perilaku Dosen USU”

SUARA USU pada edisi ini menurunkan berita mengenai keberadaan asisten dosen dalam kegiatan mengajar di kelas serta aspek legalitas dari asisten dosen. Selain itu

SUARA USU juga

mempertanyakan

mengenai perilaku dosen USU yang tersebar di beragam fakultas dan departemen yang berkaitan dengan kehadiran, teknik dan cara

mengajar serta tanggapan mahasiswa mengenai hal tersebut.

Edisi 96/XIX/Maret 2014

“Habis Mitra Terbit Pemira” Laporan utama berjudul :

1. “Akhir Cerita Pema Rezim Mitra”

2. “Menanti Lahir Pemira USU; Ibarat Pungguk Merindukan Bulan”.

Kisruh mengenai kepengurusan

pemerintahan mahasiswa (Pema – USU) yang diberitakan terjadi kekosongan kepengurusan

dikarenakan status mahasiswa (aktif –

alumni) dan permasalahan dana operasional bagi pemerintahan mahasiswa (Pema – USU) serta dana penyelenggaraan Pemira – USU yang berasal dari pihak rektorat.

Edisi 97/XIX/April 2014

“Jaket Lamamater” Laporan utama :

1. “Ketar-ketir Jaket Almamater USU”

2. “Jalan Siput; Pengadaan

Keterlambatan pihak rektorat dalam penyediaan jaket almamater bagi mahasiswa 2013/2014 dan


(20)

Jaket Almamater”. mengubah warna dan desain jaket almamater yang menurut mahasiswa merupakan alasan yang dibuat-buat pihak rektorat sebagai alasan untuk menunda-nunda

penyerahan jaket almamater yang termasuk

dalam dana kelengkapan mahasiswa.

Sumber : wawancara, observasi dan bahan-bahan tertulis selama penelitian (penulis).

3.2.2 Dinamika Reportase SUARA USU

Proses reportase yang dilakukan oleh reporter pers mahasiswa SUARA USU dalam kegiatannya mengalami beragam dinamika yang berkaitan dengan isi dari reportase yang dilakukan, sub-bab ini mendeskripsikan pengalaman yang dialami oleh reporter pers mahasiwa SUARA USU dan pendapat dari pihak yang terkait (mahasiwa, dosen, rektorat) dalam hal pemberitaan.

Shahnaz Yusuf (alumni SUARA USU – Ilmu Komunikasi, 2008) salah seorang informan yang juga alumni pers mahasiswa SUARA USU dalam kaitannya dengan reportase yang dilakukannya pernah mendapat ancaman, yaitu :

“Kalo ancaman, lebih sering sih dari mahasiswa, pas jaman kakak di SUARA USU, sempat serem pas Pemira terus juga pas tawuran FT-FP pas angkat soal inisiasi juga sempet dapat teror . . . kalau intimidasi, justru biasanya dari mahasiswa. Masih banyak mahasiswa yang gampang terprovokasi, gampang digerakkan oleh orang-orang yang


(21)

punya kepentingan, nanti kadang mereka gak baca isi tulisannya apa, tapi udah heboh aja komplain. Sering tu kayak gitu.”

Dalam lingkup ini seorang reporter pers mahasiswa SUARA USU mendapatkan semacam peringatan keras dari pihak mahasiswa terhadap proses pemberitaan yang dilakukannya, kemungkinan hal ini disebabkan objek pemberitaan adalah perilaku mahasiswa yang tidak sesuai dengan kaidah kehidupan akademis kampus.

Lebih lanjut Shahnaz Yusuf juga menuturkan pengalamannya berhadapan dengan pihak rektorat yang berkaitan dengan isi pemberitaan :

“Sedangkan kalau sama rektorat, itu lebih ke ancaman-ancaman halus, misalnya ada yang ke birek (biro rektor), ya ditegur kenapa berita begini kenapa begitu, terus juga ada yg bilang, kalian jangan yang jelek-jeleknya ajalah (diberitakan) . . . pada dasarnya hubungan dengan rektorat baik. ya mereka ttp ngedukung, dan kami juga mendapat dukungan dana untuk cetak tabloid dan majalah. tapi ya, terkadang kalau berita kita terlalu tajam ya kita 'diingatkan', terus juga pernah SK kepengurusan SUARA USU ditahan, jadi katanya gak boleh terbit sebelum itu dikeluarin, tapi yang namanya kita punya OL (online), gak mungkin kan gak liputan.”

Shahnaz Yusuf menceritakan peringatan secara halus dan keras yang didapatkan oleh reporter pers mahasiswa SUARA USU tidak menyurutkan langkah mereka dalam melakukan pemberitaan-pemberitaan selanjutnya, hal itu juga menjadi sebentuk pengalaman individual yang dibagi menjadi pengalaman umum bagi kepentingan individu reporter lainnya yang berada di pers mahasiswa SUARA USU


(22)

sebagai strategi dalam menghadapi persoalan yang serupa, penuturan Shahnaz Yusuf sebagai berikut :

“Jadi salah satu teknik kami, pemred (pemimpin redaksi) itu sebisa mungkin jangan berurusan dengan administrasi UKM (unit kegiatan mahasiswa) di rektorat supaya gak dapat tekanan, baik halus maupun yang eksplisit. Jadi untuk urusan eksternal, terutama sama rektorat, pimum (pemimpin umum) yang keluar biasanya. Selain itu, kami juga menghindari reporter liputan di jurusan/fakultasnya masing-masing. soalnya dulu, pemred (pemimpin redaksi) tahun 2009 kak nur azizah pernah liputan permasalahan di fakultasnya, terus ada dosen tau dan gak senang, terus dia dibikin gagal atau ada juga pengalaman yang urusan di departemennya dipersulit karena tahu anak SUARA USU.”

Kartini zalukhu (Alumni SUARA USU per (2010-2012) juga menambahi :

“teror itu sering lewat telfon ke pemred atau ke pimum gitu, SMS pun ada juga. Kayak ngancem nyuruh narik tabloid lah trus minta maaf narik berita ke edisi selanjutnya, gitulah. Trus pernah secret SU itu di coret dindingnya pake pilox tulisannya bridal SUARA USU , awalnya sempet kaget Cuma lama-lama jadi lucu aja karena tulisannya bridal bukan bredel”.

Dari sini kita ketahui bahwa SUARA USU kerapat mendapat tekanan dari mahasiswa, aktivis pema yang diberitakan maupun dari rektorat. Ancaramn itu berupa pesan teks, panggilan telepon atau bahkan tindakan langsung dengan menahan salah satu reporter ataupun mencoret dinding SUARA USU. Namun hal-hal tersebut tidak menhentikan semangat anggota SUARA USU untuk tetap memberitakan.


(23)

Berkaitan dengan reportase yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU dan hubungannya dengan reporter yang merupakan mahasiswa dan tunduk pada aturan kampus dalam hal ini pihak rektorat, atau berupa tekanan yang dialami oleh reporter pers mahasiswa SUARA USU, Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) mengatakan :

“Gak ada intervensi dari manapun, hanya ada saran-saran aja. Redaksi punya hak preogratif, dulu pernah ada diminta reviewer oleh rektorat sebelum terbit, tapi ya SUARA USU gak mau karena berat itu akan mengundang intervensi . . . Sejauh ini ada ancaman tapi hanya berupa ancaman belum ada yang benar-benar terjadi ancaman tersebut.”

Pendapat Giovani tersebut selain sebagai mahasiswa dan juga pemimpin umum pers mahasiswa SUARA USU tahun 2014 menyiratkan bahwasanya pada saat ini pers mahasiswa SUARA USU tidak menerima tekanan dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun terkait dengan pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU.

Selain itu juga yang menjadi masalah adalah reposisi atau kaderisasi dari SUARA USU. Kaderisasi merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah organisasi. Tikwan raya siregar mengatakan :

“perkembangan pers mahasiswa akan tergantung pada sejrah pertumbuhannya sendiri dan sejauh mana ia dapat mengikuti kebutuhan publiknya secara terus menerus. Jadi, dibalik tantangan kaderisasi di organisasi pers mahasiswa, tersimpan peluang adanya perubahan kepengurusan yang secara terus menerus memudahkan adaptasi oers mahasiswa terhadap konteks kemahasiswa terbaru. Mereka akan jauh memahami dinamika mahasiswa daripada


(24)

pengurus lama yang sudah lebih banyak memikirkan skripsi dan lapangan kerja”.13

Selain pendapat dari reporter atau yang berkaitan dalam lingkaran pers mahasiswa SUARA USU, pendapat dari Sunyoto (mantan kepala bagian kemahasiswaan USU) yang yang menghubungkan antara pers mahasiswa SUARA USU dan pihak rektorat mengatakan :

Dari pernyataan tikwan bahwa reposisi atau regenerasi merupakan hal yang bisa menjaga eksistensi dari sebuah organisasi, termasuk juga LPM SUARA USU, namun adam berpendapat bahwa kenyataannya regenerasi yang terjadi di SUARA USU tidak berjalan dan bertumbuh cepat. Aulia adam mengatakan :

“salah satu yang jadi masalah di SUARA USU terutama masalah internal itu ya yang pertama kuliah, trus dana sama regenerasi. Tadinya yang daftar itu lumayan banyak Cuma yang bertahan sampek jadi anggota itu biasanya gak banyak, dibawah 10 orang , Cuma sekarang udah meningkatlah dari tahunke tahun”.

rnyataan tersebut menyatakan bahwa regenerasi adalah salah satu masalah internal yang dihadapi oleh SUARA USU , namun hal tersebut semakin membaik dari waktu ke waktu. Namun masalah lainnya adalah dengan waktu kuliah dan pendanaan. Yulhasni berpendapat bahwa :

“meski pertumbuhannya pers mahasiswa di medan cukup signifikan, tapi problem pendanaan membuat mereka harus memasrahkan diri. problem pers kampus hari ini memang begitu akut”.


(25)

“Pernah sampai ditegur seingat saya tapi lupa tentang apa ... Kalau sampai ditegur berarti berlebihan, belum ada sejauh saya menjabat, hanya teguran-teguran ringan aja. Biasanya saya panggil ketua ukm (unit kegiatan mahasiswa)nya, memberikan masukan-masukan, agar gak memberitakan yang bisa disalah artikan.”

Peringatan yang dilakukan oleh pihak rektorat dalam hal ini yang diungkapkan oleh informan Sunyoto merupakan peringatan secara halus atas pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU dan dirasakan sebagai pemberitaan yang dapat disalah-artikan oleh pembaca serta memerlukan penelaahan secara serius untuk dapat diangkat sebagai pemberitaan, adapun bentuk peringatan yang dilakukan sebatas pada memberikan masukan terhadap kinerja pers mahasiswa SUARA USU.

Dinamika yang dialami oleh reporter pers mahasiswa SUARA USU dilihat sebagai proses pembelajaran dalam hal proses kerja jurnalistik dan juga mencakup proses perencanaan kerja dalam tingkat kelompok (redaksi). Yaitu yang menuntut adanya keseimbangan peran dan fungsi dari masing-masing anggota dalam menjalankan pers mahasiswa SUARA USU.

3.3 Responsibilitas dan Sikap SUARA USU

3.3.1. Sikap Pers Mahasiswa SUARA USU

Kegiatan pers mahasiswa masa kini dalam artian secara khusus adalah kegiatan pers mahasiswa SUARA USU memiliki sikap kritis dan daya juang


(26)

sebagaimana dipertunjukan oleh insan pers secara umum walaupun kegiatan pers mahasiswa ditujukan pada lingkup yang lebih sederhana, yaitu kehidupan kampus.

Sikap pers mahasiswa SUARA USU pada saat ini turut dipengaruhi oleh pemahaman secara global seperti dimaksudkan oleh Appadurai (1996:33) yang meliputi dimensi etno, media, teknologi, finansial dan ideologi dalam menjalankan kegiatan pers mahasiswa SUARA USU.

SUARA USU pada proses menjalankan tugas jurnalistik turut mencakup prinsip global mengenai pemberitaan secara dua sisi (cover both sides) sebagai prinsip jurnalistik yang berlaku secara umum dan global, Shahnaz Yusuf (alumni SUARA USU – Ilmu Komunikasi, 2008) yang pernah bertugas sebagai pemimpin redaksi SUARA USU mengatakan :

“proses pemberitaan di SUARA USU dilakukan dengan cover all sides untuk mendapatkan fakta yang teruji dan benar tentang berita yang diangkat, semua dilakukan dalam prinsip kebebasan pers bukan karena sentimen tapi sebagai bentuk kontrol sosial dan sarana edukasi.”

Proses pemberitaan secara dua sisi maupun dari segala sisi yang dilakukan oleh SUARA USU bertujuan sebagai usaha menghadirkan sebentuk kritik terhadap kehidupan kampus (termasuk pihak rektorat) untuk dapat membuktikan bahwa SUARA USU adalah institusi pers yang menjadi alat kontrol sosial. Selain itu kritik dan kontrol sosial yang dilakukan oleh SUARA USU merupakan sebentuk pembuktian bahwa aspek pendukung berupa finansial yang diberikan oleh pihak rektorat tidak menjadikan SUARA USU bersikap tunduk dan diam, SUARA USU


(27)

justru bertindak kritis terhadap kebijakan kampus yang berkaitan langsung dengan kehidupan mahasiswa.

Isu ataupun wacana secara global mengenai fungsi kontrol sosial diterapkan dalam pelaksanaan tugas jurnalistik yang diemban oleh SUARA USU sebagai sebentuk proses independensi dan profesionalisme SUARA USU, hal ini juga memperkuat citra SUARA USU sebagai institusi pers kampus yang bebas dari intervensi penguasa (pengelola kampus).

Secara internal, profesionalisme SUARA USU juga ditunjukkan dalam lingkup manajemen (redaksi), dimana perekrutan anggota dilakukan terbuka dan melalui serangkaian tes yang nantinya menghasilkan individu yang cakap dalam menjalankan tugasnya di SUARA USU, Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) menuturkan bahwa :

“Awalnya ada proses open recruitmen yang terbuka bagi seluruh mahasiswa di lingkungan USU dengan batasan pada stambuk aktif kuliah, setelah itu terdapat proses magang di SUARA USU sebagai sarana evaluasi terhadap calon anggota, apabila gagal dalam evaluasi proses magang maka dia tidak menjadi bagian SUARA USU, apabila berhasil maka akan bergabung di SUARA USU.”

Hal ini menggambarkan manajemen internal SUARA USU yang menjunjung tinggi asas keterbukaan dan mempergunakan fit and proper test bagi tiap mahasiswa yang ingin bergabung, selain itu asas demokrasi juga dijunjung tinggi dalam rapat redaksi sebagaimana dikemukakan oleh Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) :


(28)

“Semua anggota bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing dan juga memiliki hak untuk melaporkan berita . . . dalam rapat-rapat redaksi yang diharuskan mengambil keputusan maka penentuan dilakukan secara musyawarah apabila tidak sepakat maka dengan voting.”

Secara internal juga hubungan antar anggota SUARA USU sudah seperti keluarga. Faisal utama (Alumni SUARA USU) mengatakan:

“jadi, kalau ada yang bertanya apa yang saya dapatkan dari SUARA USU, mungkin jawaban yang paling pas adalah saya mendapat kehidupan disini. Karir, keluarga dan sahabat, semuanya berawal di SUARA USU”.

Di SUARA USU, satu sama lain memiliki hubungan yang dekat. Beberapa mengatakan sudah seperti keluarga. Terutama yang berada dalam satu bagian misalnya bagian Litbang, kemungkinan untuk bertemu setiap hari. Selain itu ada tradisi di SUARA USU yang dinamakan buku curhat yaitu sebuah buku yang diisi oleh semua anggota SUARA USU untuk mengeluarkan keluh kesahnya setiap hari dan buku curhat juga bisa diisi kapan saja tergantung kemauan dari anggota SUARA USU itu sendiri. Bagi anggota SUARA USU, itu merupakan sebuah cara untuk untuk mengurangi rasa lelah yang dialami. Karna satu sama lain bisa membaca keluhan yang lain tanpa tau siapa yang menulis, dan justru kadang bisa menjadi hal yang lucu dan menghibur. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan kartini zalukhu (Alumni SUARA USU per 2010-2012):

“di SU itu udah kayak keluarga semua karna kan bisa jadi kita jumpa dalam seminggu 24 jam itu mereka bahkan sampe malam,apalagi yang


(29)

1 divisi gitu. Trus jadi di SU itu ada yang namanya buku curhat, disini bebas mau ngeluarin keluh kesah semua anggota SU, gak tulis nama jadi bebaslah mau bilang apa ngeluarin unek-unek biar lepas bebannya, soalnya kan capek di SU”.

Secara eksternal, SUARA USU juga menerapkan apa yang menjadi trend global dalam pengelolaan SUARA USU, seperti penggunaan media digital berupa situs elektronik, blog maupun sosial media dalam melaporkan berita. Hal ini selain ditujukan sebagai bentuk kesiapan menghadapi persaingan di era global juga sebagai proses perluasan jangkauan pemberitaan di kalangan mahasiswa yang sadar teknologi.

Pengelolaan sistem internal dan eksternal yang dilakukan pers mahasiswa SUARA USU menggambarkan sikap pers masa kini yang cepat, faktual, kritis dan tanggap teknologi sehingga dapat menghadirkan berita yang layak bagi mahasiswa dan kehidupan kampus serta mampu menyampaikan aspirasi mahasiswa sebagaimana yang tercantum sebagai jargon pada tabloid SUARA USU, yaitu “realitas perspektif mahasiswa.

3.3.2. SUARA USU yang Bertanggung jawab

Dilihat dari bagaimana pemberitaan SUARA USU, dan bahwa SUARA USU kerap mendapatkan respon yang kurang baik dari pihak yang bersangkutan dengan pemberitaan.


(30)

SUARA USU mengupayakan kebenaran dan keaslian dari berita meskipun tidak bisa sepenuhnya menjamin seterusnya tidak ada kesalahan identitas atau isi berita yang tidak disengaja. Namun hal tersebut juga telah diantisipasi untuk tetap mejaga kepercayaan pembaca dengan menunjukkan apabila ada kesalahan tersebut secara terang dan jelas. Ada media yang dijadikan sebagai koreksi sehingga kesalahan yang tidak disengaja tersebut dapat diperbaiki dan dimuat dalam tabloid edisi selanjutnya. SUARA USU memfasilitasi hak jawab, , hak koreksi, somasi, gugatan atas keberatan-keberatan dari berita dan itulah yang akan dipublikasikan dan dimuat berupa ralat dalam edisi selanjutnya.

Meskipun SUARA USU sering mendapatkan teguran dari rektorat ataupun respon ekstrim dari mahasiswa, hal tersebut biasanya bukan dikarenakan kesalahan dalam berita ataupun narasumber. Yang terjadi biasanya justru hal itu karena pihak yang diberitakan atau yang bersangkutan merasa tersinggung atau tidak senang apabila terjadi pemberitaan terhadap divisinya dalam kantor atau suatu kelompok mahasiswa.

apabila memang ada kesalahan dalam pemberitaaan, SUARA USU sudah menyediakan tempat untuk melakukan protes terhadap kesalahan berita yaitu rubrik ralat, selain itu juga ada rubrik opini untuk mahasiswa diberikan kebebasan mengkritik SUARA USU dari segi penulisan, pemilihan tema berita dan lainnya. Dan juga apabila berita yang benar-benar salah, pihak yang bersangkutan dapat menyampaikan langsung dengan menghubungi anggota SUARA USU untuk dapat bertatap muka langsung dan mengungkapkan letak kesalahan SUARA USU dalam


(31)

pemberitaan dan hal itu dapat dilakukan langsung di sekertariat SUARA USU untuk ditindak lanjuti lebih lanjut dan SUARA USU siap memohon maaf baik secara langsung maupun dalam tabloid. Namun sejauh ini hal tersebut belum pernah terjadi. Pihak yang tidak suka hanya datang bergerombolan dan berteriak-teriak mengancam SUARA USU namun saat diminta untuk berbicara langsung disekertariat SUARA USU biasanya mereka justru tidak muncul.

Pemimpin redaksi SUARA USU merupakan penanggung jawab dari semua pemberitaan oleh SUARA USU. Namun seluruh anggota SUARA USU ikut bahu membahu menghadapi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak yang merasa tidak suka dengan pemberitaan SUARA USU.

Sikap SUARA USU dalam menanggungjawabi permasalahan respon pembaca atau pihak yang diberitakan sesuai dengan profesionalitas pers pada umumnya. hal ini terus berlangsung dan sikap tersebut terus dijaga selama tiga periode menekuni kegiatan pers. Dalam waktu yang cukup lama hal tersebut terus melekat dalam diri anggota pers SUARA USU untuk menjadi insan yan bertanggung jawab dalam dunia pers maupun dalam dunia sehari-hari. Dalam hal ini SUARA USU mengajarkan bahwa anggota SUARA USU harus melakukan sesuatu yang dapat selalu dipertanggungjawabkan.


(32)

BAB IV

PERS MAHASISWA YANG KONSISTEN

Idealisme pers mahasiswa pada kebenaran harus selalu dipertahankan. Idealisme ini salah satunya memiliki arti keberpihakan pers mahasiswa pada demokratisasi dan keadilan dimana implementasi nya berpihak pada kaum yang tertindas. Dalam hal ini pers mahasiswa harus memiliki konsistensi terhadap bentuk Idealisme tersebut.

4.1. Pers Mahasiswa Terhadap Politik dan Demokratisasi

Pers mahasiswa jika ingin disebut pers alternatif tentu harus mengikuti prinsip-prinsip pers alternatif, yaitu tidak menghakimi, reportase yang berimbang (cover both side), memberitakan secara kritis, jujur, benar, memberikan solusi alternatif yang kongkrit dengan bahasa yang lugas, mengena tapi tetap santun, juga independensi pers mahasiwa yang selalu terjaga dan bebas dari intervensi pihak manapun.

Unsur lain yang juga penting dalam pembentukan pers alternatif adalah pemilihan sudut pandang berita yang di angkat, pers mahasiswa harus mengangkat dari sudut pandang yang tidak ditemukan dalam pers umum walaupun tema yang diangkat bisa jadi sama, sudut pandang yang mengangkat ketertindasan mahasiswa atau bahkan dalam lingkup yang lebih luas mengenai masyarakat, pencarian solusi


(33)

alternatif dari masalah-masalah yang di hadapi menjadi ladang yang subur dalam pemberitaan pers alternatif. Karena justru pers umum sudah tidak mampu menyandang tugas dan tanggung jawabnya secara proporsional, berita-berita yang ditulis dalam pers umum hanya menguntungkan kelompok penguasa atau pemilik modal, misal : hiruk pikuk situasi politik nasional, pernyataan-pernyataan tokoh politik yang saling mencaci, menghujat tanpa bukti yang jelas. Intinya berita-berita yang di angkat oleh pers alternatif harus bersifat ‘pencerdasan’ pada masyarakat, bukannya pembodohan. pers alternatif harus mengambil tugas dan tanggung jawab pers kepada masyarakat. Pers mahasiswa juga harus berperan dalam menggelindingkan proses demokratisasi dengan memberikan empati yang besar kepada masyarakat.

Namun bukan tanpa kendala bagi pers mahasiswa untuk mewujudkan pers alternatif. Kecenderungan pers mahasiswa yang hanya berkutat dengan persoalan-persoalan sendiri, menjadikan pers mahasiswa pers yang ‘oleh-dari-untuk’ mahasiswa. Tentu hal ini juga perlu dipikirkan pemecahannya. Di samping terus menyuarakan hati nuraninya, pers mahasiswa juga harus ‘berbenah’ ke dalam, artinya kelemahan-kelemahan pers mahasiswa selama ini, seperti kontinuitas terbit yang sering tidak jalan, ketergantungan pada birokrat kampus (masalah dana), terbatasnya waktu bagi para aktifis pers mahasiswa (4-6 semester) untuk berkecimpung dalam pers mahasiswa, harus segera dicarikan pemecahannya. Pers mahasiswa harus bersikap realistik, determinasi, konsistensi, juga harus selalu diusahakan peningkatan kualitas para SDM-nya,dan yang paling penting adalah regenerasi yang teratur.


(34)

Pers merupakan Pilar Demokrasi. Demokrasi dan demokratisasi memang memerlukan kuatnya eksistensi pers sebagai pilar keempat (the fourth estate). Dengan pers yang kuat, penyelenggaraan pemerintahan dapat dikendalikan agar tetap berjalan pada “jalan yang lurus dan benar”.

Untuk sebuah negara demokratis seperti Indonesia, kemerdekaan pers merupakan sebuah keharusan karena tanpa kemerdekaan pers, tidak akan pernah ada Negara yang demokratis. Adapun dasar penting dari sebuah sistem negara yang demokratis adalah kepercayaan besar pada masyarakatnya. Masyarakat diberi ruang yang bebas untuk berpartisipasi, menyampaikan kritik, ide dan terus berusaha memanfaatkan ruang demokrasi seoptimal mungkin melalui pers yang liberal.

Pers terkait dengan demokratisasi juga berhubungan erat dengan politik, baik dalam lingkup nasional ataupun lokal. Di dalam sebuah Universitas juga tidak lari dari adanya unsure politik yang mempengaruhi realita pers mahasiswa saat ini. Politik di Universitas juga terkadang merupakan “angin topan” dalam eksistensi pers mahasiswa. Tinggal bagaimana pers mahasiswa mempertahankan eksistensinya bahkan dengan idealisme yang masih tetap kokoh.

Kesamaan utama antara politik dan media ada pada hubungannya dengan orang banyak. Kedua ranah tersebut membutuhkan dan dibutuhkan oleh masyarakat, yang sama tapi tak serupa dalam melakukan kegiatan rutinnya. Politik berurusan dengan ideologi, dan topik ideologi tentu saja menyangkut kehidupan sosial rakyat. Sementara media adalah jembatan antara topik atau tema yang diangkat dengan rakyat yang tersebar.


(35)

Secara teoritis, keduanya bisa berjalan dengan harmoni. Media massa bisa memediasi kegiatan politik kepada masyarakat. Dan sebaliknya, media juga bisa menjadi bentuk mediasi opini, tuntutan, atau reaksi masyarakat kepada tindakan politis. Media massa adalah ruang lalu lintas bagi segala macam ide-ide yang menyangkut kepentingan orang banyak, mengutip pendapat Ginsburg (et al, 2002:12-13) bahwa terdapat tiga pertanyaan mendasar yang dapat menjelaskan pola keterkaitan antara media dan politik dimana masing-masing pihak menjaga peran dan fungsinya, yaitu :

“First, what is the relationship between media professionals in the “culture industry” and the state? These producers are critical mediators, articulating and translating larger projects . . . Second, one must ask what happens to media when state interests are complex and contradictory . . . Third, one must ask how effective state media products—or any media products, for that matter—are in achieving their goals of influencing audiences.”

“pertama, apa hubungan antara media professional dalam industry budaya dan Negara? Para produsen ini merupakan perantara penting, pengucapan dan pengartian proyek yang lebih luas….Kedua, satu yang harus ditanyakan apa yang terjadi kepada media ketika ketertarikan Negara sangan kompleks dan kontradiktif…. Ketiga, yang harus ditanyakan seberpa efektif produk media nasional atau produk media lainnya, untuk masalah itu- dalam mencapai targetmereka memperoleh keuntungan dari pembaca.”

Politik dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media

memerlukan politik sebagai bahan dan objek pemberitaan. Media massa, khususnya harian dan elektronik, memerlukan karakteristik yang dimiliki oleh ranah politik


(36)

praktis: hingar bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir, dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan protagonis. Mengutip pendapat Keane, (1991). 14

Kehadiran politik dalam ranah media juga turut memunculkan kontradiksi sebagaimana diungkapan oleh McLagan (2002:91) :

“The mass media play a crucial role in the modern political process, for even in elite forms of democracy, the polity requires some mediated communication with the populace to gain consent. Freedom of expression has long been seen as essential to protecting the rights of the individual from political tyranny: a government legitimated through consent depends on a free press.”

“Media massa memainkan peran penting dalam proses politik modern, bahkan dalam bentuk elit demokrasi, pemerintahan memerlukan beberapa dimediasi komunikasi dengan rakyat untuk mendapatkan persetujuan. Kebebasan berekspresi telah lama dilihat sebagai penting untuk melindungi hak-hak individu dari tirani politik: pemerintah disahkan melalui persetujuan tergantung pada pers bebas.”

Politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan, sepertinya tidak ada (cenderung mustahil) gerakan sosial yang tidak memiliki divisi media. Apapun bidang yang digeluti oleh sebuah gerakan, semuanya memiliki perangkat yang bertugas untuk menciptakan atau berhubungan dengan media. Dunia politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak berarti apa-apa.

14


(37)

“The strategic objectification of culture for political purposes in the mass media is not without contradiction. Reliance on essentialized images of difference taps into a discourse of “otherness” that can deny social actors their historical agency and contemporaneity.”

“objektifikasi strategis budaya untuk tujuan politik dalam media massa bukan tanpa kontradiksi. Ketergantungan pada esensi gambaran dari perbedaan sentuhan ke dalam sebuah wacana “keberbedaan” yang dapat mengacuhkan aktor sosial , sejarah agensi mereka dan kekontemporeran.”

Media dan politik dalam penulisan ini merupakan bentuk hubungan antara SUARA USU (media) dan pihak rektorat USU (politik), dimana keduanya memerlukan proses sinergitas dalam membangun kepentingan bagi masing-masing pihak, mengutip pendapat Osorio (2005:36) terhadap media massa, yaitu : “Mass media is the current mechanism through which culture diffuses.” "Media massa adalah mekanisme saat ini di mana budaya berdifusi."

Media dan politik sebagaimana mengutip Ginsburg (2005:20) yang melihat kedua hal tersebut sebagai bagian dari antropologi media, yaitu :

“ . . . anthropological research on mass media reiterates the insufficiency of bounded concepts of culture as a way of understanding contemporary lives in our own or other societies.”

". . . penelitian antropologi di media massa mengulangi kekurangan konsep yang dibatasi budaya sebagai suatu cara memahami kehidupan kontemporer dalam masyarakat kita sendiri atau diluar masyarakat.”


(38)

Pendapat Ginsburg (2005:20) tersebut menekankan mengenai peran antropologi dalam memahami kehidupan masa kini, dalam bentuk kehidupan secara internal dan eksternal termasuk didalamnya mengenai keterkaitan antara media dan politik.

Lebih lanjut Ginsburg (2005:21-22) mengatakan bahwa :

“Anthropologists at last are coming to terms with the inescapable presence of media as a contemporary cultural force engaged with the mediation of hegemonic forms and resistence of them; the growth and transnational circulation of public culture; the creation of national and activist social imaginaries, with the development of media as new arenas for political expression and the production of identity.”

"Antropolog akhirnya datang untuk berdamai dengan kehadiran tak terhindarkan media sebagai kekuatan budaya kontemporer yang terlibat dengan mediasi bentuk hegemonik dan perlawanan dari mereka; pertumbuhan dan sirkulasi transnasional budaya masyarakat; penciptaan nasional dan aktivis imaginasi sosial dengan perkembangan media sebagai arena baru bagi ekspresi politik dan produksi identitas.”

Kutipan Ginsburg (2005:21-22) tersebut menyebutkan bahwa antropologi (antropologi media) menjadi sebentuk kajian yang mampu melihat media sebagai bagian budaya kontemporer masa kini, dimana didalamnya terdapat bentuk hegemoni dan perlawanan sebagai bagian dari keterkaitan antara media dan politik.

Sedangkan politik dalam konteks Universitas berada pada kekuasaan pihak rektorat yang merupakan pihak yang mendanai dan memfasilitasi SUARA USU.


(39)

Kekuasan otoritas kampus dalam hal ini pihak biro rektorat sebagai institusi yang menaungi keberadaan dan pelaksanaan kegiatan pers mahasiswa SUARA USU dilihat sebagai bentuk hubungan antara politik dan media yang turut mempengaruhi pemberitaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU.

Kekuasaan otoritas kampus sebagai institusi yang menaungi kegiatan pers mahasiswa SUARA USU dalam pandangan kajian antropologi media sebagaimana dikatakan oleh Himpele (2002:302-303) :

“Reflexivity in media ethnography, however, has been concerned with the discursive imbalance toward scholars who select and classify their subjects and the stakes of depicting audiences’ and producers’ agency in processes of media signification.”

“refleksifitas dalam media etnografi, bagaimanapun, memiliki kekhawatiran dengan ketidakseimbangan diskursif terhadap ahli yang memilih dan mengklasifikasikan subjek mereka dan bagian dari gambaran peserta dan penghasil, lembaga dalam proses signifikasi media.

Kondisi hubungan antara otoritas kampus dan kegiatan pers mahasiswa SUARA USU dalam sudut pandang kajian antropologi media merupakan proses penggambaran atas wilayah pembaca dan agen produser (institusi) dalam membentuk pemahaman atas media, yang dalam hal ini direpresentasikan pada bentuk isi media (SUARA USU) dan sarana promosi kampus oleh pers mahasiswa SUARA USU.

Media dan politik yang terjadi dalam proses kerja pers mahasiswa SUARA USU selain sebagai bentuk pola hubungan dan tarik-menarik antara pihak SUARA


(40)

USU (media) dan pihak rektorat (politik) juga memiliki pola kesamaan yang menjadi area berbagi atas sesuatu yang sama diantara SUARA USU dan rektorat, hal ini dilakukan dalam bentuk ide.

Dasar penciptaan pers mahasiswa SUARA USU selain sebagai wadah menampung bakat dan aspirasi serta kritik terhadap kehidupan kampus juga memiliki maksud awal sebagai media informasi promosi kampus. Pemberitaan mengenai kehidupan kampus baik secara internal maupun eksternal merupakan bagian dari promosi kampus.

Kegiatan promosi kampus yang menjadi maksud awal dari pers mahasiswa SUARA USU juga menjadi ide yang dibagi dengan pihak rektorat, sehingga pada bentuk ini pola hubungan media politik (hubungan, tarik-menarik) menjadi lentur serta cenderung memiliki kesamaan tujuan.

4.2. Pers Mahasiswa Terhadap Industri Pasar

Selain kaitannya dengan politik, media professional dengan kondisi adanya kebebasan pers pada saat ini juga sangat bergantung dengan kondisi pasar. Maraknya suap dalam media agar berita bisa di rekayasa dan kepentingan terhadap keuntungan menjadi masalah baru dalam pers setelah pers keluar dari cengkraman otoritarian pemerintah. Pers profesional mengupayakan sedemikian rupa pers agar bisa menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan terkadang menjurus pada salah


(41)

satu kepentingan pemilik modal dengan penyiaran dan pemberitaan yang sudah diintervensi.

Namun berbeda hal nya dengan pers mahasiswa, pers mahasiswa tetap menjadi lembaga pers yang mengutamakan isi dan kualitas dari berita, menciptakan hasil yang optimal dan dikerjakan secara Cuma-cuma tanpa ada bayaran dari pihak manapun. Bahkan demi kepentingan berita, SUARA USU bisa membatasi iklan yang merupakan salah satu sumber pemasukan. Hal ini untuk menghindari pembatasan berita apabila pihak yang memasang iklan merupakan yang bersangkutan dengan subjek berita. Adam menyatakan :

“.. iklan itu gak jadi prioritas, malahan sering iklan kami tolak kalo pengiklan bersangkutan sama berita. Kan gak enak kalo dia masang iklan kita beritakan.”

Iklan yang mungkin merupakan tawaran yang menggiurkan bagi pers umum profesional, namun bagi pers mahasiswa SUARA USU merupakan hal sampingan meskipun SuaraUsu merupakan kegiatan pengerjaan dalam taraf semi profesional tanpa bayaran sepeserpun.

Pers Mahasiswa SUARA USU merupakan pers mahasiswa yang anti suap. Walaupun pers selalu terkait dengan dengan iklim dan situasi sosial politik kampus. Dalam kegiatan peliputan SUARA USU bahkan tidak menerima Suap sama sama sekali dalam bentuk apapun. Baik itu berupa uang, barang atau makanan. Hal ini diakui sri wahyuni :


(42)

“kami gak terima sama sekali apapun yang dikasi selama liputan, walau kadang kalo liputan ada yang bagi amplop atau nasi kotak kami gak terima. sampek adek-adek yang baru masuk itu nanyak kalok nasi kotak gitu boleh diterima apa gak. Kalopun ada yang pernah gak sengaja nerima nasi kotak pas lagi liputan itu biasanya dikawanin sama redaktur untuk balikin nasi kotaknya.”

Segala proses pembelajaran yang didapat dengan mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu yang relatif banyak, hal itu dilakukan berdasarkan keikhlasan tanpa imbalan dari manapun. Waktu yang terkuras untuk SUARA USU bahkan lebih banyak dari waktu untuk mengurusi kuliah.untuk kondisi kuliah yang terancam tersebut justru dilakukan untuk sesuatu hal yang tanpa imbalan secara materi oleh anggota SUARA USU. Anggota SUARA USU mengharapkan manfaat dari segi ilmu dan pengalaman. Situasi ini membiasakan dan membangun mental untuk tidak berorientasi pada uang atau materi dalam melakukan sesuatu hal seperti mental khalayak pada umumnya.

Di tengah dominannya pers umum dewasa ini, pers mahasiswa harus melakukan reposisi kembali peran dan fungsinya. Masyarakat yang semakin pandai dan kritis dalam memilih berita mana yang jujur dan tepat untuk dirinya, mengharuskan pers mahasiwa menemukan bentuk yang sesuai.

Selain dijual untuk kepentingan komersil, Tabloid SUARA USU dibagikan secara gratis kepada berbagai Lembaga Pers Mahsiswa (LPM) di seluruh Indonesia, dan kepada instansi pemerintahan terkait. Sebagai satu-satunya media internal kampus, SUARA USU memiliki kedekatan dengan lingkungan kampus juga sudah menghasilkan alumni-alumni yang sebagian besar bergelut di bidang jurnalistik. Pers


(43)

Mahasiswa SUARA USU memiliki tiga unit bagian, yaitu Redaksi, Perusahaan, dan Penelitian dan Pengembangan. Masing-masing bagian tersebut bekerja sama untuk meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan.

4.3 Pers Mahasiswa yang Konsisten

Sebagai salah satu UKM, SUARA USU mendapatkan subsidi dana dari universitas untuk proses penerbitannya. Semua kebutuhan untuk terbitnya Tabloid SUARA USU mulai dari reportase berita sampai cetak diperoleh dari dana subsidi ini. kondisi semacam ini juga mengakibatkan pers mahasiswa seringkali kehilangan nyali ketika harus mengkritisi berbagai kebijakan kampus. Jika sewaktu-waktu pihak kampus menghentikan subsidinya maka dengan sendirinya keberadaan pers itu akan mati. Fungsi pers sebagai sarana kontrol kehidupan kampus dan sarana kontrol sosial menjadi kurang bebas.

Namun berbeda hal nya dengan SUARA USU yang bisa menyiasati hal tersebut. SUARA USU mampu menjalin hubungan yang baik dan meyakinkan rektorat bahwa kritik dalam pemberitaan itu adalah untuk membangun USU, bukan bermaksud untuk menjelekkan. Meskipun teguran-teguran sering dilayangkan oleh pihak rektorat, SUARA USU tidak merasa terbatasi dalam mengkritisi kebijakan kampus, selama itu masih dalam koriodor yang tepat dan dengan tujuan perubahan kampus kearah yang lebih baik. Bukannya malah kehilangan nyali dan terbatasi karena teguran rektorat, SUARA USU justru mampu memberikan pengertian dan dengan tangguh melawan segala bentuk intervensi terhadap pemberitaan.


(44)

Permasalahan lainnya yang sering dihadapi pers mahasiswa adalah konsistensi dari pengelola pers mahasiswa itu sendiri. Konsistensi disini meliputi rutinitas penerbitan dan juga substansi isi. Banyak pengelola pers mahasiswa yang terkesan asal-asalan dalam menjalankan aktifitasnya. Sebagai contoh pers mahasiswa terbitan bulanan yang semestinya secara konsisten hadir tiap bulan bisa hadir dua bulan sekali atau malah tidak pasti kapan terbitnya. Lebih parah lagi seringkali kandungan isinya tidak sesuai dengan fungsinya sebagai saluran aspirasi mahasiswa. Keadaan seperti ini mengakibatkan pers mahasiswa tidak diminati. Mahasiwa pembaca sendiri pada akhirnya menjadi enggan untuk mengkonsumsinya, sehingga lambat laun pers mahasiswa lenyap dari peredaran karena ditinggal pembacanya. Namun SUARA USU dpat mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam kasus SUARA USU,justru pola terbit nya mengalami kemajuan seiring berjalannya waktu. Awalnya terbit dalam jangka waktu tiga bulan sekali kemudian sekarang menjadi satu bulan sekali hari tidak termasuk dalam waktu libur. Dapat dilihat dari jejeran cover tabloid yang dipajang di memenuhi dinding SUARA USU. Ketika ditanyai persoalan jejeran cover tabloid yang di pajang di dinding SUARA USU, rentiy menjelaskan;

“ini memang udah dari dulu tradisinya dipajang disini, biar dapat diliat aja kalo SUARA USU itu dari dulu konsisten nerbitkan tabloid.”


(45)

Isi berita, konten berita, dan desain tabaloid juga menjadi perhatian penting oleh SUARA USU. Seperti tampilan dan bentuk tabloid yang semakin praktis dan baik dari waktu ke waktu.15

kondisi kehidupan pers mahasiswa yang demikian, ditengah suasana kebebasan memperoleh informasi adalah merupakan Pers mahasiswa yang masih tetap memegang teguh idealismenya. Bahwasannya dalam perjalanan pers mahasiswa dengan perjalanan dinamika yang panjang, pegiat pers SUARA USU masih tetap menjaga idealisme dan mental berjuang.

Ketiga, banyak pers mahasiswa yang terjebak dalam lokalitas area kampus sehingga menjadi pers yang tertutup. Mereka kehilangan kepekaan dalam menangkap berbagai peristiwa di luar. Pers mahasiswa yang semestinya bisa kritis dalam menyikapi berbagai peristiwa di sekelilingya menjadi tumpul dan terbatas karena terjebak dalam lokalitas kampus. Ada semacam keengganan untuk melihat lebih dalam apa yang terjadi di luar. Kondisi seperti ini tentunyatidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Untungnya SUARA USU tidak terjabak dalam keterbatasan lokalitas kampus seperti ini. SUARA USU memilih topik tidak terbatas permasalahan kampus saja, isu dan berita yang dianggap bermanfaat dan mencerdaskan juga menjadi bagian untuk dipublikasikan seperti cerita humanisme dan tempat wisata yang belum banyak diketahui di daerah Sumatra utara ini. Namun meskipun begitu juga tema yang diambil terlalu luas cakupannya karena bukan merupakan lahan SUARA USU untuk menginformasikannya.


(46)

BAB V

KOMPETENSI

5.1. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kompetensi

Pada era globalisasi seperti saat sekarang ini menulis merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami. Hal tersebut karena tulisan pada saat ini merupakan salah satu hasil karya manusia yang dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi, kritik, informasi, dan kreatifitasnya ke khalayak ramai tanpa harus mengenal dan bertatap muka terlebih dahulu. Tulisan-tulisan tersebut misalnya berbentuk berita dalam surat kabar dan tabloid ataupun buah pemikiran berbentuk buku.

Globalisasi merupakan bentuk gejala umum yang terjadi pada masa sekarang ini, pendapat tersebut diadaptasi oleh tiap individu hal ini berkaitan dengan kehidupan masa kini yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Individu mulai mengubah pola kehidupan dari bentuk lokal menjadi global dengan dipengaruhi oleh beragam aspek kehidupan, Appadurai (1996:33) menegaskan hal tersebut dengan membagi pada lima bagian gejala globalisasi, yaitu :

“... five dimensions of global cultural flows that can be termed (a) ethnoscapes, (b) mediascapes, (c) technoscapes, (d) financescapes, and (e) ideoscapes.”

Pendapat Appadurai (1996:33) tersebut membagi pada lima dimensi yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan secara global, yaitu : a. Ethnoscapes, yang


(47)

mencakup kehidupan tiap-tiap masyarakat dunia dalam menghadapi perkembangan budaya global, b. Mediascapes, peranan dan perkembangan media16

Appadurai (1996:3) mengatakan bahwa perkembangan media yang terjadi saat ini turut serta mempengaruhi kehidupan kultural, dimana media tidak hanya sebagai alat komunikasi mengenai aspek internal melainkan telah melangkah pada aspek eksternal dan berkaitan dengan fenomena yang terjadi pada berbagai belahan sebagai bagian dari arah perubahan kebudayaan global, c. Technoscapes, perkembangan dalam ranah teknologi yang mempengaruhi arah perkembangan kebudayaan global, d.

Financescapes, pemenuhan atas ekonomi atau penyesuain kemampuan ekonomi terhadap arah perubahan kebudayaan global dan, d. Ideoscapes, yaitu perkembangan ideologi dalam kehidupan yang berkembang.

Pers mahasiswa SUARA USU dalam hal ini secara umum dapat dilihat sebagai bagian kebudayaan global yang mencakup lima dimensi yang berhubungan dengan perkembangan kebudayaan secara global sebagaimana dikemukakan oleh Appadurai (1996:33), secara khusus pers mahasiswa SUARA USU juga turut berperan serta dalam perkembangan media yang masuk dalam dimensi mediascapes, yaitu perkembangan kebudayaan dengan mempergunakan aspek media yang juga turut dipengaruhi aspek lainnya.

16 Menguatkan arti media dalam ranah antropologi sebagaimana dituliskan oleh Boyer (2012:383), yaitu :”When one speaks of media and mediation in social-cultural anthropology today one is usually referring to communication and culture. This is to say, when anthropologists use the term ‘media’, they tend to remain within a largely popular semantics, taking ‘media’ to mean communicational media and, more specifically, communicational media practices, technologies and institutions, especially print, film, photography, video, televison, radio, telephony, and the internet, among others.


(48)

dunia. Perubahan media dari konvensional menjadi media elektronik (modern) telah dapat menembus sekat-sekat yang selama ini sulit untuk dilalui dan dilakukan melalui penggunaan media konvensional.

Secara lebih lanjut, pemberitaan dan proses pendokumentasian yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU merupakan bentuk pola umum yang terjadi dalam ranah kebudayaan global sebagai bagian dari proses penyampaian informasi, Ginsburg (et al, 2002:10) mengatakan bahwa :

“Activists are documenting traditional activities with elders; creating works to teach young people literacy in their own languages; engaging with dominant circuits of mass media and projecting political struggles through mainstream as well as alternative arenas; communicating among dispersed kin and communities on a range of issues . . .”

“pegiat mendokumentasikan aktifitas trasional dengan yang lebih tua; menciptakan oekerjaan untuk mengajari orang yang masih muda literature dalam bahasa milik mereka;menggabungkan dengan sirkuit dominan dari media massa dan memproyekkan perjuangan politis melalui mainstream sebaik arena alternative; mengkomunikasikan dan komunitas dalam rentetan isu-isu..”

Umumnya media konvensional yang dalam hal ini adalah media cetak (koran, majalah, dan lain sebagainya) telah berkembang dengan memiliki dua dasar bentuk media dalam menyampaikan informasi, yakni cetak dan elektronik. Kedua bentuk media tersebut selain sebagai bagian menjawab tantangan global terhadap media juga sebagai bentuk penyesuaian gaya hidup dalam menghubungkan media dan pembaca, hal ini sejalan dengan pendapat Miller (1995:18) yang mengatakan bahwa :

“These new technologies of objectification [such as film, video, and television] . . . create new possibilities of understanding at the same


(49)

moment that they pose new threats of alienation and rupture. Yet our first concern is not to resolve these contradictions in theory but to observe how people sometimes resolve or more commonly live out these contradictions in local practice.”

“teknologi baru dari perwujudan ini (seperti film, video, dan televise)… menciptakan kemungkinan baru dari pengertian pada waktu yang sama bahwa mereka mengajukan perlakuan baru dari alienali dan perpecahan.perhatian pertama kami bukan untuk memperbaiki kontradiksi ini dalam teori tapi untuk mengamati bagaimana orang kadang memperbaiki atau lebih umum menjalani kontradiksi ini dalam praktek lokal.”

Pers mahasiswa SUARA USU dalam hal ini juga menjadi bagian dari perkembangan mediascapes yang disebutkan oleh Appadurai (1996:3) dengan mengembangkan media cetak SUARA USU melalui penggunaan saran teknologi internet berupa penggunaan situs elektronik (website), blog, e-mail dan beragam sosial media.

Perkembangan penggunaan media yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU tidak hanya sebatas penggunaan bentuk teknologi media melainkan juga turut membawa perkembangan ideologi, finansial, politik dan kultural yang terjadi saat ini kedalam kegiatan pers mahasiswa SUARA USU, hal ini merupakan bagian dari kegiatan pers dalam menjawab perkembangan secara global. Proses pemberitaan pers mahasiswa SUARA USU tidak lepas dari pengaruh global, isu ataupun wacana global turut mempengaruhi proses pemberitaan yang terjadi.

Globalisasi merupakan satu dari sekian alasan yang dipergunakan oleh kegiatan pers mahasiswa SUARA USU dalam menyampaikan informasi kepada


(50)

khalayak (pembaca) dan kemampuan menjangkau seluruh pembaca untuk menguatkan pentingnya arti media dalam kehidupan sehari-hari.

5.2. Kinerja dan Prestasi SUARA USU

Kinerja Rutin SUARA USU adalah sebagaimana Pers Pada Umumnya adalah meliput berita hingga kemudian berita tersebut didistribusikan dalam media pers kampus.

Media pers kampus dalam penulisan ini diartikan sebagai bentuk penggunaan materi penyampaian informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pers mahasiswa SUARA USU. SUARA USU pada awal kemunculannya hingga saat ini mempertahankan penggunaan media cetak (konvensional) sebagai media penyampaian informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan kehidupan kampus, perubahan media dasar (platform) yang dilakukan oleh SUARA USU merupakan strategi dalam menghadapi perkembangan zaman dan trend global yang mensyaratkan penggunaan jaringan internet dan berbentuk digital dalam usaha meluaskan jangkauan penyampaian informasi dan komunikasi.

Karena pengaruh globalisasi, kini masyarakat termasuk juga mahasiswa memiliki kebebasan untuk menulis. Termasuk juga membuat tulisan yang berupa reportase. Bahkan wadah untuk menampung tulisan dan aspirasi tersebut pun kini sudah sangat menjamur. Karena itu peran dan fungsi pers mahasiswa semakin sempit. Dampak yang ditimbulkan juga mempengaruhi ketertarikan pembaca dan minat


(51)

mengikuti kegiatan pers. Maka itu pers mahasiswa mengembangkan bentuk media ke media digital yang lebih mudah diakses oleh mahasiswa.

5.2.1. Media Konvensional

Koran, majalah dan sebagainya adalah sebahagian contoh dari media cetak yang termasuk dalam kategori media konvensional, penggunaan media ini umum digunakan sebagai materi media penyampaian berita kepada khalayak (pembaca).

Pemilihan media konvensional sebagai materi media penyampaian didasarkan pada tingkat kecepatan dan ketepatan berita yang akan disampaikan, penggunaan media konvensional (cetak) memberikan dampak yang sesuai dengan kebiasaan hidup dan juga sebagai simbol status dengan membawa dan membaca pemberitaan secara cetak.

Pers mahasiswa SUARA USU sampai saat ini masih menggunakan media cetak sebagai materi andalan dalam menyampaikan berita, hal ini didasarkan atas sirkulasi SUARA USU yang terbatas pada lingkungan kampus walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk memperluas jangkauan pembaca dengan mempergunakan media lain. Selain itu proses penerbitan yang terbatas menyebabkan SUARA USU masih menggunakan media cetak, Giovani (pemimpin umum SUARA USU – 2014) mengatakan :

“tabloid terbit 1x sebulan, 5x setahun, ada 3 rubrik dan ada proyeksi besar dan proyeksi kecil, laporan khusus dan ada laporan utama.”


(52)

Keterbatasan penerbitan dan jumlah pemberitaan menjadi salah satu alasan bagi SUARA USU tetap bertahan menggunakan media cetak dalam menyampaikan berita mengenai kehidupan kampus.

Pemilihan penggunaan media cetak memiliki maksud dan tujuan yang saling melengkapi terhadap adanya kehadiran media digital, media cetak merupakan media yang bersifat abadi dan dapat didaur ulang. Konsep perubahan penggunaan media dasar merupakan bagian dari isu global dalam mendukung program pengurangan penggunaan kertas.

Media cetak sebagai sarana penyampaian berita menghadirkan ruang satu sisi yang hanya memungkinkan proses pemberitaan informasi dilakukan oleh reporter maupun individu lain yang menuliskan berita (bersifat terbatas), hal ini membatasi peran serta pembaca dalam melakukan pemberitaan secara bersama-sama yang menghasilkan kontrol sosial oleh koran (media cetak) terhadap pemberitaan dan kontrol sosial oleh pembaca terhadap koran (media cetak).

Hal yang semakin menyulitkan keberadaan media cetak (konvensional) dalam waktu sekarang ini adalah aspek kecepatan penyampaian berita, pembiayaan atas proses pencetakan, dan bentuk yang ringkas. Globalisasi mensyaratkan kecepatan, ringkas dan murah untuk dapat bersaing pada waktu sekarang ini, pun demikian kehadiran media cetak tetap memiliki nilai tersendiri dibandingkan dengan media digital.


(53)

5.2.2. Media Digital

Online media adalah bagian dari the new media seperti yang dikemukakan oleh Denis McQuail (2000), online media memiliki karakteristik yang berbeda dibanding media tradisional hingga dalam kasus ini menimbulkan perubahan posisi

audience, dimana audience memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam proses produksi berita bahkan lebih dari itu, audience yang biasanya diposisikan dibawah jurnalis profesional pada beberapa fenomena (jurnalisme warga) menjadi sejajar dengan jurnalis profesional.

Online media yang berkaitan dengan penggunaan jaringan internet memungkinkan pembaharuan atas informasi melebihi kecepatan media tradisional. Setidaknya internet bisa mengalahkan media cetak yang harus mencetak berita keesokan harinya dan televisi yang harus melakukan persiapan sebelum siaran.

Online journalism juga memiliki kelebihan berupa yang memungkinkan pesan bisa disampaikan dalam berbagai versi dari teks, video maupun audio.

Sementara itu karakter jurnalisme online yang juga penting yaitu hubungan timbal balik yang memungkinkan adanya partisipasi audience secara langsung. Dengan cara ini online journalism bisa menjalankan fungsi two way communication

dan interpersonal communication antara media dan user. Jim Hall (2001:210) memberikan contoh televisi yang meningkatkan interaktivitasnya dengan membuat versi online. Menurutnya versi online dari televisi akan menghubungkan media


(54)

dengan kelompok dan individu, karena pada prakteknya interaktivitas antara televisi dengan audience terbatas.

Perkembangan jurnalisme online menurut Jim Hall (2001:4) tidak dipungkiri akan menggeser media tradisional. Ia mengatakan terdapat hubungan erat antara media tradisional dengan internet, hingga pada pertengahan 1990-an hampir semua media nasional di seluruh dunia mulai membuat versi online.

Hal itu terbukti telah terjadi di Indonesia dimana saat ini bisa dibilang semua media tradisional besar di Indonesia sudah memiliki versi online, peluang perluasan jaringan dan usaha pendekatan yang lebih kepada pembaca mendorong pers mahasiswa SUARA USU untuk turut berpartisipasi dalam membuka ruang online

bagi produk pers mahasiswa SUARA USU, baik dalam bentuk website (situs berita),

blog ataupun media sosial twitter.

5.2.3. Kegiatan dan Prestasi SUARA USU

Ada beragam Prestasi danKegiatan besar yang telah diraih dan diselesaikan oleh SUARA USU selain dari kegiatan pemberitaan, yaitu sebagai berikut;

1. 8-11 Juli Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan studi banding jurnalistik ke beberapa pers mahasiswa di universitas di Padang dan Pekanbaru, serta kunjungan ke Minas salah satu stasiun pertambangan miyak bumi milik PT Caltex Pacific Indonesia.


(55)

2. 3 Agustus 1998 Pers Mahasiswa SUARA USU mengikuti Pelatihan Jurnalistik bagi Aktivis Pers dan LSM di Medan.

3. 1998 Pers Mahasiswa SUARA USU menerima Penghargaan Bazaar Terbaik pada Dies Natalis FISIP USU XVIII di Medan.

4. 10 Juli 2000 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan XL, Harian Waspada, Kiss FM, dan KONTAN mengadakan Palatihan Menulis di Aula Fakultas Kedokteran USU Medan.

5. 24-25Maret 2001 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Program Pengembangan Leuser mengadakan Diklat Jurnalistik Nasional di Gedung UML Medan.

6. 10-11 November 2001 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Medan Bisnis dan Harian Analisa mengadakan Diklat Jurnalistik Nasional di Medan.

7. 22-27 Mei 2002 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Diklat Jurnalistik Nasional di Medan.

8. 2-3 November 2002 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan BT/BS BIMA mengadakan Diklatsar Jurnalistik di Laboratorium Pariwisata USU Medan.

9. 31 Mei 2003 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Media Indonesia,Hariann Analisa, Sumut Pos, Star FM, TRICOM, Medan Bisnis, BT/BS BIMA, Triboy Kafe, dan Audivisual USU mengadakan Diskusi “Membangkitkan Dinamika Pers Mahasiswa Medan” dalam rangka Sewindu SUARA USU di laboratorium Pariwisata USU Medan.


(56)

10. 2003 Pers Mahasiswa SUARA USU menerima Penghargaan dari Harian Pagi SUMUT POS dalam Lomba Mading Sewindu di Medan.

11. April 2004 Pers Mahasiswa SUARA USU menjadi Panitia Pelaksana Acara Kupas Tuntas Calon Presiden dari PT. Televisi Tranformasi Indonesia di Medan.

12. 1 Mei 2004 Pers Mahasiswa SUARA USU menjadi Panitia Pelaksana Roadshow Jurnalistik Olahraga 2004 dalam rangka 20 tahun Tabloid BOLA di Medan.

13. 5-10 September 2004 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Diklat Jurnalistik Tingkat Nasional“Jurnalisme Gender”di PUSDIKLAT DLLAJ Medan.

14. 25-28 Oktober 2004 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Workshop Fotografi Jurnalistik di Gedung Audio Visual USU Medan.

15. 26-28 Agustus 2005 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Kiss FM mengadakan Workshop Jurnalistik Radio di Aula Pusdiklat LPPM USU Medan.

16. 5-8 September 2005 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Kompas Jakarta mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik di Medan. 17. 2-3 Mei 2006 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Diskusi Publik dan

Lomba Orasi dalam rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional di Pendopo USU Medan.


(57)

18. 11–12 Desember 2006Pers Mahasiswa SUARA USU peduli

lingkungan“Selamatkan Laut dengan Mangrove Karena Laut Adalah Hidup Kita” di Sicanang, Belawan sebanyak 1000 bakau.

19. 6-8 Agustus 2007 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jurnalistik di Puskom SI/TI USU yang bekerja sama dengan Sumut Pos, Harian Global, Analisa, Majalah TEMPO, BIMA, KISS GROUP, Pertamina, Al-Baik, BNI, Topaz Hexagon, Rai Grafika, Agromedia Pustaka, POCARI SWEAT Medan.

20. 4 Desember 2007 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerja sama dengan Kompas Jakarta mengadakan Klinik Fotografi Kompas.

21. 15 Maret 2008 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerja sama dengan DreamARCH mengadakan seminar bertajuk Ngobrol Santai : Manipulasi Foto Tanpa Batas.

22. 30 April 2008 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerja sama dengan Shadow Management dan media partner Seputar Indonesia (Sindo) mengadakan seminar bertajuk Ketika Perempuan Berbicara Tentang Bangsa (Refleksi Hari Kartini).

23. 4 Desember 2008 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Salam Ulos 2008, Seminar Nasional “Membidik Figur Calon Independen”di Medan. 24. 5-7 November 2009 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Salam Ulos

2009, Workshop Nasional “Jurnalisme Online” yang menghadirkan peserta dari Pers Mahasiswa se-Indonesia.


(58)

25. 20-21 November 2009 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerja sama dengan Sembilan Matahari Production menggelar Pemutaran Film cin(T)a.

26. 25-30 Oktober 2010 menggelar Workshop Menulis Narasi bekerjasama dengan Eka Tjipta Foundation.

27. 23-28 November 2010 menggelar Salam Ulos 2010, Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) “Jurnalisme Damai”.

28. 7 Mei 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU menerima Penghargaan Indonesia Student Print Media (ISPRIMA) Awards 2011 kategori Non Majalah Terbaik Regional Sumatera di Semarang.

29. 12 Mei 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Penerbitan GATRA menggelar Workshop Jurnalistik dengan tema “Jurnalisme

Investigasi”.

30. 13 Juni 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU bekerjasama dengan Trade Union Rights Centre mengadakan Seminar “UU SJSN No.40: Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia” di Medan.

31. 12-17 September 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional Salam Ulos 2011 di Berastagi dengan tema “Jurnalisme Narasi”.

32. 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU menerima Piala Dekan dan Pema FISIP USU dalam Lomba Karya Tulis Pekan Pendidikan di USU.

33. Desember 2011 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Launching Majalah SUARA USU Edisi ke-2 di Peradilan Semu Fakultas Hukum USU Medan.


(59)

34. 26-27 Mei 2012Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar dengan tema “Belajar Jurnalistik dari Dasar” di Aula Fakultas Ilmu Budaya USU Medan..

35. 24-29 September 2012Pers Mahasiswa SUARA USUmengadakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional Salam Ulos 2012 di Parapat dengan tema

“Jurnalisme Narasi”.

36. Desember 2012 Pers Mahasiswa SUARA USU menerima Penghargaan Indonesia Student Print Media (ISPRIMA Awards 2012) kategori Non Majalah Terbaik ke dua Regional Sumatera di Jakarta.

37. 1-2 Juni 2013 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar bagi mahasiswa USU pada dengan tema “Belajar Jurnalistik dari Dasar” di Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

38. 11-16 November 2013 Pers Mahasiswa SUARA USU mengadakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional Salam Ulos 2013 dengan tema

“Jurnalisme Narasi Peduli Lingkungan”di Parapat.

5.3. SUARA USU Menciptakan Pegiat Pers yang Kompeten

SUARA USU dengan begitu banyak pembelajaran dan Pelatihan yang diberikan oleh tiap anggotanya, menjadikan anggotanya memiliki kompetensi yang berbeda dengan mahasiswa pada umumnya dalam hal menulis.


(60)

Bermula dari alasan-alasan yang tidak disengaja untuk bergabung dalam pers SUARA USU hingga kemudian mendapatkan komitmen untuk terus berkarya dan menimba ilmu di SUARA USU. Pimum SUARA USU Gio berkomentar bahwa ;

“saya dulu karena diajak kawan, kaena liat pengumuman open recruitment di mading, trus liat ada posisi desain grafis, kebetulan saya suka itu jadi ya iseng aja daftar, Cuma lama-lama dapet jiwa nya disini sampe sekarang ini jadi pimum disini.”

Selain itu renty (kepala litbang SUARA USU) juga mengatakan bahwa ; Dulu karna mikir kalo tulisan kita masuk tabloid trus dibaca diliat semua orang kan keren kak, makanya mau daftar, awalnya gak betah, capek, sering dikritik pedas, tapi lama-lama ngerasain sendiri manfaatnya.”

Komitmen untuk menyelesaikan kepengurusan selama tiga periode agar diakui untuk menjadi alumni SUARA USU itu kebanyakan ditemukan pada saat menjalani kepengurusan. Komitmen itu bukan ditetapkan pada saat memutuskan untuk mendaftarkarena banyak sekali pada masa perjalanan magang, atau kepengurusan yang berhenti ditengah jalan.

Ada proses-proses yang harus dilewati apabila seorang mahasiswa ingin menjadi anggota SUARA USU. Proses tersebut meliputi seleksi dan tahap magang selama kurang lebih 4-6 bulan.

Pers mahasiswa semestinya memperhatikan betul-betul pola rekrutmen pengurusnya. Pola rekrutmen terarah disertai pendidikan dan pelatihan jurnalistik yang cukup akan menghasilkan sumber daya manusia yang bisa diandalkan.


(1)

KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Pers Mahasiswa (Studi Deskriptif mengenai Dinamika Pers Mahasiswa)

Ketertarikan untuk menulis permasalahan tentang Dinamika Pers Mahasiswa ini melihat sejarah perkembangan pers sejak era orde lama bahwa pers mahasiswa terus mengalami dinamika dan memiliki peran yang dalam perjuangan pemuda pada masanya. Pers mahasiswa ada lembaga pers yang memiliki ideologi yang tegas yang mengatur anggotanya dalam melaksanakan kegiatan pers mahasiswa. Dan dewasa ini kenyataan bahwa ada sebuah Lembaga Pers di Universitas Sumatera Utara yang sangat teguh memegang idealismenya. Hal itu masih tetap terjadi meskipun tidak lepas dari dinamika yang terjadi dalam lembaga Pers Mahasiswa tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana gambaran idealisme pers mahasiswa tersebut dalam melewati dinamika pers mahasiswa.

Pada masa sekarang ini sangat sulit menemukan sebuah lembaga yang masih memegang teguh idealismenya. Sekarang ini yang banyak ditemukan pada sebuah lembaga ataupun unit kegiatan adalah pragmatisme, money oriented, ajang bersenang-senangdan bermain.

Lembaga Pers Mahasiswa Suara Usu merupakan Lempaga Pers mahasiswa yang pegiatnya masih mengemban kewajiban sebagai mahasiswa namun tetap


(2)

melaksanakan kegiatan Pers Mahasiswa yang menuntut waktu tenaga serta pikiran secara semi profesional. Dan hal itu tanpabayaran sepeserpun. Yang didapatkan dari SUARA USU bukanlah hal yang berupa materi melainkan hal-hal yang bermanfaat seperti ilmu, kemampuan menulis, dan yang mampu membentuk kepribadian menjadi lebih baik.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan tentang media / pers mahasiswa . Saya yakin akan adanya kekurangan dari skripsi ini, saya akan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya suatu skripsi yang baik dan berguna bagikita semua. Demikian pengantar dari saya, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2014

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTARTABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian……….. 1

1.2 Tinjauan Pustaka……… 9

1.3 Perumusan Masalah……… 12

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….., 12

1.5 Metode Penelitian………... 13

1.5.1 Observasi……….. . . 13

1.5.2 Wawancara……….. 14

1.5.3 Pengumpulan dan Perekaman Data……….……… 15

1.5.4 Analisis Data……… 16

1.5.5 Informan Penelitian……….. 16

1.6 Pengalaman Lapangan………... 17

BAB II ORIGINALITAS 2.1 Orisinalitas atau Keaslian Tulisan dalam Pemberitaan Suara Usu .. 25

2.1.1 Isi media Suara Usu ... 33

2.1.2 Produk Suara Usu ... 36

2.2 Manfaat dan Aplikasi Dalam Kehidupan ... 41

BAB III TANGGUNG JAWAB 3.1 Pemberitaan Suara Usu ... 46

3.2 Bentuk Berita Kritis dan Respon Pembaca ... 52

3.2.1 Reportase……….. ... 55

3.2.2 Dinamika Reportase Suara Usu……… 58

3.3 Responsibitas dan SikapSuara Usu ... 63

3.3.1 Sikap Pers Mahasiswa suara Usu ... 63


(4)

BAB IV IDEALISME YANG KONSISTEN

4.1 Pers Mahasiswa Terhadap Politik dan Demokratisasi ... 70

4.2 Pers Mahasiswa Terhadap Industri Pasar ... 78

4.3 Pers Mahasiswa yang Konsisten ... 81

BAB V KOMPETENSI 5.1 Pengaruh Globalisasi Terhadap Kompetensi………. 84

5.2 Kinerja dan Prestasi SUARA USU……… 88

5.2.1 Media Konvensional……….. 89

5.2.2 Media Digital………. 91

5.2.3 Kegiatan dan Prestasi SUARA USU……… 92

5.3 SUARA USU Menciptakan Pegiat Pers yang Kompeten………….. 97

BAB VI KESIMPULAN 14.1 Kesimpulan ... 108

14.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA……… 117

LAMPIRAN………... 123 1.Tambahan foto selama penelitian


(5)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman


(6)

DAFTAR GAMBAR