LATAR BELAKANG MASALAH LATAR BELAKANG

3 toleransi yang rendah terhadap kaum homoseksual. 93 dari 1.000 warga Indonesia berusia dewasa yang dijadikan sampel mengatakan bahwa kaum gay tidak seharusnya diterima. Dua negara lain yang memiliki toleransi rendah terhadap kaum homoseksual adalah Malaysia dan Pakistan yang sudah melarang praktik sesama jenis melalui undang-undang. Penolakan terhadap kaum homoseksual sering kali didasari pada orientasi seksual mereka yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Sering kali masyarakat menganggap homoseksualitas sebagai suatu penyakit yang menular sehingga layak untuk dijauhi. Hal ini didukung oleh American Psychiatric Association APA yang mengeluarkan buku Diagnostic and Statistical of Mental Disorder DSM yang pertama. Di dalam DSM terdapat diagnosis bahwa homoseksualitas merupakan salah satu dari daftar abnormalitas khususnya pada sociopathic personality disturbances. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1957, Hooker, untuk pertama kalinya, mulai mempertanyakan keabnormalan dari homoseksualitas. Pada akhirnya, di tahun 1975, APA menyatakan bahwa homoseksual bukanlah penyakit mental Guidelines for Psychotherapy with Lesbian, Gay, Bisexual Client, www.apa.org . Pernyataan bahwa homoseksualitas bukan penyakit mental memiliki berbagai alasan. Hooker 1957 dalam www.apa.org menemukan bahwa tidak ada perbedaan pada respon di dalam tes proyektif antara sampel non klinikal yang memiliki orientasi seksual sejenis maupun yang memiliki orientasi beda jenis. Selain itu tidak ada perbedaan antara kaum homoseksual dan 4 heteroseksual dalam kemampuan kognitif Tuttle Pillard, 1991, psychological well-being dan self-esteem Coyle, 1993; Herek, 1990; Savin- Williams, 1990. Jika ada perbedaan fungsi psikologis antara homoseksual dan heteroseksual, bisa jadi dipengaruhi oleh efek tekanan dan stigma yang diperoleh dari masyarakat berdasarkan orientasi seksualnya Guidelines for Psychotherapy with Lesbian, Gay, Bisexual Client, www.apa.org . Penolakan yang diterima oleh kaum homoseksual akan mempengaruhi perkembangan psikologis ke arah yang lebih buruk dan memperbesar kemungkinan untuk mengalami distress Mays Cochran 2001; Meyer 1995, 2003 dalam Peplau Fingerhut, 2007. Penolakan dari lingkungan yang berkepanjangan terhadap kaum homoseksual, jika tidak mampu diatasi dengan baik, maka akan menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya konflik, kecemasan dan perasaan frustasi Kusumastuti, 2002. Selain itu, penolakan yang berkepanjangan dari figur yang lekat seperti sosok pengasuh, keluarga dan masyarakat sekitar akan mengganggu harga diri dan value personal yang stabil dan kuat Milkulincer Shaver, 2007. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa kaum homoseksual yang tidak diterima oleh keluarganya akan memiliki tingkat depresi dan keinginan untuk bunuh diri yang lebih besar daripada yang diterima oleh keluarganya Ryan, Rusell, Huebner, Diaz Sanchez, 2010. Untuk menangani kondisi psikologis tersebut, dibutuhkan dukungan sosial terhadap homoseksual. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutandi 2011 yang menemukan bahwa adanya hubungan 5 antara dukungan sosial dengan coping stress. Selain itu dukungan sosial yang tinggi dapat menyebabkan kebermaknaan hidup yang tinggi Astuti Budiyani, penyesuaian diri Wibawati, 2013, rendahnya tingkat stress Anggoro, 2011, dan rendahnya kecemasan Buntoro, 2005. Di dalam Guidelines for Psychotherapy with Lesbian, Gay, Bisexual Client yang diterbitkan oleh APA, seorang psikolog tidak diperkenankan untuk melakukan diskriminasi yang tidak adil berdasarkan orientasi seksual di dalam aktifitas pekerjaan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak informasi yang ada mengenai macam perilaku dukungan sosial yang dibutuhkan oleh kaum homoseksual. Kurangnya informasi ini bisa membuat orang-orang yang ingin memberikan dukungan sosial merasa tidak enak hati dalam menyampaikan dukungan sosialnya. Perasaan ini muncul apabila individu memiliki ketakutan bahwa dukungan sosial yang diberikannya akan dipersepsi dengan tidak benar oleh kaum homoseksual. Dukungan sosial yang diberikan kepada kaum homoseksual akan memiliki hasil yang baik dan menjadi bantuan apabila kaum homoseksual tersebut merasa mendapatkan dukungan dari orang lain. Hal ini sejalan dengan definisi persepsi yaitu sebagai cara manusia menangkap rangsangan Sobur, 2003. Rangsangan yang diterima oleh individu akan diorganisasi dan diinterpretasi sehingga dapat rangsangan tersebut dapat disadari Walgito, 2003. Penerimaan dukungan sosial dapat dipersepsikan berbeda-beda oleh kaum homoseksual karena adanya perbedaan dalam memaknai dan menilai sesuatu yang diterima dari orang lain Wibawati, 2013. Dalam hal ini, dukungan sosial yang 6 diberikan oleh kaum homoseksual bisa dipersepsikan menjadi sesuatu hal yang menyakiti bila dipersepsi secara negatif. Di samping itu, penelitian mengenai persepsi dukungan sosial khususnya pada kaum homoseksual tidak banyak ditemui. Jikapun ada, penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif. Selain itu penelitian ini digunakan untuk menggali lebih dalam mengenai konsep persepsi dukungan sosial pada heteroseksual ketika diaplikasikan pada homoseksual. Penelitian ini juga menjawab saran dari penelitian yang dilakukan oleh Larasati 2012 yang mengatakan bahwa agar dilakukan penelitian mengenai persepsi dukungan sosial pada homoseksual yang menggunakan dimensi-dimensi persepsi terhadap dukungan sosial. Pada penelitian yang dilakukan Angelie 2013 juga memberikan saran untuk menggunakan dimensi dukungan sosial dari ahli selain Sarason 1983 dan lebih spesifik untuk mengungkapkan dimensi jenis dukungan sosial yang diterima. Angelie juga menambahkan untuk menggunakan metode wawancara dalam penelitian selanjutnya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa banyaknya penolakan yang diterima oleh kaum homoseksual secara tidak langsung membuat dukungan sosial yang diterimanya menjadi terbatas. Sebagai individu yang ingin memberikan dukungan sosial, terkadang ada ketakutan ketika kaum homoseksual memberikan persepsi yang negatif terhadap dukungan sosial yang akan diberikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui mengenai persepsi perilaku dukungan sosial pada kaum homoseksual. 7

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana persepsi perilaku dukungan sosial menurut kaum homoseksual?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi kaum homoseksual mengenai perilaku dukungan sosial.

D. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi ilmu psikologi, khususnya pada psikologi sosial mengenai persepsi perilaku dukungan sosial pada kaum homoseksual.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi psikolog, maupun individu lain yang ingin memberikan dukungan sosial kepada kaum homoseksual sehingga mereka bisa mengerti perilaku apa yang seharusnya dilakukan dalam memberikan dukungan sosial terhadap kaum homoseksual. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. HOMOSEKSUAL

1. Pengertian Homoseksual

Orientasi seksual dapat diartikan sebagai ketertarikan baik secara emosional, romantisme maupun secara seksual. Homoseksual merupakan orientasi seksual dimana seseorang memiliki ketertarikan secara emosional, romantisme dan seksual terhadap orang lain yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan dirinya. APA, 2002. Menurut ensiklopedia psikologi Weiner Craighead, 2010, homoseksualitas merujuk pada perilaku seksual, hasrat, ketertarikan dan relasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang memiliki jenis kelamin yang sama, termasuk jika di dalamnya terdapat unsur kebudayaan, identitas dan komunitas. Homoseksualitas meliputi lima fenomena atau aspek. Aspek yang pertama adalah bahwa homoseksualitas digunakan untuk mendeskripsikan contoh spesifik dari perilaku seksual seseorang yang dilakukan oleh orang lain yang berjenis kelamin sama. Aspek yang kedua adalah homoseksualitas merujuk pada ketertarikan seksual atau ketertarikan romantisme yang terjadi secara terus menerus pada seseorang terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama, yang diekspresikan atau tidak diekspresikan dalam bentuk perilaku. Aspek ketiga dari homoseksualitas adalah identitas psikologis. Identitas psikologis yang dimaksud adalah menyadari dan merasakan dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap orang yang berjenis kelamin sama secara terus menerus. Komponen yang keempat dalam homoseksualitas adalah relasi romatis dengan sesama jenis. Relasi ini sama seperti relasi romatis heteroseksual yang ditandai dengan adanya bermacam-macan rencana kehidupan, gaya berkomunikasi, komitmen, pola intimasi, dan metode penyelesaian masalah. Aspek yang terakhir adalah sosialisasi dengan sesama homoseksual. Weiner Craighead, 2010 Homoseksualitas menurut Kartini Kartono 1989 adalah perasaan mencintai atau perasaan tertarik seseorang dengan orang lain yang memiliki jenis kelamin yang sama. Homoseksual juga bisa diartikan sebagai hubungan seksual seseorang dengan orang lain yang memiliki jenis kelamin yang sama. Homoseksualitas juga didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang hanya dapat tertarik, merasakan kasih sayang, memiliki hubungan emosional dan erotis kepada orang lain yang sama jenis kelaminnya. Hubungan homoseksual ini dapat diikuti dengan adanya hubungan fisik atau tidak Heerdjan, 1987. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa homoseksual adalah orientasi seksual atau ketertarikan secara emosional, romantisme