d. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat usaha penyelesaian
masalah
Setelah menghadapi sumber stres dengan strategi coping tertentu, maka pada akhirnya diharapkan membuahkan hasil yang positif. Namun
sebelumnya, terdapat sejumlah faktor yang membantu dalam mengatasi masalah. Dukungan sosial terlebih dari keluarga adalah hal utama yang
membantu Subjek 1 untuk keluar dari masalah ADS.BS1.WwI.no.57 termasuk masukan atau pendapat dari orang lain ADS.BS3.WwI.no.46,
sedangkan bagi Subjek 2 dan 3 keterampilan dan keinginan untuk mencoba hal- hal barulah yang dapat membantu ADS.BS2.WwI.no.53;
ADS.BS3.WwI.no.46. Di sisi yang lain terdapat pula faktor- faktor yang menghambat
subjek untuk mengatasi masalah, misalnya keterbatasan ilmu, baik ilmu kebidanan maupun pengobatan umum dan kurangnya keterampilan dalam
memberikan tindakan ADS.BS1.WwIII.no.101; ADS.BS2.WwIII.no.84; ADS.BS3.WwI.no.47. Bagi Subjek 2 dan 3, faktor keterbatasan alat
sangat menghambat usaha menolong pasien ADS.BS2.WwIII.no.83; ADS.BS3.WwIII.no.79. Bagi Subjek 1 faktor yang menghambat adalah
rasa kurang percaya diri pada kemampuan yang dimilikinya ADS.BS1. WwIII.no.100, pasien dan keluarga yang kurang kooperatif dengan bidan
merupakan penghambat bagi Subjek 2 ADS.BS2.WwI.no.54, sedangkan bagi Subjek 3 keterebatasan tenaga medis dan obat-obatan cukup
mengganggu meskipun tidak selalu terjadi ADS.BS3.WwI.no.47. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 24. Kesimpulan Faktor Pendukung dan Penghambat Usaha Penyelesaian Masalah
Eksternal Internal
F. Pendukung Dukungan sosial dari keluarga
dan orang-orang terdekat. Motivasi dan keinginan untuk
mencoba hal- hal yang baru. F.Penghambat
Keterbatasan peralatan sarana, keterbatasan tenaga medis dan
obat-obatan, serta sikap pasien yang kurang kooperatif.
Keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, kurang percaya diri
terhadap kemampuan yang dimiliki.
f. Hasil dan kesesuaian dari penggunaan strategi coping untuk
mengatasi masalah
Hasil psikologis setelah subjek mampu menyelesaikan masalah adalah mereka merasa lega, tenang, dan tidak terbebani sehingga bekerja
juga lebih terarah dan sistematis ADS.BS1.WwI.no.59; ADS.BS3.WwI. no.50. Bagi Subjek 2 ia juga merasa bangga karena berhasil menangani
kasus yang mungkin belum pernah dihadapi oleh rekan sejawatnya.
“Bangga pasti bangga, lega. Lega, ya Allah syukur deh, selamat ‘kan. Ya Allah bangga, capeknya sih pas ti ada, capeknya bukan main, udah
pasti kita ngerasain bangganya”. ADS.BS2.WwIII.no.55
Apabila ditilik secara sosial, maka hubungan interpersonal antara subjek dengan orang yang bermasalah menjadi baik kembali terlebih jika terkait
dengan hubungan profesionalisme kerja ADS.BS1.WwI.no.60; ADS.BS2. WwI.no.56, dan secara fisiologis, gejala- gejala fisik seperti tremor,
pusing, jantung berdebar-debar, atau berkeringat yang dialami sebelumnya perlahan- lahan menghilang ADS.BS1.WwII.no.80; ADS.BS3.WwII.
no.61 dan tidak berkembang menjadi suatu penyakit kronis. Melihat pengaruh tersebut, Subjek 1 berpendapat bahwa strategi
yang digunakan dalam menangani pasien sudah cukup sesuai karena dilaksanakan sesuai prosedur ADS.BS1.WwI.no.61. Akan tetapi untuk
masalah pribadi strategi yang digunakan terkadang masih belum memuaskan ADS.BS1.WwI.no.62 karena masih ada permasalahan yang
belum terselesaikan, misalnya subjek menghentikan usaha penyelesaian dengan tidak menegur lagi teman karena merasa tidak digubris. Upaya itu
memberi rasa lega namun terkadang masih mengganjal terlebih bila masih sering bertemu ADS.BS1.WwIIObs.no.79. Begitu pula dengan Subjek
2, ia merasa strategi sudah cukup sesuai tapi mungkin strategi tersebut tidak sesuai bagi orang lain ADS.BS2.WwI.no.58. Sedangkan Subjek 3
merasa masih belum puas dengan strategi yang digunakannya karena ia merasa masih harus banyak belajar terutama dalam hal menangani pasien
ADS.BS3. WwI.no.51.
Tabel 25. Kesimpulan Hasil dari Penggunaan Strategi Coping untuk Mengatasi Masalah
Hasil Psikologis Hasil Sosial
Hasil Fisiologis
Merasa lebih lega, tenang, tidak terbebani sehingga
dapat bekerja lebih baik dan terarah.
Hubungan interpersonal membaik setelah masalah
dapat diselesaikan terlebih jika terkait dengan hubungan
profesionalisme kerja. Gejala -gejala fisik seperti
tremor, pusing, jantung berdebar-debar, atau
berkeringan pada saat tertekan perlahan-lahan menghilang.
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan definisi yang diutarakan oleh sejumlah sumber, seperti Klinkert dalam Wiknjosastro, dkk, 2002, Permenkes No.900MENKESSKVII
2002 dalam Hartini Sulasmono, 2006, dan WHO 2003, maka dapat ditarik batasan bahwa yang dimaksud dengan bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menamatkan pendidikan kebidanan. Di samping itu, bidan juga harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktik kebidanan, yang telah
diakui oleh pemerintah serta secara sah. Bidan fresh graduate pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir
sama dengan pengertian bidan. Akan tetapi yang ditekankan pada bidan fresh graduate
di sini adalah bidan yang baru saja menamatkan pendidikannya dari Akademi Kebidanan Akbid, karena fresh graduate memiliki pengertian umum,
yaitu baru saja menyelesaikan atau menamatkan pendidikan dari suatu institusi Oxford, 1995. Pada umumnya bidan fresh graduate adalah bidan yang baru saja
lulus, maksimal satu tahun dari waktu kelulusan. Angka satu tahun ini didasarkan pada waktu kelulusan dalam Akbid yang hanya setahun sekali. Sebagian besar
bidan fresh graduate adalah wanita yang berusia 20 hingga 25 tahun. Dengan demikian, bidan muda ini berada dalam masa dewasa awal saat mereka mulai
bekerja sesuai dengan tugas perkembangannya. Ketiga subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang sudah
memenuhi pengertian dari seorang bidan. Mereka sudah menamatkan pendidikan kebidanannya pada program Diploma D3 di Akademi Kebidaan Akbid Depkes
Soedarso Pontianak yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kebidanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI