C. PEMBAHASAN
Berdasarkan definisi yang diutarakan oleh sejumlah sumber, seperti Klinkert dalam Wiknjosastro, dkk, 2002, Permenkes No.900MENKESSKVII
2002 dalam Hartini Sulasmono, 2006, dan WHO 2003, maka dapat ditarik batasan bahwa yang dimaksud dengan bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menamatkan pendidikan kebidanan. Di samping itu, bidan juga harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktik kebidanan, yang telah
diakui oleh pemerintah serta secara sah. Bidan fresh graduate pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir
sama dengan pengertian bidan. Akan tetapi yang ditekankan pada bidan fresh graduate
di sini adalah bidan yang baru saja menamatkan pendidikannya dari Akademi Kebidanan Akbid, karena fresh graduate memiliki pengertian umum,
yaitu baru saja menyelesaikan atau menamatkan pendidikan dari suatu institusi Oxford, 1995. Pada umumnya bidan fresh graduate adalah bidan yang baru saja
lulus, maksimal satu tahun dari waktu kelulusan. Angka satu tahun ini didasarkan pada waktu kelulusan dalam Akbid yang hanya setahun sekali. Sebagian besar
bidan fresh graduate adalah wanita yang berusia 20 hingga 25 tahun. Dengan demikian, bidan muda ini berada dalam masa dewasa awal saat mereka mulai
bekerja sesuai dengan tugas perkembangannya. Ketiga subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang sudah
memenuhi pengertian dari seorang bidan. Mereka sudah menamatkan pendidikan kebidanannya pada program Diploma D3 di Akademi Kebidaan Akbid Depkes
Soedarso Pontianak yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kebidanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pontianak ADS.BS1.WwI.no.2; ADS.BS2.WwI.no.1; ADS.BS3.WwI.no.1. Subjek juga sudah memperoleh Surat Izin Bidan SIB sebagai legalisasi untuk
menjalankan praktik kebidanan yang sah karena telah berhasil menamatkan pendidikan selama 3 tahun selain memiliki kompetensi di bidangnya. Kompetensi
ini dimiliki subjek atas dasar pendidikan dan keterampilan yang diperolehnya, seperti asuhan bayi baru lahir, balita, dan anak-anak, pengetahuan tentang remaja,
masa pranikah dan kehamilan, meno long persalinan, masa nifas dan menopause, pendidikan seksual, pemberian konseling, pemberian imunisasi dan KB, serta
kesehatan masyarakat. Di samping itu, kemampuan yang dimiliki subjek diperoleh pula dari kesempatan magang di rumah sakit, klinik, atau puskesmas,
latihan praktik secara mandiri, serta mengikuti berbagai seminar. Subjek juga termasuk ke dalam definisi bidan fresh graduate karena
mereka baru saja menamatkan pendidikannya pada bulan Oktober tahun 2006 sehingga belum genap setahun bekerja. Selain itu mereka adalah bidan yunior jika
dilihat dari usia kerjanya yang rata-rata baru bekerja selama 9 hingga 11 bulan dan jika dibandingkan dengan bidan-bidan senior yang sudah bekerja selama
bertahun-tahun. Sebagai individu yang telah berusia 22 dan 23 tahun, maka mereka masuk ke dalam masa dewasa dini yang berada pada rentang 18 hingga 40
tahun. Mereka juga sudah memenuhi sebagian dari tugas-tugas perkembangan di tahap ini, yaitu mendapatkan pekerjaan sesuai pendidikannya sebagai bidan
ADS.BS1.WwI.no.12, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dalam hal ini terkait taat pada hukum dan sumpah jabatannya untuk bekerja sesuai kode
etik ADS.BS3.WwI.no.18, menjalin hubungan dengan lawan jenis dalam upaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memilih pasangan SSC.BS3.Obs.30-31Juli,07, dan bergabung dalam kelompok sosial meskipun dalam hal ini terkadang masih berbenturan dengan keterbatasan
waktu ADS.BS2.WwI.no.25. Peranan bidan di dalam masyarakat dibagi menjadi 4 empat, yaitu peran
sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti Wahyuningsih Zein, 2005 dimana ketiga subjek masih berperan sebagai bidan pelaksana yang memberikan
asuhan kebidanan kepada klien ADS.BS1.WwI.no.12; ADS. BS2.WwI.no.12; ADS.BS1.WwI.no.8. Peran ini tidak dapat dipisahkan dari tugas-tugasnya. Pada
dasarnya seorang bidan bertugas untuk memberikan pertolongan pertama kepada orang sakit namun bidan juga mengemban tugas pokok, yakni mengawasi
perempuan hamil, membantu proses persalinan, dan mengawasi perempuan pasca persalinan beserta bayinya Goelam, 1964. Selain ketiga tugas pokok tersebut,
subjek juga memberikan perawatan dan asuhan kebidanan pada bayi, balita, anak- anak, remaja puteri, dan wanita menopause, memberi konseling penyuluhan,
imunisasi, KB, dan kesehatan reproduksi. Sebagai tambahan, subjek juga bertugas merawat pasien rawat inap dan melakukan tugas administrasi. Oleh karena Subjek
2 dan 3 bekerja di klinik ataupun balai pengobatan dengan poliklinik umum, maka mereka mendapat tugas tambahan untuk memberi pengobatan umum ADS.BS2.
WwI.no.11; ADS.BS3.Obs.no.63. Hal ini berbeda dengan Subjek 1 yang khusus bekerja di sal kebidanan dan hanya bertugas memberikan layanan kebidanan
termasuk operasi maupun tindakan kuretase. Pada saat mengerjakan tugas-tugasnya, subjek dituntut pula untuk bekerja
secara mandiri dan profesional, bekerja dengan cepat termasuk dalam mengambil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keputusan, mampu menghadapi situasi-situasi sulit, dan juga dapat menyesuaikan diri dengan tugas-tugas perkembangannya. Tuntutan dan tekanan inilah yang
kemudian berpotensi memunculkan stres terlebih pada bidan yunior yang belum banyak memiliki pengalaman.
Stres pada dasarnya sulit untuk didefinisikan karena pengertian setiap individu terhadap stres berbeda-beda Atwater, 1994. Akan tetapi secara
sederhana stres dapat diartikan sebagai suatu keadaan penuh tuntutan dan tekanan baik secara fisik maupun psikologis Chaplin, 1999. Sumber stres atau stressor
adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembahasan stres yang merupakan sumber atau penyebab munculnya stres.
Sumber stres bagi ketiga subjek terkait dengan masalah pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Stres pada masalah pekerjaan dimulai pada awal subjek
bekerja sebagai perubahan dalam hidup Huffman, Vernoy, Vernoy, 1997, dimana subjek harus mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang asing
termasuk dengan rekan kerja yang umumnya merupakan bidan senior. Selain itu subjek juga harus menyesuaikan diri dengan tugas, tuntutan, maupun tanggung
jawab yang diberikan kepadanya dalam menghadapi berbagai kasus hingga kasus- kasus berat tanpa tergantung pada orang lain, baik senior maupun atasan. Hal ini
sangat dirasakan oleh Subjek 1 terlebih karena ia berkecil hati dan merasa kurang memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dan tenggung jawabnya.
“Awal-awalnya sih dulu, pertama -tama kali kerja, apa pas turun setelah dari pendidikan itu rasanya, aduh rasanya kok nol sekali, rasanya kurang sekali…”.
ADS.BS1.WwI.no.15
Kesalahan dalam pemberian obat dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Subjek 3 menyebabkan ia merasa stres pada awal bekerja, ditambah lagi dengan
kemarahan senior atas kesalahannya. Setelah mampu untuk menyesuaikan diri, subjek juga dihadapkan pada
berbagai tugas dan tuntutan yang semakin berat. Mereka harus menghadapi kasus- kasus yang jarang ditemui dan dengan situasi sulit terlebih jika ia harus bekerja
sendiri tanpa bantuan senior, harus siap dengan tuntutan dan risiko yang diambil saat menolong pasien, harus mengambil keputusan yang tidak merugikan pasien,
serta bertindak dengan tepat dan cepat. Tekanan dalam bekerja juga diperoleh subjek dari atasan dan senior, dokter, hingga keluarga pasien, serta mereka
dituntut bekerja seprofesional mungkin termasuk tuntutan untuk siap 24 jam jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menolong pasien.
“… senior saya kadang-kadang dia kuliah, jadi kalau dia kuliah kita yang terbebani, kita tanggung jawab kita ‘kan… Kadang-kadang kita harus stand by
24 jam di situ nunggu senior kita pulang ‘kan. Jadi itu rasanya, ada sih kadang- kadang berat”. ADS.BS2.WwI.no.24
Perasaan tertekan yang sering dialami oleh Subjek 1 dan 2 akibat keterbatasan kemampuannya dalam menolong pasien atau hubungan yang sempat kurang baik
antara Subjek 3 dengan rekan sejawat bahkan hingga berlarut- larut pada akhirnya berpotensi menjadi sumber stres kronis Huffman, Vernoy, Vernoy, 1997
Sumber stres juga dapat disebabkan oleh frustrasi dan konflik. Frustrasi adalah keadaan yang tidak menyenangkan akibat terhambatnya pencapaian tujuan
yang dimiliki Huffman, Vernoy, Vernoy, 1997. Bentuk stres ini kentara dirasakan oleh Subjek 3 ketika gagal dalam menyelamatkan bayi saat membantu
persalinan, dimana ia bertujuan menolo ng bayi namun pada akhirnya terhambat karena kondisi bayi sendiri sudah tidak baik sejak dalam kandungan.
“… kalau dari ibunya sih nggak ada, dari bayi pernah kemarin, itu cuma satu kali. Itu ya, tapi memang udah dari dalamnya bayinya memang udah kurang
baik, terminum air ketuban gitu, jadi begitu lahir memang dari kondisi bayi ‘tu juga udah nggak bagus”. ADS.BS3.WwI.no.16
Konflik terjadi ketika individu berada di bawah tekanan untuk memberi respon terhadap dua atau lebih kekuatan yang berlawanan Huffman, Vernoy, Vernoy,
1997. Hal ini terjadi ketika Subjek 2 dan 3 menghadapi kasus yang terkait dengan is u etik, dimana keluarga pasien tidak memberi izin tindakan. Pada situasi
ini subjek ingin dan berkewajiban untuk menolong pasien namun di satu sisi ia tidak dapat melakukan tindakan medis apapun karena pasien dan keluarga tidak
menyetujui dilakukannya tindakan. Apabila subjek melakukan tindakan tanpa seizin pasien atau keluarganya, maka mereka beresiko untuk dituntut sebagai
bentuk pelanggaran hukum ADS.BS1.WwIII.no.94; ADS.BS2.WwIII.no.82. Konflik juga dapat terjadi saat subjek berhadapan dengan keterbatasan alat
ADS.BS2.WwIII. no.83; ADS.BS3.WwIII.no79. Sumber stres subjek yang menyangkut kehidupan pribadinya sering terkait
dengan keluarga, pasangan atau pacar, teman, dan rekan sejawat. Pada umumnya masalah muncul akibat kesalahpahaman. Subjek juga merasa stres akibat
mengalami keterpencilan sosial, dimana hubungan dengan orang lain khususnya teman kelompok sebaya menjadi renggang padahal salah satu tugas
perkembangannya adalah bergabung dalam kelompok sosial. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar waktu yang dimiliki subjek dihabiskan untuk bekerja,
sehingga waktu yang tersisa hanya dapat digunakan untuk beristirahat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ADS.BS1.WwII. no.68. Seringkali masalah pribadi mempengaruhi subjek dalam bekerja, sehingga mereka sulit untuk berkonsentrasi. Kondisi ini semakin parah
jika pada saat yang sama subjek juga menghadapi masalah pekerjaan, misalnya menangani kasus berat.
“Kalau misalnya sama teman kerja sendiri ‘kan, terus agak-agak renggang, biasa namanya persahabatan ‘kan nggak mesti langgeng… Teman-teman seprofesi,
bidan gitu. Kadang ada apa ya, ada perasaan agak gimana gitu, jadi kadang membuat kita kerja ‘tu jadi nggak semangat, gitu lho. Terus kita mau ketemu
sama orangnya aja kadang malas gitu ‘kan, apalagi mau kerja bareng”. ADS.BS3.WwIII.no.74
Masalah pekerjaan maupun masalah pribadi sama-sama berpotensi untuk
menimbulkan stres. Tingkat stres berbeda-beda yang didasarkan pada latar belakang atau penyebab masalah itu sendiri. Bagi Subjek 1 dan 3 masalah
pekerjaan lebih dominan dan menekan karena tanggung jawab yang dibebakan lebih besar terutama tanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa ibu dan anak.
Berbeda dengan kedua subjek tersebut, bagi Subjek 2 meskipun masalah yang terkait dengan pekerjaan dirasa cukup menekan, tapi masalah pribadi juga sama
menekannya dan sama-sama berpotensi menimbulkan stres. Pada saat individu menghadapi stres, maka tubuh akan memberikan reaksi
baik disadari maupun tidak. Reaksi atau strain ini dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu reaksi fisiologis dan reaksi psikologis Atwater, 1994. Reaksi fisik
yang umumnya terjadi secara otomatis dapat berupa tremor, jantung berdebar- debar, berkeringat, pusing, dan mimik wajah yang berubah. Subjek 1 juga
merasakan reaksi lain, seperti lemas dan cepat lelah, sedangkan Subjek 2 hingga merasa ingin buang air dan menderita gangguan tidur.
Berbeda dengan reaksi fisiologis, reaksi psikologis merupakan hasil belajar. Respon kognitif, emosional, dan perilaku terhadap stres termasuk dalam
reaksi psikologis Atwater, 1994. Pada saat mengalami stres, fungsi kognitif terganggu sehingga subjek mudah lupa dan mengalami kesulitan untuk
mengambil keputusan selain disebabkan oleh kepanikan yang muncul sebagai respon emosional. Respon emosional yang lain ditampilkan dalam bentuk emosi
negatif, seperti merasa takut, marah, jengkel, panik, dan bingung. Pada saat individu berada dalam kondisi stres individu berusaha untuk
lepas dari keadaan yang tidak menyenangkan tersebut. Usaha tersebut selanjutnya dinamakan coping. Compas, et.al. 1999 dalam Compas, Connor-Smith
Saltzman, 2001 membuat batasan spesifik bahwa coping adalah usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku,
fisiologi, maupun lingkungan dalam merespon peristiwa atau hal- hal yang menekan. Subjek seperti individu lainnya juga melakukan strategi coping jika
berada di bawah tekanan pekerjaan dan tekanan dari masalah pribadi. Strategi- strategi yang digunakan subjek dapat dikelompokkan menjadi dua tipe utama,
yaitu problem focused coping yang mengarah pada strategi untuk memecahkan ataupun mengurangi akibat dari situasi stres dan emotional focused coping yang
menekankan pada pengendalian respon emosional Folkman, Schaefer, Lazarus, 1979; Leventhal Nerenz, 1982; Pearlin Schooler, 1978 dalam
Taylor 1999. Subjek mengambil langkah aktif untuk menghilangkan sumber stres
active coping dengan memberi tindakan medis dengan teliti, merujuk pasien ke
rumah sakit jika penanganan di klinik tidak memungkinkan, serta memberi arahan dan semangat kepada pasien saat membantu proses persalinan. Selain itu subjek
juga melakukan tindakan terencana sesuai prosedur yang berlaku planning, mengesampingkan hal-hal lain seperti masalah pribadi pada saat berkonsentrasi
menangani pasien suppression of competing, menunda memberi tindakan hingga waktu yang tepat seperti dalam kasus persalinan dengan episiotomi restraint
coping, dan mencari informasi atau nasihat dengan bertanya kepada dokter atau
senior, sharing dan berdikusi, serta membaca seeking social support for instrumental reason
. Kelima jenis strategi coping ini termasuk ke dalam ranah problem focused coping.
Di samping itu terdapat beberapa strategi yang termasuk dalam ranah emotional focused coping
yaitu, mencari dukungan moral dan pengertian dari keluarga dan orang terdekat yang bisa dipercaya sehingga merasa lebih lega
seeking social support for emotional reason , serta menerima dengan pasrah
segala risiko dan tanggung jawab yang diberikan acceptance. Terkadang subjek memandang positif segala masalah yang dihadapi sebagai suatu kesempatan
mengintrospeksi diri, mengasah mental, dan untuk bersyukur kepada Tuhan positive reinterpretation,
berdoa sebelum memberikan tindakan kepada pasien turn to religion,
melakukan aktivitas lain untuk mengalihkan perhatian dari masalah misalnya dengan bertemu dengan teman, berolahraga, atau beristirahat
mental disengagement, bahkan hingga menghentikan tindakan medis jika dirasa
sudah tidak ada lagi penyelesaian yang sesuai dengan kondisi pasien behavioral disengagement.
Bagi Subjek 2, mengomel dan mengeluh adalah salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
caranya untuk melampiaskan perasaan atau emosi negatif yang dialami focusing on and venting emotions.
“… ndak sih marahnya di rumah, kadang-kadang udah pulang capek biasanya ‘kan stres, ah pulang-pulang ah ya ngomel-ngomellah, biasa. Ngomel-ngomel
sendiri, ah adeklah kena sasaran”. ADS.BS2.WwI.no.51
Tidak jauh berbeda dengan upaya saat menghadapi masalah pekerjaan, subjek melakukan beberapa strategi coping guna mengatasi masalah pribadi, yaitu
langsung membicarakan masalah dengan orang yang bermasalah dengannya meski terkadang hanya melalui SMS atau telepon active coping walaupun
terkadang menunda upaya penyelesaian masalah sampai waktu yang tepat seperti saat menunggu hingga rasa marah mereda dan menjadi lebih tenang untuk
membicarakan masalah restraint coping. Akan tetapi upaya- upaya tersebut sering didasari oleh pengalaman sehingga subjek menggunakan solusi yang
pernah digunakan pada masalah serupa sebelumnya, misalnya jika bermasalah dengan teman planning. Agar merasa lebih lega dan beban yang dirasa
berkurang, maka subjek menceritakan masalah pada keluarga atau orang yang dipercaya sehingga rasa tertekan dapat berkurang seeking social support for
emotional reason , memandang positif dan mengambil hikmah dari masalah yang
dihadapi sebagai kesempatan untuk me ngintrospeksi diri dan kesempatan untuk berlaku lebih baik positive reinterpretation. Ketiga subjek mengeluhkan tugas
dan tanggung jawabnya focusing on and venting emotions, bahkan Subjek 1 dan 3 berusaha melupakan masalah atau tidak ingin membicarakannya sebagai usaha
mengesampingkan ingatan- ingatan yang menyakitkan.
“Kadang kalau sampai ndak mampu ‘tu larilah dari dari masalah, itu kalau masalah pribadi sih”. ADS.BS1.WwI.no.44
Usaha ini dapat berlanjut dengan subjek menyibukkan diri pada kegiatan tertentu misalnya fokus pada pekerjaan, berolahraga atau sekedar berjalan-jalan mental
disengagement. Subjek juga sampai menghentikan upaya untuk menyelesaikan
masalah karena tidak menemui penyelesaian dari masalahnya behavioral disengagement.
Hal ini terjadi saat mereka memiliki masalah dengan teman atau pacar, seperti Subjek 2 yang menon-aktifkan telepon selularnya karena usahanya
menyelesaikan masalah dengan pacarnya dirasa sia-sia. Ia bahkan sempat menangis untuk melepaskan rasa marah dan kesalnya focusing on and venting
emotions. Jenis-jenis coping di atas, dalam praktiknya dapat dilakukan secara
terpisah maupun bersama-sama. Apabila dilakukan bersamaan, maka kombinasi penggunaan jenis coping tersebut dapat berbeda-beda tergantung pada latar
belakang individu maupun situasi yang sedang dihadapinya. Sejumlah faktor mempengaruhi subjek dalam melakukan usahanya
mengatasi situasi yang menekan dan menimbulkan stres, seperti kesehatan fisik, keyakinan positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial,
dukungan sosial, dan materi Huffman, Vernoy, Vernoy, 1997. Faktor-faktor ini ada yang membantu namun ada juga yang menghambat subjek dalam
mengatasi masalah. Bagi Subjek 2 dan 3, faktor yang dapat membantunya dalam mengatasi masalah adalah keterampilan memecahkan masalah yang berasal dari
pengalaman maupun dari informasi pendapat orang lain, selain keyakinan dan pandangan positif dimana keinginan untuk mencoba hal baru termasuk di
dalamnya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“...keterampilan itu pasti. Karena kalau masalah kebidanan itu kalau ndak ada keterampilan yang itu mau nggak mau harus kita coba. Misalnya kita belum
pernah melakukan ya, mau nggak mau kita harus terampil, mau nggak mau harus dilakukan”. ADS.BS2.WwI.no.53
sedangkan untuk Subjek 3 dukungan sosial dari orang tua dan orang-orang terdekatlah yang dapat membantu. Di sisi yang lain, terdapat pula faktor-faktor
yang menghambat subjek dalam menyelesaikan masalah, yaitu keterbatasan materi yang terdiri dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, keterampilan,
alat, dan tenaga medis sehingga subjek tidak dapat segera membantu pasien yang memerlukan tindakan cepat. Bagi Subjek 1, hal lain yang dapat menghambat
adalah ketidak percayaan diri serta keraguan akan kemampuan yang dimiliki, sedangkan bagi Subjek 2, pasien dan keluarga yang tidak kooperatif adalah
penghambat pada saat menghadapi masalah. Hasil coping yang diharapkan dari penggunaan strategi coping adalah
dapat berkurangnya tekanan-tekanan emosional yang tidak menyenangkan atau berkurangnya respon fisiologis sebagai akibat dari stres Kasl Cooper, 1995.
Dengan demikian individu akan menjadi lebih sejahtera yang merupakan acuan strategi yang efektif. Pengaruh yang diberikan dari penggunaan strategi coping,
yaitu hasil psikologis termasuk di dalamnya reaksi emosional, hasil sosial dan hasil fisiologis.
Pada saat masalah dan rasa tertekan dapat diatasi secara psikologis subjek merasa lega, lebih tenang, dan beban yang terasa sangat berat pada awalnya
menjadi lebih ringan. Di samping itu, ada rasa bangga yang menyertai Subjek 2 terutama jika ia berhasil keluar dari kondisi tertekan dalam menghadapi masalah
pekerjaan ADS.BS2.WwI.no.55. Secara sosial hubungan ketiga subjek dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang lain akan kembali membaik setelah masalah dapat diselesaikan, meskipun sebelumnya dalam keadaan tertekan terkadang subjek juga merasa emosi dengan
orang lain. Bagi ketiga subjek, reaksi-reaksi fisik seperti tremor, berkeringat, atau berdebar-debar yang dialami pada saat berada dalam kondisi tertekan akan
berkurang perlahan-lahan setelah masalah yang dihadapi teratasi dan tidak membawa dampak jangka panjang seperti munculnya penyakit kronis.
Berdasarkan hasil psikologis, sosial, dan fisiologis yang telah dirasakan, ketiga subjek memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap strategi coping
yang telah digunakan dalam menghadapi kondisi stres. Subjek 1 menganggap bahwa strategi yang digunakan dalam menangani pasien sudah cukup sesuai
karena dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ada. Akan tetapi untuk masalah pribadi, strategi yang digunakan terkadang masih belum memuaskan karena masih
ada permasalahan yang tidak selesai, misalnya karena subjek menghentikan tindakan yang dilakukan meskipun saat itu merasa lega namun terkadang masih
ada perasaan mengganjal. Sama halnya dengan subjek 2, ia merasa bahwa strategi yang digunakan sudah cukup sesuai walaupun mungkin bagi orang lain strategi
yang digunakan tidak sesuai. Sedangkan Subjek 3 masih belum merasa puas dengan strategi yang digunakannya karena ia merasa masih harus banyak belajar
terutama dalam hal menangani pasien dan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan maka prosedur penanganan dan tindakan juga akan berubah.
”...kadang-kadang juga belum. Perlu belajar lebih banyak lagi sih. Terus, terus meningkatlah. Nggak mungkin ‘kan strategi kita cuma mentok di situ aja. Pasti
setiap saat kita berubah gitu”. ADS.BS2.WwI.no.51
Kepuasan itulah yang dapat menjadi motivasi bagi subjek untuk mengembangkan
strategi ke arah yang lebih baik lagi, baik dalam masalah pekerjaan maupun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam masalah pribadi yang ditemui sehari- hari. Rasa optimis ditambah dengan aset pribadi, seperti keterampilan dan kemauan untuk mencoba hal baru hingga
dukungan sosial, dapat mengarahkan ketiga subjek mencapai efektivitas coping dengan catatan mereka mampu menangani masalah pekerjaannya sesuai prosedur
yang berlaku. Efektivitas ini akan semakin tercapai apabila ketiga subjek tidak mengabaikan masalah pribadi, sehingga baik masalah pribadi maupun pekerjaan
tidak saling mengganggu. Dengan demikian mereka akan mencapai kesejahteraan dan mampu bertahan menghadapi situasi-situasi yang menekan bahkan lebih, di
samping dapat memelihara keseimbangan emosi, serta meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain. Dinamika coping stres pada bidan dapat dilihat pada
Gambar 2. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Strain Strain
Strategi Coping
Ê É
9 8
Sumber Stres
Gambar 2. Dinamika Coping Stres pada Bidan Fresh Graduate
Pekerjaan
§ Pada awal bekerja merasa ilmu yang dimiliki terbatas sehingga merasa ragu dan bingung dalam bertindak.
§ Melakukan kesalahan saat pemeriksaan dan bertanggung jawab kepada pasien.
§ Merasa rendah diri sebagai yunior karena sering melakukan kesalahan.
§ Menghadapi berbagai kasus yang sulit dan jarang ditemui.
§ Dituntut untuk siap bekerja 24 jam. § Mengalami kegagalan saat menolong persalinan.
§ Menghadapi dilema yang terkait dengan isu etik. § Dituntut untuk memberikan pertolongan dan
pelayanan yang baik kepada pasien meskipun pasien tidak bersikap baik.
§ Pasien maupun keluarga tidak bersikap kooperatif. § Menemui keterbatasan alat, tenaga medis, bahkan
obat-obatan.
Pribadi
§ Memiliki keterbatasan waktu untuk diri sendiri, untuk bertemu dengan keluarga, pacar, dan teman-teman.
§ Bermasalah dengan keluarga, pacar, dan teman karena kesalah pahaman.
§ Rasa lelah setelah hampir seharian bekerja mempengaruhi kondisi emosi sehingga lebih mudah
tersinggung. § Memiliki masalah dengan rekan sejawat terkait
dengan lawan jenis. § Konsentrasi dalam bekerja terganggu oleh adanya
masalah pribadi.
Problem Focused Coping
Memberi tindakan medis dengan teliti; merujuk pasien ke RS; meminta maaf kepada pasien jika melakukan
kesalahan; meminta pasien keluarga untuk menandatangani inform consent; memberi arahan dan
semangat kepada pasien saat proses persalinan; membagi tugas dengan rekan sejawat saat menangani
banyak pasien; memberi penjelasan kepada orang ybs; bertindak sesuai prosedur; menggunakan solusi yang
pernah dipakai pada masalah serupa; mengsampingkan usaha merujuk namun memberi pertolongan pertama
terlebih dahulu spt. memasang infus; menunda memberi tindakan hingga kondisi pasien lebih baik;
konsultasi dengan dokter senior; menceritakan hambatan yang ditemui kepada dokter atau atasan;
memperhatikan dokter senior saat memberi tindakan; berdiskusi; membaca.
Emotional Focused Coping
Menceritakan masalah pada orang terdekat seperti orang tua, pacar dan teman; mengambil hikmah dari
peristiwa yang dihadapi sebagai kesempatan untuk introspeksi diri dan mengasah mental; menerima
dengan pasrah tuntutan dan tanggung jawab yang diberikan; berdoa agar pasien dapat selamat;
mengomel, menangis, dan mengeluh untuk melepaskan perasaan menekan sehingga menjadi lebih lega;
menghentikan usaha penyelesaian masalah dengan menon-aktifkan telepon selularnya saat pacar sudah
tidak mau mendengar penjelasan; mengatur nafas dan minum segelas air untuk menenangkan diri; diam untuk
meredakan emosi; bekerja dan menyibukkan diri agar sejenak perhatian teralih dari masalah pribadi;
melakukan aktivitas lain seperti tidur, senam, renang, jalan-jalan dan berbelanja; menggelengkan kepala dan
tidak ingin membicarakan kasus terkait kegagalan.
Faktor Pendukung
Dukungan sosial dari orang terdekat, keterampilan dan keinginan mencoba hal
baru, masukan dari orang lain.
Faktor Penghambat
Keterbatasan ilmu, kurang percaya diri pada kemampuan, pasien dan keluarga
tidak kooperatif, keterbatasan peralatan.
Hasil Coping § Psikologis : Merasa lebih lega, tenang, tidak terbebani sehingga bekerja menjadi lebih terarah dan sistematis.
Merasa banga karena berhasil menangani kasus yang mungkin belum pernah dihadapi rekan sejawat.
§ Sosial : Hubungan interpersonal dengan orang yang bermasalah menjadi baik kembali terlebih jika didasari pada
hubungan profesionalisme kerja.
§ Fisiologis : Keluhan fisik seperti tremor, jantung berdebar-debar, berkeringat atau pusing perlahan-lahan
menghilangdan tidak berkembang menjadi penyakit kronis.
D. KETERBATASAN PENELITIAN