1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu sarana terpenting dalam kehidupan suatu negara, terutama untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Tolak
ukur yang digunakan untuk melihat kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa adalah tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi
dalam 100.000 jumlah persalinan Manuaba, 1998. Indonesia saat ini memiliki angka kematian tertinggi ibu dan bayi, yaitu mencapai angka 390 dari 100.000
persalinan hidup RIS, 2005 dalam www.gemari.com
. Angka yang tinggi ini menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga di Indonesia belum terwujud dengan
baik. Hal ini dipicu pula dengan persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga ahli melainkan masih mengandalkan bantuan dukun beranak yang belum tentu
memiliki keterampilan dalam ilmu kebidanan dan tidak mengutamakan standar kesehatan yang berlaku, misalnya teknik yang digunakan dalam persalinan dan
penggunaan peralatan steril. Kecenderungan masyarakat memilih dukun beranak daripada tenaga
kesehatan yang kompeten, seperti dokter atau bidan disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang masih rendah dan faktor ekonomi lemah
RIS, 2005 dalam www.gemari.com
. Akan tetapi, saat ini sebagian dari masyarakat Indonesia, khususnya yang memiliki status ekonomi menengah ke
bawah sudah mulai menyadari dan beralih untuk menggunakan tenaga bidan guna mendapatkan pelayanan kesehatan.
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan kebidanan, lulus dalam ujian sesuai persyaratan yang ditentukan dan
memiliki Surat Izin Bidan SIB sebagai bukti kewenangan untuk menjalankan pelayanan kebidanan Kepmenkes No.900MENKESSKVII2002, dalam Hartini
dan Sulasmono, 2006. Sesuai dengan sumpahnya, bidan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat khususnya dalam memberikan pertolongan
kepada siapapun yang membutuhkannya, kapan dan di manapun Goelam, 1964. Tanggung jawab tersebut diwujudkan dengan memberikan pertolongan
pertama pada orang sakit terlebih jika sukar mendapatkan akses dokter, misalnya karena jarak rumah sakit yang jauh. Meskipun demikian, bidan memiliki tugas
pokok, yaitu mengawasi perempuan hamil, membantu persalinan, dan mengawasi perempuan pasca persalinan beserta bayinya Goelam, 1964. Bidan dituntut dapat
bekerja secara mandiri, baik pada saat membuat keputusan maupun dalam menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa bantuan dokter walaupun keadaan sangat
mendesak. Tuntutan untuk mandiri inilah yang terkadang menjadi tekanan bagi
mereka. Bidan harus selalu bekerja secara profesional. Mereka dituntut untuk dapat bekerja dan membuat keputusan sendiri dalam keadaan mendesak, berani
menghadapi risiko serta menge sampingkan masalah pribadi dalam melaksanakan tugas-tugasnya Goelam, 1964. Tekanan-tekanan seperti ini akan terasa sangat
berat apalagi bagi bidan pemula yang belum banyak memiliki pengalaman. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bidan fresh graduate atau bidan yang baru menamatkan pendidikannya dari Akademi Kebidanan Akbid harus siap menghadapi kondisi darurat. Mereka
tidak dapat lagi mengharapkan bantuan dari senior dan harus siap menghadapi kondisi terburuk ibu dan bayi pada saat persalinan. Melihat situasi tersebut,
seorang bidan harus tanggap untuk menyelamatkan klien dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki meskipun ia sendiri berada dalam keadaan bingung,
cemas, dan takut, apalagi jika harus membuat keputusan yang terkait dengan isu etik. Lulusan Akbid yang umumnya berada pada masa dewasa dini juga harus
dapat menyesuaikan diri dalam berbagai aspek kehidupan sesuai dengan tugas- tugas perkembangannya, terkait dengan pekerjaan, keintiman, bertanggung jawab
sebagai warga negara, dan bergabung dengan kelompok sosial Hurlock, 1990. Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi sumber stres bagi bidan,
khususnya mereka yang masih minim pengalaman dengan jam terbang praktik yang rendah. Situasi kritis di lapangan, tekanan profesionalisme, beban kerja
mandiri, tanggung jawab, dan masalah tugas perkembangan dapat menyerang setiap saat. Hal ini kemudian memicu munculnya stres, yaitu reaksi psikologis
maupun fisiologis yang muncul jika seseorang merasakan adanya ketidak- seimbangan antara tuntutan yang diberikan dengan kemampuan yang dimiliki
Davies, 2004. Oleh karena itu mereka harus mampu melepaskan diri dari tekanan supaya dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Setiap individu menggunakan usaha yang berbeda-beda untuk mengatasi tekanan. Hal inilah yang kemudian disebut dengan coping, yaitu cara individu
menyesuaikan pikiran dan perilakunya untuk memecahkan sumber stres dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengelola reaksi emosinya Lazarus 1993, dalam Compas, Connor-Smith Saltzman, 2001.
Upaya-upaya individu ini secara garis besar dimanifestasikan dalam dua kelompok coping, yaitu sebagai pemecah masalah problem focused coping dan
sebagai pengatur emosi emotional focused coping Hamburg, Coelho, Adams, 1974; Lazarus, 1975 dalam Kasl Cooper, 1995. Problem focused coping
merupakan coping yang mengarah pada penyelesaian masalah dengan mengatasi dan mengubah situasi yang menekan. Hal ini berbeda dengan sudut pandang
emotional focused coping yang menekankan pada pengendalian respon emosional
dalam situasi tertekan dengan mengatur reaksi-reaksi emosional yang muncul Lazarus Folkman, 1984 dalam Sarafino, 1998.
Berdasarkan sumber stres yang telah dikemukakan sebelumnya, yaitu tuntutan profesionalisme kerja maupun tuntutan-tuntutan dalam kehidupan pribadi
dan sosial, maka baik disadari maupun tidak, bidan melakukan usaha untuk melepaskan diri dari situasi-situasi bermasalah dan penuh tekanan. Dengan
demikian tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk melakukan salah satu atau bahkan beberapa jenis coping sekaligus dalam menghadapi permasalahannya.
Uraian di atas mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian pada bidan yang bertugas di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa kualitas dan prasarana pelayanan kesehatan di luar pulau Jawa terbatas. Rumah sakit yang jumlahnya minim mengakibatkan bidan tidak dapat
dengan mudah membawa pasien yang berada dalam kondisi kritis untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih memadai, terlebih jika jaraknya
cukup jauh dari rumah sakit. Di samping itu, bidan dihadapkan pada kondisi terbatasnya peralatan yang memadai dan canggih untuk membantu tindak
kebidanan yang hanya terdapat pada rumah sakit tertentu saja. Kondisi seperti ini yang membuat bidan sebagai professional helper dalam bidang kesehatan berada
dalam kondisi rentan terhadap stres. Mereka dituntut untuk menyelamatkan nya wa seseorang namun di sisi lain sarana yang dimiliki kurang menunjang.
Dalam penelitian ini, peneliti terdorong untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana seorang bidan yang baru menamatkan pendidikannya
dan bertugas di Pontianak menghadapi berbagai macam sumber stres dengan menggunakan strategi coping yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Data-
data yang diperoleh sangat penting untuk dijadikan acuan identifikasi efektif atau tidaknya coping yang telah dilakukan. Secara praktis, apabila coping dinilai
efektif, maka strategi yang sesuai dalam menghadapi stres dapat menjadi masukan bagi calon bidan agar siap menghadapi tuntutan profesionalisme. Apabila coping
dinilai tidak efektif, maka hal ini menjadi PR bagi lembaga kesehatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, dalam hal ini Akademi Kebidanan Akbid
agar dapat lebih memahami dan memperhatikan kondisi calon bidan khususnya yang akan menamatkan pendidikannya terkait dengan strategi coping. Akbid
dapat menindak lanjuti hal tersebut dengan memberikan pelatihan keterampilan coping
bagi calon bidan. Dengan demikian bidan muda ini dapat secara optimal mengabdikan diri kepada masyarakat seperti yang telah diucapkan dalam
sumpahnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Rumusan Permasalahan