b. Sumber stres dan strategi coping yang digunakan saat menghadapi
masalah pekerjaan
Setelah melalui masa penyesuaian diri dengan lingkungan kerja, subjek juga harus siap apabila menghadapi masalah- masalah yang lebih
berat di kemudian hari bahkan tidak sedikit yang berpotensi menimbulkan stres. Mereka harus siap dengan berbagai kondisi hingga yang terburuk
sekalipun. Tuntutan dan tekanan yang dialami oleh ketiga subjek, yaitu:
1 Tekanan akibat menghadapi berbagai kasus
Pada saat menghadapi berbagai kasus, ketiga subjek terkadang tidak bisa menghindar dari rasa tertekan. Kondisi tersebut sering
terjadi ketika mereka menghadapi kasus-kasus sulit atau kasus yang jarang ditemui, yang semakin didukung dengan situasi-situasi yang
kurang menyenangkan. Kasus pendarahan akibat persalinan ADS.BS1.WwIIObs.
no.64; ADS.BS2.WwI.no.16; ADS.BS3.WwI.no.12, partus letak sunsang ADS.BS1.WwI.no.14, persalinan dengan ibu pre-eklamsi
ADS.BS1.WwIII.no.91, kasus distosia bahu ADS.BS3.WwI.no.15 dan afeksia ADS.BS2.WwI.no.19, atau menangani pasien percobaan
bunuh diri ADS.BS3.WwIII.no.71 cukup membuat ketiga subjek selain mengalami gejala-gejala fisik seperti tremor, bedebar-debar,
lemas dan berkeringat ADS.BS1.WwI.no.28; ADS.BS2.WwI.no.34; ADS.BS3.WwI.no.27, juga merasa panik dan bingung dalam
bertindak mengingat mereka masih kurang memiliki pengalaman. Menghadapi kasus-kasus tersebut terlebih jika harus bertugas sendiri,
maka mereka cenderung untuk berkonsultasi dengan dokter atau senior ADS.BS3.WwIII.no.71, memberikan tindakan medis ADS.BS1.
WwIIObs.no.64, dan merujuk pasien ke rumah sakit bila tidak memungkinkan mendapat pertolongan di klinik ADS.BS2.
WwI.no.19. Pada saat Subjek 2 menangani kasus bayi biru kulit bayi yang
baru dilahirkan berubah kebiru-biruan, meskipun merasa panik ia dan tenaga medis lain menunda membawa pasien ke rumah sakit agar
kondisi pasien lebih baik sebelum dirujuk dengan memberikan suplai oksigen terlebih dahulu ADS.BS2.WwI.no.45. Di kesempatan yang
berbeda, Subjek 3 juga harus menghadapi kasus persalinan kehamilan pertama yang menunda dilakukannya tindakan episiotomi untuk
melihat keelastisan kulit perineum, sehingga jika elastis tindakan episiotomi
tidak perlu dilakukan ADS.BS3.WwIII.no.80. Dalam menangani kasus kecelakaan, Subjek 2 mengesampingkan sesaat usaha
untuk merujuk pasien, namun ia dengan segera membersihkan dan menjahit luka agar tidak terjadi infeksi dan pendarahan. Setelah
kondisi lebih baik, pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ADS.BS2.WwIIObs.no.68.
Ketika Subjek 2 merasa sangat lelah, ia menangani persalinan dengan pendarahan dan bayi yang sulit keluar. Setelah melakukan
berbagai tindakan, pasien dapat selamat. Rasa takut dan lelah tidak dirasakan lagi namun mengambil hikmah bahwa situasi ini merupakan
pengalaman berharga karena selain merupakan pengalaman pertama dan berhasil, pengalaman ini juga dapat dibagi dengan rekan lainnya.
“...capek, benar-benar ndak tidur dari kemarin, pasien melahirkan banyak, eh pasien ini tiba-tiba melahirkan pendarahan. Tapi setelah
itu diambil pelajaran, eh itu pengalaman mana ada pasien kayak gitu. Jadi positifnya, kita pas ngadapin itu, pas tertangani lagi ‘kan.
Ya Allah itu pengalaman berharga belum tentu orang lain bisa. Kebanggan, itu syukur”. ADS.BS2.WwI.no.47
Subjek 1 juga mengambil hikmah dari setiap kasus yang dihadapi, yaitu sebagai kesempatan mengintrospeksi kekurangannya ADS.BS1.
WwI.no.50, sedangkan bagi Subjek 3 menyelesaikan masalahkasus merupakan kesempatan mengasah mental dan pengalamannya ADS.
BS3.WwI.no.2140. Penyerahan kepada Tuhan dengan berdoa dilakukan ketiga
subjek saat berada dalam masa sulit, terutama saat menangani pasien kritis ADS.BS1.WwIIObs.no.76. Subjek 2 berusaha menenangkan
diri menarik nafas ADS.BS2.WwIIObs.no.66 sambil tidak henti- hentinya berdoa agar pasien selamat ketika ia merujuk bayi ke rumah
sakit dengan kondisi kurang oksigen dan detak jantung yang lambat ADS.BS2.WwI.no.50. Subjek 3 juga melakukan hal yang sama,
selain selalu berdoa sebelum bekerja agar dibimbing dan dilindungi Tuhan, ia juga berdoa pada saat menangani pasien gawat bahkan
mengajak pasien untuk berdoa juga ADS.BS3.WwI.no.43. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 16. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Tekanan Akibat Menghadapi Berbagai Kasus
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Menghadapi kasus pendarahan, partus letak sunsang, ibu pre-
eklamsi, kasus distosia bahu,
afeksia, kasus percobaan bunuh diri.
Tremor, berdebar- debar, lemas, dan
berkeringat. Merasa panik dan
bingung. § Berkonsultasi dengan dokter
atau bidan senior. § Memberikan tindakan medis.
§ Merujuk pasien ke RS. § Intropseksi diri dan mengasah
mental serta pengalaman. Menghadapi kasus bayi biru.
Merasa panik. § Memberi suplai oksigen
sebelum merujuk ke RS. Menangani kasus kecelakaan.
§ Mengesampingkan merujuk untuk membersihkan luka.
Dalam kondisi capek, harus menangani persalinan dengan
pendarahan. Merasa takut dan
lelah. § Mengambil hikmah dari setiap
situasi menekan sebagai pengalaman berharga.
Menangani pasien bayi yang kekurangan oksigen dan detak
jantung yang lambat. § Merujuk pasien ke RS.
§ Menenangkan diri dengan mengatur nafas.
§ Terus berdoa agar pasien dapat selamat.
2 Dituntut untuk siap bekerja 24 jam
Ketiga subjek memiliki jadwal kerja yang sudah diatur oleh atasan termasuk hari liburnya. Akan tetapi mereka juga harus siap jika
dibutuhkan hingga 24 jam, misalnya untuk membantu persalinan atau menangani pasien gawat dan menggantikan tugas rekan yang tidak
dapat bekerja pada hari itu. Subjek 1 dituntut harus siap untuk stand by walaupun dalam
kondisi kurang istirahat karena sudah bekerja di shift sebelumnya atau sedang menghadapi masalah pribadi ADS.BS1.WwIIObs.no.72.
Seringkali ia merasa kesal dan keberatan terlebih jika rekan-rekannya menjadi terbiasa mengandalkan dirinya karena statusnya sebagai
yunior ADS.BS1.WwI.no.2627. Subjek 2 juga mengalami hal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serupa, ia harus siap bertugas karena bidan senior atasannya harus kuliah sehingga terkadang ia harus bekerja selama hampir 24 jam
bahkan sendirian menghadapi kasus-kasus sulit ADS.BS2.WwI. no.24 atau ia tidak dapat langsung pulang setelah shift selesai karena
harus membantu bidan jaga ADS.BS2.Obs.no.76. Berbeda halnya dengan keadaan Subjek 3, ia harus selalu siap
karena ia bertempat tinggal di klinik sehingga tanggung jawab pada shift
malam dilimpahkan kepadanya. Ia juga selalu dipanggil jika bidan jaga memerlukan bantuan padahal ia baru saja turun jaga
. “Saya tinggal di klinik itu sendiri. Jadi kadang kita waktunya
istirahat kita tiba-tiba dipanggil untuk bantu pasti ada”. ADS.BS3. WwI.no.20
“...subjek sempat diminta menangani pasien untuk membantu bidan di luar jam jaga. Meskipun akhirnya ia membantu, tapi ia
tampak sedikit malas karena ia baru selesai mandi setelah jam jaganya usai”. ADS.BS3.Obs.no.65
Meskipun dengan alasan yang berbeda-beda, ketiga subjek menerima dengan pasrah tuntutan tersebut mengingat tanggung jawab akan
tugasnya dan status sebagai yunior ADS.BS1.WwIIObs.no72; ADS. BS2.WwI.no.25; ADS.BS3.WwI.no.20. Mereka tetap harus bekerja
secara profesional walaupun tidak jarang mereka mengeluh akan tugas dan tanggung jawab berat yang dibebankan kepadanya ADS.BS2.
WwI.no.48; ADS.BS3.WwI.no.42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 17. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Dituntut untuk Siap Bekerja 24 Jam
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Dituntut untuk siap bekerja 24 jam meskipun dalam kondisi
kurang istirahat atau sedang menghadapi masalah pribadi.
Siap bertugas sendirian dan 24 jam saat atasan harus kuliah
atau membantu bidan jaga. Siap bekerja 24 jam karena
bertempat tinggal di klinik.
Merasa kesal dan keberatan.
§ Menerima dengan pasrah tuntutan tersebut sebagai
tanggung jawab akan tugasnya dan mengingat
statusnya sebagai yunior.
§ Mengeluhkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
bidan.
3 Tekanan akibat gagal dalam menangani proses persalinan
Dalam melaksanakan tugasnya, subjek bertanggung jawab untuk menolong pasien semaksimal mungkin, sehingga pasien dapat
terhindar dari kemungkinan terburuk. Meskipun demikian terkadang bidan tidak dapat mengelak dari kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Hal ini terjadi pada Subjek 3 ketika ia menolong kasus persalinan. Ia bersama tenaga medis lainnya sudah berusaha memberi tindakan medis
hingga merujuk pasien ke rumah sakit ADS.BS3.WwI.no.17, namun bayi yang baru saja lahir tidak dapat diselamatkan karena kondisinya
buruk sejak dalam kandungan dan paru-parunya tidak dapat berfungsi ADS.BS3.WwI.no.16. Subjek yang baru pertama kali menghadapi
kegagalan seperti ini merasa bersalah dan sedih setiap kali mengingat hal ini. Pada akhirnya ia menghindar dari pembicaraan mengenai kasus
ini sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ADS.BS3.Obs.no.66. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 18. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Gagal Dalam Menangani Proses Persalinan
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Gagal menolong bayi saat persalinan karena kondisi bayi
sudah tidak baik sejak dalam kandungan.
Merasa sedih dan bersalah.
§ Memberi tindakan medis. § Merujuk pasien ke RS.
§ Menghindari pembicaraan
mengenai kasus ini.
4 Tekanan akibat dilema yang terkait dengan isu etik
Sebagai bidan, ketiga subjek sering menghadapi dilema yang terkait dengan isu etik. Di satu sisi mereka memiliki kewajiban untuk
membantu pasien, namun di sisi lain harus berhadapan dengan norma- norma yang ada dalam masyarakat.
Dilema ini sering membuat subjek merasa tertekan, seperti yang dialami oleh Subjek 2, yang menangani kasus seorang ibu dengan
gangguan rahim. Oleh karena harus dilakukan pemeriksaan yang intensif, maka subjek menyarankan ibu untuk dirujuk ke rumah sakit,
namun pasien menolak dengan alasan keterbatasan ekonomi dan memohon untuk ditangani oleh subjek. Ia merasa bingung karena tidak
bisa memaksakan hak pasien untuk tidak dirawat di rumah sakit tetapi ia juga tidak dapat berbuat banyak untuk kesembuhan pasien. Pada
akhirnya subjek memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter dan memberikan tindakan medis agar kondisi pasien dapat menjadi lebih
baik walaupun hanya bersifat sementara ADS.BS2.Obs.no.73. Pasien atau keluarga yang tidak memberi izin kepada subjek untuk melakukan
tindakan juga menimbulkan rasa tertekan dan kesal karena tugasnya adalah menyelamatkan nyawa pasien namun ia sendiri tidak dapat
bertindak tanpa sepengetahuan pasien karena risiko hukum yang harus ditanggung. Oleh karena it u, ia meminta pasien keluarga untuk
menanda tangani surat inform consent sehingga tanggung jawab beralih dari subjek kepada pasien keluarga setelah sebelumnya
memberikan informasi mengenai kondisi pasien.
“Setiap tindakan ‘kan memang harus dapat persetujuan pasien atau keluarga. Tapi kita kasih tahu dulu gimana-gimananya... Kalau
tetap nggak mau ya kita kasih surat inform consent itu, biar segala sesuatu udah jadi tanggung jawab pasien ama keluarganya”.
ADS.BS2.WwIII.no.82
Perasaan tertekan ini juga dialami oleh Subjek 3, dimana ia harus menghadapi pasien aborsi. Pada dasarnya ia tidak tega melihat
kondisi pasien yang datang sambil menangis dengan berbagai alasan dan mendesak dirinya untuk membantu menggugurkan kandungan,
akan tetapi ia juga terikat sumpah jabatan dan dapat dihadapkan pada hukum dan norma agama ADS.BS3.WwI.no.18. Dengan demikian
subjek menolak memberi bantuan sembari memberikan nasihat kepada pasien ADS.BS3.WwI.no.19. Berbeda dengan aborsi dengan alasan
kriminalis, terkadang subjek harus menyarankan pengguguran kandungan kepada pasien karena kondisi pasien yang tidak baik,
seperti ibu yang menderita penyakit jantung sangat beresiko karena dapat membahayakan nyawa ibu dan bayi. Akan tetapi jika pasien dan
keluarga tidak memberikan izin, maka subjek mengikuti kemauan pasien dan tidak melakukan tindakan, selain meminta pasien keluarga
menanda tangani surat inform consent. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“...setiap tindakan ya perlu persetujuan dari keluarga ataupun pasien, ya walaupun itu demi kebaikan pasien sendiri, kadang
pasien ada yang menolak sih ya. Misalnya, bayinya digugurkan masalahnya karena ibu ada penyakit jantung. Itu nanti ketimbang
ibunya berbahaya, bayinya juga berbahaya, mending digugurkan salah satu. Ibunya nggak mungkin ‘kan, kemungkinan bayi. Itu
harus ada surat izin tindakan. Tapi kalau keluarganya nggak setuju ya udah, kita nggak perlu ngelakuin, tetap kita nggak boleh”.
ADS.BS3.WwIII.no.73
Tabel 19. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Dilema Terkait Isu Etik
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Tidak bisa memaksakan pasien gangguan rahim untuk dirujuk
namun tidak dapat berbuat banyak jika ditangani di klinik.
Merasa bingung. § Berkonsultasi dengan dokter
dan memberikan tindakan medis meskipun bersifat
sementara.
Keluarga pasien tidak memberi izin untuk melakukan tindakan
penggguran meskipun dapat membahayakan ibu dan bayi.
Merasa kesal dan tertekan.
§ Tidak melakukan tindakan tanpa izin pasien keluarga.
§ Meminta keluarga menanda tangani surat inform consent.
Tidak tega melihat kondisi pasien yang menangis mohon
untuk diaborsi namun tidak dapat melanggar hukum dan
kode etik. Merasa tidak
tega. § Menolak untuk melakukan
aborsi. § Memberi nasihat kepada
pasien agar mengurungkan niatnya.
5 Dituntut untuk memberi pertolongan dan pelayanan yang baik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagai bidan, ketiga subjek bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan pasien
yang ditolongnya. Pada saat merasa panik ketika menangani suatu kasus, muncul kekhawatiran pada diri ketiga subjek jika mereka tidak
dapat menolong pasien dengan selamat ADS.BS1.WwIIObs.no65; ADS.BS3.WwI.no26. Selain merasa terbebani dengan tuntutan dari
pasien dan keluarga, ia juga dapat berhadapan dengan hukum apabila dituntut oleh pasien yang menganggap tindakan yang dilakukan
merupakan malpraktik ADS.BS2.WwI.no.20. Atasan maupun dokter PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga menuntut subjek agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan mengusahakan keselamatan nyawa pasien ADS.BS1.WwII
Obs.no.66; ADS.BS2.WwI.no.13. Menghadapi situasi tersebut, ketiga subjek menerima dengan pasrah tekanan-tekanan yang berasal dari luar
dan semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa pasien ADS.BS2. WwI.no.20 dengan melakukan tindakan sesuai prosedur ADS.BS1.
WwI.no.46; ADS.BS2.WwIIObs.no67; ADS.BS3. WwI.no15 Di samping tuntutan di atas, ketiga subjek juga dituntut untuk
memberikan pelayanan yang baik meskipun mendapat perlakuan buruk dari pasien dan keluarga. Seperti yang dialami oleh Subjek 2, dimana
ia dituntut untuk tidak menyinggung perasaan pasien meskipun pasien bersikap tidak menyenangkan. Tuntutan ini terkait dengan reputasi
klinik tempat ia bekerja. Meskipun terkadang merasa lelah dan kesal dengan sikap pasien, ia tetap harus menjaga suasana hati, mampu
menenangkan diri, dan memberikan tindakan dengan cepat dan benar dalam menangani pasien ADS.BS2.WwI.no.2829.
Tabel 20. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Mas alah Pekerjaan – Memberi Pertolongan dan Pelayanan yang Baik
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Dituntut untuk melakukan tugas dengan baik dan
menyelamatkan pasien. Keluarga pasien dapat
menuntut secara hukum bila tindakan dianggap malpraktik.
Merasa panik dan khawatir.
§ Melakukan tindakan terencana sesuai prosedur.
§ Menerima dengan pasrah segala tekanan-tekanan dari
luar dan semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa pasien.
Dituntut tidak menyinggung perasaan pasien walaupun
mendapat perlakuan buruk dari pasien.
Merasa kesal dan lelah.
§ Menjaga suasana hati. § Menenangkan diri.
§ Memberikan tindakan yang
cepat dan benar kepada pasien PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6 Tekanan dari sikap pasien atau keluarga yang tidak kooperatif
Sebagai seorang bidan, subjek sering berinteraksi dengan pasien. Menghadapi karakter pasien yang berbeda-beda merupakan
tantangan bagi ketiga subjek namun sekaligus tekanan terlebih jika menemui pasien yang tidak kooperatif. Hal ini terjadi ketika Subjek 2
menangani pasien bersalin yang kurang mengerti dengan arahan yang diberikan oleh subjek ADS.BS2.WwI. no.54. Menghadapi situasi
tersebut, subjek hanya dapat terus memberikan arahan dan semangat kepada ibu supaya mengerti apa yang harus dilakukannya
ADS.BS2.WwI.no.54. Situasi lain yang dihadapi Subjek 2 adalah menangani pasien gangguan rahim. Ketika subjek menganjurkan agar
dirujuk ke rumah sakit dan melakukan pemeriksaan intensif, pasien meno lak meskipun anjuran subjek demi kebaikan pasien juga. Melihat
hal itu subjek hanya bisa memberikan tindakan sementara setelah sebelumnya berkonsultasi dengan dokter ADS.BS2.Obs.no.73.
Keluarga dari pasien terkadang juga menghambat subjek untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Seperti yang terjadi pada Subjek 3,
dimana keluarga pasien menolak memberi izin kepada subjek dan tim medis untuk menggugurkan bayi karena dapat membahayakan nyawa
ibu dan bayi dimana ibu menderita penyakit jantung. Menerima penolakan itu, maka subjek mengikuti kemauan keluarga pasien dan
dengan demikian subjek tidak bertanggung jawab lagi jika terjadi hal- hal yang tidak diinginkan pada pasien ADS.BS3.WwIII.no.73.
Di samping pasien dan keluarga yang tidak dapat bekerja sama dengan subjek sebagai bidan, ia juga tidak jarang harus menghadapi
sikap pasien atau keluarga yang tidak menyenangkan bahkan terkesan tidak menghargai subjek. Keluarga pasien secara terang-terangan
menolak Subjek 1 yang notabene seorang bidan yunior, melakukan tindakan kuretase pada pasien dan segera menyetujui setelah dokter
yang menyarankan kepada mereka. Ketidak percayaan yang ditunjukkan oleh keluarga pasien semakin menekan yang hanya dapat
diterima dengan pasrah oleh subjek dan menceritakan hambatan tersebut kepada dokter, atasannya,
“ …waktu pasien harus dikuret gitu habis keguguran, tapi pernah ‘tu keluarganya ndak bolehkan. Padahal kondisi rahim masih
nggak baik, harus dibersihkan ‘kan darah-darah yang tertinggal. Tapi keluarganya takut malah terjadi apa-apa pas dikuret. Saya
langsung ngomong sama dokter, akhirnya dokter yang kasih tahu keluarganya itu. Boleh akhirnya, mungkin karena lebih percaya
dokter ya. Ya udah langsung kita kuret”. ADS.BS1.WwIII.no.94
dan bercerita pula kepada orang terdekat agar menjadi lebih lega ADS.BS2.WwI.no.36; ADS.BS3.WwI.no.37.
Tabel 21. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Pasien dan Keluarga Tidak Kooperatif
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Menangani pasien bersalin yang kurang mengerti dengan
arahan yang diberikan. § Terus memberi arahan dan
semangat agar pasien mengerti apa yang dimaksud.
Pasien menolak untuk dirujuk meskipun demi kebaikannya.
§ Berkonsultasi dengan dokter. § Memberi tindakan sementara.
Keluarga pasien menolak memberi izin menggugurkan
bayi demi keselamatan pasien yang berpenyakit jantung.
§ Tidak melakukan tindakan tanpa izin dari keluarga pasien
§ Meminta keluarga menanda tangani surat inform consent.
Keluarga pasien menolak bidan yunior melakukan
kuretase pada pasien. Merasa tertekan.
§ Menerima dengan pasrah. § Menceritakan hambatan pada
dokter, atasan, orang terdekat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7 Tekanan akibat menghadapi berbagai keterbatasan
Selama subjek bekerja sebagai bidan, mereka menyadari bahwa terdapat banyak keterbatasan yang dapat menghambat pada saat
menangani pasien. Keterbatasan itu tidak hanya dari diri sendiri namun juga berasal dari luar diri subjek.
Bagi ketiga subjek keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki sangat menghambat dalam penanganan pasien. Keterbatasan
ini tidak hanya di wilayah ilmu kebidanan saja namun juga pada ilmu pengobatan umum. Subjek 1 terhambat saat ia harus melakukan
pemeriksaan dan memberi pertolongan kepada ibu atau kepada bayi yang sedang sakit. Keterbatasan ilmu dan pengalaman juga
dirasakannya saat menghadapi kasus-kasus yang belum pernah ditemui sebelumnya ADS.BS1.WwIII.no.101 atau saat menghadapi
kehamilan yang tidak normal bagi Subjek 2 ADS.BS2.WwIII.no.84. Sedangkan bagi Subjek 3 keterbatasan dialami saat menangani pasien
diabetes dimana ia tidak tahu terlalu banyak mengenai jenis penyakit ini ADS.BS3.WwIII.no.84. Oleh karena sering terhambat untuk
segera memberi pertolongan kepada pasien, maka ketiga subjek segera bertanya atau konsultasi dengan dokter atau senior. Mereka juga
mengamati tindakan yang diberikan dokter atau senior kepada pasien, berdiskusi, dan membaca ADS.BS1.WwIII.no102; ADS.BS2.WwIII.
no84; ADS.BS3.WwIII.no84. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Faktor lain yang menjadi penghambat subjek dalam memberi penanganan kepada pasien adalah keterbatasan alat dan tenaga medis.
Keterbatasan alat dialami oleh Subjek 2 dan 3 mengingat tempat mereka bekerja tidak terlalu besar dan harga alat yang cukup mahal.
“...apalagi kalau alat itu ya, pasien udah istilahnya setengah mati ‘tu harus dibawa ke tempat lain karena kita ndak ada alat... alat
juga mahal, ya udahlah, kita aja yang nemanin pasien rujuk...”. ADS.BS2.WwIII.no.83
“Kita ‘kan peralatan juga nggak lengkap, nggak ada USG. Ya pasti kita maunya kita rujuk pasiennya untuk USG, untuk pemeriksaan
segala macam ke rumah sakit besar gitu ‘kan”. ADS.BS3.WwIII.no.79.
Oleh karenanya, subjek memberikan penanganan sementara sebelum merujuk pasien ke rumah sakit ADS.BS2.WwIII.no.83;
ADS.BS3.WwIII.no.79. Melihat jumlah tenaga medis yang tidak terlalu banyak di tempat Subjek 2 dan 3 bekerja, maka keterbatasan
tenaga medis terkadang dialami, misalnya hanya terdapat beberapa tenaga medis yang stand by sedangkan jumlah pasien banyak atau
terdapat antrian pasien di klinik sedangkan terdapat pasien gawat yang membutuhkan pertolongan segera, misalnya pasien kecelakaan
ADS.BS2.WwIII.no.83; ADS.BS3.WwIII.no.83. Guna mengatasi hal tersebut, subjek memanggil bidan dari klinik lain ADS.BS2.WwIII.
no.83 atau langsung membagi tugas dengan tenaga medis yang ada ADS.BS3.WwIII.no.83.
Tabel 22. Kesimpulan Sumber Stres dan Strategi Coping yang Digunakan Saat Menghadapi Masalah Pekerjaan – Menghadapi Keterbatasan
Sumber Stres Strain
Strategi Coping
Keterbatasan ilmu di luar ilmu kebidanan, spt saat memeriksa
bayi sakit atau pasien diabetes.
Keterbatasan ilmu saat menghadapi kasus yang belum
pernah ditemui. § Bertanya atau berkonsultasi
dengan dokter atau senior. § Mengamati tindakan dokter
senior saat menangani pasien. § Berdiskusi dengan teman.
§ Membaca. Keterbatasan alat karena
harganya yang mahal. § Memberi tindakan sementara
sebelum merujuk pasien. Keterbatasan tenaga medis
terlebih jika sedang menghadapi pasien gawat.
§ Memanggil bidan yang tidak bertugas atau dari klinik lan.
§ Membagi tugas dengan rekan sejawat.
c. Sumber stres dan strategi coping yang digunakan saat menghadapi