simplisia dilakukan pada suhu antara 30-90 ºC. Serbuk yang telah kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40.
4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong
Serbuk daun jarong dimasukkan ke dalam alat moisture balance lalu diratakan. Setelah itu dipanaskan pada suhu 105
o
C selama 15 menit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995. Serbuk yang
telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik adalah 10. Kadar air serbuk
diperoleh menggunakan rumus: ⌈
Bobot sampel sebelum pemanasan − Bobot sampel setelah pemanasan Bobot sampel sebelum pemanasan
⌉ X Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995.
5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong
Uji kandungan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 50 pada
tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas tangas air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan
FeCl
3
sebanyak 3 tetes, terbentuknya warna hijau-biru menunjukkan hasil positif adanya polifenol Wulandari dan Hartini, 2015.
6. Pembuatan etanol 50
Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96 diencerkan dengan menggunakan aquadest sehingga konsentrasinya menjadi 50.
7. Pembuatan ekstrak kental daun jarong
Serbuk daun jarong diekstraksi dengan etanol 50 secara maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan memasukkan 30 g serbuk simplisia ke dalam
labu erlenmeyer, yang kemudian direndam dengan pelarut 300 mL selama 24 jam dengan bantuan shaker Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan
Sudarto, 1993. Setelah itu dilakukan remaserasi dengan penambahan pelarut ke dalam ampas dari proses maserasi yang dilakukan sebelumnya, dengan jumlah
pelarut dan waktu ekstraksi yang sama seperti maserasi pertama. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam LAB untuk dievaporasi untuk menguapkan cairan
penyari pada proses maserasi. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya agar mempermudah perhitungan rendemen
ekstrak kental yang akan diperoleh. Parameter standarisasi ekstrak etanol 50 daun jarong dilihat dari bobot tetap yang bertujuan untuk menghitung sisa zat
dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan. Menurut Farmakope Herbal Indonesia 2013, bobot tetap telah tercapai bila sudah ditandai dengan selisih
penimbangan sebesar 0,5 mg. Ekstrak dalam cawan ditimbang setiap satu jam hingga bobot tetap. Bobot ekstrak dihitung dengan rumus :
Bobot ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
8. Pembuatan CMC-Na 1
CMC-Na 1 dibuat dengan mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang secara saksama dan digerus, kemudian dilarutkan dengan
100 mL aquadest. CMC-Na yang dibuat digunakan untuk melarutkan ekstrak kental etanol 50 daun jarong.
9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 yang menyebutkan bahwa dosis
hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mLkgBB dimana volume CCl
4
sama dengan volume olive oil 1:1. Pemilihan dosis hepatoksin ini karena pada dosis
tersebut telah menyebabkan kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeksi dengan kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai
menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut Janakat, Al-Merie, 2002.
10. Penetapan dosis ekstrak etanol 50 daun jarong