D. Alanin Aminotransferase ALT dan Aspartat Aminotransferase AST
ALT dan AST serum sering digunakan dalam uji fungsi hati. Jika kedua enzim ditemukan di dalam serum, maka mengindikasikan adanya kerusakan
fungsi hati Ganong dan McPhee, 2011. Kadar aminotransferase dalam level tinggi menunjukkan adanya infeksi virus, iskemik, atau keracunan pada hepar
Dipiro et al, 2005. Konsentrasi enzim ALT terbesar terdapat pada hati yag merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis hati dibandingkan AST yang
terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati Zimmerman, 1999. Keberadaan enzim ALT pada hewan primata, anjing, tikus, kucing, dan
kelinci terpusat pada sel hepatosit sehingga terjadinya peningkatan kadar ALT pada serum merupakan indikator yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya
kerusakan hati Stockham Scott, 2002. Kadar AST dan ALT pada serum tikus putih normal berkisar antara 19,3-68,9 UL dan 29,8-77,0 UL Pilichos et al,
2004 sedangakan menurut Girindra 1989 kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,0 UL dan 17-30,2 UL.
E. Hepatotoksin
Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Hepatotoksin intrinsik
Senyawa yang mempunyai efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Senyawa ini bergantung pada dosis
pemberian. Contohnya : karbon tetraklorida, parasetamol, dan alkohol.
2. Hepatotoksin idiosinkratik
Senyawa yang mempunyai efek hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Beberapa bergantung pada dosis
pemberian. Contohnya : fenitoin, sulfonamida, valproat, dan isoniazid Friedman and Keeffe, 2012.
F. Karbon Tetraklorida
Salah satu senyawa yang dapat menyebabkan nekrosis hati adalah karbon tetraklorida, bila digunakan dengan dosis rendah maka akan menyebabkan
terjadinya steatosis. Karena karbon tetraklorida bergantung pada metabolisme aktivasi dari sitokrom P-450 CYP2E1 yang ada di hati, maka hati menjadi target
utama dari ketoksikan yang ditimbulkan oleh senyawa ini Timbrell, 2008. Struktur karbon tetraklorida adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida ATSDR, 2005
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sebelumnya pernah digunakan sebagai penghilang noda, pembersih karpet, pelarut, pemadam api,
serta sebagai antihelmintik pada pengobatan hewan. Penggunaan karbon tetraklorida saat ini terbatas untuk perantara bahan kimia dalam produksi senyawa
organik terklorinasi. Karbon tetraklorida memiliki kelarutan dalam lemak tinggi, sehingga apabila terserap tubuh akan tinggal di jaringan lemak, hati, sumsum
tulang, ginjal, serta otak Wexler, Anderso, Peyster, Gad, Hakkinen, Kamrin, dkk., 2005.
Berikut ini adalah gambaran biotransformasi karbon tetraklorida :
Gambar 4. Biotransformasi karbon tetraklorida McGregor and Lang, 1996
Sitokrom P-450 CYP2E1 memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang
sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil •CClз Geregus, 2008. Radikal bebas triklorometil gambar 4 dapat berikatan dengan protein dan
lemak mikrosomal, serta akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reaktif dan
terjadi peroksidasi lipid. Terjadi penghambatan sintesis protein akibat dari
terbentuknya lipid dalam hati yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lipoprotein. Lipoprotein ini bertanggungjawab dalam transport lipid keluar dari
hepatosit dan terjadi steatosis Timbrell, 2008. Kerusakan hati oleh karbon tetraklorida dapat dilihat dengan adanya kenaikan aktivitas serum ALT dan AST.
Pada saat steatosis terjadi peningkatan aktivitas serum ALT sebesar 3x normal dan aktivitas serum AST sebesar 4x normal Zimmerman, 1999.
G. Metode Ekstraksi