D. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatoksin bertujuan untuk menentukan besar dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati berupa steatosis
perlemakan hati tanpa menyebabkan kematian pada tikus. Janakat dan Al-Merie 2003 menyebutkan bahwa karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mLkgBB
mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus.
2. Penetapan dosis ekstrak etanol 50 daun jarong
Penentuan dosis ekstrak etanol 50 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Joshi et al 2010 yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak
etanol daun jarong adalah 200 mgkgBB. Dosis 200 mgkgBB dijadikan sebagai dosis tengah, sehingga pada penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis dengan
faktor kelipatan 2 dan diperoleh dosis rendah 100 mgkgBB, dosis tengah 200 mgkgBB, dan dosis tinggi 400 mgkgBB.
3. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan dosis hepatoksin bertujuan untuk mengetahui waktu ketika karbon tetraklorida pada dosis 2,0 mLkgBB memberikan efek hepatotoksis
maksimal, yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST paling tinggi. Pada penelitian ini, senyawa diujikan pada tikus jantan galur Wistar
secara i.p dengan dosis 2,0 mLkgBB., kemudian dilakukan pencuplikan darah pada sinus orbitalis hewan uji pada selang waktu jam ke-0, 24, dan 48.
Data hasil pengujian aktivitas serum pada tiap waktu pencuplikan darah dapat dilihat pada tabel III dan gambar 11.
Tabel III. Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48
n=3
Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas serum ALT ± SE UL
60,80 ± 2,26 24
181,40 ± 6,40 48
74,20 ± 1,98 Keterangan : SE = Standart Error
Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
mLkgBB
Hasil pengukuran kadar ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 60,80 ± 2,26; 181,40 ± 6,40; dan 74,20 ± 1,98 UL. Perbandingan kadar ALT
dilakukan dengan analisis statistik uji T berpasangan untuk melihat perbedaan
antara kondisi sebelum menerima pelakuan pencuplikan jam ke-0 serta jam 24 dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl
4
. Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan kadar ALT serum pada jam
ke-24 terjadi peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna dengan nilai signifikansi 0,000 0,05. Selain itu terjadi peningkatan nilai ALT sebesar 3 kali
terhadap nilai ALT pada jam ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian karbon tetraklorida pada jam ke-24 terbukti menyebabkan kerusakan hati paling
maksimal. Kemudian pada jam ke-48 terjadi penurunan, tetapi belum mencapai keadaan normal p=0,000. Hasil uji T berpasangan kadar ALT ditunjukkan pada
tabel IV.
Tabel IV. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB saat pencuplikan darah
pada jam ke-0, 24, dan 48 n=3
Waktu pencuplikan jam ke-
Jam ke-0 Jam ke-24
Jam ke-48 Jam ke-0
BB BB
Jam ke-24 BB
BB Jam ke-48
BB BB
Pengujian juga dilakukan terhadap kadar AST tikus. Data kadar AST tertera pada Tabel V dan Gambar 12.
Tabel V. Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48
n=3
Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas serum AST ± SE UL
141,20 ± 5,15 24
452,40 ± 32,45 48
156,80 ± 4,61 Keterangan : SE = Standart Error
Gambar 12. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida
dosis 2 mLkgBB
Hasil pengukuran kadar AST pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 141,20 ± 5,15; 452,40 ± 32,45; dan 156,80 ± 4,61 UL. Perbandingan kadar AST
dilakukan dengan analisis statistik uji T berpasangan untuk melihat perbedaan antara kondisi sebelum menerima pelakuan pencuplikan jam ke-0 serta jam 24
dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl
4
. Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan bermakna
antar kelompok. Pada jam ke-24 terjadi peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna dengan nilai signifikansi 0,000 0,05. Selain itu terjadi peningkatan
nilai AST sebesar 4 kali terhadap nilai AST pada jam ke-0. Sedangkan pada jam
ke-48 mengalami penurunan meskipun belum mencapai keadaan normal p=0,001. Hasil uji T berpasangan ditunjukkan pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB saat
pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 n=3
Waktu pencuplikan jam ke-
Jam ke-0 Jam ke-24
Jam ke-48 Jam ke-0
BB BB
Jam ke-24 BB
BB Jam ke-48
BB BB
Berdasarkan hasil diatas, karbon tetraklorida diketahui memiliki efek hepatotoksis yang paling tinggi pada jam ke-24, sehingga waktu pencuplikan
darah yang digunakan adalah jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida 2 mLkgBB secara i.p.
E. Efek Hepatoprotektif Pemberian Ekstrak Etanol 50 Daun Jarong Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50 daun jarong serta mengetahui besar dosis
efektif hepatoprotektif ekstrak etanol 50 daun jarong pada tiga peringkat dosis yang berbeda. Evaluasi efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50
daun jarong dilihat dari ada tidaknya penurunan kadar ALT dan AST.
Pemberian ekstrak etanol 50 daun jarong dilakukan secara per oral dengan tiga peringkat dosis, yaitu dosis I sebesar 100 mgkgBB; dosis II sebesar
200 mgkgBB; dan dosis III sbesar 400 mgkgBB. Senyawa hepatoksin yang dipejankan adalah karbon tetraklorida yang diberikan secara intraperitoneal
dengan dosis 2 mLkg BB. Pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 pada sinus orbitalis hewan uji dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar ALT dan
AST. Hasil analissi statistik menunjukkan bahwa efek hepatoprotektif paling efektif terjadi pada dosis 100 mgkgBB. Data kadar ALT dan AST ditampilkan
dalm bentuk purata ± SE pada tabel VII, gambar 13, dan gambar 14.
Tabel VII. Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada
kelompok perlakuan
Kel. Purata aktivitas
serum ALT ± SE UL
Purata aktivitas serum AST ±
SE UL Efek
hepatoprotektif ALT
Efek hepatoprotektif
AST I
49,20 ± 1,06 127,00 ± 2,30
- -
II 178,80 ± 7,47
451,00 ± 32,20 III
55,00 ± 2,64 120,00 ± 13,40
- -
IV 82,20 ± 3,10
268,40 ± 6,94 74,54
56,36 V
111,40 ± 4,38 286,40 ± 2,52
52,01 50,80
VI 168,80 ± 3,38
430,80 ± 3,95 7,72
6,23 I
: kelompok kontrol negatif olive oil dosis 2,0 mLkgBB II
: kelompok kontrol hepatotoksin CCl
4
dosis 2,0 mLkgBB III
: kelompok kontrol perlakuan ekstrak daun jarong 400 mgkgBB IV
: kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 100 mgkgBB dosis I +
CCl
4
2,0 mLkgBB V
: kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 200 mgkgBB dosis II +
CCl
4
2,0 mLkgBB VI
: kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 400 mgkgBB dosis III +
CCl
4
2,0 mLkgBB SE = Standart Error
Gambar 13. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Gambar 14. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Data kadar ALT dan AST dianalisis dengan uji Shapiro Wilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dengan signifikansi p0,05 untuk data ALT.
Sedangkan untuk data AST menunjukkan bahwa terdapat kelompok data yang
tidak terdistribusi normal p0,05. Data kadar ALT menunjukkan bahwa variansi data homogen p0,05 pada
Levene’s test. Dengan demikian kadar ALT dianalisis dengan analisis variansi satu arah, dilanjutkan dengan analisis
menggunakan post hoc Tukey yang diperuntukkan untuk asumsi data homogen. Kadar AST dianalisis menggunakan Kruskal Wallis, yang kemudian dilanjutkan
dengan analisis menggunakan Mann Whitney. Hasil uji ALT dan AST ditampilkan pada tabel VIII, dan tabel IX.
Tabel VIII. Hasil uji post hoc Tuckey kadar ALT praperlakuan ekstrak etanol 50 daun
jarong pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Kontrol CCl
₄ Kontrol
Olive Oil
Kontrol ekstrak
tertinggi Ekstrak
100 mgkgBB
+ CCl ₄
Ekstrak 200
mgkgBB + CCl
₄ Ekstrak
400 mgkgBB
+ CCl ₄
Kontrol CCl
₄ BB
BB BB
BB BTB
Kontrol Olive Oil
BB BTB
BB BB
BB Kontrol
ekstrak tertinggi
BB BTB
BB BB
BB Ekstrak
100 mgkgBB
+ CCl ₄
BB BB
BB BB
BB
Ekstrak 200
mgkgBB + CCl
₄ BB
BB BB
BB BB
Ekstrak 400
mgkgBB + CCl
₄ BTB
BB BB
BB BB
Tabel IX. Hasil uji post hoc Mann Whitnry kadar AST praperlakuan ekstrak etanol 50
daun jarong pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Kontrol CCl4
Kontrol Olive
Oil Kontrol
ekstrak tertinggi
Ekstrak 100
mgkgBB + CCl
₄ Ekstrak
200 mgkgBB
+ CCl ₄
Ekstrak 400
mgkgBB + CCl
₄ Kontrol
CCl4 BB
BB BB
BB BTB
Kontrol Olive Oil
BB BTB
BB BB
BB Kontrol
ekstrak tertinggi
BB BTB
BB BB
BB Ekstrak
100 mgkgBB
+ CCl ₄
BB BB
BB BB
BB
Ekstrak 200
mgkgBB + CCl
₄ BB
BB BB
BB BB
Ekstrak 400
mgkgBB + CCl
₄ BTB
BB BB
BB BB
Keterangan: BB = berbeda bermakna p0,05; BTB = berbeda tidak bermakna p0,05
1. Kontol negatif