18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50 daun jarong Stachytarpheta indica L. Vahl. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantang
galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam pemberian ekstrak etanol 50 daun Jarong.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalahnilai aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida
setelah pemberian ekstrak etanol 50 daun Jarong.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g, cara
pemberian ekstrak secara per oral, frekuensi waktu pemberian ekstrak, dan tempat tumbuh daun jarong.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar.
3. Definisi operasional
a. Daun Jarong. Daun jarong yang diambil dari tanaman jarong adalah daun yang berwarna hijau, segar, dan sudah memiliki bunga.
b. Ekstrak etanol 50 daun Jarong. Ekstrak etanol 50 daun Jarong didapatkan dengan cara merendam memaserasi simplisia kering daun jarong ke
dalam etanol dengan konsentrasi 50, kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath hingga
bobot tetap. c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan
ekstrak etanol 50 daun Jarong dengan dosis tertentu yang melindungi hati dari hepatotoksin.
d. Jangka waktu 24 jam. Jangka waktu 24 jam didefinisikan sebagai waktu pengukuran yang dilakukan 24 jam sejak pemejanan karbon tetraklorida,
dimana enam jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida dilakukan pemberian ekstrak etanol 50 daun Jarong kepada hewan uji.
e. Dosis efektif. Dosis efektif didefinisikan sebagai besaran dosis tertentu yang dapat memberikan efek hepatoprotektif.
f. ALT-AST. ALT-AST adalah enzim yang ditemukan di dalam serum, yang mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati.
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g
yang diperoleh dari daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan yaitu serbuk daun S. indica
yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Hepatotoksin. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin. Kontrol negatif dan pelarut
hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil Cesar® yang diperoleh dari PT Prambanan Kencana.
c. Pelarut pengekstraksi. Pelarut pengekstrasi yang digunakan adalah etanol 96 yang diperoleh dari Toko Progo Mulyo, Yogyakarta dan aquadest
yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
d. Pelarut ekstrak kental. Pelarut ekstrak kental yang digunakan adalah CMC-Na 1. CMC-Na diperoleh dari CV General Labora, Yogyakarta.
e. Reagen ALT. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut :
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT
Komposisi pH
Konsentrasi
R1 : TRIS
7,15 140 mmolL
L-Alanine 700 mmolL
LDH lactate dehydrogenase ≥ 2300 UL
R2 2-Oxoglutarate
85 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS
Good’s buffer 9,6
100 mmolL Pyridoxal-5 phospate
13 mmolL
f. Reagen AST. Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut :
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST
Komposisi pH
Konsentrasi
R1 : TRIS
7,15 110 mmolL
L-Aspartate 320 mmolL
MDH malate dehydrogenase ≥800 UL
LDH lactate dehydrogenase ≥1200 UL
R2 2-Oxoglutarate
65 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS
Good’s buffer 9,6
100 mmolL Pyridoxal-5 phospate
13 molL
D. Alat Penelitian 1. Alat preparasi dan pembuatan ekstrak etanol daun S. indica L. Vahl.
Oven, mesin penyerbuk dan ayakan, moisture balance, cawan porselen, termometer, stopwatch, gelas Beaker, gelas ukur, batang pengaduk, penangas air,
timbangan analitik, rotary evaporator,dan shaker.
2. Alat pengujian hepatoprotektif
Gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass
®
, timbangan analitik Mettler Toledo
®
, vortex Genie Wilten
®
, spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, tabung Eppendorf, sentrifuge, microvitalab 200 Merck
®
, blue tip, dan yellow tip.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman jarong
Tanaman jarong dideterminasi dengan mencocokkan morfologi tanaman jarong dengan buku acuan Flora untuk Indonesia karangan van Steenis 1992.
Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang dipilih adalah daun dari tanaman jarong yang masih berwarna hijau, terhindar dari penyakit di daerah daunnya, serta bukan merupakan
daun jarong yang telah jatuh di tanah ataupun layu. Daun tanaman jarong dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada
bulan Agustus 2015.
3. Pembuatan serbuk daun jarong
Daun jarong dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin-anginkan. Selanjutnya, pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 40 ºC selama 48 jam.
Penetapan suhu berdasarkan pada aturan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 1985 di mana disebutkan bahwa pengeringan
simplisia dilakukan pada suhu antara 30-90 ºC. Serbuk yang telah kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40.
4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong
Serbuk daun jarong dimasukkan ke dalam alat moisture balance lalu diratakan. Setelah itu dipanaskan pada suhu 105
o
C selama 15 menit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995. Serbuk yang
telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik adalah 10. Kadar air serbuk
diperoleh menggunakan rumus: ⌈
Bobot sampel sebelum pemanasan − Bobot sampel setelah pemanasan Bobot sampel sebelum pemanasan
⌉ X Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995.
5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong
Uji kandungan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 50 pada
tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas tangas air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan
FeCl
3
sebanyak 3 tetes, terbentuknya warna hijau-biru menunjukkan hasil positif adanya polifenol Wulandari dan Hartini, 2015.
6. Pembuatan etanol 50
Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96 diencerkan dengan menggunakan aquadest sehingga konsentrasinya menjadi 50.
7. Pembuatan ekstrak kental daun jarong
Serbuk daun jarong diekstraksi dengan etanol 50 secara maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan memasukkan 30 g serbuk simplisia ke dalam
labu erlenmeyer, yang kemudian direndam dengan pelarut 300 mL selama 24 jam dengan bantuan shaker Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan
Sudarto, 1993. Setelah itu dilakukan remaserasi dengan penambahan pelarut ke dalam ampas dari proses maserasi yang dilakukan sebelumnya, dengan jumlah
pelarut dan waktu ekstraksi yang sama seperti maserasi pertama. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam LAB untuk dievaporasi untuk menguapkan cairan
penyari pada proses maserasi. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya agar mempermudah perhitungan rendemen
ekstrak kental yang akan diperoleh. Parameter standarisasi ekstrak etanol 50 daun jarong dilihat dari bobot tetap yang bertujuan untuk menghitung sisa zat
dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan. Menurut Farmakope Herbal Indonesia 2013, bobot tetap telah tercapai bila sudah ditandai dengan selisih
penimbangan sebesar 0,5 mg. Ekstrak dalam cawan ditimbang setiap satu jam hingga bobot tetap. Bobot ekstrak dihitung dengan rumus :
Bobot ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
8. Pembuatan CMC-Na 1
CMC-Na 1 dibuat dengan mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang secara saksama dan digerus, kemudian dilarutkan dengan
100 mL aquadest. CMC-Na yang dibuat digunakan untuk melarutkan ekstrak kental etanol 50 daun jarong.
9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 yang menyebutkan bahwa dosis
hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mLkgBB dimana volume CCl
4
sama dengan volume olive oil 1:1. Pemilihan dosis hepatoksin ini karena pada dosis
tersebut telah menyebabkan kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeksi dengan kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai
menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut Janakat, Al-Merie, 2002.
10. Penetapan dosis ekstrak etanol 50 daun jarong
Penetapan dosis ekstrak etanol 50 daun jarong dihitung berdasarkan berat badan tertinggi tikus yaitu 250 g dan ½ volume maksimal secara per oral
pada tikus yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
D x BB = C x V D x BB tertinggi tikus kgBB = C ekstrak mgmL x ½ Vmax 2,5 ml
D = x mgkg BB Dua peringkat dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 kalinya dari
dosis tertinggi.
11. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0, 24, 48. Setiap kelompok
perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata sebanyak 1 cc. Kemudian nilai aktivitas ALT-AST
diukur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 peningkatan kadar maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah
pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian
hepatotoksin.
12. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 30 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak
sama banyak. Kelompok I kontrol negatif diberi olive oil dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal, kemudian setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah.
Kelompok II kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida dalam minyak zaitun 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal, kemudian
setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok III kontrol ekstrak etanol diberi ekstrak etanol 50 daun jarong dengan dosis tertinggi yaitu 400
mgkgB secara peroral, kemudian setelah enam jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok IV, V, dan VI kelompok perlakuan uji diberi ekstrak etanol 50
dengan dosis bertingkat yaitu 100; 200; dan 400 mgkgBB. Kemudian enam jam setelah pemberian ekstrak etanol 50 dilakukan induksi karbon tetraklorida
dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal Janakat dan Al-Merie, 2002. Setelah 24 jam dari pemejanan dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus
orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST. Pada penelitian ini pemberian ekstrak dilakukan sebagai praperlakuan
dengan mengacu pada model penelitian yang dilakukan oleh Eviani 2015 yaitu ekstrak diberikan dalam jangka waktu enam jam.
13. Pembuatan serum
Setiap tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa kapiler kemudian ditampung di tabung Eppendorf. Darah yang telah diambil
kemudian didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette, lalu
disentrifugasi kembali pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette Gomes, 2015.
14. Pengukuran aktivitas ALT-AST
Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab-200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan UL.
Kisaran nilai ALT serum kontrol DiaSys Trulab N series yakni 29,8-77,0 UL. Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum
dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan
divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II Gomes, 2015.
Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik.
Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1
menit berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis AST dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan
dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex
selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas dari ALT dan AST serum diperoleh, selanjutnya diolah dan kemudian diuji normalitasnya menggunakan Saphiro Wilks. Kemudian
dilakukan uji Levene’s Test untuk mengetahui homogenitas varian data antar kelompok sebagai syarat parametrik. Data yang terdistribusi normal dilakukan uji
One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing kelompok. Post Hoc Tukey selanjutnya dilakukan guna
melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi homogen. Post Hoc Games Howell
selanjutnya dilakukan guna melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing- masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi tidak homogen.
Perbedaan dikatakan bermakna signifikan bila memiliki nilai p0.05, sedangkan tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05.
Bila data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh tidak normal, maka dilakukan uji Kruskall-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk
melihat kebermaknaan perbedaan data antar kelompok. Perbedaan dikatakan bermakna signifikan bila memiliki nilai p0,05, sedangkan tidak bermakna
tidak signifikan bila p0,05. Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
ALT = − purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif
purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif x
AST = − purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif
purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif x
Wakchaure, Jain, Singhai, Somani, 2013.
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50 daun jarong Stachytarpheta indica L. Vahl.
dan mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif dari ekstrak etanol 50 daun jarong Stachytarpheta indica L. Vahl. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida, dengan melihat pengaruh pemberian ekstrak tersebut dalam kurun waktu 24 jam terhadap kadar ALT dan AST. Pada penelitian ini aktivitas
serum ALT dan AST digunakan sebagai parameter uji kuantitatif.
A. Hasil Determinasi Tanaman Jarong
Tanaman jarong merupakan tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji pada penelitian tersebut. Determinasai tanaman digunakan untuk memastikan
bahwa daun yang digunakan adalah benar daun yang berasal dari tanaman jarong. Tanaman jarong diperoleh dari kebun obat Kampus III Universitas Sanata
Dharma, Paingan, Maguwoharjo. Proses determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Determinasi dilakukan hingga tingkat spesies dengan cara mencocokkan kesamaan makroskopis tanaman. Hasil determinasi lampiran 6 menunjukkan
bahwa daun yang digunakan adalah benar daun dari tanaman jarong.