Sedangkan pencampuran yang tidak boleh dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Sasarannya sama
b. Bahan aktifnya sama
c. Pencampuran menimbulkan efek buruk, seperti fototoksik, antagonisme, atau
penggumpalan d.
Dikhawatirkan akan menimbulkan cross resistance e.
Pencampuran membahayakan keselamatan kerja
2.4.3.4. Menyemprot Pestisida
Sebelum disemprotkan, formulasi pestisida biasanya dicampur dengan air. Pencampuran dengan air sebaiknya dilakukan di tempat dengan sirkulasi udara yang
lancar. Di tempat tertutup pestisida memiliki daya racun lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan. Selain itu, pencampuran pestisida
sebaiknya dilakukan jauh dari anak-anak. Untuk mencampur pestisida dengan air, pertama buka tutup kemasan
dengan hati-hati agar pestisida tidak berhamburan atau memercik mengenai bagian tubuh. Setelah itu tuangkan ke dalam gelas ukur, timbangan, atau alat pengukur lain
dalam drum atau ember khusus. Tambahkan air sesuai dosis dan konsentrasi yang dianjurkan. Pencampuran pestisida sebaiknya tidak dilakukan di dalam tangki
penyemprot karena sulit memastikan apakah pestisida sudah tercampur sempurna atau belum. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika penyemprotan adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Pada waktu menyemprot, pelaksana harus memakai perlengkapan
keamanan seperti sarung tangan, baju lengan panjang, celana panjang, topi, sepatu kebun, dan masker bersih untuk menutup hidung selama
penyemprotan. b.
Jangan menyemprot ketika angin kencang karena dapat menyebabkan pestisida tidak mengenai sasaran. Penyemprotan sebaiknya dilakukan
searah dengan arah angin agar mengurangi risiko terkena pestisida. c.
Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik yaitu antara pukul 08.00 – 11.00 WIB dan sore hari pada pukul
15.00 – 1800 WIB. d.
Selama penyemprotan tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok. e.
Penyemprot sebaiknya telah berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian tubuh yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.
f. Pada area yang telah disemprot pestisida dipasang tanda bahaya.
g. Seorang penyemprot tidak dibenarkan melakukan penyemprotan secara
terus menerus lebih dari empat jam dalam sehari. Deptan, 2011
2.4.3.5. Membuang Sisa Pestisida
Setelah melakukan aplikasi pestisida, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkandisimpan
terus di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada
Universitas Sumatera Utara
tanaman hingga habis. Tidak membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat, karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
b. Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin
sebelum disimpan. Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur, serta jauhkan
dari jangkauan anak-anak. c.
Air bekas cucian sebaiknya tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air, atau lingkungan perairan lainnya.
d. Memusnahkan membakar kantongwadah bekas pestisida atau bekas
pestisida, atau menguburnya ke dalam tanah di tempat yang aman. e.
Cuci pakaian yang digunakan selama penyemprotan pestisida. f.
Setelah selesai bekerja dengan pestisida segera cuci tangan dan mandi dengan air bersih dan menggunakan sabun. Djojosumiarto, 2000
2.5. Keracunan Pestisida
Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis, dan dapat pula berakibat racun akut apabila
masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup Wudianto,2001. Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu Quijano, 1999:
1. Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsungpada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala,
pusing, mual, sakitdada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih,
Universitas Sumatera Utara
kram, diare, sulit bernafas,pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat
dibagi 2efek, yaitu: a.
Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkenakontak langsung dengan pestisida. Biasanya berupa iritasi, seperti
rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.
b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia
danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru,
perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf. 2.
Keracunan kronis Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada
kesehatanmembutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang inidapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah
terkenapestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, systemkekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker. Bayi juga dapat terkena
pestisidaketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.
2.6. Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
Universitas Sumatera Utara
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diaati oleh pihak luar Notoatmodjo,2007
Skinner 1938 merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena itu, perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon. Skinner membedakan respon tersebut menjadi dua yaitu:
1. Respondent respons atau reflective, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan stimulus tertentu. 2.
Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi
dua, yakni: 1.
Perilaku tertutup covert behavior, yaitu respon yang terselubung atau tertutup terhadap stimulus. Respon ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuankesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut.
2. Perilaku terbuka overt behavior, yaitu respon terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka yang dengan mudah dapat dilihat orang lain.
Respon yang diberikan terhadap stimulus sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain pada orang yang bersangkutan. Meskipun stimulusnya sama
tapi respon yang diberi satu orang bisa saja berbeda dengan orang lain. Faktor-faktor
Universitas Sumatera Utara
yang membedakan respon disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo dalam buku Pendidikan dan Perilaku Kesehatan 2003, terdapat dua determinan perilaku,
yaitu: 1.
Determinan internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, dan jenis kelamin.
2. Determinan eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia menjadi tiga domain, yaitu kognitif cognitive, afektif affective, dan psikomotor psychomotor. Di dalam perkembangannya, teori Blum ini
diimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu:
2.6.1. Pengetahuan knowledge