BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Badan Pusat Statistik mencatat terjadi peningkatan jumlah penduduk Indonesia sejak tahun 1930 sampai 2010. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
menyebabkan kebutuhan pangan nasional meningkat sehingga pertanian menjadi sektor yang penting untuk dikembangkan. Sementara peningkatan jumlah penduduk
ini berbanding terbalik dengan lahan pertanian yang semakin menipis. Di samping itu, keberadaan organisme pengganggu tanaman juga menjadi ancaman terhadap
produksi pertanian. Untuk menyiasati hal ini pemerintah melakukan kebijakan intensifikasi pertanian.
Salah satu kegiatan dalam intensifikasi pertanian adalah pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida. Pestisida secara harfiah dapat
diartikan sebagai pembunuh hama pest : hama; cide : membunuh Djojosumarto,2000. Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama memberantas
hama karena daya bunuhnya tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui Wudianto,2001.
Pestisida memiliki peranan besar dalam meningkatkan produksi pertanian. Berdasarkan pengalaman di Amerika Latin dengan menggunakan pestisida dapat
menaikkan produksi hingga 40 pada tanaman cokelat. Di Pakistan pestisida membantu peningkatan produksi tebu sebesar 33, dan berdasarkan catatan FAO
Universitas Sumatera Utara
penggunaan pestisida dapat menyelamatkan hasil 50 pada tanaman kapas Sudarmo, 1992.
Di samping memiliki banyak manfaat bagi sektor pertanian, aplikasi pestisida memiliki potensi bahaya yang besar baik terhadap manusia, hewan, maupun
lingkungan. Adapun segi bahaya dari pestisida adalah gangguan kesehatan pada pekerja, keracunan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan hidup.
Banyak penelitian yang telah menunjukkan hubungan antara penggunaan pestisida dengan gangguan kesehatan yang diderita pekerja. Menurut WHO,
keracunan pestisida baik yang disengaja maupun tidak disengaja merupakan masalah yang serius pada komunitas pertanian di Negara miskin dan berkembang.
Diperkirakan sekitar 250.000 kematian terjadi karena keracunan pestisida setiap tahunnya. WHO,2008
Menurut data kesehatan Pekanbaru tahun 2007 ada 446 orang orang meninggal akibat keracunan pestisida setiap tahunnya dan sekitar 30 mengalami
gejala keracunan karena kurang memahami cara menggunakan pestisida dengan benar. anonim,2010
Selain berdampak bagi manusia, penggunaan pestisida yang kurang bijaksana juga dapat mencemari lingkungan. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Khozanah Munawir pada tahun 2005. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar total pestisida pada bulan Juni antara tidak terdeteksi – 30,615 ppt ngll dan
bulan September berkisar antara ttd – 0,365 ppt. Jumlah ini sudah melewati ambang
Universitas Sumatera Utara
batas yang diperbolehkan untuk kehidupan biota laut yang ditetapkan oleh Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Program pengamanan yang masih kurang memadai di tingkat petani menjadi faktor penting yang menyebabkan gangguan kesehatan pada petani itu sendiri. Di
samping itu, para petani sering menggunakan pestisida bukan atas dasar keperluan mengendalikan hama secara indikatif, melainkan dengan cara ‘cover blanket system’,
dimana ada atau tidak ada hama tanaman terus disemprot dengan racun yang membahayakan. Pestisida telah digunakan sebagai ‘asuransi’ bahwa tanaman yang
dipelihara tetap aman Depkes,2006. Padahal Penjelasan Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa
penggunaan pestisida sebagai sistem pengendalian hama hanya bisa digunakan sebagai alternatif terakhir. Pengendalian hama non-pestisida harus didahulukan dan
diutamakan. Untung,2003. Perilaku penggunaan pestisida yang berlebihan seperti itu justru menyebabkan masalah baru yakni adanya residu pestisida pada produk
pertanian dan pada akhirnya membahayakan petani dan masyarakat luas Depkes,2006.
Sejak tahun 1973 sampai sekarang Pemerintah banyak sekali mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan
pestisida, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida; Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 763 Tahun 1998 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Tetap Pestisida; KepMen Pertanian Nomor 949 tentang Pestisida Terbatas; dan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengawasan Pestisida.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan pestisida dilakukan dengan tujuan: melindungi kesehatan manusia; melindungi kelestarian alam; menjamin mutu dan efektivitas pestisida; dan
memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida. Deptan,2007 Meskipun banyak peraturan yang telah dikeluarkan, praktek
penggunaan pestisida yang tidak benar oleh sebagian besar petani masih terjadi di lapangan Untung,2007
Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra pertanian bagi Sumatera Utara terutama tanaman hortikultura jenis sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian
merupakan mata pencaharian terbanyak di masyarakat Karo. Hasil pertanian dari kabupaten ini tidak hanya dipasarkan ke dalam negeri tetapi juga luar negeri.
Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan dimana masing-masing kecamatan memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Salah satunya adalah Kecamatan Dolat
Rayat. Kecamatan Dolat Rayat mempunyai penduduk sebanyak 8374 jiwa, dan 5925
diantaranya bekerja sebagai petani BPS Karo, 2012. Petani ini tersebar di tujuh desa yang berada di bawah pemerintahan Kecamatan Dolat Rayat. Salah satu desa yang
memiliki petani cukup banyak adalah Desa Sugihen. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo 2012, hampir semua penduduk Desa Sugihen bekerja sebagai
petani. yaitu sebanyak 477 jiwa dari total 566 jiwa penduduk. Proses kerja petani dalam menggunakan pestisida terdiri dari pemilihan,
penyimpanan, pencampuran, penyemprotan, dan pembuangan pestisida. Pertama, petani membeli pestisida di toko, biasanya mereka tidak melihat apakah toko
memiliki izin operasi atau tidak. Pestisida yang telah dibeli kemudian disimpan di
Universitas Sumatera Utara
sekitar lahan pertanian mereka. Sebelum melakukan penyemprotan, pestisida dicampur terlebih dahulu, baik dengan air maupun dengan pestisida lain yang berbeda
jenis dan fungsinya. Pencampuran pestisida dilakukan pada wadah seperti ember agar mudah melihat apakah campuran pestisida sudah merata atau belum. Setelah itu
dilakukan penyemprotan pestisida pada tanaman. Frekuensi penyemprotan berbeda- beda untuk setiap jenis tanaman. Misalnya, pada tanaman tomat yang masih muda,
dilakukan penyemprotan setiap dua hari sekali. Namun apabila cuaca sedang buruk, penyemprotan dilakukan setiap hari. Luas areal penyemprotan berkisar 500 sampai
1000 m
2
dan waktu yang dibutuhkan umumnya berkisar satu sampai dua jam. Setelah selesai melakukan penyemprotan, sisa pestisida dibuang ke sekitar lahan pertanian,
dan petani penyemprot segera mencuci tangan dengan sabun. Berdasarkan hasil survei pendahuluan melalui pengamatan langsung pada
petani di Desa Sugihen, didapatkan bahwa beberapa perilaku petani terhadap penggunaan pestisida masih kurang tepat. Baik sebelum melakukan penyemprotan,
ketika melakukan penyemprotan maupun setelah penyemprotan. Sebagian besar petani di Desa Sugihen tidak memperhatikan dosis dan takaran yang dianjurkan dari
pestisida yang digunakan. Mereka mencampur pestisida sesuai takaran mereka sendiri. Selain itu, petani juga mengaduk campuran pestisida dengan tangan apabila
di sekitar mereka tidak terdapat kayu atau alat yang bisa digunakan untuk mengaduk. Beberapa petani mengaku sengaja melebihkan takaran pestisida yang digunakan agar
lebih efektif membunuh hama tanaman. Ketika melakukan penyemprotan petani tidak menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Kebanyakan petani hanya
menggunakan pakaian lengan panjang, dan tidak menggunakan masker, topi, dan
Universitas Sumatera Utara
sepatu. Selain itu, petani juga kurang memperhatikan arah angin. Petani seringkali tidak langsung mandi setelah melakukan penyemprotan. Hal ini dikarenakan
penyemprotan biasanya dilakukan di pagi hari dan setelah menyemprot mereka masih harus melakukan aktivitas lain seperti menyiangi tanaman. Sebelum melanjutkan
pekerjaan, petani biasanya hanya mencuci tangan dan kemudian beristirahat sebentar sambil merokok di sekitar lahan pertanian. Petani biasanya mandi pada sore hari
setelah selesai melakukan pekerjaan di ladang mereka. Menurut hasil wawancara dengan petani, beberapa petani mengaku sering
merasakan gatal di kulit, pusing, dan mual setelah melakukan penyemprotan. Tetapi karena gejala itu tidak begitu mengganggu mereka biasanya tidak terlalu
mempermasalahkannya. Melihat kondisi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan petani pada penggunaan
pestisida di Desa Sugihen.
1.2. Perumusan Masalah