berupa pengurangan tarif sebesar 50 lima puluh persen dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus
juta rupiah dan besarnya bagian peredaran bruto dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tabel 2.3 Pasal 31E ayat 1 dan ayat 2
Untuk Wajib Pajak Badan yang peredaran brutonya lebih dari Rp4.800.000.000,00, pajak terutang dihitung dengan tahapan sebagai berikut.
1. Menghitung PKP dari bagian peredaran bruto
2. Menghitung PKP dari bagian yang tidak memperoleh fasilitas
3. Menghitung pajak terutang:
a. Yang mendapat fasilitas 50 Tarif PKP-nya
b. Yang tidak mendapat fasilitas Tarif PKP-nya
Sumber: Panduan Lengkap Pajak Penghasilan
B. Perkembangan Penerimaan Pajak Dalam Negeri
Pendapatan dalam negeri menjadi sumber utama apabila kemandirian pembiayaan negara yang menjadi cita-cita Bangsa Indonesia benar-benar ingin
direalisasikan. Untuk itu, penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen penerimaan dalam negeri harus ditingkatkan peranannya karena
pajak merupakan sumber penerimaan utama yang merefleksikan praktik demokrasi yang paling mendasar, yaitu peran serta rakyat dalam ikut
membiayai negara dalam pemerintahannya. Didasarkan pada kenyataan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak telah dan terus berupaya untuk
meningkatkan penerimaan pajak. Subjek Pajak Orang Pribadi adalah orang yang bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Sedangkan Wajib Pajak adalah
setiap orang atau badan yang telah memiliki penghasilan. Berkembangnya jumlah subjek pajak tidak menjamin bahwa akan semakin meningkatnya
penerimaan Pajak Penghasilan dalam suatu daerah, melainkan dapat dilihat dari perkembangan Wajib Pajaknya.
Penerimaan pajak dalam negeri dapat diukur oleh beberapa hal, salah satunya adalah dengan melihat perkembangan Wajib Pajak dari tahun ke
tahun. Jika dari tahun ke tahun jumlah Wajib Pajak dalam suatu daerah meningkat, maka penerimaan Pajak Penghasilan daerah tersebut diharapkan
akan meningkat.
C. Time Series dan Forecasting Peramalan
Peramalan forecasting dilakukan hampir semua orang, baik pemerintah, pengusaha, maupun orang awam. Menurut Sudjana 1989: 254,
“Peramalan adalah memperkirakan besarnya atau jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang berdasarkan data pada masa lampau yang dianalisis secara
alamiah, khususnya menggunakan metode statistika. ”
Peramalan biasanya dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Suatu usaha
untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode peramalan. Menurut Makridakis 1999: 8 metode peramalan dibagi
menjadi dua kategori utama, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan apabila data masa lampau tidak ada, sehingga
peramalan tidak dapat dilakukan. Metode kulitatif, pendapat-pendapat dari para ahli akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebagai
hasil dari peramalan yang telah dilakukan. Namun, apabila data masa lampau tersedia, peramalan dengan metode kuantitatif akan lebih efektif digunakan
dibandingkan dengan metode kualitatif. Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam peramalan,
yaitu: 1.
Menentukan masalah yang akan dianalisis perumusan masalah dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam proses analisis tersebut.
2. Menyiapkan data, sehingga data dapat diproses dengan benar.
3. Menetapkan metode peramalan yang sesuai dengan data yang telah
disiapkan. 4.
Menerapkan metode yang sudah ditetapkan dan melakukan prediksi pada data untuk beberapa waktu ke depan.
5. Mengevaluasi hasil peramalan.
Peramalan dengan metode kuantitatif dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu time series model dan causal model Santoso, 2009: 37. Penelitian ini
akan menggunakan peramalan dengan metode time series. Time series model didasarkan pada data yang dikumpulkan, dicatat atau diamati berdasarkan
urutan waktu dan peramalannya dilakukan berdasarkan pola tertentu dari data. Analisis deret berkala time series analysis adalah suatu metode
kuantitatif untuk menentukan pola data masa lampau yang telah dikumpulkan secara teratur. Deret berkala time series adalah data statistik yang disusun
berdasarkan urutan waktu kejadian. Pengertian waktu ini dapat berupa tahun, kuartal, bulan, minggu, dan sebagainya.
Menurut Boedijoewono 2007: 222, terdapat empat manfaat analisis Time Series, yaitu:
1. Analisis Time Series dapat membantu mempelajari data masa lampau,
sehingga dapat dipelajari faktor-faktor penyebab perubahan di masa lampau yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk perencanaan masa
mendatang forecasting. 2.
Analisis Time Series dapat membantu dalam melakukan peramalan. Analisis Tren dapat digunakan untuk peramalan di masa mendatang.
3. Analisis Time Series dapat membantu memisahkan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi suatu data. Analisis ini khususnya pada seasonal variation dapat diketahui faktor-faktor musim yang sangat mempengaruhi
kegitan, sehingga untuk keperluan masa yang akan datang dapat diadakan penyesuaian dengan faktor musim ini.
4. Analisis Time Series dapat membantu dan mempermudah membandingkan
satu rangkaian data dengan rangkaian data yang lain. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
penghitungan dan penggambaran tren, salah satunya adalah Metode Jumlah Kuadrat Terkecil The Least Squares Method. Boedijoewono 2007: 230,
“Metode jumlah kuadrat terkecil adalah jumlah kuadrat penyimpangan deviasi nilai data terhadap garis tren minimum atau terkecil. Apabila syarat
ini terpenuhi, maka garis tren tersebut akan terletak di tengah-tengah data asli.
”
D. Review Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang penelitian penerimaan Pajak Penghasilan yang telah diteliti oleh peneliti lain.
Dengan penelusuran penelitian terdahulu, maka dapat semakin membantu peneliti untuk melakukan penelitian yang sekarang.
Beberapa penelitian mengenai Penerimaan Pajak Penghasilan telah banyak dilakukan, antara lain:
1. Nasution 2002 melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal
dengan judul
“Analisis Potensi dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan Di Indonesia Periode 1990-
2000” dengan menggunakan
beberapa alat ukur, yaitu Tax Ratio untuk menunjukkan jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari setiap rupiah pendapatan
nasional. Selain Tax Ratio, peneliti terdahulu juga menggunakan Tax Coverage Ratio untuk membandingkan besarnya pajak yang telah
dipungut dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dapat dipungut. Peneliti terdahuu juga menggunakan Cost of Tax Collection untuk
mengukur tingkat efisiensi pemungutan pajak yang ditunjukkan oleh tinggi rendahnya ratio antara nilai biaya yang dikeluarkan dengan nilai
penerimaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan selama tahun 1990-2000
diantaranya dipengaruhi oleh Produk Domestik Bruto, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar di seluruh
Indonesia.