Semiologi Roland Barthes Landasan Teori

otoratif : bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan atau kebijaksanaan yang diterima umum. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan wisdom yang terus menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana. Barthes, 1990:18.

2.1.8 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah satu seorang pemikir strukturalis yang merupakan penerus dari Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu. Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunannya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification. Yaitu mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal. Disinilah letak perbedaan Saussure dengan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah Signifier dan Signified yang di usung Saussure. Berikut adalah model sistematis dalam menganalisis makna tanda-tanda menurut Roland Barthes. Fokus Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of signification. Gambar 1 : skema signifikasi dua tahap Roland Barthes Melalui model tersebut ,Barthes seperti dikutip Fiske, menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan hubungan signifier dan signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosional dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif, dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Fiske, 1990:72. Denotation Signifier signified connotation myth First order reality sign Second order culture Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang di bangun diatas sistem lain yang ada sebelumnya Sobur, 2004:68- 69. Sastra adalah contoh jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Barthes menggambarkannya dalam sebuah peta tanda : 1. signifier penanda 2. signified petanda 3. denotative sign tanda denotatif 4. connotative signifier penanda konotatif 5. connotative signified petanda konotatif 6. connotative sign tanda konotatif Gambar 2. peta tanda Roland Barthes Dari peta tanda diatas terlihat bahwa denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif juga merupakan penanda konotatif 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya Sobur, 2004:69. Dalam kerangka barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu Budiman, 2001:28. Didalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain mitos adalah merupakan suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Barthes menempatkan ideologi dengan mitos karena baik didalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda konotatif terjadi secara termotivasi budiman, 2001:28.

2.1.9 Ideologi dan Metodologi

Dokumen yang terkait

REPRESENTASI KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU BAND INDIE PANDAI BESI (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Debu - Debu Berterbangan, Hujan Jangan Marah, Menjadi Indonesia” Dalam Album Daur, Baur 2013)

1 25 18

PEMAKNAAN LIRIK LAGU “SEKUAT HATIMU”(Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Sekuat Hatimu” karya band Last Child).

4 13 121

PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU ”ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan).

1 23 90

KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik tentang pemaknaan lirik lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals).

4 22 75

PENGGAMBARAN LAKILAKI DALAM LIRIK LAGU “SELIR HATI” ( Studi Semiotik Tentang Penggambaran Laki-laki Dalam Lirik Lagu “Selir Hati” yang dipopulerkan oleh grup band TRIAD Dalam Album TRIAD).

5 38 114

PENGGAMBARAN KESETARAAN GENDER PADA LIRIK LAGU “RAHASIAKU” (Studi Semiotik Dalam Lirik Lagu “Rahasiaku” yang Dibawakan oleh Grup Band Gigi).

0 0 87

PENGGAMBARAN KESETARAAN GENDER PADA LIRIK LAGU “RAHASIAKU” (Studi Semiotik Dalam Lirik Lagu “Rahasiaku” yang Dibawakan oleh Grup Band Gigi).

0 0 18

PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Ja

0 0 20

PENGGAMBARAN LAKILAKI DALAM LIRIK LAGU “SELIR HATI” ( Studi Semiotik Tentang Penggambaran Laki-laki Dalam Lirik Lagu “Selir Hati” yang dipopulerkan oleh grup band TRIAD Dalam Album TRIAD).

0 0 20

PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU ”ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan)

0 0 23