Antropologi SMA Jilid 2
84
Di samping begu, orang Batak juga mengenal makhluk
halus lain yang disebut umang dan jangak. Keduanya bersifat menolong manusia. Umang dan jangak bertempat tinggal di
tebing sungai dan di dalam gua-gua.
Selain kepercayaan di atas, masyarakat Batak juga me- lakukan upacara keagamaan, misalnya upacara selamatan
horja. Upacara horja merupakan upacara dalam rangka ber- syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena salah seorang
dari anggota keluarga mengalami kesuksesan atau jiwa anak lelaki berhasil menyunting gadis Sunda. Upacara horja
dilakukan dengan memotong beberapa ekor babi atau kerbau. Hal itu menunjukkan tanda penghormatan kepada leluhur.
4. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat
Dayak Masyarakat Dayak merupakan penduduk asli Kalimantan
yang terbagi menjadi beberapa sub-sub suku bangsa Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Ma’anyan, Dayak Ot Siang,
Dayak Lawangan, Dayak Katingan, dan sebagainya
Mereka mendiami di desa-desa sepanjang sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan Mendawai , Mentaya, Seruyan,
Kurnai, Arut Lemandandau, Jelau di kawasan Kalimantan Tengah.
Agama asli penduduk pribumi adalah agama Kaha- ringan. Umat Kaharingan percaya bahwa alam sekitarnya
penuh dengan makhluk-makhluk halus dan roh-roh yang menempati tiang rumah, batu besar, pohon besar, hutan belukar,
air, dan tempat-tempat lain yang ada di sekitar kehidupan manusia. Dalam bahasa Dayak Ngaju roh-roh tersebut dinama-
kan ganan. Menurut tempat tinggalnya bermacam-macam ganan memiliki nama yang berbeda-beda. Pada hakikatnya
ganan dikelompokkan menjadi dua golongan, sebagai berikut. a. Ganan yang bersifat baik, dalam bahasa Dayak Ngaju
disebut sangiang atau nayu-nayu.
b. Ganan yang bersifat jahat, dalam bahasa Dayak Ngaju
disebut taloh atau ngambe.
Selain ganan, masyarakat adat Dayak juga mempercayai adanya roh-roh nenek moyang, dalam bahasa Dayak Ngaju
disebut liau. Menurut kepercayaan orang Dayak, jiwa dalam bahasa Dayak Ngaju disebut Hambaruan orang mati
meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia sebagai liau. Lama kelamaan liau itu akan
kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying. Akan tetapi, proses menuju dewa tertinggi tersebut memerlukan
Tradisi budaya suku bangsa Dayak di Kali-
mantan menunjukkan keragaman yang luar
biasa. Meski demikian, terdapat banyak kesa-
maan antara keperca- yaan dan kegiatan ke-
agamaan dari berbagai kelompok yang berbe-
da. Hal itu menunjukkan
tingginya khasanah bu- daya bangsa Indonesia.
Cakrawala Budaya
Di unduh dari : Bukupaket.com
Agama dalam Kehidupan Manusia
85
waktu yang cukup lama dengan berbagai ujian dan rintangan untuk akhirnya masuk ke dunia roh yang disebut Lewu Liau
dan menghadap Ranying.
Kepercayaan orang Dayak terha- dap roh nenek moyang dan makhluk-
makhluk halus yang menempati alam sekelilingnya terwujud dalam upacara-
upacara keagamaannya. Upacara terse- but berupa pemberian sesaji kepada roh
nenek moyang, dan berbagai bentuk upacara yang berkaitan dengan siklus
hidup manusia, seperti upacara menyam- but kelahiran, upacara memandikan bayi
yang pertama kali, upacara memotong rambut bayi, upacara penguburan, dan
pembakaran mayat.
Apabila orang Dayak mati, mayat- nya diletakkan dulu di dalam peti mayat
dari kayu berbentuk perahu lesung, dalam bahasa Dayak Ngaju disebut raung.
Kuburan tersebut dianggap kuburan sementara, karena upacara yang terpenting berhubungan dengan kematian adalah
upacara pembakaran mayat yang berlangsung secara besar- besaran. Upacara pembakaran mayat menurut orang Dayak
Ngaju disebut tiwah dan menurut orang Dayak Ot Danum disebut daro. Adapun menurut orang Dayak Ma’anyan disebut
ijambe.
Pada upacara pembakaran mayat, semua tulang belulang terutama tengkoraknya dari
semua kerabat yang telah meninggal pada kurun waktu tertentu digali dan dipindahkan ke tempat
pemakaman yang tetap dalam sebuah bangunan berukir indah yang disebut sandung. Mayat
dibakar dan abunya disimpan di bangunan yang berukir indah yang disebut tambak. Pelaku upa-
cara pembakaran mayat disebut balian. Seorang balian sebagai ahli upacara pemakaman akan
menyanyikan dongeng-dongeng mitologi dan silsilah Ngaju yang amat panjang secara hafalan
di luar kepala sampai berjam-jam, dan juga mempertunjukkan tarian suci. Dongeng-dongeng
mitologi dan silsilah Ngaju disebut sansana atau bandar.
Sumber: Indonesian Heritage, 2002 S Gambar 2.11
Sekelompok pendeta Ngaju yang berada di depan bangunan untuk orang mati.
Sumber: http:images.google.co.id S Gambar 2.12
Sandung merupakan ba- ngunan berukir indah yang digunakan sebagai
tempat pemakaman yang tetap untuk satu kerabat.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi SMA Jilid 2
86
5. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat