Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Jawa

Antropologi SMA Jilid 2 92 Oleh karena itu masyarakat adat Makassar memiliki kebiasaan membangun rumah dengan tiga tingkat, karena bisa dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upacara-upacara adat. Di samping percaya kepada dewa-dewa, ma- syarakat adat Makassar juga mempercayai adanya makhluk-makhluk halus yang menghuni pohon-pohon, batu-batu besar, dan tempat-tempat yang dikeramatkan. Mereka juga mempercayai adanya benda-benda yang memiliki kekuatan gaib atau jimat. Mereka juga mempercayai bahwa gerak tertentu pada hewan maupun tumbuhan dapat ditafsirkan untuk memperoleh maknanya, misal sebagai pertanda akan terjadinya sesuatu peristiwa. Masyarakat adat juga mempercayai adanya hari baik dan hari buruk, sehingga penyelenggaraan sesuatu upacara atau kegiatan besar harus diperhitungkan pemilihan waktunya.

11. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Jawa

Jauh sebelum agama menjadi bagian dari sistem religi masyara- kat Jawa, mereka telah mengenal adanya kepercayaan kuno yang berkaitan dengan kekuatan- kekuatan yang melebihi segala kekuatan yang ada yang disebut kasekten. Adanya kepercayaan mengenai roh leluhur atau arwah, dan makhluk halus seperti: lelembut, memedi, tuyul, demit, jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan adat Jawa, makhluk-makhluk halus dapat mendatangkan kebahagiaan dan dapat pula mengakibatkan bencana. Agar kehidupan manusia jauh dari bencana maka perlu melakukan sesuatu, misal: prihatin, berpuasa, berpantang, melakukan perbuatan tertentu atau makan makanan tertentu, mengadakan selamatan, dan bersaji. Selamatan adalah suatu upacara makan bersama setelah makanan didoakan sebelum dibagi-bagikan. Upacara selamatan pada umumnya dipimpin oleh seorang modin. Upacara selamatan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan seorang, yaitu sebagai berikut. Sumber: Indonesian Heritage, 2002 S Gambar 2.19 Selamatan yang dilakukan oleh orang Jawa. Sumber: http:images.google.co.id S Gambar 2.18 Rumah adat sederhana di Makassar. Di unduh dari : Bukupaket.com Agama dalam Kehidupan Manusia 93 a. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, misal: mitoni upacara hamil tujuh bulan pada kehamilan anak pertama, kelahiran bayi, potong rambut pertama, bayi menyentuh tanah yang pertama upacara tedhak siten, kematian, dan sebagainya. b. Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen. c. Selamatan berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan besar. d. Selamatan pada saat yang tidak menentu, bergantung pada suatu kejadian, misalnya akan bepergian, menolak bala ngruwat. Dari macam-macam selamatan tersebut yang mendapat perhatian paling besar dari berbagai lapisan masyarakat Jawa adalah upacara yang berkaitan dengan kematian dan sesudahnya, karena masyarakat adat Jawa sangat menghor- mati arwah leluhurnya. Selamatan yang berkaitan dengan kematian meliputi: selamatan saat kematian geblak, nelung dina tiga hari setelah kematian, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari atau nyatus, setahun atau pendhak sepisan, dua tahun atau pendhak pindho, dan seribu hari atau nyewu. Seribu hari atau nyewu merupakan penutup dari rangkaian upacara kematian seseorang. Upacara seribu hari atau sedekah nyewu sering disebut juga sebagai upacara nguwis- uwisi. Selain menyelengarakan selamatan, masyarakat adat Jawa mengenal adanya bersaji, yaitu membuat sesajen pada waktu-waktu tertentu yang biasa diletakkan di berbagai tempat tertentu, misal: di perempatan jalan, di sudut rumah, di sumber air, di jembatan, dan di tempat yang dianggap keramat. Sesaji pada umumnya dilakukan saat orang mempunyai hajatan. Sesaji bisa berupa: tiga macam bunga disebut bunga telon berisi mawar, kantil, dan kenanga, uang logam recehan, dan kue apem terbuat dari tepung beras mirip kue serabi yang semuanya diletakkan di besek kecil atau rangkaian bilah bambu segi empat yang disebut encek. Juga ditaruh di dalam rangkaian tempat dari daun pisang yang disebut takir. Hari- hari khusus yang biasa dibuat sesaji adalah setiap malam Jum’at khususnya malam Jum’at kliwon dan malam Selasa Kliwon. Malam Jum’at Kliwon dan malam Selasa kliwon dianggap sebagai hari-hari keramat. Pada hari-hari tersebut dibuat sesaji sederhana berupa bunga tiga macam bunga telon dimasukkan ke dalam gelas berisi air, diberi pelita kecil dan saat meletakkan diadakan pembakaran kemenyan atau dikutugi. Keris merupakan benda berharga menurut ke- percayaan masyarakat Jawa. Keris dipercaya ada yang memiliki ke- kuatan gaib yang da- pat membawa keberun- tungan. Untuk menjaga agar kekuatan keris ti- dak hilang, harus dila- kukan jamasan penyu- cian keris dengan air kembang setaman. Cakrawala Budaya Di unduh dari : Bukupaket.com Antropologi SMA Jilid 2 94 Masyarakat adat Jawa juga mem- percayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang disebut kasekten yang ditu- jukan pada benda-benda pusaka seperti keris dan alat musik jawa gamelan. Di samping itu masyarakat adat Jawa mengenal adanya upacara ruwatan sebagai penolak bala. Masya- rakat Jawa mempercayai adanya tokoh pewayangan Batara Kala yang mengancam keselamatan orang-orang yang dianggap membawa sial su- kerta dan perlu diruwat agar terhindar dari sukerta tersebut. Adapun orang- orang yang membawa sukerta, antara lain sebagai berikut. a. Anak tunggal disebut ontang-anting. b. Anak dua, laki-laki dan perempuan disebut kedono-kedini. c. Anak dua, perempuan semua disebut kembang sepasang. d. Anak lima, laki-laki semua disebut pandhawa. e. Anak tiga, dua perempuan dan satu laki-laki berada di tengah disebut pancuran kapit sendhang. f. Anak tiga, dua laki-laki dan satu perempuan di tengah disebut sendang kapit pancuran. Upacara ngruwat tersebut pada umumnya dipimpin oleh seorang dalang tua yang biasa memainkan pertunjukan wayang kulit. Upacara ngruwat dilakukan dengan menggelar pertunjukan wayang kulit yang berlangsung pada siang hari dan secara singkat, dengan cerita “Murwakala“. Pada zaman sekarang ini upacara ngruwat sering dilakukan secara kolektif dan dimanfaatkan sebagai salah satu even budaya penarik pariwisata.

12. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Papua