Antropologi SMA Jilid 2
78
yaitu Pelbegu, yang artinya “penyembah roh”. Adapun para penganutnya memberikan nama molohe adu, yang berarti
“penyembah adu“. Aktivitas dalam agama ini berkisar pada penyembahan roh leluhur. Untuk itu mereka membuat patung-
patung kayu yang disebut adu. Patung-patung yang dipercayai sebagai tempat roh leluhur tersebut dinamakan adu satua,
dan harus dirawat dengan baik.
Menurut kepercayaan umat pelbegu, setiap orang
memiliki dua macam tubuh, yaitu tubuh yang kasar disebut boto, dan tubuh yang halus, terdiri atas noso nafas dan
lumolumo bayangan. Jika orang meninggal maka badan kasar boto kembali menjadi debu, sedangkan badan halus
noso kembali pada Lowalangi Allah, sedangkan bayangan atau lumolumonya berubah menjadi bekhu roh. Selama
belum dilakukan upacara kematian, bekhu akan tetap berada di sekitar tempat pemakamannya, karena menurut keperca-
yaan untuk pergi ke Teteholi Ana’a dunia roh seseorang harus menyeberangi suatu jembatan dahulu yang dijaga ketat
oleh seorang dewa penjaga dengan kucingnya mao. Orang yang berdosa dan belum diupacarakan akan didorong masuk
ke dalam neraka yang berada di bawah jembatan.
Umat Pelbegu mempercayai bahwa kehidupan sesudah
kematian merupakan kelanjutan dari kehidupan yang sekarang, sehingga jika semasa hidupnya menjadi orang kaya yang ber-
kedudukan tinggi maka setelah kematian pun kehidupan di Teteholi Ana’e, keadaannya juga demikian. Demikian pula
sebaliknya jika di dunia hidupnya miskin, maka setelah mati pun kehidupan di Teteholi Ana’e hidupnya juga tetap miskin.
Dalam agama Pelbegu ini, dikenal adanya dewa-dewa, antara lain sebagai berikut.
a. Lowolangi adalah dewa tertinggi dan dianggap sebagai
raja segala dewa dari dunia atas.
b. Latura Dano adalah raja dewa di dunia bawah dan meru-
pakan saudara tua Lowolangi.
c. Silewe Nasarata adalah dewa pelindung para pemuka
agama, merupakan istri Lowolangi. Mitologi Nias terdapat dalam syair yang ditembangkan,
yang disebut hoho, sampai kini masih sering dinyanyikan dalam pesta-pesta adat.
Menurut mitologi Nias yang termuat dalam hoho, alam
segala isinya ini diciptakan oleh Lowolangi dari beberapa warna udara yang diaduk dengan tongkatnya yang disebut sihai.
Untuk menciptakan manusia, Lowolangi terlebih dahulu menciptakan pohon kehidupan yang disebut Tora’a,
Sampai saat ini, kita masih menjumpai se-
bagian masyarakat kita yang memiliki keper-
cayaan animisme. Coba Anda lakukan
pengamatan terhadap lingkungan sekitar
Anda, apakah masih ada yang melaksana-
kan kepercayaan ani- misme?
Kumpulkan hasil kerja Anda kepada bapakibu
guru.
Praktik Antropologi
Pengamatan Lingkungan
Sumber: http:images. google.co.id
S Gambar 2.6 Adu adalah
patung-patung dari kayu. Adu dipercayai sebagai tempat roh
leluhur dan di sembah oleh ma- syarakat Nias sebelum agama
masuk di daerah tersebut.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Agama dalam Kehidupan Manusia
79
kemudian berbuah dua butir dan segera dierami oleh seekor laba-laba emas ciptaan Lowolangi juga. Dari buah yang dierami
tersebut lahir sepasang dewa-dewa pertama yang bernama Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a yang berjenis kelamin laki-
laki dan Burutiroangi Burutiroana’a yang berjenis kelamin perempuan. Sepasang dewa ini menghasilkan keturunan yang
menjadi penguasa langit dengan dewa Sirao Uwu Zihono sebagai rajanya. Dewa ini memiliki tiga istri dan masing-
masing menghasilkan keturunan tiga anak, sehingga putranya berjumlah sembilan. Saat dewa Sirao hendak mengundurkan
diri, terjadilah pertengkaran di antara kesembilan putranya tersebut. Untuk mengatasi pertengkaran tersebut dewa Sirao
mengadakan sayembara berupa ketangkasan menari di atas mata sembilan tombak toho yang dipancangkan di lapangan
muka istana. Sayembara tersebut dimenangkan oleh putra bungsunya yang bernama Luo Mewona. Untuk menente-
ramkan kedelapan putranya yang lain, dewa Sirao menurunkan mereka ke tanah Nias. Untuk menemani kakak-kakaknya itu,
Luo Mewona juga menurunkan putra sulungnya yang bernama Silogu di Hiambanua Onomondra, negeri Ulu Moro’o
sekarang di kecamatan Mandrehe, Nias Barat.
Dari kedelapan putra dewa Sirao yang diturunkan ke bumi Nias hanya empat yang berhasil selamat tiba di pulau
Nias dan menjadi leluhur dari mado-mado margaklen di Nias. Adapun putra-putra dewa Sirao lainnya tidak berhasil
mendarat di Nias karena mengalami berbagai kecelakaan, di antaranya sebagai berikut.
a. Bauwadano Hia, karena berat badannya menyebabkan