2.2 Berbagai Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.
a. Menerima receiving, diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon responding, yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah beraryi bahwa orang
menerima ide tersebut. c. Menghargai valuing, yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab responsible, yakni bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
3. Pengertian Remaja
Remaja atau “adolescence” Inggris, berasal dari bahasa Latin “adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah
bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes
RI adalah antara 10 sampai 19 tahun. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun Widyastuti, dkk, 2010
Universitas Sumatera Utara
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO 1995 sekitar seperlima dari penduduk
dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun Soetjiningsih, 2010.
4. Anemia
4.1 pengertian Anemia
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin
biasanya kurang dari 13,5 gdl pada pria dewasa, dan kurang dari 11,5 gdl pada wanita dewasa. Sejak usia 3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang
kurang dari 11,0 gdl menunjukkan anemia. Tingginya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir menyebabkan ditentukannya 15,0 gdl sebagai batas bawah pada
waktu lahir Hoffbrand, dkk, 2005. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan Arisman, 2010.
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah hematokrit per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang diteliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium Price, 1995.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Kriteria anemia
Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO tahun 1968 dikutip dari Tarwoto,
2008 adalah laki-laki dewasadengan jumlah hemoglobin 13 gdl, wanita dewasa tidak hamil 12 gdl, wanita hamil 11 gdl, anak umur 6-14 tahun
12 gdl, anak umur 6 bulan – 6 tahun 11 gdl. Secara klinis menurut I made Bakta 2003, kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah hemoglobin 10 gdl,
hematokrit 30, dan eritrosit 2,8 juta Tarwoto, 2008.
4.3 Klasifikasi Anemia
Berdasarkan aspek etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi: 1 anemia aplastik; 2 anemia defisiensi besi; dan 3 anemia megaloblastik.
Menurut Hoffbrand 1993, anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya
diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik penyebabnya tidak diketahui, atau sekunder akibat
penyebab-penyebab industri atau virus. Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik sementara atau permanen meliputi, lupus eritematosus sistemik yang
berbasis autoimun, agen antineoplastik atau sitotoksik, terapi radiasi, antibiotik tertentu, berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon, zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida, dan
Universitas Sumatera Utara
penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan Human Immunodeficiency Virus
HIV Price, 2006. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan
terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan.
Menurut Almatsier 2005, anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. . WHO dikutip dari Tarwoto, 2008 menetapkan kriteria
anemia pada laki-laki dewasa jika hemoglobin 13 gdl, wanita dewasa tidak hami jika hemoglobin 12 gdl, wanita hamil jika hemoglobin 11 gdl, anak
umur 6-14 tahunjika hemoglobin 12 gdl, dan anak umur 6 bulan – 6 tahun jika hemoglobin 11 gdl.
Menurut Guyton 2001, anemia megaloblastik adalah anemia yang sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan
gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat,
malabsorbsi, kehilangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan pascagastrektomi, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai
akibat agens-agens kemoterapeutik Price, 2006.
Universitas Sumatera Utara
5. Anemia Defisiensi Besi
5.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi Almatsier, 2005.
5.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu kehilangan darah secara kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid,
infestasi parasit, dan proses keganasan; asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; dan peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk
pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui Arisman, 2010
Pada pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit.
Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid sangat banyak banyak wanita yang tidak sadar
kalau darah haidnya terlalu banyak akan terjadi anemia defisiensi besi. Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa haid.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode haid berkisar antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat
besi sebesar 12,5-15 mgbulan, atau kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari.
Universitas Sumatera Utara
Selain dari peristiwa haid, kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit, seperti cacing tambang ankilostoma dan nekator, schistosoma,
dan mungkin pula Trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi di negara tropis kebanyakan negara tropis terklasifikasi sebagai negara belum dan
sedang berkembang, lembab serta keadaan sanitasi yang buruk. Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang
berasal dari daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30.
Sayangnya sebagian besar penduduk di negara yang belum sedang berkembang tidak mampu atau belum mampu menghadirkan makanan tersebut di meja makan.
Ditambah dengan kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan teh secara bersamaan sewaktu makan
menyebabkan serapan zat besi semakin rendah. Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang
melalui tinja, air kencing, dan kulit. Kehilangan basis ini diduga sebanyak 14 ugkg BBhari. Jika dihitung berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis zat besi
untuk pria dewasa mendekati 0,9 mg dan 0,8 mg untuk wanita. Masa bayi dan anak-anak merupakan saat pertumbuhan yang cepat dan pada saat itu zat besi
dibutuhkan dalam jumlah banyak. Begitu juga remaja, terutama remaja wanita yang mengalami haid, membutuhkan lebih banyak zat besi, karena zat besi yang
hilang dari tubuh saat haid juga banyak. Pada ibu hamil dan menyusui, kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
zat besi meningkat karena selain dibutuhkan oleh sang ibu, zat besi juga dibutuhkan oleh bayinya. Pada ibu hamil zat besi juga dibutuhkan oleh plasenta
dan janinnya. Apabila kebutuhan yang tinggi ini tidak dapat dipenuhi maka kemungkinan terjadinya anemia gizi besi cukup besar Wirakusumah, 1999.
5.3 Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi dibagi menjadi dua, yaitu tanda dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas serta tanda dan gejala anemia
defisiensi besi yang khas. Tanda dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas hampir sama dengan
anemia pada umumnya yaitu: cepat lelah atau kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan otot kurang sehingga metabolisme otot
terganggu; nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan oksigen, karena daya angkut hemoglobin berkurang; kesulitan
bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala, dimana tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernapasan lebih dipercepat;
palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan denyut nadi; dan pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan
konjungtiva Tarwoto, 2007. Tanda dan gejala yang khas pada anemia defisiensi besi adalah: adanya
kuku sendok spoon nail, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung mirip sendok; atropi papil lidah, permukaan lidah menjadi licin
Universitas Sumatera Utara
dan mengkilap karena papil lidah menghilang; stomatitis angular, peradangan pada sudut mulut sehingga nampak seperti bercak berwarna pucat keputihan;
disfagia, nyeri saat menelan karena kerusakan epitel hipofaring; atropi mukosa gaster; dan adanya peradangan pada mukosa mulut stomatitis, peradangan pada
lidah glositis, dan peradangan pada bibir cheilitis Tarwoto, 2007.
6. Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Puteri
Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap defisiensi gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan
energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga,
kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi Arisman, 2010.
Menurut Soemantri 2001, pada wanita, besi yang dikeluarkan dari tubuh lebih banyak dari laki-laki. Setiap bulan wanita mengalami menstruasi secara
teratur, setiap periode menstruasi dikeluarkan zat besi rata-rata sebanyak 28 mg periode. Oleh karena menstruasi terjadi satu kali dalam satu bulan, maka rata-rata
zat besi yang dikeluarkan adalah 1 mg hari. Dengan demikian wanita mengeluarkan besi dari tubuhnya hampir dua kali lebih banyak dari pada laki-laki
dewasa. Sekitar usia 13 tahun adalah awal dari masa remaja dari segi hematologi. Pada masa ini terjadi perubahan sistem kelenjar gonado pituitari hipotalamik yang
semula belum masak menjadi masak sehingga terjadilah perbedaan hormonal antara laki- laki dan wanita. Pada laki-laki produksi testosteron lebih meningkat,
Universitas Sumatera Utara
diduga hormon ini berperan terhadap eritropoesis. Faktor lain yang turut memacu eritropoesis adalah eritropoeti yang meningkat pada masa remaja, pada wanita
dewasa kadarnya 50 lebih rendah. Pada remaja puteri terutama yang telah mengalami menstruasi membutuhkan zat besi relatif lebih tinggi, selain itu
mereka juga sedang dalam masa tumbuh kembang yang cepat serta adanya pengaruh hormonal Hayati, 2010.
7. Zat Besi Fe