Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO 1995 sekitar seperlima dari penduduk
dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun Soetjiningsih, 2010.
4. Anemia
4.1 pengertian Anemia
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin
biasanya kurang dari 13,5 gdl pada pria dewasa, dan kurang dari 11,5 gdl pada wanita dewasa. Sejak usia 3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang
kurang dari 11,0 gdl menunjukkan anemia. Tingginya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir menyebabkan ditentukannya 15,0 gdl sebagai batas bawah pada
waktu lahir Hoffbrand, dkk, 2005. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan Arisman, 2010.
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah hematokrit per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang diteliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium Price, 1995.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Kriteria anemia
Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO tahun 1968 dikutip dari Tarwoto,
2008 adalah laki-laki dewasadengan jumlah hemoglobin 13 gdl, wanita dewasa tidak hamil 12 gdl, wanita hamil 11 gdl, anak umur 6-14 tahun
12 gdl, anak umur 6 bulan – 6 tahun 11 gdl. Secara klinis menurut I made Bakta 2003, kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah hemoglobin 10 gdl,
hematokrit 30, dan eritrosit 2,8 juta Tarwoto, 2008.
4.3 Klasifikasi Anemia
Berdasarkan aspek etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi: 1 anemia aplastik; 2 anemia defisiensi besi; dan 3 anemia megaloblastik.
Menurut Hoffbrand 1993, anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya
diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik penyebabnya tidak diketahui, atau sekunder akibat
penyebab-penyebab industri atau virus. Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik sementara atau permanen meliputi, lupus eritematosus sistemik yang
berbasis autoimun, agen antineoplastik atau sitotoksik, terapi radiasi, antibiotik tertentu, berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon, zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida, dan
Universitas Sumatera Utara
penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan Human Immunodeficiency Virus
HIV Price, 2006. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan
terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan.
Menurut Almatsier 2005, anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. . WHO dikutip dari Tarwoto, 2008 menetapkan kriteria
anemia pada laki-laki dewasa jika hemoglobin 13 gdl, wanita dewasa tidak hami jika hemoglobin 12 gdl, wanita hamil jika hemoglobin 11 gdl, anak
umur 6-14 tahunjika hemoglobin 12 gdl, dan anak umur 6 bulan – 6 tahun jika hemoglobin 11 gdl.
Menurut Guyton 2001, anemia megaloblastik adalah anemia yang sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan
gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat,
malabsorbsi, kehilangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan pascagastrektomi, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai
akibat agens-agens kemoterapeutik Price, 2006.
Universitas Sumatera Utara
5. Anemia Defisiensi Besi