b. Untuk wanita menstruasi, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mghari, dan pengeluaran pada saat
menstruasi sebanyak 0,5-1 mghari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1-2 mghari.
c. Untuk wanita hamil, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mghari, pada saat kehamilan 1-2
mghari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,5-3 mghari. d. Untuk anak-anak, pengeluaran zat besi harian melalui urine, feses, dan
keringat sebanyak 0,5-1 mghari, untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mghari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,1 mghari.
e. Untuk wanita usia 12-15 tahun, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mghari, melalui menstruasi
sebanyak 0,5-1 mghari, dan untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mghari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,6-2,6 mghari.
8. Dampak Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama
menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Namun sejak 25 tahun terakhir banyak bukti
menunjukkan bahwa defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja
Almatsier, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama terjadi bila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan feritin dalam plasma hingga
12 ugL. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan absorbsi besi yang terlihat dari peningkatan kemampuan mengikat besi total. Pada tahap ini belum terlihat
perubahan fungsional dalam tubuh. Tahap kedua terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh transferin hingga kurang dari 16 pada orang
dewasa dan meningkatnya protoporfirin yaitu bentuk pendahulu heme. Pada tahap ini nilai hemoglobin di dalam darah masih berada pada 95 nilai normal. Hal ini
dapat mengganggu metabolisme energi, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan bekerja. Pada tahap ketiga terjadi anemia gizi besi, dimana kadar
hemoglobin total turun dibawah nilai normal. Kekurangan zat besi dapat menurunkan ketahanan tubuh menghadapi
penyakit infeksi. Dalam anemia defisiensi besi, kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik. Ini yang menyebabkan orang yang kekurangan zat besi mudah sekali
terserang penyakit-penyakit infeksi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara anemia defisiensi besi dan kekebalan tubuh. Penelitian
pertama yang pernah dilaporkan mengatakan bahwa bayi-bayi yang menderita bronchitis dan gastroentritis di London menjadi berkurang setelah diberi terapi zat
besi. Pemberian susu formula yang ditambah vitamin dan zat besi kepada bayi setiap hari juga menurunkan insiden infeksi saluran pernapasan hampir
setengahnya dibandingkan dengan bayi yang diberi susu tapi tanpa tambahan zat besi. Orang-orang yang menderita anemia gizi besi lebih banyak mengalami diare
Universitas Sumatera Utara
dan gangguan pernapasan. Selain itu, ternyata anak yang menderita anemia lebih rawan akan penyakit meningitis dibandingkan anak-anak yang kadar Hb-nya lebih
dari 10,1 gdl Wirakusumah, 1999 Telah banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara konsentrasi
dan prestasi belajar dengan anemia defisiensi besi. Penelitian ini dikemukakan oleh Howell 1970, 1971 yang menyatakan bahwa anemi kekurangan zat besi
akan mempengaruhi konsentrasi dan prestasi belajar dan dengan tegas dinyatakan tidak adanya pengaruh terhadap IQ. Howell melanjutkan, dengan menambah zat
besi, artinya memperbaiki anemia, membuktikan bahwa konsentrasi dan prestasi belajar dapat diperbaiki. Sulzer dkk. 1973 mengemukakan pendapatnya
berdasarkan hasil penelitiannya bahwa disamping terdapatnya akibat jelas dari anemi kekurangan zat besi berupa menurunnya test kognitif juga terdapat
menurunnya skor IQ. Penelitian hampir sama dengan menggunakan kontrol yang dilakukan oleh Webb dan Oski 1973 berkesimpulan bahwa anemia defisiensi zat
besi mempengaruhi proses membaca. Selanjutnya, Webb dan Oski pada tahun 1974, dengan menyelidiki lebih mendalam pengaruh anemia defisiensi besi pada
kasus-kasus yang sebelumnya pernah diselidiki berkesimpulan bahwa anemia defisiensi besi mempengaruhi perhatian, konsentrasi dan persepsi Soemantri,
1982. Menurut Depkes RI 1998, akibat jangka panjang dari anemia pada remaja
putri adalah apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya. Karena Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi
komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Selain itu anemia gizi besi juga dapat menyebabkan gangguan pada masa nifas subinvolusi rahim, daya
tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah, dan gangguan pada janin abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain
Hayati, 2010.
9. Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi