Motivasi Intrinsik Petugas CMHN

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada pengaruh variabel motivasi dengan indikator motivasi intrisik dan ekstrinsik, indikator motivasi intrinsik, yaitu tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan, indikator motivasi ekstrinsik gaji, keamanan dan keselamatan, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur, status dan disiplin tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat, sanksi hukuman, ketegasan, hubungan kemanusiaan petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat. Berdasarkan hasil uji statistik multivariat seluruh variabel bebas, yaitu motivasi dan disiplin berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja, dengan uraian sebagai berikut:

5.1.1 Motivasi Intrinsik Petugas CMHN

a. Motivasi Intrinsik Indikator Tanggung Jawab Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik dengan indikator tanggung jawab, diketahui bahwa sebanyak 23 orang 47,9 responden menyatakan selalu bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugas sebagai petugas CMHN yang telah ditetapkan di Puskesmas, sebanyak 23 orang 47,9 menyatakan kadang- kadang bertanggung jawab terhadap kunjungan rumah home visite secara berkala Universitas Sumatera Utara pada penderita gangguan jiwa, sebanyak 24 orang 50,0, menyatakan bertanggung jawab terhadap tindakan keperawatan yang di lakukan pada keluarga dan pasien gangguan jiwa, sebanyak 22 orang 45,8 menyatakan bertanggung jawab terhadap membentuk dan melatih kader dalam rangka menyiapkan desa siaga sehat jiwa, sebanyak 21 orang 43,8, menyatakan kadang-kadang membuat laporan bulanan secara rutin tentang perkembangan pasien, sebanyak 21 orang 43,8, menyatakan kadang-kadang bertanggung jawab membantu meningkatkan kemandirian keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa dan sebanyak 24 orang 50,0 menyatakan kadang-kadang bertanggung jawab terhadap peningkatan kemandirian pasien gangguan jiwa diwilayah kerja. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa petugas CMHN menyadari bahwa tanggung jawab pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa merupakan tanggung jawab petugas CMHN, namun pelaksanaannya belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara kepada petugas CMHN maupun fasilitator bahwa mereka mengetahui pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa merupakan tanggung jawab mereka, namun pengimplementasiannya belum sepenuhnya diberikan kepada pasien gangguan jiwa. Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan 2005, menyatakan bahwa setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar. Universitas Sumatera Utara Menurut FKUI dan WHO 2006, pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan yang lengkap jenjang pelayanannya, yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik, pelayanan kesehatan jiwa menyeluruh dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat dan diberikan secara terus menerus dari kondisi sehat sampai sakit dan sebaliknya, baik di rumah maupun di rumah sakit dimana saja orang berada, dari dalam kandungan sampai lanjut usia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juliani 2008, yang mengungkapkan bahwa variabel motivasi instrinsik yang dimiliki perawat pelaksana dengan indikator tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Siregar 2008, yang menyimpulkan secara parsial variabel motivasi intrinsik dengan indikator tanggung jawab tidak berpengaruh secara signifikan p0,05 terhadap kinerja perawat. b. Motivasi Intrinsik Indikator Prestasi Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator prestasi, diketahui bahwa secara umum jawaban responden sebagai petugas CMHN, sebanyak 23 orang 47,9 menyatakan tidak pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan prestasi, sebanyak 20 orang 41,7, menyatakan kadang-kadang kenaikan jabatanpangkat memengaruhi semangat dalam bekerja dan sebanyak 20 orang 41,7 menayatakan kadang-kadang prestasi kerja dinilai dengan teliti dan benar oleh atasan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas CMHN menjelaskan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa merupakan tupoksi dan merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan, namun petugas CMHN belum melaksanakan asuhan keperawatan jiwa secara maksimal dengan alasan, bahwa walaupun asuhan keperawatan tidak dilaksanakan oleh petugas CMHN, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap prestasi, seperti kenaikan pangkat dan mutasi, sehingga petugas CMHN merasa tidak termotivasi atau tidak terdorong untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa dengan baik dan pimpinan puskesmas juga kurang mendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa, seperti bersikap acuh tak acuh terhadap hasil pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa. Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan 2005, menyatakan bahwa setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. Demikian juga dengan teori David C McClelland dalam Handoko 2001, tentang motivasi berprestasi, adanya motivasi berprestasi yang tinggi akan berhubungan dengan peningkatan kinerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sihotang 2006, yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien di Rumah Sakit Umum Doloksanggul, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi dengan kinerja perawat. Hasil penelitian ini didukung oelh hasil penelitian Siregar 2008, yang mngungkapkan terdapat pengaruh Universitas Sumatera Utara yang signifikan antara prestasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Swadana Tarutung dan variabel prestasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja perawat, dengan nilai Expβ=31,445. Ini menunjukkan bahwa jika prestasi perawat baik dalam arti apa yang dilakukan perawat mendapat perhatian dari atasan menyangkut prestasi maka kinerja perawat akan meningkat 31 kali dibandingkan jika prestasi perawat kurang baik, namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Amelia 2008, menemukan bahwa prestasi kerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa tidak berpengruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. c. Motivasi Intrinsik Indikator Pengakuan Orang Lain Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator pengakuan orang lain diketahui bahwa, sebanyak 18 orang 37,5 responden menyatakan kadang-kadang diakui dan mendapat dukungan dari teman sejawat setiap kegiatan yang di lakukan dalam meningkatkan kemandirian pasien gangguan jiwa, sebanyak 24 orang 50,0 responden menyatakan kadang-kadang pihak puskesmas dan sebanyak 23 orang 47,9 responden menyatakan kadang-kadang mendapat pengakuan dari pihak eksekutif dan legislatif dalam bentuk pemberian insentif sesuai beban kerja. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja petugas CMHN dalam asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa kurang diakui oleh atasannya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan petugas CMHN dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen masih kurang mengembangkan kegiatan- kegiatan sebagai bentuk pengakuan terhadap hasil kerja petugas CMHN. Pengakuan yang ada biasanya bersifat lisan tanpa diikuti oleh suatu perlakuan yang khusus, sehingga dengan kondisi seperti ini dapat menyebabkan petugas CMHN akan kurang termotivasi untuk berprestasi. Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan 2005, yang menyatakan bahwa petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi. Sejalan dengan pendapat Handoko 2001, yang mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Amelia 2008, mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik indikator pengakuan berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Demikian juga dengan hasil penelitian Juliani 2007 tentang Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007, terdapat pengaruh secara signifikan, pengakuan orang lain terhadap kinerja perawat pelaksana. Universitas Sumatera Utara d. Motivasi Intrinsik Indikator Pekerjaan itu Sendiri Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator pekerjaan itu sendiri, diketahui bahwa sebanyak 19 orang 39,6 responden menyatakan kadang- kadang merasa senang bekerja sebagai petugas CMHN dalam membantu masyarakat menangani masalah-masalah kesehatan jiwa, dan sebanyak 24 orang 50,0 responden menyatakan kadang-kadang dalam bekerja mudah mendapatkan informasi untuk mendukung kegiatan yang di lakukan, dan sebanyak 22 orang 45,9 responden menyatakan kadang-kadang merasa senang dan bahagia bila pasien yang dirawat menunjukkan peningkatan kemandirian. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja petugas CMHN dalam melaksanakan asuhan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa menyadari adanya tupoksi dan merupakan kewajiban petugas CMHN, namun kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas CMHN bahwa pemberian asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa merupakan tupoksi perawat, namun perawat belum melaksanakan secara maksimal karena kurangnya keterampilan dan penguasaan dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa. Penyebab lainnya menurut responden karena banyaknya tugas yang harus dilakukan selain menangani pasien gangguan jiwa, yaitu tugas pada program lain, sehingga petugas CMHN tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa sehingga kurang termotivasi untuk berprestasi kerja. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Lande 2006, yang menyatakan bahwa penyebab perawat tidak melaksanakan asuhan keperawatan sampai dengan pendokumentasian karena tidak ada waktu yang cukup dalam pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan 2005, yang menyatakan bahwa pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi dan memerlukan reinforcement. e. Motivasi Intrinsik Indikator Kemungkinan Pengembangan Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator kemungkinan pengembangan, diketahui bahwa sebanyak 20 orang 41,7 responden menyatakan kadang-kadang mendapat kesempatan untuk bersaing dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan rekan kerja, dan sebanyak 20 orang 41,7 responden menyatakan kadang-kadang ada dukungan atau dorongan atasan untuk pengembangan keterampilan sebagai petugas CMHN, sebanyak 24 orang 50,0 responden menyatakan kadang-kadang ada kesempatan untuk memperoleh pengetahuan yang baru tentang teknik penanggulangan gangguan jiwa di masyarakat dan sebanyak 25 orang 52,1 responden menyatakan kadang-kadang diberi kesempatan untuk melakukan studi banding ke Kabupaten lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam menanggulangi gangguan jiwa di masyarakat serta sebanyak 24 orang 50,0 responden menyatakan kadang-kadang diberi kesempatan untuk mendapatkan Universitas Sumatera Utara pelatihan-pelatihan lanjutan dalam bidang keperawatan jiwa komunitas. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja petugas CMHN dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa tidak mendapat kesempatan untuk kemungkinan pengembangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana menyatakan bahwa tidak ada peluang untuk mengembangkan potensi mereka dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa yang dilakukan sehari-hari merupakan pekerjaan rutin akan tetapi tidak memberikan manfaat yang berarti, karena walaupun asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa dilakukan atau tidak dilakukan tidak memberikan kontribusi atas prestasi kerja, akan tetapi perlu didukung oleh lingkungan sekitar seperti adanya ketegasan dari Dinas Kesehatan setempat maupun sosialisasi kepala Puskesmas untuk memberikan reward ataupun punishment bagi perawat yang melakukan kinerja dengan baik. Hal ini Sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan 2005, yang menyatakan bahwa karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya, karena hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam berprestsi. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Sihotang 2006 di Rumah Sakit Doloksanggul yang meneliti pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja perawat, mengungkapkan bahwa pengembangan perawat dinilai tidak jelas. Dari data terlihat Universitas Sumatera Utara bahwa menurut pegawai honor, yang mendapat kesempatan mengikuti diklat dan melanjutkan pendidikan hanyalah perawat yang berstatus Pegawai Negeri Sipil PNS. Berdasarkan hasil uji univariat secara keseluruhan diketahui bahwa sebanyak 19 orang 39,6 petugas CMHN memiliki motivasi intrinsik sedang, hanya 13 orang 27,1 yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi, selebihnya rendah. Hal ini memberikan gambaran bahwa petugas CMHN perlu ditingkatkan motivasinya, demikian juga dengan hasil survei pendahuluan yang menunjukkan bahwa motivasi intrinsik petugas CMHN dalam menangani pasien gangguan jiwa masih rendah. Sesuai dengan teori motivasi Gibson, et.al, 1996, menyatakan bahwa motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan atas perbuatannya. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang yang menggerakan diri karyawan untuk mencapai tujuan organisasi Berdasarkan hasil analisis statistik bivariat menggunakan Chi-Square variabel motivasi intrinsik berhubungan dengan prestasi kerja p=0,0070,05, artinya petugas CMHN dengan motivasi intrinsik yang tinggi menunjukkan prestasi kerja yang baik, sehingga pelayanan pasien gangguan jiwa menjadi lebih baik. Sejalan dengan pendapat Wijono 2000, yang mengungkapkan bahwa motivasi merupakan kemauan Universitas Sumatera Utara atau keinginan didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak. Demikian juga dengan hasil penelitian Juliani 2007, mengungkapkan bahwa variabel motivasi instrinsik yang dimiliki oleh perawat pelaksana baik dari prestasi, rasa ingin diakui orang lain, tanggung jawab, peluang untuk maju berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja.

5.1.2 Motivasi Ekstrinsik Petugas CMHN