Berdasarkan fenomena di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN
Community Mental Health Nursing di Kabupaten Aceh Barat.
1.2 Permasalahan
Apakah ada pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN Community Mental Health Nursing di Kabupaten Aceh Barat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN Community Mental Health Nursing di Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN Community Mental Health Nursing di Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak antara lain :
1. Manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam menangani pasien gangguan jiwa melalui program CMHN di Pemerintah
Kabupaten Aceh Barat.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah ilmu kesehatan masyarakat dan pengembangan
penelitian sejenis pada masa yang akan datang. 3. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di
bidang manajemen penanggulangan gangguan jiwa melalui pendekatan Community Mental Health Nursing.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau di dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih
menggambarkan pada Prestasi. Dalam bahasa Inggris yaitu kata achievement tetapi karena kata tersebut berasal dari kata to achieve yang berarti mencapai maka dalam
bahasa Indonesia sering diartikan menjadi pencapaian, atau apa yang dicapai Ruky, 2002.
Menurut Mangkunegara 2002, prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Bernardin dan Russel 2006, ”Performance is defined as the record
of outcomes produced on a specified job function or activities during a specified time priod”. Prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama priode waktu tertentu. Menurut Rivai 2008, prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan
perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Istilah prestasi kerjakinerja berasal dari kata job performance atau
Universitas Sumatera Utara
job proficiency. Menurut Hasibuan 2005, prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Senada dengan itu Yuli 2005, mengungkapkan prestasi kerja merupakan hasil secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan
kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang
diberikan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
2.1.2 Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja performance appraisal adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila
penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas
organisasional dari para pegawai. Penilaian prestasi kerja pegawai, pada dasarnya merupakan penilaian yang
sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan terhadap potensi pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan instansi. Dengan
pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan suasana kerja yang sehat, bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain dan merasa memiliki instansi
sebagai suatu kesatuan.
Universitas Sumatera Utara
Simamora 2004, menyatakan ada 3 tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja, yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta prilaku-
prilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis 2004, menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu
dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan. 3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalisasi yang
mendukung peningkatan prestasi kerja. 4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan.
2.1.3 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
1 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja Menurut Hasibuan 2005, tujuan penilaian prestasi kerja karyawan sebagai
berikut: a. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan dapat melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. b. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
c. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi terdahulu.
Universitas Sumatera Utara
d. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, dan kemudian menyetujui rencana tersebut jika tidak ada hal-hal yang
perlu diubah. 2 Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
Kegunaan penilaian prestasi kerja karyawan menurut Mangkunegara 2002, yaitu:
a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa kepada karyawan.
b. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan.
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan
perlengkapan kerja.. d. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan di masa lampau dan
meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.. e. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
f. Sebagai dasar untuk memperbaiki ataupun mengembangkan uraian pekerjaan job description.
g. Secara pribadi, bagi karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing- masing sehingga memacu perkembangan kemampuan karyawan. Sedangkan bagi
pimpinanatasan dapat mengenal dan lebih memperhatikan karyawannya, sehingga dapat membantu dalam memotivasi karyawan dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja
Heidjrachman 1990, menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja adalah :
a. Kuantitas kerja, yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat
terselesaikan. b. Kualitas kerja, yaitu mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang
ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan, dan keberhasilan hasil kerja.
c. Keandalan, yaitu dapat tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan, dan kerjasama.
d. Inisiatif, yaitu kemampuan mengenali masalah-masalah dan mengambil tindakan yang korektif, memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima
tanggungjawab menyelesaikan tugas-tugas yang belum diberikan. e. Kerajinan, adalah kesedian melakukan tugas tanpa adanya paksaaan dan bersifat
rutin. f. Kehadiran, yaitu keberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan
waktu atau jam kerja yang telah ditentukan. Mangkunegara 2002, menyatakan ada 2 dua faktor yang memengaruhi
pencapaian prestasi kerja yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan ability karyawan terdiri dari kemampuan
potensial IQ dan kemampuan reality knowledge+skill. Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata- rata 110-120 dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu di
tempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya the right man in the right place, the right man on the right job.
b. Faktor Motivasi Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi terbentuk dari sikap attitude seorang karyawan yang menghadapi situasi situation kerja.
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap
mental yang siap secara psikofisik siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi. Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan
utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
2.1.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Handoko 2002, mengelompokkan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu, kemudian dibagi atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Rating Scales, pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi kuantitatif dan kualitatif yang sudah berlaku.
b. Checklist, pengukuran dilakukan berdasarkan daftar isian yang berisi berbagai ukuran karakteristik prestasi seorang karyawan.
c. Critical review method, pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan agar mendapatkan informasi langsung dari atasan.
d. Performance test and observation, pengukuran dilakukan bila jumlah pekerja terbatas. Test yang dilakukan bisa berbentuk keterampilan dan pengetahuan.
e. Comparative evaluation approach, pengukuran dilakukan dengan membandingkan prestasi seorang pegawai dengan pegawai lainnya.
2. Future –oriented appraisal method, merupakan metode penilaian berorientasi pada prestasi pegawai dimasa yang akan datang berdasarkan potensi dan penentuan
tujuan prestasi dimasa depan yang dibagi menjadi : a. Self appraisal, dilakukan secara mandiri oleh pegawai untuk mengevaluasi
pengembangan diri. b. Management by objectives, pengukuran dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan
pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara pegawai dan atasan. c. Psychological appraisal, penilaian ini pada umumnya dilakukan oleh para psikolog
untuk menilai petensi pegawai dimasa yang akan datang d. Assessment center, bentuk penilaian yang distandarisasikan dimana tergantung
pada tipe berbagai penilai.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penilaian Prestasi Kerja
Pekerjaan dengan hasil yang tinggi harus dicapai oleh karyawan. Karyawan sebagai sumberdaya penting perusahaan perlu diarahkan untuk memperoleh prestasi
kerja yang tinggi atas kerja yang dilakukan. Mangkunegara 2006, menyatakan bahwa ukuran yang perlu diperhatikan
dalam penilaian prestasi kerja antara lain : 1. Kualitas kerja, yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan. Dengan adanya kualitas kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan serta
produktivitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. 2. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal.
Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan
tujuan perusahaan. 3. Tanggung jawab, yaitu menunjukkan seberapa besar karyawan dapat
mempertanggung jawabkan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan serta perilaku kerjanya.
4. Inisiatif, yaitu menunjukkan seberapa besar kemampuan karyawan untuk menganalisis, menilai, menciptakan dan membuat keputusan terhadap
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
Universitas Sumatera Utara
5. Kerja sama, yaitu merupakan kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal di dalam
maupun di luar pekerjaaan sehingga hasil pekerjaan semakin baik.
2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi motivation dalam manajemen hanya ditujukan kepada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Hasibuan 2005. Sperling dalam Mangkunegara 2002, mengemukakan bahwa
motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri drive dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang
pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
Gibson 1996, menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatankegiatan yang berlangsung
secara wajar. Menurut Nawawi 2003, kata motivasi motivation kata dasarnya adalah motif motive yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan
Universitas Sumatera Utara
sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatankegiatan, yang berlangsung secara
sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti 2001, motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong driving force yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau
diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.
Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan
pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
2.2.2 Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson 1996, secara umum mengacu pada 2 dua kategori :
1. Teori kepuasan Content Theory, yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan energize, mengarahkan direct, mendukung
sustain dan menghentikan stop perilaku petugas.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori proses Process Theory menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Lebih lanjut Gibson 1996, mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut : 1. Teori kepuasan terdiri dari :
a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
c. Teori ERG Existence, Relatednes, Growth dari Alderfer
d. Teori prestasi dari McClelland
2. Teori Proses terdiri dari : a.
Teori harapan b.
Teori pembentukan perilaku c.
Teori keadilan Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di
atas sebagai berikut : a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya
faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang
menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya :a.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks disebut kebutuhan paling dasar b. Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,
asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c. Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d. Kebutuhan penghargaan, status,
titel, simbol-simbol, promosi. e. Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan
oleh pemenuhan kebutuhannya Mangkunegara, 2002. b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan Leidecker dan
Hall dalam Timpe, 2002. Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat
dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
Universitas Sumatera Utara
pemuas motivation factor yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan hygienes yang juga disebut disatisfier atau
ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat
otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka
yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan
hal-hal yang diinginkannya dari organisasi Siagian, 2003. Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai
untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi faktor motivasi lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih
rendah Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Dari teori Herzberg tersebut, uanggaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali
dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,
Grensing dalam Timpe, 2002. c. Teori ERG Existence, Relatedness, Growth dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 tiga kebutuhan pokok manusia yaitu: a. Existence eksistensi; Kebutuhan akan pemberian persyaratan
keberadaan materil dasar kebutuhan psikologis dan keamanan. b. Relatednes keterhubungan ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi
kebutuhan sosial dan penghargaan. c. Growth pertumbuhan ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi kebutuhan aktualisasi diri.
d. Teori Kebutuhan dari McClelland Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan 2005, adalah :
a. Kebutuhan akan prestasi need for achievement. Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang
Universitas Sumatera Utara
maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. b. Kebutuhan akan kekuasaan need for power
Kebutuhan akan Kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta
mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat
bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya. c. Kebutuhan akan afiliasi need for affiliation
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja
seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
e. Teori Harapan Expectancy Theory Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan
merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang- orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu
jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya
suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.
Universitas Sumatera Utara
f. Teori Pembentukan Perilaku Operant Conditioning Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan
kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement
dan skinerian conditioning. Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas pengaruh hukum law
of effect, yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perlaku pegawai dimasa
yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa lalu.
Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian- kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka
pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya
untuk menghindar dari konsekuensi tersebut. g. Teori Keadilan Equity Theory
Menurut Davis 2004, keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan
adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut
diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,
malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang
relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-
kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga
pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan
tugas untuk mencapai tujuan. Untuk memahami motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua
arah yang dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang dikembangkan Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai
pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor
“objective” atau faktor ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “Job content factor” Faktor
tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan
memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongandaya
motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi. Penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah
ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Itu
berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan
ditunjukkan olehnya Gibson,1996. Motivasi yang timbul karena adanya usaha-usaha yang secara sadar dari
manusia dan dilakukan untuk menimbulkan dayakekuatandorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu perilaku bagi tercapainya tujuan organisasi
ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan sekerja yang baik,
kebijaksanaan organisasiinstansi yang tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja Gibson, 1996.
Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan 2005, yang disebut faktor intrinsik meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1 Tanggung jawab Responsibility. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.
2 Prestasi yang diraih Achievement Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3 Pengakuan orang lain Recognition Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi. 4 Pekerjaan itu sendiri The work it self
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi. 5
Kemungkinan Pengembangan The possibility of growth Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
Universitas Sumatera Utara
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.
6 Kemajuan Advancement Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidak puasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans 2003, dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain : 1. Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai.
2. Keamanan dan keselamatan kerja. Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3. Kondisi kerja Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
4. Hubungan kerja Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.
5. Prosedur perusahaan. Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.
6. Status Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
2.2.4 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,
hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi Arep dan Tanjung, 2003.
2.3 Disiplin 2.3.1 Pengertian Disiplin
Disiplin cenderung diartikan sebagai hukuman dalam arti sempit, namun sebenarnya disiplin mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar hukuman. Menurut
Moekijat 2003 “Disiplin adalah kesanggupan menguasai diri yang diatur, disiplin berasal dari kata latin, yaitu disciplina yang artinya latihan atau pendidikan,
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat, disiplin menitikberatkan pada bantuan karyawan untuk mengembangkan sikap yang baik terhadap pekerjaan.”
Nitisemito 1982, menyatakan bahwa, disiplin diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik yang
tertulis maupun tidak. Heidjrachman dan Husnan 1990, mengungkapkan disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah.
Menurut Davis 2004, disiplin adalah suatu tindakan manajemen memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan
mengarah kepada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan dan perilaku petugas sehingga ada kedisiplinan pada diri petugas, untuk menuju pada
kerjasama dan prestasi yang lebih baik. Disiplin merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang
terpenting karena semakin baik disiplin petugas semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai
hasil yang optimal Hasibuan, 2005. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 2 dan pasal 3 telah diatur secara jelas kewajiban dan larangan yang
harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil. Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan
organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar orang memahami apa yang diharapkan dari dirinya dipekerjaan, dan biasanya karyawan
diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif. Menurut Siagian 2003, disiplin merupakan sikap dan tingkah laku seseorang yang mencerminkan
tingkat kepatuhan atau ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku dan
Universitas Sumatera Utara
tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap
semua aturan yang berlaku didalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap, prilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak
ada perselisihan, serta keadaan yang baik. Pada dasarnya, tujuan semua disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh
organisasi. Dengan kata lain, agar seseorang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik dengan mematuhi semua peraturan, melakukan tindakan korektif dan
efektif dalam bekerja.
2.3.2 Jenis Disiplin Kerja
Disiplin kerja dapat timbul dari dalam diri sendiri dan karena adanya perintah, G. R. Terry dalam terjemahan Winardi 2001, membagi jenis disiplin menjadi dua,
yaitu : 1 Disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri Self imposed discipline
Disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri merupakan disiplin yang timbul atas dasar kerelaan, kesadaran, dan bukan atas dasar paksaan atau ambisi tertentu.
Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa menjadi bagian organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan
secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
2 Disiplin berdasarkan perintah Command Discipline Disiplin ini timbul dan tumbuh disebabkan karena paksaan, perintah hukuman
dan kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan tumbuh atas perasaan yang ikhlas, akan tetapi timbul karena adanya paksaan atau ancaman orang lain.
Dalam setiap organisasi yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama yaitu yang datang karena adanya kesadaran dan keinsafan. Akan tetapi kenyataan
selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak disebabkan oleh adanya semacam paksaan dari luar.
Prilaku disiplin petugas merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu pembentukan disiplin kerja menurut
Handoko 2001, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : 1. Disiplin Preventif Preventive discipline.
Disiplin preventip merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga
penyelewengan-penyelewengan tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mendorong disiplin diri dan diantara para karyawan. Dengan cara ini karyawan menjaga
disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. 2. Disiplin Korektip Corrective discipline
Disiplin korektip merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-
pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan disciplinary action.
Universitas Sumatera Utara
Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai sikap inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang-orang yang
dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak untuk
menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan oraganisasi. Sehubungan dengan itu Haiman dalam Nawawi 2003, mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang
tertib, dengan anggota organisasi yang berperilaku sepantasnya dan memandang peraturan-peraturan oraganisasi sebagai perilaku yang dapat diterima.
2.3.3 Prinsip-Prinsip Disiplin
Tata tertib yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan para karyawan tidak dengan sendirinya mau menaatinya, maka bagi pihak organisasi perlu
mengkondisikan karyawannya dengan tata tertib perusahaan untuk mengkondisikan perubahan agar bersikap disiplin, prinsip–prinsip kedisiplinan sebagai berikut :
1 Pendisiplinan dilakukan secara pribadi
Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan dihadapan orang banyak, karena kalau hal tersebut dilakukan menyebabkan karyawan
tersebut malu dan tidak menutup kemungkinan sakit hati yang dapat menimbulkan rasa dendam yang akhirnya dapat melakukan tindakan balasan yang
merugikan perusahaan. 2
Pendisiplinan harus bersifat membangun Selain menunjukkan kesalahan yang telah dilakukan oleh karyawan haruslah
diikuti dengan petunjuk cara pemecahannya sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
3 Pendisiplinan dilakukan secara langsung dengan segera
Suatu tindakan dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa karyawan telah melakukan kesalahan. Jangan membiarkan masalah menjadi kadaluarsa sehingga
akan terlupakan oleh karyawan yang bersangkutan. Pendisiplinan yang dilakukan dengan segera selain karyawan akan cepat mengetahui kesalahannya, sehingga
dengan segera pula akan mengubah sikapnya dan juga akan meredam kesalahan tersebut.
4 Keadilan dan pendisiplinan sangat diperlukan
Dalam tindakan pendisiplinan hendaknya dilakukan secara adil tanpa pilih kasih. Siapa pun yang telah melakukan kesalahan harus mendapatkan tindakan
pendisiplinan secara adil tanpa membeda-bedakan. 5 Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu karyawan absen
Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapan karyawan yang bersangkutan secara pribadi agar mengetahui bahwa ia melakukan kesalahan karena akan tidak
berguna pendisiplinan yang dilakukan tanpa adanya pihak yang melakukan kesalahan.
6 Setelah pendisiplinan hendaknya wajar kembali Sikap wajar hendaknya dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang melakukan
kesalahan tersebut. Hal yang demikian ini proses kerja dapat lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap Heidjerachman dan Husnan, 1993.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pendisiplinan tindakan karyawan agar dapat bersikap tanggung jawab atas pekerjaan yang telah
dilakukannya.
2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Disiplin
Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar orang
memahami apa yang diharapkan dari dirinya dipekerjaan, dan biasanya karyawan diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif.
Hasibuan 2005, menyatakan disiplin yang tinggi dari para petugas akan memungkinkan tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk
dapat menegakkan disiplin yang tinggi maka pimpinan organisasi harus memperhatikan beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya disiplin petugas, yaitu
tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat waskat, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. Semua faktor
tersebut berpengaruh terhadap penerapan disiplin dalam organisasi. Mengacu pada Dessler 2008, “discipline is a procedure that corrects or
punishes a subordinate because a rule or procedure has been violated”. Disiplin adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-
peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi- sanksinya, apabila anggota
organisasi yang bersangkutan melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang FKUI dan WHO, 2006.
Menurut Johnson dalam Videbeck 2008, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang
memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional.
Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi oleh berbagai faktor Videbeck, 2008, sebagai berikut :
a. Otonomi dan kemandirian
Individu yang otonom dan mandiri dapat bekerja secara interdependen atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan otonominya.
b. Memaksimalkan potensi diri
Individu memiliki orientasi pada pertumbuhan dan aktualitas diri, ia tidak puas dengan status quo dan secara kontinu berusaha tumbuh sebagai individu.
c. Toleransi dengan kehidupan
Individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa yang terjadi di masa depan.
d. Harga diri
Individu memiliki kesadaran yang realitas akan kemampuan dan keterbatasannya.
Universitas Sumatera Utara
e. Menguasai lingkungan
Individu dapat menghadapi dan memengaruhi lingkungan dengan cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai kemampuan.
f. Orientasi realitas
Individu dapat membedakan dunia nyata dari dunia impian, fakta dari khayalan, dan bertindak secara tepat.
g. Manajemen stres
Individu dapat mentoleransi stres kehidupan, merasa cemas atau berduka sesuai keadaan, dan mengalami kegagalan tanpa merasa hancur. Ia menggunakan
dukungan dari keluarga dan teman untuk mengatasi krisis karena mengetahui bahwa stres tidak akan berlangsung selamanya.
Faktor yang memengaruhi kesehatan jiwa seseorang dapat dikategorikan sebagai; 1 faktor individual yang meliputi struktur biologis, keharmonisan hidup,
daya tahan emosional, spiritualitas dan memiliki identitas yang positif; 2 faktor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif, menolong, intim, dan
mempertahankan keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan, dan; 3 faktor sosial budaya meliputi keinginan untuk bermasyarakat, mempunyai penghasilan yang
cukup, tidak mentoleransi kekerasan, dan mendukung keragaman individu Seaward, 1997.
Menurut FKUI dan WHO 2006, ada beberapa ciri-ciri sehat jiwa, diantaranya adalah; 1 bersikap positif terhadap diri sendiri; 2 mampu tumbuh,
berkembang dan mencapai aktualisasi diri; 3 mampu mengatasi stress atau
Universitas Sumatera Utara
perubahan pada dirinya, 4 bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan yang diambil; 5 mempunyai persepsi yang realistik dan menghargai perasaan serta
sikap orang lain, dan; 6 mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2.5 Masalah Psikososial