Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat

(1)

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA PETUGAS CMHN (COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING)

DI KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Oleh

BUSTAMI 097032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA PETUGAS CMHN (COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING)

DI KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BUSTAMI 097032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA PETUGAS CMHN (COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING) DI KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : Bustami

Nomor Induk Mahasiswa : 097032018

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc) (Drs. Amru Nasution, M.Kes Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 20 Oktober 2011 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA PETUGAS CMHN (COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING)

DI KABUPATEN ACEH BARAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2011

BUSTAMI 097032018/IKM


(6)

ABSTRAK

Pasca konflik separatis dan gempa bumi yang diikuti dengan gelombang Tsunami pada Tahun 2004 mengakibatkan jumlah penderita gangguan jiwa meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. membentuk program CMHN (Community Mental Health Nursing) atau keperawatan kesehatan jiwa komunitas dan memberikan pelatihan khusus kepada perawat di 13 Puskesmas sebagai petugas CMHN dalam rangka membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa akibat bencana alam dan konflik sosial. Meski demikian penderita gangguan jiwa yang mandiri hanya 191 orang atau 25,9%, belum mencapai target minimal, yaitu sebesar 50% dari 638 orang penderita gangguan jiwa yang mendapat perawatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini seluruh petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat, sebanyak 48 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi dan disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat. Variabel disiplin memberikan pengaruh paling besar terhadap prestasi kerja petugas CMHN.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat untuk: meningkatkan motivasi petugas CMHN melalui peningkatan gaji dan insentif. Seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat disarankan untuk meningkatkan disiplin petugas CMHN secara persuasif melalui pemberian sanksi administratif.


(7)

ABSTRACT

Post separation conflict and earthquake which was followed by Tsunami in 2004 caused the increasing number of mental disorder patients. To solve the problem, the local government of Aceh Barat district formed Community Mental Health Nursing (CMHN) Program or nursing care for mental disorder patients. The program intended to give special training for those nurses in 13 Health Centre as CMHN officers in helping the communities to overcome the problem of mental disorder as the effect of earthquake and social conflict. However, the number of mental disorder patients was only still 191 patients or 25,9% and it has not reached the minimum target for 50% of 638 patients of mental disorder who got the treatment.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of motivation and discipline on the working performance of the CMHN officers in Aceh Barat district. The population of this study were all of the CMHN officers in Aceh Barat district as many as 48, and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.

The result of this study showed that statistically the motivation and discipline had positive and significant influence on the working performance of the CMHN officers in Aceh Barat district. Discipline was with the biggest variable which influenced on the working performance of the CMHN officers.

It is recommended to the District Health Office and all of Health Centre in Aceh Barat district to increase the loyalty of the CMHN officers for having better discipline and motivation in giving health service for mental disorder patients, give chance for CMHN officers to have self-development to join the seminar and training, especially related to the way to manage the patients of mental disorder for making better self-reliance of the patients.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Direktur Poltekkes Kementerian Kesehatan Banda Aceh yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat beserta jajarannya yang telah membantu memberikan izin penelitian.

10. Ketua Program Studi Keperawatan Meulaboh beserta staf yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

11. Teristimewa buat istri tercinta Risdawani dan buah hati tersayang Muhammad Fahmi An-nur, Tihar Qalbiah dan Muhammad Rafif Minal Rahman, yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdo’a sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

12. Rekan-rekan mahasiswa (i) S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran-saran dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2011 Penulis

Bustami 097032018/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Bustami, lahir padatanggal 27 Juni 1965 di Simpang Peut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Ibrahim (Alm) dan Ibunda Nurbarin (Alm).

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Simpang Peut, selesai Tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di SMP Simpang Peut, selesai Tahun 1984, Sekolah Perawat Kesehatan Meulaboh, selesai tahun 1987, D-III Keperawatan Keguruan Surabaya, selesai tahun 1992, D-IV Perawat Pendidik Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2000.

Mulai bekerja sebagai staf di SPK Meulaboh, tahun 1988 sampai tahun 1991, Guru SPK Meulaboh, tahun 1992 sampai 1999, Dosen Prodi Keperawatan Meulaboh, tahun 2000 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Teori Tentang Prestasi Kerja ... 13

2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja ... 13

2.1.2 Penilaian Prestasi Kerja... 14

2.1.3 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja ... 15

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja ... 17

2.1.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja ... 18

2.1.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penilaian Prestasi Kerja . 20 2.2 Teori Tentang Motivasi ... 21

2.2.1 Pengertian Motivasi ... 21

2.2.2 Teori Motivasi ... 22

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 30

2.2.4 Manfaat Motivasi ... 33

2.3 Teori Tentang Disiplin ... 34

2.3.1 Pengertian Disiplin ... 34

2.3.2 Jenis Disiplin Kerja ... 36

2.3.3 Prinsip-Prinsip Disiplin ... 38

2.3.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Disiplin ... 40

2.4 Pengertian Kesehatan Jiwa ... 41

2.5 Masalah Psikososial ... 43

2.6 Gangguan Jiwa ... 44

2.6.1 Rentang Sehat dan Sakit Jiwa ... 45


(13)

2.6.3 Dampak Gangguan Jiwa ... 46

2.7 CMHN (Commnunity Mental Health Nursing)... 47

2.7.1 Pelayanan Keperawatan Komprehensif ... 48

2.7.2 Pelayanan Keperawatan Holistik ... 50

2.7.3 Pelayanan Keperawatan Paripurna ... 51

2.7.4 Pelayanan Keperawatan Berkelanjutan (Continuity Of Care) ... 51

2.8 Landasan Teori ... 51

2.9 Kerangka Konsep ... 54

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 55

3.1 Jenis Penelitian ... 55

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 55

3.2.2 Waktu Penelitian ... 55

3.3 Populasi dan Sampel ... 55

3.3.1 Populasi ... 55

3.3.2 Sampel ... 55

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56

3.4.1 Data Primer ... 56

3.4.2 Data Sekunder ... 56

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 56

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 59

3.5.1 Variabel Bebas ... 59

3.5.2 Variabel Terikat ... 59

3.6 Metode Pengukuran ... 59

3.6.1 Pengukuran Variabel Bebas ... 60

3.6.2 Pengukuran Variabel Terikat ... 61

3.7 Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

4.2 Analisis Univariat ... 64

4.2.1 Karakteristik Responden ... 64

4.2.2 Motivasi ... 66

4.2.3 Disiplin ... 73

4.3 Prestasi Kerja ... 76

4.4 Analisis Bivariat ... 80

4.4.1 Hubungan Motivasi dengan Prestasi Kerja ... 82

4.4.2 Hubungan Disiplin dengan Prestasi Kerja Petugas CMHN .. 83


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 87

5.1 Pengaruh Motivasi dan Displin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat ... 87

5.1.1 Motivasi Intrinsik Petugas CMHN ... 87

5.1.2 Motivasi Ekstrinsik Petugas CMHN ... 97

5.1.3 Pengaruh Motivasi terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat ... 106

5.2 Pengaruh Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat ... 108

5.3 Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat ... 111

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Motivasi ... 60 3.2 Pengukuran Variabel Disiplin ... 60 3.3 Pengukuran Variabel Prestasi Kerja... 61 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga menurut

Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 63 4.2 Distribusi Jumlah Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2011 ... 64 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di Kabupaten

Aceh Barat ... 65 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik di Kabupaten Aceh

Barat ... 68 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Intrinsik di

Kabupaten Aceh Barat ... 70 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Ekstrinsik di Kabupaten

Aceh Barat ... 72 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik di

Kabupaten Aceh Barat ... 73 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi di Kabupaten Aceh

Barat ... 73 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Disiplin di Kabupaten Aceh Barat ... 75 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Disiplin di Kabupaten Aceh

Barat ... 76 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi Kerja di Kabupaten Aceh

Barat ... 78 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Prestasi Kerja Kabupaten


(16)

4.13 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Prestasi Kerja Petugas CMHN di

Kabupaten Aceh Barat ... 81 4.14 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Prestasi Kerja Petugas CMHN di

Kabupaten Aceh Barat ... 82 4.15 Hubungan Motivasi dengan Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten

Aceh Barat ... 83 4.16 Hubungan Disiplin dengan Prestasi Kerja Petugas CMHN di Kabupaten

Aceh Barat ... 83 4.17 Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Rentang Sehat dan Sakit Jiwa. ... 45 2.2 Landasan Teori. ... 53 2.3 Kerangka Konsep Penelitian. ... 54


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 121

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 127

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 131

4 Uji Multivariat ... 153

5 Dokumentasi ... 152

6 Surat Ijin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 154

7. Surat Ijin selesai penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat .... 155

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(19)

ABSTRAK

Pasca konflik separatis dan gempa bumi yang diikuti dengan gelombang Tsunami pada Tahun 2004 mengakibatkan jumlah penderita gangguan jiwa meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. membentuk program CMHN (Community Mental Health Nursing) atau keperawatan kesehatan jiwa komunitas dan memberikan pelatihan khusus kepada perawat di 13 Puskesmas sebagai petugas CMHN dalam rangka membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa akibat bencana alam dan konflik sosial. Meski demikian penderita gangguan jiwa yang mandiri hanya 191 orang atau 25,9%, belum mencapai target minimal, yaitu sebesar 50% dari 638 orang penderita gangguan jiwa yang mendapat perawatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini seluruh petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat, sebanyak 48 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi dan disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat. Variabel disiplin memberikan pengaruh paling besar terhadap prestasi kerja petugas CMHN.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat untuk: meningkatkan motivasi petugas CMHN melalui peningkatan gaji dan insentif. Seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat disarankan untuk meningkatkan disiplin petugas CMHN secara persuasif melalui pemberian sanksi administratif.


(20)

ABSTRACT

Post separation conflict and earthquake which was followed by Tsunami in 2004 caused the increasing number of mental disorder patients. To solve the problem, the local government of Aceh Barat district formed Community Mental Health Nursing (CMHN) Program or nursing care for mental disorder patients. The program intended to give special training for those nurses in 13 Health Centre as CMHN officers in helping the communities to overcome the problem of mental disorder as the effect of earthquake and social conflict. However, the number of mental disorder patients was only still 191 patients or 25,9% and it has not reached the minimum target for 50% of 638 patients of mental disorder who got the treatment.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of motivation and discipline on the working performance of the CMHN officers in Aceh Barat district. The population of this study were all of the CMHN officers in Aceh Barat district as many as 48, and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.

The result of this study showed that statistically the motivation and discipline had positive and significant influence on the working performance of the CMHN officers in Aceh Barat district. Discipline was with the biggest variable which influenced on the working performance of the CMHN officers.

It is recommended to the District Health Office and all of Health Centre in Aceh Barat district to increase the loyalty of the CMHN officers for having better discipline and motivation in giving health service for mental disorder patients, give chance for CMHN officers to have self-development to join the seminar and training, especially related to the way to manage the patients of mental disorder for making better self-reliance of the patients.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekuatan organisasi ditentukan oleh orang-orang yang mendukung organisasi tersebut, baik pada tingkat top, midlle maupun lower. Oleh karena itu, semua hal yang mencakup sumber daya manusia tersebut harus menjadi perhatian penting bagi pihak manajemen, agar para pegawai mempunyai prestasi kerja yang tinggi sehingga organisasi dapat mencapai tujuannnya. Pemanfaatan SDM secara efektif merupakan jalan bagi suatu organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan di masa yang akan datang.

Sumber daya manusia merupakan penggerak dan penentu jalannya suatu organisasi. Suatu organisasi bukan hanya mengharapkan pegawai yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan pegawai tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja giat. Supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal, maka dalam hal ini motivasi sangatlah penting karena pimpinan mendelegasikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 2005).

Hasibuan (2005), menyatakan setiap pegawai yang bekerja mempunyai dorongan untuk bekerja, baik dorongan positif maupun dorongan negatif. Motivasi


(22)

pegawai. Dorongan atau motivasi yang positif merupakan harapan akan pemenuhan kebutuhan sedangkan motivasi negatif berupa hukuman atau ganjaran menimbulkan rasa takut dalam diri pegawai.

Selain motivasi, disiplin kerja juga memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan prestasi kerja pegawai. Kegiatan pendisiplinan yang dilaksanakan untuk mendorong para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong pegawai untuk datang tepat pada waktu. Jika pegawai datang ke kantor tepat waktu dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugas yang diembannya dan taat pada peraturan organisasi maka diharapkan prestasi kerja pegawai meningkat.

Sinungan (2000), menyatakan tentang kinerja unit lembaga pemerintahan misalnya, sekitar 25% dari pegawai, baik tingkat atas, menengah atau tingkat bawah, benar-benar bekerja keras dengan memanfaatkan semua waktu kerja yang ada. Ada diantara mereka yang terpaksa bekerja lembur karena mengejar batas waktu penyelesaian pekerjaan. Sementara itu 75% pegawai tidak memanfaatkan jam kerja yang ada, bahkan cenderung untuk mengurangi jam kerja. Banyak diantara pegawai tersebut yang mengisi waktu kerjanya dengan duduk-duduk ngobrol, menelpon keluarga atau teman, ataupun izin ke luar kantor untuk urusan-urusan yang tidak berkaitan dengan tugas pekerjaannya.

Melihat permasalahan di atas, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh organisasi adalah dengan pemberian motivasi dan disiplin kerja kepada pegawai.


(23)

Motivasi dan disiplin pegawai ini tergantung pada kekuatan dari motivasi dan tingkat kepatuhan dalam pelaksanaan disiplin itu sendiri. Motivasi dan disiplin ini dapat menyebabkan pegawai berperilaku memperbaiki dan berprestasi dalam bekerja.

Moekijat (2003), menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara motivasi yang tinggi dengan disiplin. Apabila pegawai-pegawai merasa bahagia dalam pekerjaannya, maka mereka pada umumnya mempunyai disiplin. Sebaliknya apabila moril kerja atau semangat kerja mereka rendah, maka mereka dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. Bahkan mungkin juga mereka tidak bersikap sopan terhadap pimpinan. Pada umumnya mereka itu menyetujui saja perintah-perintah, tetapi dengan perasaan yang kurang senang.

Menghukum pegawai atau mengadakan beberapa tindakan disipliner yang resmi lainnya tidak akan dapat memperbaiki keadaan itu. Menghukum pegawai tanpa terlebih dahulu menganalisis sebab-sebab dari tindakan tersebut hanya akan membuat hal-hal yang lebih buruk dan akan mengakibatkan prestasi kerja pegawai rendah. Setelah kondisi-kondisi yang menyebabkan kekecawaan ini diperbaiki, maka sikap pegawai akan berubah dan akan memusatkan perhatiannya pada pekerjaan. Bagaimana cakapnya seorang pegawai, ia masih juga membuat kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya. Akan tetapi dalam hal seperti ini hendaknya diupayakan melalui pendekatan untuk mencari sebab-sebab kesulitan pegawai dan sedapat-dapatnya berbuat sesuatu untuk menolong pegawai itu memperbaiki perilaku atau hasil kerjanya yang merupakan disiplin dalam arti yang positif (Moekijat, 2003).


(24)

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dengan disiplin kerja pegawai yang tinggi, akan mampu mencapai prestasi kerja yang optimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi melalui penilaian prestasi kerja karyawan dalam rangka mendorong pegawai untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan lebih baik.

Pemerintah Aceh merupakan salah satu organisasi pemerintah yang memiliki 23 (dua puluh tiga) wilayah Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pemerintahan bidang pelayanan kesehatan. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh Tahun 2009, kondisi masyarakat pasca konflik separatis dan gempa bumi yang diikuti dengan gelombang Tsunami pada 26 Desember 2004, meninggalkan berbagai gangguan psikologis terhadap sebagian individu dengan berbagai penyakit gangguan jiwa, seperti gejala gangguan stres pasca trauma atau PTSD (Pasca Traumatic Stress Disorder), mimpi Tsunami, lekas marah, gangguan tidur dan menjadi siaga super waspada. Dari data laporan penderita gangguan jiwa di Pemerintah Aceh Tahun 2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita sebanyak 9.751 orang, termasuk penderita baru sebanyak 1.947 orang (20,0%). Dari seluruh penderita terlihat bahwa

skizoprenia dan gangguan psikotik lainnya mencapai 5.024 orang (51,5%), gangguan depresi sebanyak 1.051 orang (10,8%), gangguan neurotik sebanyak 837 orang (8,6%) dan sebanyak 97 orang (1,0%) diantaranya masih mengalami pemasungan yang dilakukan oleh keluarga penderita gangguan jiwa (Profil Dinkes Pemerintah Aceh, 2009).


(25)

Pemerintah Aceh mengupayakan penanganan awal terhadap orang yang ditemukan mengalami gangguan jiwa dengan mencanangkan program Aceh bebas dari pasungan pada tahun 2010. Untuk mendukung program tersebut Pemerintah Aceh melalui RSJ Banda Aceh telah merintis sebuah kerja sama dengan CIMH (Centre for International Mental Health) University of Melbourne tidak saja dalam bentuk penelitian orang dengan gangguan jiwa yang dipasung, tetapi juga termasuk penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan khusus dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi petugas CMHN (Community Mental Health Nurse) yang bekerja di Puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat yang berada di bawah organisasi Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IKPJI) Aceh (IPKJI, 2009).

Salah satu Kabupaten di Pemerintahan Aceh, yaitu Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam upaya membangun suatu sistem kesehatan jiwa menyeluruh, telah mengambil sebuah kebijakan melalui Dinas Kesehatan dengan SK. Ka. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat No 441.1/201/SK/2005 tentang Penetapan Tim dan Anggaran Kegiatan Program CMHN yang bekerja sama dengan WHO sebagai pelaksana program CMHN.

Kabupaten Aceh Barat, pasca konflik separatis dan gempa bumi yang diikuti dengan gelombang Tsunami pada tahun 2004 meninggalkan berbagai gangguan psikologis terhadap sebagian individu, yaitu menderita gangguan jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat sampai dengan tahun 2010


(26)

diperoleh informasi tentang jumlah penderita gangguan jiwa dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Penderita Gangguan Jiwa di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009-2010

Tahun Penduduk (jiwa)

Mengalami Gangguan

jiwa (orang)

% Dirawat (orang) %

Minimal Care

Partial Care

Total

Care Dipasung

2009 169.438 633 0,37 525 82,9 191 30,2 167 31,8 164 31,2 3 0,57 2010 172.896 737 0,43 638 86,6 191 25,9 244 38,2 200 31,3 3 0,47

Sumber: Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2011

Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa dari tahun 2009 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan. Tahun 2010 jumlah penderita sebanyak 737 orang dan yang mendapat perawatan sebanyak 638 orang (86,6%), namun penderita gangguan jiwa yang mandiri (minimal care) hanya 25,9%, selebihnya kategori partial care (bantuan) dan total care (tergantung). Apabila dibandingkan prestasi petugas CMHN dalam menangani penderita gangguan jiwa kategori minimal care pada tahun 2010 dan tahun 2009 tidak mengalami perubahan bahkan penderita gangguan jiwa partial care dan total care mengalami peningkatan pada tahun 2010. Salah satu penyebab penurunan prestasi ini diduga terkait dengan motivasi petugas CMHN yang rendah dan disiplin yang belum baik.

Motivasi yang terdapat dalam diri pegawai dan disertai oleh disiplin kerja yang baik merupakan dua aspek yang sangat diharapkan oleh instansi untuk berprestasi. Prestasi kerja dalam melakukan pekerjaan tidak akan dapat meningkat tanpa adanya motivasi yang tinggi dan diimbangi oleh disiplin yang baik.


(27)

Mangkunegara (2002), menyatakan prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat bekerja sama dengan WHO sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dalam rangka memotivasi petugas CMHN adalah dengan memberikan insentif perminggu dengan kriteria berdasarkan target yang harus dipenuhi, sebagai berikut:

Tabel 1.2 Jumlah Insentif Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009-2010

Tahun Jumlah Insentif

per Minggu (Rp)

Jumlah yang Harus

Dikunjungi (orang) Sumber Dana

2005-2008 300.000 12 WHO

2009-2010 100.000 12 APBD

Sumber: Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2010

Berdasarkan Tabel 1.2 menunjukkan jumlah insentif tahun 2005-2008 lebih besar dibandingkan dengan insentif tahun 2009-2010 dengan sumber dana yang berbeda. Rendahnya motivasi petugas CMHN diduga terkait dengan penurunan jumlah insentif yang diterima diluar gaji tetap. Hal lain yang turut menyebakan rendahnya motivasi adalah kurangnya pengakuan hasil pekerjaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat atas prestasi yang dicapai oleh petugas CMHN.

Sejalan dengan Herzberg dalam Hasibuan (2005), menyatakan bahwa ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi, yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik,


(28)

merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Hasil penelitian Setyawan (2008), mengungkapkan bahwa masing-masing variabel motivasi dan disiplin memengaruhi secara signifikan terhadap variabel prestasi kerja pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga, demikian juga penelitian Etykawaty (2008), di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta yang menungkapkan motivasi dan disiplin berpengaruh positif dan signifikan.terhadap kinerja pegawai pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta.

Tingkat kehadiran petugas CMHN sebagai salah satu pola tingkah laku yang menjadi acuan kedisplinan terlihat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat. Berikut disajikan absensi petugas CMHN tahun 2009 dan tahun 2010 :

Tabel 1.3 Absensi Petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009-2010

No Keterangan Tahun 2009 Tahun 2010

n % n %

1 Sakit dengan surat keterangan dokter

> 2 hari 12 25.0 4 8.3

2 hari 8 16.7 12 25.0

1-2 hari 4 8.3 8 16.7

0 hari 24 50.0 24 50.0

Jumlah 48 100.0 48 100.0

2 Sakit

> 1 hari 8 16.7 12 25.0

1 hari 4 8.3 8 16.7

0 hari 36 75.0 28 58.3

Jumlah 48 100.0 48 100.0

3 Opname

> 3 hari 4 8.3 8 16.7

3 hari 4 8.3 4 8.3

1-3 hari 0 0.0 0 0.0

0 hari 40 83.4 36 75.0


(29)

Tabel 1.3 (Lanjutan) 4 Izin

> 1 hari 8 16.7 8 16.7

1 hari 8 16.7 12 25.0

0 hari 32 66.6 28 58.3

Jumlah 48 100.0 48 100.0

5 Cuti tahunan

>12 hari 16 33.3 12 25.0

12 hari 8 16.7 8 16.7

1-12 hari 8 16.7 16 33.3

0 hari 16 33.3 12 25.0

Jumlah 48 100.0 48 100.0

6 Cuti alasan penting

> 5 hari 4 8.3 0 0.0

5 hari 0 0.0 8 16.7

1-5 hari 4 8.3 8 16.7

0 hari 40 83.4 32 66.6

Jumlah 48 100.0 48 100.0

7 Tanpa keterangan

> 1 hari 4 8.3 12 25.0

1 hari 16 33.3 16 33.3

0 hari 28 58.4 20 41.7

Jumlah 48 100.0 48 100.0

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat,2010

Berdasarkan Tabel 1.3 menunjukkan persentase ketidakhadiran petugas CMHN dengan keterangan tidak jelas mengalami peningkatan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini menunjukkan tingkat displin petugas mengalami penurunan.

Hasibuan (2005), menyatakan disiplin merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang terpenting karena semakin baik disiplin petugas semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Sedangkan menurut Siagian (2003), disiplin merupakan sikap dan tingkah laku seseorang yang


(30)

mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.

Hernowo (2008), penelitiannya yang berjudul Pengaruh Motivasi, dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri, mengungkapkan bahwa motivasi dan variabel disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan variabel disiplin memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri .

Fenomena rendahnya motivasi dan disiplin petugas CMHN dalam menangani pasien gangguan jiwa terkait dengan prestasi kerja. Hal ini tercermin dari laporan fasilitator CMHN, bahwa masih adanya petugas CMHN yang tidak secara rutin melakukan home visite ke rumah penderita gangguan jiwa dan juga kurang memahami tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), masih ada petugas yang sama sekali tidak membina kader untuk membantu menangani pasien gangguan jiwa.

Sementara itu berdasarkan wawancara dengan fasilitator CMHN, bahwa sanksi yang tegas terhadap pelanggaran disiplin di duga belum dijalankan sesuai dengan prosedur oleh pimpinan. Sebagian petugas CMHN merasa perhatian pimpinan terhadap pegawai masih kurang, terutama perhatian untuk mendengarkan keluhan dan masukan dari petugas. Demikian pula dengan masalah komunikasi pimpinan, karena sebagian petugas CMHN beranggapan pimpinan kurang komunikatif.


(31)

Berdasarkan fenomena di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat.

1.2 Permasalahan

Apakah ada pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat ?

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN (Community Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak antara lain :

1. Manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam menangani pasien gangguan jiwa melalui program CMHN di Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.


(32)

2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah ilmu kesehatan masyarakat dan pengembangan penelitian sejenis pada masa yang akan datang.

3. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di bidang manajemen penanggulangan gangguan jiwa melalui pendekatan Community Mental Health Nursing.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prestasi Kerja

2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja

Prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau di dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada Prestasi. Dalam bahasa Inggris yaitu kata achievement tetapi karena kata tersebut berasal dari kata to achieve yang berarti mencapai maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi pencapaian, atau apa yang dicapai (Ruky, 2002).

Menurut Mangkunegara (2002), prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Bernardin dan Russel (2006), ”Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activities during a specified time priod”. (Prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama priode waktu tertentu).

Menurut Rivai (2008), prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan


(34)

job proficiency. Menurut Hasibuan (2005), prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Senada dengan itu Yuli (2005), mengungkapkan prestasi kerja merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

2.1.2 Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasional dari para pegawai.

Penilaian prestasi kerja pegawai, pada dasarnya merupakan penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan terhadap potensi pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan instansi. Dengan pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan suasana kerja yang sehat, bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain dan merasa memiliki instansi sebagai suatu kesatuan.


(35)

Simamora (2004), menyatakan ada 3 (tiga) hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja, yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta prilaku-prilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis (2004), menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut:

1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.

2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan. 3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalisasi yang

mendukung peningkatan prestasi kerja.

4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan.

2.1.3 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja

1) Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Menurut Hasibuan (2005), tujuan penilaian prestasi kerja karyawan sebagai berikut:

a. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

b. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.

c. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi terdahulu.


(36)

d. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, dan kemudian menyetujui rencana tersebut jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

2) Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja

Kegunaan penilaian prestasi kerja karyawan menurut Mangkunegara (2002), yaitu:

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa kepada karyawan.

b. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan.

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan perlengkapan kerja..

d. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya..

e. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

f. Sebagai dasar untuk memperbaiki ataupun mengembangkan uraian pekerjaan (job description).

g. Secara pribadi, bagi karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing sehingga memacu perkembangan kemampuan karyawan. Sedangkan bagi pimpinan/atasan dapat mengenal dan lebih memperhatikan karyawannya, sehingga dapat membantu dalam memotivasi karyawan dalam bekerja.


(37)

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja

Heidjrachman (1990), menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja adalah :

a. Kuantitas kerja, yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan.

b. Kualitas kerja, yaitu mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan, dan keberhasilan hasil kerja.

c. Keandalan, yaitu dapat tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan, dan kerjasama. d. Inisiatif, yaitu kemampuan mengenali masalah-masalah dan mengambil tindakan

yang korektif, memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggungjawab menyelesaikan tugas-tugas yang belum diberikan.

e. Kerajinan, adalah kesedian melakukan tugas tanpa adanya paksaaan dan bersifat rutin.

f. Kehadiran, yaitu keberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan waktu atau jam kerja yang telah ditentukan.

Mangkunegara (2002), menyatakan ada 2 (dua) faktor yang memengaruhi pencapaian prestasi kerja yaitu:


(38)

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensial (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata- rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu di tempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

b. Faktor Motivasi

Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan yang menghadapi situasi (situation) kerja.

Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

2.1.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja

Handoko (2002), mengelompokkan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu, kemudian dibagi atas:


(39)

a. Rating Scales, pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah berlaku.

b. Checklist, pengukuran dilakukan berdasarkan daftar isian yang berisi berbagai ukuran karakteristik prestasi seorang karyawan.

c. Critical review method, pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan agar mendapatkan informasi langsung dari atasan.

d. Performance test and observation, pengukuran dilakukan bila jumlah pekerja terbatas. Test yang dilakukan bisa berbentuk keterampilan dan pengetahuan.

e. Comparative evaluation approach, pengukuran dilakukan dengan membandingkan prestasi seorang pegawai dengan pegawai lainnya.

2. Future –oriented appraisal method, merupakan metode penilaian berorientasi pada prestasi pegawai dimasa yang akan datang berdasarkan potensi dan penentuan tujuan prestasi dimasa depan yang dibagi menjadi :

a. Self appraisal, dilakukan secara mandiri oleh pegawai untuk mengevaluasi pengembangan diri.

b. Management by objectives, pengukuran dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara pegawai dan atasan.

c. Psychological appraisal, penilaian ini pada umumnya dilakukan oleh para psikolog untuk menilai petensi pegawai dimasa yang akan datang

d. Assessment center, bentuk penilaian yang distandarisasikan dimana tergantung pada tipe berbagai penilai.


(40)

2.1.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penilaian Prestasi Kerja

Pekerjaan dengan hasil yang tinggi harus dicapai oleh karyawan. Karyawan sebagai sumberdaya penting perusahaan perlu diarahkan untuk memperoleh prestasi kerja yang tinggi atas kerja yang dilakukan.

Mangkunegara (2006), menyatakan bahwa ukuran yang perlu diperhatikan dalam penilaian prestasi kerja antara lain :

1. Kualitas kerja, yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan. Dengan adanya kualitas kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan serta produktivitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. 2. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal.

Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan.

3. Tanggung jawab, yaitu menunjukkan seberapa besar karyawan dapat mempertanggung jawabkan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan serta perilaku kerjanya.

4. Inisiatif, yaitu menunjukkan seberapa besar kemampuan karyawan untuk menganalisis, menilai, menciptakan dan membuat keputusan terhadap penyelesaian masalah yang dihadapinya.


(41)

5. Kerja sama, yaitu merupakan kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaaan sehingga hasil pekerjaan semakin baik.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Hasibuan (2005). Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Gibson (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan


(42)

sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

2.2.2 Teori Motivasi

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson (1996), secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.


(43)

2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut : 1. Teori kepuasan terdiri dari :

a.Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow b.Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

c.Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer d.Teori prestasi dari McClelland

2. Teori Proses terdiri dari : a.Teori harapan

b.Teori pembentukan perilaku c.Teori keadilan

Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di atas sebagai berikut :

a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia


(44)

Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.

Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor


(45)

pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau

ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).


(46)

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi, (Grensing dalam Timpe, 2002).

c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: a). Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b). Relatednes

(keterhubungan) ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan). c). Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

d. Teori Kebutuhan dari McClelland

Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005), adalah :

a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang


(47)

maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power )

Kebutuhan akan Kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.

c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.

e. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi


(48)

f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)

Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement

dan skinerian conditioning.

Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas pengaruh hukum (law of effect), yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perlaku pegawai dimasa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa lalu.

Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

g. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.


(49)

Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan.

Untuk memahami motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang dikembangkan Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau faktor ekstrinsik.


(50)

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “Job content factor” Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.

Penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Itu berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya (Gibson,1996).

Motivasi yang timbul karena adanya usaha-usaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan daya/kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan sekerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja (Gibson, 1996).

Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang disebut faktor intrinsik meliputi :


(51)

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh


(52)

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidak puasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai.

2). Keamanan dan keselamatan kerja.

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja. 3). Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.


(53)

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

5). Prosedur perusahaan.

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

2.2.4 Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.


(54)

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

2.3 Disiplin

2.3.1 Pengertian Disiplin

Disiplin cenderung diartikan sebagai hukuman dalam arti sempit, namun sebenarnya disiplin mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar hukuman. Menurut Moekijat (2003) “Disiplin adalah kesanggupan menguasai diri yang diatur, disiplin berasal dari kata latin, yaitu disciplina yang artinya latihan atau pendidikan, kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat, disiplin menitikberatkan pada bantuan karyawan untuk mengembangkan sikap yang baik terhadap pekerjaan.”

Nitisemito (1982), menyatakan bahwa, disiplin diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik yang tertulis maupun tidak. Heidjrachman dan Husnan (1990), mengungkapkan disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan


(55)

terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah.

Menurut Davis (2004), disiplin adalah suatu tindakan manajemen memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan mengarah kepada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan dan perilaku petugas sehingga ada kedisiplinan pada diri petugas, untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik.

Disiplin merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin petugas semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal (Hasibuan, 2005). Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 2 dan pasal 3 telah diatur secara jelas kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil.

Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar orang memahami apa yang diharapkan dari dirinya dipekerjaan, dan biasanya karyawan diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif. Menurut Siagian (2003), disiplin merupakan sikap dan tingkah laku seseorang yang mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku dan


(56)

tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku didalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap, prilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan yang baik. Pada dasarnya, tujuan semua disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh organisasi. Dengan kata lain, agar seseorang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik dengan mematuhi semua peraturan, melakukan tindakan korektif dan efektif dalam bekerja.

2.3.2 Jenis Disiplin Kerja

Disiplin kerja dapat timbul dari dalam diri sendiri dan karena adanya perintah, G. R. Terry dalam terjemahan Winardi (2001), membagi jenis disiplin menjadi dua, yaitu :

1) Disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri (Self imposed discipline)

Disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri merupakan disiplin yang timbul atas dasar kerelaan, kesadaran, dan bukan atas dasar paksaan atau ambisi tertentu. Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa menjadi bagian organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.


(57)

2) Disiplin berdasarkan perintah (Command Discipline)

Disiplin ini timbul dan tumbuh disebabkan karena paksaan, perintah hukuman dan kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan tumbuh atas perasaan yang ikhlas, akan tetapi timbul karena adanya paksaan atau ancaman orang lain.

Dalam setiap organisasi yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama yaitu yang datang karena adanya kesadaran dan keinsafan. Akan tetapi kenyataan selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak disebabkan oleh adanya semacam paksaan dari luar.

Prilaku disiplin petugas merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu pembentukan disiplin kerja menurut Handoko (2001), dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

1. Disiplin Preventif (Preventive discipline).

Disiplin preventip merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mendorong disiplin diri dan diantara para karyawan. Dengan cara ini karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen.

2. Disiplin Korektip (Corrective discipline)

Disiplin korektip merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action).


(58)

Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai sikap inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang-orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan oraganisasi. Sehubungan dengan itu Haiman dalam Nawawi (2003), mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tertib, dengan anggota organisasi yang berperilaku sepantasnya dan memandang peraturan-peraturan oraganisasi sebagai perilaku yang dapat diterima.

2.3.3 Prinsip-Prinsip Disiplin

Tata tertib yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan para karyawan tidak dengan sendirinya mau menaatinya, maka bagi pihak organisasi perlu mengkondisikan karyawannya dengan tata tertib perusahaan untuk mengkondisikan perubahan agar bersikap disiplin, prinsip–prinsip kedisiplinan sebagai berikut :

1) Pendisiplinan dilakukan secara pribadi

Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan dihadapan orang banyak, karena kalau hal tersebut dilakukan menyebabkan karyawan tersebut malu dan tidak menutup kemungkinan sakit hati yang dapat menimbulkan rasa dendam yang akhirnya dapat melakukan tindakan balasan yang merugikan perusahaan.

2) Pendisiplinan harus bersifat membangun

Selain menunjukkan kesalahan yang telah dilakukan oleh karyawan haruslah diikuti dengan petunjuk cara pemecahannya sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan.


(59)

3) Pendisiplinan dilakukan secara langsung dengan segera

Suatu tindakan dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa karyawan telah melakukan kesalahan. Jangan membiarkan masalah menjadi kadaluarsa sehingga akan terlupakan oleh karyawan yang bersangkutan. Pendisiplinan yang dilakukan dengan segera selain karyawan akan cepat mengetahui kesalahannya, sehingga dengan segera pula akan mengubah sikapnya dan juga akan meredam kesalahan tersebut.

4) Keadilan dan pendisiplinan sangat diperlukan

Dalam tindakan pendisiplinan hendaknya dilakukan secara adil tanpa pilih kasih. Siapa pun yang telah melakukan kesalahan harus mendapatkan tindakan pendisiplinan secara adil tanpa membeda-bedakan.

5) Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu karyawan absen Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapan karyawan yang bersangkutan secara pribadi agar mengetahui bahwa ia melakukan kesalahan karena akan tidak berguna pendisiplinan yang dilakukan tanpa adanya pihak yang melakukan kesalahan.

6) Setelah pendisiplinan hendaknya wajar kembali

Sikap wajar hendaknya dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang melakukan kesalahan tersebut. Hal yang demikian ini proses kerja dapat lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap (Heidjerachman dan Husnan, 1993).


(60)

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pendisiplinan tindakan karyawan agar dapat bersikap tanggung jawab atas pekerjaan yang telah dilakukannya.

2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Disiplin

Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar orang memahami apa yang diharapkan dari dirinya dipekerjaan, dan biasanya karyawan diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif.

Hasibuan (2005), menyatakan disiplin yang tinggi dari para petugas akan memungkinkan tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk dapat menegakkan disiplin yang tinggi maka pimpinan organisasi harus memperhatikan beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya disiplin petugas, yaitu tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat (waskat), sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. Semua faktor tersebut berpengaruh terhadap penerapan disiplin dalam organisasi.

Mengacu pada Dessler (2008), “discipline is a procedure that corrects or punishes a subordinate because a rule or procedure has been violated”. Disiplin adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi- sanksinya, apabila anggota organisasi yang bersangkutan melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.


(61)

2.4 Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang (FKUI dan WHO, 2006).

Menurut Johnson dalam Videbeck (2008), kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional.

Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (Videbeck, 2008), sebagai berikut :

a. Otonomi dan kemandirian

Individu yang otonom dan mandiri dapat bekerja secara interdependen atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan otonominya.

b. Memaksimalkan potensi diri

Individu memiliki orientasi pada pertumbuhan dan aktualitas diri, ia tidak puas dengan status quo dan secara kontinu berusaha tumbuh sebagai individu.

c. Toleransi dengan kehidupan

Individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa yang terjadi di masa depan. d. Harga diri


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai pengaruh motivasi dan disiplin terhadap prestasi kerja petugas CMHN (Community

Mental Health Nursing) di Kabupaten Aceh Barat dapat disimpulkan bahwa :

1. Motivasi petugas CMHN pada kategori sedang dan disiplin pada kategori cukup baik di Kabupaten Aceh Barat.

2. Prestasi kerja petugas CMHN pada kategori cukup baik di Kabupaten Aceh Barat. 3. Motivasi dan disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja

petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat.

4. Disiplin memiliki pengaruh paling besar terhadap prestasi kerja petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat.

6.2 Saran

Dalam rangka meningkatkan motivasi dan dsiplin petugas CMHN di Kabupaten Aceh Barat, maka disarankan:

1. Kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat harus berupaya meningkatkan kesejahteraan petugas CMHN dengan pemberian reward

baik dalam bentuk gaji maupun insentif melalui pengusulan peningkatan anggaran kepada pihak eksekutif dan legislatif.


(2)

2. Kepada Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat dalam rangka meningkatkan disiplin petugas CMHN hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan koordinasi setiap unit kerja untuk berpartisipasi mendukung kinerja petugas CMHN.

b. Melakukan supervisi dan evaluasi prestasi kerja petugas CMHN secara berkala.

c. Menetapkan ukuran-ukuran atau kriteria prestasi kerja yang harus dicapai petugas CMHN.

d. Menerapkan kegiatan pendisiplinan korektif berupa pemberian sanksi-sanksi dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang bersifat umum.

3. Kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat perlu memberikan kesempatan kepada Fasilitator dan Petugas CMHN untuk mengembangkan diri melalui mengikuti seminar dan pelatihan lanjutan khususnya dalam menangani pasien gangguan jiwa secara langsung sehingga kemandirian penderita gangguan jiwa meningkat.

4. Penelitian selanjutnya hendaknya melakukan penelitian yang lebih menyeluruh tentang prestasi kerja dengan menambah variabel penelitian yang lain, misalnya : pengawasan dan budaya kerja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Rina, 2008. Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, Tesis. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Arep, Ishak dan Hendri.Tanjung, 2003. Manajemen Motivasi, Penerbit PT Grasindo, Jakarta.

Bernardin dan Russel, 2006. Human Resources Management, Mc Graw Hill, New York

Davis, Keith, 2004. Fundamental Organization Behavior, Diterjemahkan Agus Dharma Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dessler, Gary, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Prenhallindo, Jakarta.

Etykawaty, Riana 2008. Pengaruh Motivasi dan Kedisiplinan Terhadap Kinerja Petugas Pemasyarakatan. Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta. http : eprints.ums.ac.id/827/artikel_2_Riana_E._ 2.pdf Diakses : 25 Januari 2011.

FKUI dan WHO, 2006. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa dalam Keperawatan Kesehatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.

Flippo, 2000. Manajemen Personalia, Edisi 6, Erlangga, Jakarta

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPPS. Edisi Ketiga, Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gibson, James L., Invancevich, Jhon M., dan Donnelly, Jame H,Jr.,1996,

Organization, jilid I (Alih Bahasa Djakarsih), Penerbit, Erlangga, Jakarta.

Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Jakarta

Handoko, T.Hani. 2002. Manajemen Personalia dan Sumber daya Manusia, Edisi Kedua, Cetakan Kesebelas Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Yogyakarta.


(4)

Harmoko, 2010. Peran Keluarga dalam Perawatan Gangguan Jiwa, http://nsharmoko.blogspot.com, diunduh 6 Juni 2010.

Hernowo, 2008. Pengaruh Motivasi, dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Jurnal Daya Saing Volume I No 1.

Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Cetakan keenam, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Heidjrachman, dan Suad Husnan. 1990. Manajemen Personalia.:BPFE. Yogyakarta Herzberg, F. 1996. Work and The Nature Of Man Cleveland, World.

Hurlock, 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Erlangga. EGC, Jakarta.

Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI), 2009. CMHN (Community Mental Health Nursing). Universitas Melbourne Teliti Orang Terpasung di Aceh. Wed, May 13th

John M. Ivancevich, Robert Konopapaske, Michael T. Mattenson, 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Edisi ketujuh, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

2009, 14:23.

Juliani, 2008. Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Lande, R., 2006, Hubungan Karakteristik Individu dan Organisasi Dengan Kinerja Asuhan Keperawatan Perawat Menurut Persepsi Perawat di Rumah Sakit Elim Rantepao Kabupaten Tana Toraja Tahun 2006, Abstrak Tesis, Sekolah Pascasarjana

Luthans, Fred.2003. Organization Behavior. Seventh Edition. McGraw-Hill, United States Of America.

Mangkunegara, A.A. Prabu, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Penerbit Rosda Karya, Bandung.

_______, 2006. Evaluasi Kinerja SDM, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung. Moekijad. 2003. Manajemen Kepegawaian, Penerbit Erlangga, Jakarta.


(5)

Muchlas,M, 2000. Perilaku Organisasi I – Organizational Behavior Cetakan II Program Pendidikan Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif. Cetakan Keempat, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Nitisemito, Alex S.1982, Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nurjahjani F. 2007. Pengaruh Imbalan Ekstrinsik terhadap Prestasi Kerja. Jurnal Ekonomi Modernisasi. Volume 3, Nomor 1, February 2007. Diambil dari:

Profil Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh Tahun 2009

_______, Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Aceh Tahun 2010

Rahmayani, 2010. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Jiwa CMHN (Community Mental Health Nurse) Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas di Kabupaten Bireuen. Tesis. S2 IKM, FKM USU, Medan.

Rivai, Veithzak, 2008. Performance Appraisal, Edisi Kedua, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Robbin, S., 2002. Perilaku Organisasi, Jilid I, (Edisi ke-10 terjemahan), PT. Gramedia, Jakarta.

Ruky, Achmad S. 2002. Sistim Manajemen Kinerja, Cetakan Pertama, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Samsudin, Sadili, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pustaka Setia, Bandung. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Setyawan,D.G., 2008. Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Salatiga. Ilmu Pemerintahan, Semarang.

Siagian, S.P. 2003. Manjemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Kesepuluh Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.


(6)

Sihotang, B.F. 2006, Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Doloksanggul Tahun 2006, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Simamora, Henry, 2004. Manajemen Sumber Daya manusia, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama. Badan Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Singarimbun, Masri. Effendi, Sofian, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES.

Sinungan, Muchdarsyah, 2000. Produktivitas Apa dan Bagaimana, Bumi Aksara, Jakarta.

Siregar, Marni, 2008. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara Tahun 2008. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Seaward, B. L, 1997, Stand Like Mountains, Flow Like Water, Deerfield Beach, FL : Health Communications.

Stuart, GW and Sundeen, JS, 1998. Keperawatan Jiwa, Buku I, Edisi III, EGC, Jakarta

Timpe, D.A. 2002. Motivasi Pegawai: Seri Sumber Daya Manusia. PT. Elex Media Komputindo, Yogyakarta.

Vedebeck, 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.

Werther, William B, dan Keith Davis, 2004, Human Resources and Personnel Management, 6th

Winardi, J.SE. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Penerbit, PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta.

, McGraw-Hill, Inc, New York.

Wijono, Djoko, 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 1, Airlangga University Pres, Surabaya.

Yuli, Sri Budi Cantika, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, UMM Press, Malang